2. e Nisbah kelamin kumbang lucanid
Spesies kumbang lucanid yang persentase kelamin betinanya banyak ditemukan dengan perangkap lampu buatan adalah A. rosenbergi 100,
kemudian diikuti oleh P. passaloides 75, sex ratio: 0,33, D. bucephalus 70,83, sex ratio: 0,41, P. decipien 60, sex ratio: 0,67, dan O. bellicosa
52, sex ratio: 0,92. P. astocoides. O. belicosa dan H. buqueti walaupun banyak dikoleksi jenis kelamin betinanya, namun perbandingannya dengan jenis
kelamin jantan tidak terlalu jauh berbeda. Spesies yang paling banyak ditemukan jenis kelamin jantan adalah D. taurus 100, selanjutnya diikuti oleh H.
rhinoceros 81,82; sex ratio: 4,50, C. canaliculatus 63,92 , sex ratio: 1,77
dan P. zebra 60, sex ratio 1,50 Tabel 3. 10 Berdasarkan tingkat gangguan hutan, maka kumbang lucanid yang berjenis
kelamin jantan banyak ditemukan pada hutan tidak terganggu jantan: 52,10; Gambar 3.13 Pengaruh tingkat gangguan hutan terhadap, a: kekayaan b:
kelimpahan, c: nilai keanekaragaman dan d: nilai kemerataan spesies kumbang lucanid hasil perangkap lampu buatan.
Ket: ● : rata-rata, □ :
±
galat baku
±SE
, :
±
simpangan baku
±SD
, Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu dan Hst: hutan sangat terganggu.
Huruf yang sama pada gambar yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
Tukey pada taraf kepercayaan 95
Htt Hkt
Hst 3
4 5
6 7
8 9
10 11
Kekayaan spesi es
a
b ab
a
Htt Hkt
Hst 10
20 30
40 50
60 70
K elim
pahan spesies a
a
b b
Htt Hkt
Hst 1,4
1,6 1,8
2,0 2,2
2,4 2,6
2,8
Keanekaragaman sp a
ab b
c
Htt Hkt
Hst
0,68 0,70
0,72 0,74
0,76 0,78
0,80 0,82
0,84 0,86
0,88
Kemerataan sp a
a a
d
betina: 47,90 ; sex rationya 1,09 dan hutan kurang terganggu jantan: 56,10; betina: 43,90; sex rationya 1,28, sedangkan pada hutan sangat terganggu lebih
banyak muncul kumbang lucanid betina jantan: 44,54; betina: 55,46; sex rationya 0,80 Tabel 3.10. Spesies yang kelimpahan jenis kelamin jantan dan
betinanya cenderung berkurang dengan semakin rusaknya habitat bahkan tidak dijumpai pada habitat sangat terganggu adalah H. buqueti, C. canaliculatus, D.
bucephalus, O. bellicosa dan P. decipien, sedangkan P. passoloides terjadi
sebaliknya Tabel 3.10 dan Lampiran 5. Tabel 3.10 Kelimpahan spesies kumbang lucanid berdasarkan jenis kelamin hasil
perangkap lampu buatan pada tingkat ganguan hutan di Gunung Salak
Htt Hkt Hst Total
No Spesies
♀ ♂
♀ ♀ ♂
♀ ♀ ♂ ♀ ♀
♂ ♀
1 A. rosenbergi
2 0 100
1 100
0 3 0 100
2 P. passaloides
0 0 1
1 50,00 8
2 80,00 9 3
75,00
3 D. bucephalus
12 4 75,00 4
2 66,67 1
1 50,00
17 7 70,83
4 P. decipien
3 3 50,00 3
1 75,00 0,00 6 4
60,00
5 P. astocoides
41 33 55,41 42
44 48,84 5
1 83,33 88 78 53,01
6 O. bellicosa
7 6 53,85 4
6 40,00 2
100 13
12 52,00
7 H. buqueti
56 52 51,85 33
41 44,59 28
21 57,14
117 114 50,65
8 P. zebra
5 9 35,71 1
4 20,00 4
2 66,67
10 15
40,00
9 C. canaliculatus
21 40 34,43 18
37 32,73 18
24 42,86 57
101 36,08
10 H. rhinoceros
1 7 12,50 1
1 50,00 1
0,00 2 9 18,18
11 D. taurus
0 7 1
1 0,00 0 9 0
Total 148 161 47,90 108 138 43,90 66 53 55,46 322 352 47,77
Ket : Htt : hutan tidak terganggu; Hkt: hutan kurang terganggu; Hst: hutan sangat terganggu ♀ : betina; ♂: jantan
2.f Analisis kesamaan vegetasi dan komunitas kumbang lucanid
Analisis kesamaan vegetasi dengan MDS dari data kekayaan spesies pohon, tiang dan pancang menunjukkan bahwa terjadi pemisahan secara tegas
kelompok antar tingkat gangguan hutan yang diamati dan tidak ada titik pengamatan yang saling tumpang tindih overlap Gambar 3.14a-c. Hasil MDS
spesies tumbuhan bawah menghasilkan adanya titik yang saling tumpang tindih overlap antara hutan kurang terganggu dengan hutan sangat terganggu,
sedangkan titik pengamatan pada hutan tidak terganggu menggelompok sendiri dan terpisah dengan hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu Gambar
3.14d.
