Latar Belakang Strategi Kebijakan Penanggulangan Illegal, Unreported, dan Unregulated (IUU) Fishing di Laut Arafura

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh Provinsi Papua di sebelah utara dan Provinsi Maluku di sebelah barat, serta berhubungan langsung dengan Laut Banda dan Laut Timor. Laut Arafura adalah adalah salah satu dari Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP yang telah ditetapkan secara nasional melalui Keputusan Menteri Pertanian No.995kptsIK.210999 dengan luas diperkirakan 150.000 km 2 dan kedalaman 5-60 meter. Hampir 70 dari luas wilayah perairan Arafura memiliki lapisan dasar berupa lumpur tebal dan sedikit pasir Sadhotomo et al., 2003. Banyaknya sungai-sungai yang bermuara di Laut Arafura serta keberadaan hutan mangrove di sepanjang pantai yang masih terjaga dengan baik, menjadi penopang utama kesuburan perairan ini. Potensi sumberdaya ikan di Laut Arafura mencapai 1.439,8 ribu tontahun, tersebar di zona perairan teritorial sebesar 801,3 ribu tontahun dan ZEEI sebesar 638,5 ribu tontahun Dinas Perikanan dan Kelautan Merauke, 2004. Pemanfaatan sumberdaya ikan di Laut Arafura selama ini didominasi oleh perikanan pukat udang. Armada pukat udang industri dengan modal Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN maupun Penanaman Modal Asing PMA yang mendapat izin operasi di laut Arafura sebanyak 336 kapal. Disamping itu terdapat pula kapal penangkapan ikan yang tidak memiliki izin resmi. Kegiatan operasi penangkapan udang di laut Arafura dilakukan di wilayah perairan teritorial atau wilayah laut hingga sejauh 12 mil dari batas pasang surut terendah wilayah daratan terluar dengan kedalaman 10 – 50 m Monintja et al., 2006. Salah satu permasalahan pokok dalam usaha pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia adalah maraknya praktek penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab atau yang dalam dunia internasional dikenal dengan sebutan Illegal,Uunreported, and Unregulated IUU fishing . Menurut FAO 2002, kegiatan yang termasuk dalam kategori IUU-Fishing secara langsung merupakan ancaman bagi upaya pengelolaan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab dan menghambat kemajuan pencapaian perikanan tangkap yang berkelanjutan. Menurut Schmidt 2005, kegiatan IUU-Fishing adalah aktivitas yang dipicu oleh faktor ekonomi dimana para pelakunya mengharapkan keuntungan tertentu. Departemen Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa penyebab maraknya aktivitas IUU-Fishing di Indonesia adalah 1 rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak sebanding dengan kemampuan pengawasan yang ada, 2 terbatasnya kemampuan sarana dan prasarana pengawasan di laut, 3 kemampuan sumberdaya manusia SDM nelayan Indonesia yang masih rendah, dan 4 penegakan hukum yang belum berjalan optimal. Diperkirakan setiap tahun Indonesia mederita kerugian sebesar 2 miliar dollar AS dari adanya kegiatan IUU- Fishing Nikijuluw, 2005. Modus kegiatan illegal fishing di Indonesia umumya dilakukan oleh kapal-kapal ikan yang dalam pengoperasiannya belum dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Perikanan SIUP maupun Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI. Kapal-kapal ini sudah pasti tidak melaporkan hasil tangkapannya ke pemerintah termasuk membayar retribusinya. Ada juga kapal-kapal yang memiliki SIUP dan SIPI tetapi tidak mematuhi ketentuan yag tertulis didalamnya yaitu jenis alat tangkap, jalur penangkapan, ukuran Gross tonage GT dan mesin kapal Darmawan, 2006. Kegiatan penangkapan ikan yang termasuk illegal fishing juga adalah penggunaan bahanalat berbahaya atau penggunaan alat tangkap yang dilarang pengoperasiannya di Indonesia ataupun beroperasi pada wilayah yang tidak sesuai dengan izin yang dikeluarkan. Adapun kasus kegiatan dengan tidak melaporkan hasil tangkapanproduksi atau melaporkan secara tidak benar dikenal dengan sebutan unreported. Unreported umumnya dilakukan untuk menghindari pungutan retribusi terhadap hasil tangkapannya. Kegiatan penjualan ikan di tengah laut yang tidak didata atau dilaporkan sebelumnya kepada aparat juga termasuk kategori kegiatan unreported fishing . Ikan-ikan yang telah dijual di tengah laut dan langsung di bawah ke luar negeri juga termasuk dalam kategori unreported karena termasuk kegiatan penyelundupan. Pengertian unregulated fishing di Indonesia belum diterjemahkan secara hukum. Seharusnya dalam pengelolaan perikanan memerlukan suatu acuan yang baku dan perangkat penunjang yang dapat membantu dengan cepat dan tepat dalam menentukan apakah pelanggaran telah dilakukan oleh aktivitas perikanan yang dicurigai. Disisi lain para pelaku juga memerlukan referensi yang dipahami dengan makna yang sama seperti yang dipahami oleh penegak hukum. Beberapa kegiatan perikanan yang belum diatur adalah pencatatan hasil tangkapan dari sport fishing , penggunaan pemikat ikan attracting device, adanya ghost fishing dan beberapa aktivitas lainnya Darmawan, 2006. Kinerja suatu organisasi atau perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal Rangkuti, 2005. Menurut Tripomo dan Udan 2005, analisis faktor