Cedera Kepala TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Cedera Kepala

1. Neuropatologi Cedera kepala dapat ditandai dengan coup dan contra coup serta dengan shearing dan tearing akson di otak akibat akselerasi rotasional dari kepala.Diagnosis umum sehubungan cedera kepala meliputi fraktur tengkorak, contusion, confusion, laserasi, dan lesi fokal Silver et al., 2005. Cedera sekunder yang meliputi perdarahan lebih lanjut, deformitas mekanis, dan peningkatan tekananan intrakranial dapat terjadi sebagai komplikasi sebagai cedera awal Bigler Maxwel., 2011. Saat ini telah terbukti bahwa penderita cedera kepala mengalami kehilangan sebagian volume otak sampai setidaknya satu tahun setelah kecelakaan Bendlin et al., 2008; Sidaros et al., 2009; Trivedi et al., 2007. Pemahaman patologi seluler pada cedera kepala merupakan hal penting dalam pengembangan terapi baru cedera kepala.Perubahan neurokimiawi otak sesudah cedera dapat berupa agen “neuroprotektif” dan “autodestruksi”.Peningkatan acetylcholine terjadi segera setelah cedera Donat et al., 2008; Lyeth Hayes, 1992.Peningkatan epinefrin dan norepinefrin pada serum terjadi seiringan dengan tingkat keparahan cedera.Pada daerah sekitar tempat cedera, ditemui peningkatan serotonin dan dopamin Kobori et al., 2011.Namun sampai sekarang bagaimana peranan agen neurokimiawi ini terhadap hasil akhirmasih menjadi pertanyaan. Beberapa hari sampai beberapa Universitas Sumatera Utara minggu setelah cedera terjadi peningkatan faktor neurotropic, seperti nerve growth factor NGF dan fibroblast growth factor FGF. Faktor-faktor neurotropik ini diduga akan membantu pemulihan Ziebell Morganti – Kossmann, 2010. Autofagi merupakan proses dimana otak membuang jaringan yang mati atau rusak agar sel sehat dapat berfungsi dengan lebih efektif. Proses ini juga diduga akan membantu pemulihan Clark et al., 2008. Meskipun demikian, proses ini dapat menyebabkan nekrosis dan apoptosis yang akan memicu degenerasi Wallerian dalam jumlah yang tidak diketahui Zhou et al., 2012. Degenerasi Wallerian merupakan perluasan dari cedera kepala. Cedera yang awalnya terjadi hanya pada akson akan meluas sampai ke badan sel Kelley et al., 2006. Proses ini sepertinya memegang peranan, baik dalam perubahan white matter yang banyak dijumpai pada cedera kepala, maupun dalam degenerasi dan reorganisasi. Proses perbaikan dan degenerasi yang berlangsung sekaligus ini menyebabkan microenvironment otak yang sangat beragam. 2. Degenerasi Axon Post Trauma Cedera kepala akan menghasilkan cedera akson, terutama akibat regangan Meythaler et al., 2001. Berbeda dengan cedera fokal, cedera akson pada cedera kepala bersifat lebih difus.Transeksi komplit jarang terjadi, tetapi regangan menyebabkan kerusakan struktur akson, yang dapat menyebabkan disfungsi sel sampai kematian sel McIntosh et al., 1996. Universitas Sumatera Utara Permeabilitas membran akson akan segera terganggu, bahkan setelah cedera kepala sedang dan ini akan disertai dengan pemadatan lokal dari neurofilamen Pettus et al., 1994. Pada model kucing percobaan, gangguan permeabilitas lokai ini akan muncul dalam lima menit setelah trauma dan pemadatan ini bertahan setidaknya selama enam jam setelah kejadian Pettus Povlishock, 1996. Model trauma lain yang sering digunakan adalah regangan pada neuron in vitro. Setelah regangan, terjadi distorsi berbentuk undulasi di sepanjang akson yang terjadi akibat kerusakan mikrotubulus. Gangguan mikrotubulus ini akan menyebabkan gangguan transport akson dan akumulasi protein Tang-Schomer et al., 2010. 