Ket: Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu, dan Hst: hutan sangat terganggu. Vegetasi tingkat: a pohon, b tiang, c pancang dan d tumbuhan bawah.
Gambar 3.15 Dendogram menggunakan UPGMA untuk melihat kemiripan vegetasi antar tingkat gangguan hutan
Htt Hst
Hkt 0,60
0,60 0,61
0,61 0,62
0,62 0,63
Jarak hubungan e
a
Htt Hst
Hkt 0,60
0,61 0,62
0,63 0,64
0,65 0,66
0,67
Jarak hubungan f
b
Htt Hst
Hkt 0,54
0,56 0,58
0,60 0,62
0,64 0,66
0,68
Jarak hubungan g
c
Htt Hst
Hkt 0,45
0,48 0,50
0,53 0,55
0,58 0,60
0,63 0,65
0,68
Jarak hubungan h
d
Hkt1
Hkt2 Hkt3
Hkt4 Hkt5
Hkt6 Hst1
Hst2 Hst3
Hst4 Hst5
Hst6 Htt1
Htt2 Htt3
Htt4 Htt5
Htt6
-2,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 Dimensi 1
-1,6 -1,4
-1,2 -1,0
-0,8 -0,6
-0,4 -0,2
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1,2
Dimensi 2
a
Htt Stress : 0,129
Hst Hkt
Hkt1 Hkt2
Hkt3 Hkt4
Hkt5 Hkt6
Hst1 Hst2
Hst3 Hst4
Hst5 Hst6
Htt1 Htt2
Htt3 Htt4
Htt5 Htt6
-1,5 -1,0
-0,5 0,0
0,5 1,0
Dimensi 1 -1,0
-0,5 0,0
0,5 1,0
1,5
Dime nsi 2
Hkt
Stress : 0,177
Hst
Htt
b
Htt3 Htt5
Hkt1 Hkt2
Hkt3 Hkt4
Hkt5 Hkt6
Hst1 Hst2
Hst3 Hst4
Hst5 Hst6
Htt1 Htt2
Htt3 Htt4
Htt5 Htt6
-2,0 -1,5
-1,0 -0,5
0,0 0,5
1,0 1,5
Dimensi 1 -1,0
-0,8 -0,6
-0,4 -0,2
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1,2 1,4
Dime nsi 2
Stress: 0,140
c
Htt Hkt
Hst
Hkt1 Hkt2
Hkt3 Hkt4
Hkt5 Hkt6
Hst1 Hst2
Hst3 Hst4
Hst5 Hst6
Htt1 Htt2
Htt3 Htt4
Htt5 Htt6
-1,6 -1,4 -1,2 -1,0 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8
Dimensi 1
-1,4 -1,2
-1,0 -0,8
-0,6 -0,4
-0,2 0,0
0,2 0,4
0,6 0,8
1,0 1,2
Dimensi 2
Htt 3
Htt 6
Hkt Hst
Stress: 0,125
Htt d
Gambar 3.14 Plot skala dua dimensi MDS untuk melihat kemiripan vegetasi antar tingkat gangguan hutan
Ket: Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu, dan Hst: hutan sangat terganggu. Vegetasi tingkat: a pohon, b tiang, c pancang dan d tumbuhan bawah.