internal dan eksternal adalah kegiatan untuk menentukan gambaran kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap organisasi dan kemudian melakukan analisis terhadapnya sehingga dapat ditentukan apakah kondisi tersebut merupakan kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman Analisis SWOTStrengk-Weakness-Opportunity-Threat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu organisasi atau perusahaan perlu dikaji secara baik sehingga dapat menentukan arah kebijakan yang jelas dari organisasi atau perusahaan tersebut. Pada tahun 2001, FAO berhasil merumuskan satu panduan khusus untuk membantu mengatasi kegiatan IUU-Fishing di dunia. Panduan ini dikenal dengan nama “International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU-Fishing “ IPOA-IUU Fishing . Pedoman ini disusun untuk mencegah, menghambat dan menghilangkan kegiatan IUU-Fishing dengan menyiapkan langkah-langkah pengelolaan menyeluruh, terintegrasi, efektif, transparan serta memperhatikan kelestarian sumberdaya bagi negara-negara perikanan dunia. Dokumen ini untuk bagian awalnya berisikan pemahaman mengenai arti dari istilah illegal, unreported, unregulated dan selanjutnya berisikan program-program aksi yang dapat diikuti oleh negara perikanan di dunia. Definisi kegiatan IUU-Fishing menurut panduan ini dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu : 1 Illegal fishing , mengacu pada kegiatan perikanan yang: 1 dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan nasional maupun asing dalam perairan di bawah yurisdiksi suatu negara, tanpa melalui ijin dari negara tersebut atau dalam keadaan melawan hukum atau regulasi negara tersebut 2 dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan berbendera negara anggota dari suatu organisasi pengelolaan yang sesuai, tetapi dalam pengoperasiannya melawan aturan-aturan konservasi maupun pengelolaan sumberdaya yang di adopsi oleh organisasi tersebut 3 bertentangan dengan hukum nasional ataupun kewajibann internasional, termasuk diambil oleh negara-negara yang menyatakan bekerjasama dengan suatu organisasi pengelolaan perikanan reggional terkait. 2 Unreported fishing, mengacu pada 1 kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan atau dalam pelaporannya tidak sesuai kepada otoritas nasional yang relevan dan bertentangan dengan hukum dan perundangan yang berlaku di negara tersebut. 2 kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan di daerah di bawah kompetensi sebuah organisasi pengelolaan perikanan regional yang tidak dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar dan bertentangan dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut. c kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan 3 Unregulated fishing, mengacu pada kegiatan penangkapan ikan 1 di dalam daerah suatu organisasi pengelolaan perikanan regional yang dilakukan oleh kapal ikan tanpa identitas, atau kapal dengan bendera suatu negara bukan anggota dari organisasi tersebut. 2 di daerah dari berbagai stok ikan yang berkaitan dengan tiadanya aturan konservasi dan pengelolaan yang diaplikasikan dan aktivitas penangkapan ikan dilakukan dengan cara-cara yang tidak konsisten dengan tanggung jawab negara bagi konservasi atas sumberdaya hayati kelautan di bawah tanggung jawab hukum internasional. Selanjutnya pedoman ini juga berisikan program-program yang dapat dipergunakan oleh negara untuk memerangi kegiatan IUU-Fishing, baik sendiri maupun berkolaborasi dengan negara tetangga maupun dalam lingkup regional. Hasil penelitian Sularso 2005 menunjukkan bahwa jumlah kapal pukat udang yang beroperasi di Laut Arafura berukuran diatas 30 GT dengan yang izin dari Departemen Kelautan dan Perikanan, seharusnya hanya 250 kapal, namun sampai saat ini terdapat 335 kapal yang berarti kelebihan 105 kapal. Disamping kapal-kapal yang memiliki izin resmi tersebut juga terdapat kapal-kapal yang tidak memiliki izin resmi illegal fishing. Berdasarkan hasil evaluasi Badan Riset Kelautan dan Perikanan tahun 2001 juga menunjukan bahwa pemanfatan sumberdaya ikan demersal di Laut Arafura cenderung penuh fully exploited dan pemanfaatan udang cenderung berlebih over-exploited. Hal ini diduga karena selain kapal-kapal yang berizin terdapat juga sejumlah kapal yang melakukan penangkapan ikan tanpa izin atau melakukan kegiatan penangkapan ikan secara illegal . Penangkapan ikan illegal lain yang sering dilakukan oleh nelayan di Laut Arafura adalah melakukan penangkapan ikan pada jalur penangkapan yang tidak sesuai dengan yang terterah pada izin Sadhotomo et al., 2003. Berdasarkan paparan kondisi perikanan di Laut Arafura dan pemahaman mengenai maraknya IUU-Fishing di Indonesia termasuk yang diindikasikan kategori IUU-Fishing, maka perlu dilakukan suatu kajian kegiatan perikanan yang berlangsung di daerah tersebut. Kajian tersebut diperlukan untuk mengetahui secara jelas bentuk-bentuk kegiatan perikanan yang diindikasikan IUU-Fishing. Selanjutnya mengkaji berbagai faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap upaya penanggulangan kegiatan tersebut serta menyusun strategi penanganannya.

1.2 Perumusan Masalah