3. Mekanisme Degenerasi Akson a. Konsep Mekanis Seperti apoptosis, kebanyakan bentuk degenerasi akson merupakan proses self-destructing seluler yang aktif dan melibatkan kaskade tertentu dengan keterlibatan banyak faktor Raff et al., 2002. Meskipun demikian, pada dasarnya, apoptosis dan degenerasi akson melibatkan proses biokimia yang berbeda dan dapat terjadi secara terpisah Whitmore et al., 2003. Beberapa bentuk degenerasi akson telah dijelaskan berdasarkan lokasinya pada akson dan waktu terjadinya.Penelitian yang paling banyak dilakukan adalah mengenai degenerasi sesudah trauma, baik degenerasi akut pada tempat trauma maupun degenerasi Wallerian pada bagian distal akson. Universitas Sumatera Utara b. Degenerasi Akson Akut Istilah degenerasi akson akut mengacu pada disintegrasi akut akson dalam beberapa jam setelah trauma susunan saraf pusat. Dalam 10-30 menit setelah trauma, akson akan relatif stabil dengan gambaran makroskopis yang normal. Meskipun demikian, pada tingkat molekuler, suatu sinyal sudah diaktivasi dengan hasil akhir berupa fragmentasi akson. Proses ini diawali dengan influks kalsium ke dalam akson dalam waktu cepat yang menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium yang transien dalam 40 detik setelah cedera. Pemberian calcium channel inhibitor pada saat ini akan menghambat peningkatan kalsium aksonal dan degenerasi akut Knoferle et al., 2010. Influks kalsium menyebabkan aktivasi calpain yang mencapai nilai maksimal dalam 30 menit setelah cedera. Perubahan pertama struktur mikroskopis dapat dinilai dalam 30 menit pertama setelah cedera.Perubahan ini meliputi kondensasi dan perubahan alignment neurofilamen yang diikuti fragmentasi mikrotubulus Knoferle et al., 2010. Pada kelainan SSP lain, pemadatan neurofilamen fokal dan proteolisis mikrotubulus terbukti berhubungan dengan aktivasi calpain Veerana et al., 2004. Karena itu, aktivasi calpain pada saat awal kemungkinan besar juga berperan dalam degenerasi akson akut. Kerusakan sitoskeleton akan menyebabkan gangguan transport akson. Gambaran degenerasi akson akut lain adalah aktivasi autofagi lokal. Jumlah autophagosome pada akson akan meningkat secara signifikan dalam enam Universitas Sumatera Utara jam pertama setelah cedera. Inhibisi autofagi dengan obat-obatan seharusnya mengurangi degenerasi akut, namun tidak seperti setelah pemberian calcium channel blocker, pengurangan degenerasi tidak ditemui. Ini kemungkinan menggambarkan bahwa autofagi merupakan proses lanjutan influks kalsium Knoferle et al., 2010. Meskipun pemberian obat-obatan seharusnya akan mengurangi degenerasi akson akut, efek jangka panjang dari terapi ini masih belum jelas. Karena degenerasi akut hanya terjadi pada sekitar 400 μm akson di sekitar tempat cedera, keuntungan menyelamatkan bagian ini tidak bermakna. c. Degenerasi Wallerian Degenerasi Wallerian secara sederhana didefenisikan sebagai degenerasi akson yang terjadi distal dari tempat cedera. Setelah trauma, bentuk bagian akson yang tidak terkena degenerasi akut akan tetap normal dalam 24 sampai 72 jam pertama. Kemudian, bagian distal akson akan menjalani fragmentasi progresif yang menyerupai fragmentasi pada degenerasi akson akut Kerschensteiner et al., 2005 yang pada akhirnya menyebabkan removal seluruh bagian distal akson. Degenerasi