Hasil dendogram dengan menggunakan UPGMA menunjukkan bahwa pada tingkat pohon, pancang dan tumbuhan bawah hutan kurang terganggu
termasuk satu kelompok dengan hutan sangat terganggu Gambar 3.15a,c dan d. Vegetasi pada tingkat tiang hasil dari dendogram menghasilkan hutan tidak
terganggu lebih mirip dengan hutan sangat terganggu dibanding dengan hutan kurang terganggu Gambar 3.15b. Secara umum total dari struktur vegetasi
nampak bahwa struktur vegetasi pada hutan kurang terganggu mirip dengan hutan sangat terganggu Gambar 3.16a 17a.
Gambar 3.17 Dendogram menggunakan UPGMA untuk melihat kemiripan vegetasi dan kumbang lucanid antar tingkat gangguan hutan.
Ket: Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu, dan Hst: hutan sangat a vegetasi dan b komunitas kumbang lucanid
Hst Hkt
Htt 10
15 20
25 30
35 40
45
Jarak hubungan ketidaksa maan Bray-Curtis
b
Hst Hkt
Htt
0,47 0,48
0,49 0,50
0,51 0,52
0,53 0,54
0,55
Jarak hubungan
a
Gambar 3.16 Plot skala dua dimensi MDS untuk melihat kemiripan vegetasi dan kumbang lucanid antar tingkat gangguan hutan
Htt1 Htt2
Htt3 Htt4
Htt5 Htt6
Hkt1 Hkt2
Hkt3 Hkt4
Hkt5 Hkt6
Hst1 Hst2
Hst3
Hst4 Hst5
Hst6 -1,5
-1,0 -0,5
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0
Dimensi 1
-1,2 -1,0
-0,8 -0,6
-0,4 -0,2
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
Dimensi 1
Stress : 0,15
a
Htt1 Htt2
Htt3
Htt4
Htt5 Htt6
Hkt1 Hkt2
Hkt3
Hkt4 Hkt5
Hkt6
Hst1 Hst2
Hst3 Hst4
Hst5 Hst6
-1,5 -1,0
-0,5 0,0
0,5 1,0
1,5 2,0
2,5 Dimensi 1
-1,0 -0,8
-0,6 -0,4
-0,2 0,0
0,2 0,4
0,6 0,8
1,0 1,2
Dim ens
i 2 Stress: 0,083
Htt4
Hst Hkt
Htt a
b
Ket: Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu, dan Hst: hutan sangat. a vegetasi dan b komunitas kumbang lucanid
Gambar 3.16b dan 3.17b merupakan MDS dan dendogram dari analisis kesamaan komunitas kumbang lucanid, dan terlihat pengelompokkannya berbeda
dengan struktur vegetasi. Pada MDS kesamaan komunitas kumbang lucanid menunjukkan bahwa terjadi pemisahan kelompok antar tingkat gangguan hutan,
namun demikian masih ditemukan adanya beberapa titik pengamatan yang saling tumpang tindih diantara titik-titik tersebut overlap. Titik pengamatan yang saling
tumpang tindih terutama ditemukan pada hutan tidak terganggu dengan hutan kurang terganggu Gambar 3.16b. Hal tersebut menunjukan adanya kemiripan
komunitas kumbang lucanid komposisi dan kelimpahan spesies antara hutan tidak terganggu dengan hutan kurang terganggu dibanding dengan hutan sangat
terganggu. Dendogram pengelompokkan komunitas spesies juga menghasilkan hal yang sama Gambar 3.17b, yaitu komunitas kumbang lucanid pada hutan
tidak terganggu termasuk dalam satu kelompok dengan hutan kurang terganggu. 2.g Hubungan struktur komunitas kumbang lucanid dengan faktor
lingkungan
Struktur komunitas kumbang lucanid yang dibahas disini meliputi kelimpahan spesies, kekayaan spesies, nilai keanekaragaman spesies dan nilai
kemerataan spesies. Faktor lingkungan mencakup struktur vegetasi, volume kayu lapuk, ketinggian tempat, tebal serasah dan curah hujan.
2.g.1 Famili dan volume kayu lapuk pada tiga tingkat gangguan hutan Total volume kayu lapuk yang ditemukan pada tiga tingkat gangguan
hutan sebanyak 323,57 m
3
ha rata-rata 107,86 m
3
ha. Tipe hutan yang paling banyak ditemukan volume kayu lapuknya adalah hutan tidak terganggu 173,14
m
3
ha atau 53,51, kemudian disusul oleh hutan kurang terganggu 124,75 m
3
ha atau 38,55 dan paling sedikit pada hutan sangat terganggu 25,68 m
3
ha atau 7,94 Tabel 3.11 dan Lampiran 6.
Tabel 3.11 Volume kayu lapuk yang ditemukan pada tiga tingkat gangguan hutan
Jml Total
Rata-rata Rata-rata berdasarkan kelas kebusukan m3ha
Lokasi titik m
3
ha m
3
ha Kelas 1
Kelas 2 Kelas 3
Kelas 4 Kelas 5
Htt
6 173,14 28,86 ± 8,49 2,94 ± 1,63 5,15 ± 2,50 11,08 ± 4,81 8,51 ± 3,04 1,17 ± 0,87
Hkt
6 124,75 20,79± 3,83 6,70 ± 2,49 5,69 ± 1,27
6,46 ± 2,29 1,64 ± 0,61 0,30 ± 0,18
Hst
6 25,68 4,28 ± 1,14 0,40 ± 0,31 0,85 ± 0,41
2,07 ± 1,26 0,83 ± 0,82 0,14 ± 0,13
Ket: Htt: Hutan tidak terganggu, Hkt: Hutan kurang terganggu dan Hst: Hutan sangat terganggu
Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata rata-rata volume kayu lapuk antar tingkat gangguan hutan F
2;15
= 32,10; p 0,05Gambar 3.18. Volume kayu lapuk pada hutan tidak terganggu dari uji statistik berbeda
nyata dengan hutan kurang terganggu p 0,05. Hal yang sama juga terjadi antara hutan kurang terganggu dengan hutan sangat terganggu p 0,05 Gambar
3.18.
Berdasarkan tabel 3.11 terlihat bahwa rata-rata volume kelas kayu lapuk yang ditemukan pada setiap tingkat gangguan hutan bervariasi. Volume kayu
lapuk kelas satu banyak ditemukan pada hutan kurang terganggu, sedangkan volume kayu lapuk kelas 3, 4 dan 5 lebih banyak terdapat pada hutan tidak
terganggu. Persentase volume kayu lapuk berdasarkan kelas kebusukan disajikan pada gambar 3.19.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata masing-masing kelas kebusukan kelas 1; 2; 3; 4; dan 5 antar tingkat gangguan
hutan F
2;15
= 20,18; p 0,05; F
2;15
= 15,80; p 0,05; F
2;15
= 12,19; p 0,05; F
2; 15
= 31,24; p 0,05 dan F
2;15
= 6,19; p 0,05. Hasil uji lanjut untuk masing-masing tipe habitat menunjukkan vulume kayu lapuk kelas 2; 3; 4; dan 5 pada hutan tidak
terganggu berbeda nyata dengan hutan sangat terganggu, sedangkan untuk volume kayu lapuk kelas satu hanya berbeda nyata dengan hutan kurang
terganggu p 0,05 Gambar 3.20.
Ket: ● : rata-rata, □ :
±
galat baku
±SE
, :
±
simpangan baku
±SD
, Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu dan Hst: hutan sangat terganggu.
Uji anova one-way Anova dan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95
Gambar 3.18 Pengaruh tingkat gangguan hutan terhadap volume jatuhan kayu lapuk m
3
ha di Gunung Salak.