Wallerian berlangsung dengan kecepatan mulai 0,4 mmjam pada penelitian in vitro Sievers et al., 2003 sampai 24 mmjam pada saraf sciatic tikus Beirowski et al., 2005.Pada susunan saraf tepi, arah degenerasi Wallerian pada akson tampaknya bergantung jenis lesi. Transeksi komplit saraf menyebabkan fragmentasi anterograd mulai proksimal ke distal, sementara crush injuryakan menyebabkan fragmentasi retrograd mulai dari ujung distal akson Beirowski et Universitas Sumatera Utara al., 2005. Meskipun makrofag dan glia sepertinya memegang peranan penting, mekanisme degenerasi Wallerian tampaknya bersifat intrinsik MacDonald et al., 2006. Mekanisme molekuler yang mendasari degenerasi Wallerian belum dipahami sepenuhnya.Kemajuan pesat terjadi dengan ditemukannya tikus mutan WldS Lunn et al., 1989. Pada tikus ini, potongan akson distal dari lesi bertahan sepuluh kali lebih lama dibandingkan akson pada binatang wild-type, dan survival badan sel tidak terganggu Adalbert et al., 2006. Protein mutan WldS merupakan produk gen yang terdiri dari potongan faktor poliubiquiti UFD2aUBE4b dan nicotinamide monocleotide adenytransferase -1 NMNAT1; Mack et al., 2001.NMNAT1 adalah protein kunci jaras nicotinamide-adenine dinucleotide + NAD + pada mamalia.UBE4b adalah ubiquitin ligase tipe E4 yang dapat menambahkan rantai multiubiquitin pada jaras ubiquitinproteasome Hatakeyama et al., 2001.Tempat molekuler WldS yang penting adalah tempat pengingkatan ATP dan tempat pengikatan NMN + Protein WldS berada terutama pada nukleus, meskipun juga dideteksi pada aksoplasma dan organel aksoplasma Yahata et al., 2009.Ekspresi NMNAT1 pada NMNAT1 dan tempat pengikatan valocin-containing protein VCP pada UBE4b. NMNAT1 dan UBE4b yang fungsional diperlukan untuk aktivitas neuroproteksi dari WldS. Ini didukung oleh fakta bahwa ekspresi NMNAT1 saja tidak cukup untuk mencegah degenerasi akson pada neuron mammalia meskipun penurunan aktivitas NMNAT1 pada tikus WldS transgrenik menyebaban penurunan aktivitas neuroprotektif Conforti et al., 2009. Universitas Sumatera Utara lokal pada kompartemen akson menyebabkan efek protektif yang menyerupai tikus transgenik WldS Babetto et al., 2010.Data ini menunjukkan bahwa aktivitas protektif SldS dimediasi oleh transport protein terus-menerus pada akson. Sesuai dengan penjelasan di atas, isoform NMNAT lain meningkatkan survival akson lokal. NMNAT2 terus menerus ditranspor dari badan sel menuju akson dengan waktu turnover yang singkat, sekitar 4 jam. Down regulation dari NMNAT2 atau inhibisi transportnya menuju akson menyebabkan degenerasi akson. Sebaliknya, overekspresi akan menghambat degenerasi Gilley Coleman, 2010. Efek yang sama juga terlihat pada overekspresi isoform mitokondria NMNAT3 Yahata et al., 2009. Target isoform NMAT untuk meningkatkan survival akson masih belum jelas. Seluruh NMNAT mempunyai domain katalis sintesis NAD + Berger et al., 2005, meskipun data yang mendukung peranan NAD + dalam mempertahankan survival akson tidak konsisten.Pemberian NAD + konsentrasi tinggi pada ekstraseluler menyebabkan perlindungan akson yang cedera.Sebaliknya, berbagai usaha untuk meningkatkan konsentrasi NAD + intrasel tidak memberikan efek pada degenerasi akson Sasaki et al., 2009. d. Mekanisme Molekuler Degenerasi Akson Degenerasi akson akut, degenerasi fokal akson, dan degenerasi Wallerian merupakan kumulatif dari sejumlah mekanime molekul gambar 1. Universitas Sumatera Utara Gambar 1 Beberapa mekanisme molekul yang terlibat dalam degenerasi akson. Lingor et al, 2012 e. Kalsium Beberapa proses yang menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium akson pada berbagai lesi antara lain : 1 influks kalsium dari ruang ekstrasel melalui membrane yang rusak, 2 influks kalsium yang dimediasi oleh calcium Universitas Sumatera Utara channel dari rongga ekstrasel, dan 3 lepasan kalsium dari depot kalsium intrasel Stirling Stys, 2010. Cedera mekanis akson menyebabkan kerusakan kontinuitas membrane dan influks kalsum ekstrasel ke dalam sitoplasma.Sesuai percobaan Ziv dan Spira 1995 pada akson in vitro, gelombang kalsium diinduksi oleh transeksi satu cabang dendrit yang menyebar dengan cepat dalam satuan detik sampai percabangan dendrit. Kalsium intra akson akan menurun dengan cepat beberapa menit kemudian menuju tingkat tertentu setelah ujung akson yang cedera ditutup. Meskipun demikian, kadar kalsium intrasel bervariasi, mulai 1 mM di dekat lesi sampai beberapa ratus mikromolar distal dari lesi Ziv Spira, 1995. Pada penelitian in vitro, diketahui bahwa diperlukan kadar kalsium ekstra akson 200 μM untuk menyebabkan peningkatan kalsium intra akson setelah axotomy. Kalsium juga terbukti memasuki akson melalui L-type calcium channel, bukan N type George et al., 1995. Ruang ekstra akson bukanlah satu-satunya sumber kalsium.Depot kalsium intrasel juga memberikan kontribusi yang cukup besar pada peningkatan kalsium sitoplasimik.Misalnya, pada kerusakan iskemia di akson pada kolum dorsalis, kalsium dilepaskan melalui reseptor ryanodine oleh reticulum endoplasma Ouardouz et al., 2003 atau mitokondria Nikolaeva et al., 2005. Pada akson dengan myelin, reseptor ryanodine dapat diaktivasi melalui L- type calcium channel. Baik reseptor ryanodine dan L-type calcium channel berada pada axolemma.Namun, penghambatan pelepasan kalsium intra akson, misalnya dengan nimodipine, hanya melindungi sebagian akson dari proses degenerasi. Ini Universitas Sumatera Utara menggambarkan kemungkinan sumber kalsium lain atau adanya suatu mekanisme lain yang tidak tergantung kalsium Ouardouz et al., 2003. Pada proses iskemia, kebanyakan lepasan kalsium intraaksonal dimediasi oleh pompa Na + Ca 2+ yang dibuktikan pada percobaan dengan CGP37157, suatu penghambat pompa Na + Ca 2+ Selain itu, kalsium intrasel yang berlebihan pada neuron dapat berasal dari pompa pada membrane sel, seperti plasma-membrane calcium ATPase isoform 2. Penurunan kadar ponpa ini akan memperbaiki patologi akson pada hewan percobaan. pada mitokondria Nikolaeva et al., 2005. f. Kejadian Lanjutan Setelah Influks Kalsium Influks kalsium diikuti aktivasi calcium-dependent protease, seperti calpains, yang akan membelah dan mendegradasi protein sitoplasma. Peningkatan aktivitas calpains sudah terbukti pada diffuse axonal injury setelah trauma kepala, stroke, cedera spinal cord, dan kelainan neurodegenerative Vosler et al., 2008. Calpains akan mendegradasi sejumlah target, seperti protein sitoskeleton, enzim, reseptor, channel, dan faktor transkripsi melalui proses proteolisis Saatman et al., 2010. Calpains juga akan mendegradasi substrat yang penting untuk stabilitas akson. Ini akan diikuti oleh pemecahan collapsing response mediator protein-2 CRMP-2 secara proteolotik Touma et al., 2007. Karena CRMP-2 berikatan dengan kinesin-1 dan berpartisipasi dalam transport akson, transport akson pada akhirnya