Htt Hkt
Hst 5
10 15
20 25
30 35
40
Vo lu
m e m
3
ha a
b a
Berdasarkan famili, maka Fagaceae merupakan famili yang paling banyak ditemukan volume kayu lapuknya 59,32 m
3
ha atau 55, kemudian diikuti oleh Hamamelidaceae 12,42 m
3
ha atau 11,51, Theaceae 11,91 m
3
ha atau 11,05 dan Lauraceae 11,63 m
3
ha atau 10,78 Lampiran 7. Jumlah spesies Fagaceae ditemukan sebanyak 6 spesies dan tiga spesies yang paling banyak
volume kayu lapuknya adalah Lithocarpus sundaicus 17,05 m
3
ha atau 15,77, Castanopsis argentea
14,52 m
3
ha atau 13,46 dan Quercus induta 14,23 m
3
ha atau 13,19. Dari famili Hamamelidaceae hanya ditemukan satu spesies yaitu Altingia
excelsa 12,42 m
3
ha atau 11,51. Famili Theaceae terdiri dari 2 spesies yaitu Eurya javanica
dan Schima wallichii dengan volume masing-masing 0,31 m
3
ha 0,122 dan 11,78 m
3
ha 10,93. Lauraceae merupakan famili yang paling banyak jumlah spesiesnya yaitu 9 spesies, diantara spesies Lauraceae yang banyak
ditemukan volume kayu lapuknya adalah Cryptacarya laevigata 5,62 m
3
ha 5,21 dan Beilschimiedia madang 5,49 m
3
ha 5,09 Lampiran 7.
Ket: Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu; hst: hutan sangat terganggu
Gambar 3.19 Persentase volume kelas kebusukan kayu pada tiga tingkat gangguan hutan di hutan Gunung Salak
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Kls 1 Kls 2
Kls 3 Kls 4
Kls 5 Kelas kebusukan
Hst Hkt
Htt
2.g.2 Analisis hubungan struktur komunitas kumbang lucanid dengan
lingkungan
Struktur komunitas yang diamati meliputi kelimpahan spesies, kekayaan spesies, nilai keanekaragaman spesies dan nilai kemerataan spesies kumbang
lucanid. Data strutur komunitas kumbang lucanid dan parameter lingkungan pada tiga tingkat gangguan hutan disajikan pada lampiran 8. Hasil RDA
Redundancy analysis antara struktur komunitas kumbang lucanid dengan 19 parameter lingkungan disajikan pada gambar 3.21.
Berdasarkan gambar 3.21 terlihat bahwa 15 paramater lingkungan ketinggian tempat, tebal serasah, penutupan kanopi pohon, luas bidang dasar
pohon, kerapatan pohon, volume kayu lapuk total, volume kayu lapuk kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, famili kayu lapuk Fagaceae, Lauraceae,
Theaceae dan Hammamelidaceae berkorelasi positif dengan kelimpahan, kekayaan, nilai keanekaragaman dan nilai kemerataan spesies kumbang lucanid.
Dua parameter lingkungan lainnya yaitu nilai keanekaragaman dan nilai kemerataan spesies pohon berkorelasi negatif dengan kelimpahan, kekayaan, nilai
Ket: ● : rata-rata, □ :
±
galat baku
±SE
, :
±
simpangan baku
±SD
, Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu dan Hst: hutan sangat terganggu,
a: kelas 1, b: kelas 2, c: kelas 3, d: kelas 4 dan e: kelas 5.
Uji anova one- way Anova
dan Tukey test pada taraf kepercayaan 95
Gambar 3.20 Pengaruh tingkat gangguan hutan terhadap volume kelas kayu lapuk m
3
ha di Gunung Salak.
Htt Hkt
Hst
-2 2
4 6
8 10
Volume m
3
ha a
a a
b
Htt Hkt
Hst
1 2
3 4
5 6
7 8
Volume m
3
ha b
a a
b Htt
Hkt Hst
2 4
6 8
10 12
14 16
18
Volume m
3
h a
c ab
a
b
Htt Hkt
Hst
-2 2
4 6
8 10
12 14
Vo lu
me m
3
ha d
a
b b
Htt Hkt
Hst
-0,4 -0,2
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1,2 1,4
1,6 1,8
2,0 2,2
Volume m
3
h a
e a
b b
keanekaragaman dan nilai kemerataan spesies kumbang lucanid. Selain itu parameter curah hujan hanya berkorelasi negatif dengan kelimpahan spesies
kumbang lucanid, sedangkan kekayaan spesies pohon tidak menunjukkan korelasi dengan struktur komunitas kumbang lucanid Gambar 3.21.
Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa volume kayu lapuk total Vtot mempunyai nilai korelasi RS tertinggi dengan kelimpahan spesies
RS = 0,619l; n = 216, p 0,05; kekayaan spesies RS = 0,638; n = 216; p 0,05 dan nilai keanekaragaman spesies kumbang lucanid RS = 0,595; n = 216; p
0,05, sedangkan untuk kemerataan spesies kumbang lucanid nilai korelasi tertinggi terdapat pada tebal serasah RS = 0,315; n = 216, p 0,05 Tabel 3.12.
Parameter lingkungan berikutnya yang berkorelasi positif dan memiliki nilai korelasi tertinggi RS dengan kelimpahan spesies, kekayaan spesies,
-0.6 1.0
-0 .6
0.8
Klu Slu
Hlu Elu
Alt Tse
Chu Cpo
Spo Hpo
Epo Krpo
Lpo Vk1
Vk2 Vk3
Vk4 Vk5
Vot Fag
Lau The
Ham
Ket: Panjang panah menunjukkan kekuatan korelasi antara variabel. Variabel dengan arah panah yang sama berkorelasi positif, arah panah yang berlawanan berkorelasi
negatif dan arah panah yang tegak lurus terhadap variabel tidak berkorelasi. Nilai sudut antara dua panah menggambarkan korelasi kedua variabel. Semakin sempit
sudut yang dibuat antara dua variabel maka semakin positif tinggi korelasinya. Sedangkan jika sudutnya tumpul berlawanan arah maka korelasinya negatif ter
Braak dan Smilauer 2002. Keterangan parameter lingkungan lihat tabel 3.12.
Gambar 3.21 RDA Redundancy analysis dari kelimpahan Klu, kekayaan Slu, nilai keanekaragaman Hlu dan nilai kemeratan spesies
Elu kumbang lucanid dengan 19 parameter lingkungan pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak.
keanekaragaman spesies adalah volume kayu lapuk famili Fagaceae Fag, sedangkan untuk kemerataan spesies terdapat pada parameter ketingian tempat
Tabel 3.12. Tabel 3.12 Koefisien korelasi Spearman RS antara parameter lingkungan dengan
struktur komunitas kumbang lucanid kelimpahan, kekayaan, nilai keanekaragaman dan nilai kemerataan spesies pada tiga tingkat
gangguan hutan di Gunung Salak.
Kelimpahan spesies
Kekayaan spesies
Keanekaragaman spesies
Kemerataan spesies
Parameter lingkungan
kumbang lucanid
kumbang lucanid
kumbang lucanid
kumbang lucanid
Variabel lokasi
Ketinggian tempat Alt
0,414 0,462
0,442 0,316
Tebal serasah Tse
0,501 0,524
0,502 0,340
Curah hujan Chu
-0,143 -0,124
-0,102 -0,044
Variabel vegetasi
Penutupan kanopi pohon Cpo
0,492 0,498
0,456 0,276
Kekayaan sp pohon Spo
-0,030 -0,028
-0,037 -0,077
Keanekaragaman sp pohon Hpo
-0,220 -0,227
-0,221 -0,186
Kemerataan sp pohon Epo
-0,366 -0,399
-0,384 -0,246
Kerapatan pohon Kpo
0,459 0,514
0,493 0,297
Luas bidang dasar pohon Lpo
0,503 0,545
0,516 0,297
Variabel kayu lapuk
Volume kelas 1 Vk1
0,277 0,279
0,268 0,291
Volume kelas 2 Vk2
0,522 0,520
0,478 0,231
Volume kelas 3 Vk3
0,534 0,543
0,493 0,210
Volume kelas 4 Vk4
0,447 0,493
0,464 0,253
Volume kelas 5 Vk5
0,483 0,479
0,432 0,202
Volume total Vtot
0,619 0,638
0,595 0,315
Variabel Famili kayu lapuk
Fagaceae Fag
0,536 0,572 0,541
0,301
Hammamelidaceae Ham
0,386 0,404 0,383
0,264
Lauraceae Lau
0,405 0,456 0,438
0,286
Theaceae The
0,261 0,252 0,232
0,149
Ket: Tanda bintang menunjukkan korelasi significan = p 0,005, n = 216
Hasil RDA dengan metode seleksi langkah maju forward selection menunjukkan bahwa terdapat lima faktor lingkungan utama volume total kayu
lapuk, volume kayu lapuk kelas 3, tebal serasah, volume kayu lapuk kelas 2 dan curah hujan yang mempengaruhi struktur komunitas kumbang lucanid. Dari
kelima parameter tersebut, parameter yang paling dominan menentukan struktur komunitas kumbang lucanid adalah volume kayu lapuk total, karena memiliki
eigenvalue tertinggi
λ
= 0,32 dan p = 0,005 Tabel 3.13.