akan terganggu. Universitas Sumatera Utara Selain calpain, ada beberapa enzim yang tergantung kalsium yang berpartisipasi dalam degenerasi akson. Cedera akson transien akibat regangan akan menyebabkan lepasan kalsium yang pertama kali terjadi dari depot intrasel. Ini akan diikuti dengan peningkatan kadar kalsium intrasel dalam 48 jam. Dalam proses ini, penghambatan calcineurin, suatu calcium-dependent phosphataseakan menghalangi degenerasi akson sekunder Staal et al., 2010. Calpain dan calcineurin hanyalah dua contoh dari protein tergantung kalsium yang terlibat dalam proses degenerasi lebih lanjut. g. Cedera Mitokondria Cedera mitokondria memegang kunci penting dalam lokalisasi gangguan kontinuitas akson. Pada model cedera kepala dengan diffuse axonal injury, influks kalsium diduga dimediasi melalui pori-pori axolemma. Namun, kerusakan akson dan aktivasi calpain tidak terjadi secara simultan sekaligus pada seluruh akson.Kerusakan terjadi pada titik-titik fokal disertai akumulasi mitokondria Kilinc et al., 2009. Akumulasi fokal mitokondria mungkin akan menyebabkan gangguan sitoskeleton fokal dan penumpukan substrat. Pada FAD, mitokondria dirusak oleh oksigen dan nitrogen reaktif yang kemungkinan besar berasal dari makrofag. Proses ini sendiri akan memacu degenerasi akson lebih lanjut Nikic et al., 2011. h. Agregasi Universitas Sumatera Utara Protein amiloidogenik, seperti alpha-synuclein, tau, dan Aβ diduga berperan menyebabkan degerasi akson pada beberapa kelainan neurodegeneratif, yaitu melalui hambatan pada mekanisme transport akson.Agregasi protein tidak terjadi pada seluruh jenis degerasi akson, tetapi dapat menyebabkan gangguan akson.Overekspresi human wild-type alpha-synuclein oleh lentivirus menyebabkan agregasi dan degenerasi akson SSP Decressac et al., 2011. Agregasi protein amiloidogenik tidak dapat dianggap suatu proses yang berdiri sndiri, karena penelitian telah membuktikan peningkatan konsentrasi kalsium akan menyebabkan agregasi alpha-synuclein pada kultur sel Nath et al., 2011. Karena itu, kita dapat mengeluarkan hipotesis bahwa lesi akson dengan influks kalsium dapat menyebabkan agregasi protein amyloid. Sebaliknya, adanya alpha- synuclein sendiri akan memengaruhi degenerasi akson akibat trauma. Tikus transgrenik dengan over ekspresi human alpha-synuclein Thy1- αSynWTakan memiliki agregat alpha-synuclein pada akson saraf sciatic. Hewan ini akan mengalami peningkatan degenerasi Wallerian setelah axotomy saraf sciatic. Sementara itu, degenerasi yang terjadi setelah axotomy pada tikus tanpa ekspresi alpha synuclein C57BL6-Ola-hsd strain by Harlan B6, degenerasi akson akan terjadi dalam kecepatan yang lebih lambat Siebert et al., 2010. Hasil penelitian ini cukup membingungkan karena alpha- synuclein selama ini dianggap sebagai kunci pada kelainan neurodegeneratif sel saraf pusat.Meskipun demikian, penelitian ini mengajukan suatu kemungkinan bahwa alpha-synuclein terlibat pada Universitas Sumatera Utara mekanisme kerusakan akson yang lebih luas, termasuk lesi akibat trauma. Proses yang terjadi pada kelainan neurodegeneratif kemungkinan besar merupakan suatu proses yang terpisah. Mekanisme kerja yang tepat belum dipecahkan sepenuhnya, tetapi data yang ada mengarahkan kita pada kemungkinan adanya suatu interaksi langsung dengan sitoskeleton, seperti neurofilamen, tau, dan tubulin Kanazawa et al., 2008 serta interaksi dengan protein transport, seperti dynein dan kinesin-1 Utton et al., 2005. i. Transport Akson Jika kita berasumsi bahwa degenrasi akson pada trauma merupakan suatu proses mekanis, gangguan transport akson sesudah trauma merupakan suatu hal yang sangat mungkin terjadi. Karena akson memiliki hubungan yang kompleks dengan inti sel, dibutuhkan suatu transport yang efektif pada tujuan, seperti sinaps terminal atau nodes of Ranvier. Gangguan transport akson sudah terbukti terjadi pada beberapa kelainan degeneratif, seperti Parkinson, Alzheimer’s, dan Huntington Morfini et al., 2009. Transport akson dimediasi oleh dua kelompok proten utama. Kelompok pertama adalah kinein.Kinein berperan dalam memediasi transport anterograde.Sementara itu, kelompok kedua adalah dynein, yang berperan dalam transport retrograd. Tikus percobaan dengan mutasi gen KIF1Bβ, gen pengkode kinesin menunjukkan gangguan vesikel sinaps dan kelemahan otot progresif akibat neuropati perifer. Pada manusia, mutasi KIF1Bβ ditemukan pada penderita polineuropati herediter Charcot-Marie-Tooth tipe 2A; Zhao et al., 2001. Universitas Sumatera Utara Gangguan transport akibat mutasi kinesin light chain-1 juga akan mengaktivasi stress kinase, seperti c-Jun-N terminal kinase. Ini akan menyebabkan fosforilasi yang abnormal dan agregasi tau Falzone et al., 2009. Gangguan transport retrograd sendiri tidak memberikan efek klinis yang relevan.Missense point mutation pada dynein heavy-chain menyebabkan degenerasi motoneuron pada tikus heterozygous dan pembentukan inclusion body pada binatang homozygous Hafezparast, 2003.Mutasi dynein juga mungkin dapat dihubungkan dengan degenerasi akson pada penyakit motoneuron Ravikumar et al., 2005. Gangguan transport akson pada akhirnya akan menyebabkan gangguan, mulai dari distrofi akson sampai degenerasi akson. Gangguan ini potensial menjadi target terapi pada trauma dan kelainan neurodegenerative.Namun, proses yang terjadi sangat kompleks dan tidak dapat ditangani hanya dengan satu intervensi spesifik. j. Aktivasi Kinase Kinase berperan dalam eksekusi destruksi akson. JNK dikenal sebagai protein kinase yang dipicu stress karena aktivitasya meningkat pada stress seluler akibat lingkungan, seperti osmotic stress, redox stress, atau irradiation Weston dan Davis, 2007. Begitu diaktivasi, kinase akan mempropagasi sinyal yang memacu apoptosis sel. Cedera juga dapat mengaktivasi JNK pada akson dan menyebabkan gangguan transport akson. Activated pospho-JNK terdapat dalam jumlah banyak pada traktur kortikospinal tikus dengan cedera spinal cord. Retraksi akson dapat dihambat dengan pemberian pan-JNK inhibitor, yang Universitas Sumatera Utara nantinya akan memperbaiki fungsional tikus Yoshimura et al., 2011. Sebaliknya, mutasi kinesin-light-chain 1 terjadi akibat aktivasi JNK, bersamaan dengan tau protein yang mengalami proses hiperfosforilasi pada akson yang mengalami proses distrofi Falzone et al., 2009. k. Autofagi dan sistem ubiquitin-proteasome Degradasi protein atau organela terjadi dengan berbagai jalur degradasi.Salah satu di antaranya adalah autofagi.Setelah kerusakan akson mekanis, dijumpai peningkatan autofagosom pada lesi yang bergantung influks kalsium Koch et al., 2010. Autofagi juga diinduksi oleh neurit simpatis yang mengalami degenerasi, seperti setelah aksotomi. Sistem ubiquitin-proteason juga terbukti berhubungan dengan degenerasi akson. Pada binatang percobaan dengan cedera nervus optikus, inhibisi sistem