Keterangan: λ = eigenvalue, : berbeda nyata p 0,05. Data diperoleh dari RDA
Redundancy analysis dengan metode seleksi langkah maju forward selection dan diuji mengunakan Monte Carlo permutation dengan 199 permutasi acak ter
Braak dan Smilauer 2002.
Tabel 3.13 Ranking parameter lingkungan yang mempengaruhi struktur komunitas kumbang lucanid kelimpahan, kekayaan, nilai
keanekaragaman dan nilai kemerataan spesies pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak.
Parameter lingkungan Var.N
F λ
P
Volume kayu lapuk total Vot 15
98.65 0.32
0.005 Volume kayu lapuk kls 3 Vk3
12 4.40
0.01 0.035
Tebal serasa Tse 2
5.66 0.02
0.025 Volume kayu lapuk kls 2 Vk2
11 3.73
0.01 0.045
Curah hujan Chu 3
3.50 0.01
0.035 Kemerataan spesies pohon Epo
7 2.44
0.01 0.100
Luas bidang dasar pohon Lpo 9
1.86 0.00
0.175 Kerapatan pohon Krpo
8 1.19
0.01 0.290
Kekayaan Spesies pohon Spo 5
1.57 0.00
0.190 keanekaragaman spesies pohon Hpo
6 1.96
0.01 0.125
Kayu lapuk famili Theaceae The 18
0.80 0.00
0.360 Ketinggian tempat Alt
1 0.18
0.00 0.790
Volume kayu lapuk kls1 Vk1 10
0.16 0.00
0.825 Penutupan kanopi pohon Cpo
4 0.09
0.00 0.885
Kayu lapuk famili Fagaceae Fag 16
0.11 0.00
0.885 Kayu lapuk famili Lauraceae Lau
17 0.22
0.00 0.745
Kayu lapuk famili Hammamelidaceae Ham 19
1.39 0.00
0.260 Volume kayu lapuk kls 4 Vk4
13 1.46
0.01 0.230
Hasil Canonical correspondence analyses CCA yang memberikan deskripsi tentang respon 11 spesies kumbang lucanid terhadap 19 parameter
lingkungan disajikan pada gambar 3.22. Berdasarkan gambar 3.22 terlihat bahwa keberadaan spesies Allotopus rosenbergi Ar dan Hexarthrius rhinoceros H.r
dipengaruhi oleh famili kayu lapuk Theaceae The, luas bidang dasar pohon Lpo, volume kayu lapuk kelas 4 Vk4, volume kayu lapuk kelas 3 Vk3 dan
volume total kayu lapuk Vtot. Keberadaan Prosopocoilus passoloides P.p sangat dipengaruhi kemerataan sepesies pohon Epo, sedangkan Prosopocoilus
zebra P.z oleh curah hujan Chu. Dorcus bucephalus D.b dan Prosopocoilus
decipien P.d berkorelasi negatif dengan curah hujan Chu. Spesies-spesies
kumbang lucanid yang posisinya dipusat diagram ordinasi Gambar 3.22 seperti Odontolabis bellicosa
O.b, Hexarthrius buqueti H.b, Cyclommatus canaliculatus
C.c, Prosopocoilus astocoides P.a dan Dorcus taurus D.t merupakan spesies yang keberadaannya tersebar luas pada lokasi penelitian dan
tidak dipengaruhi oleh parameter lingkungan atau disebut juga spesies yang bersifat generalis.
Hasil CCA dengan metode seleksi langkah maju forward selection menunjukkan bahwa tiga parameter lingkungan utama tebal serasah, curah hujan
dan vulume kayu lapuk kelas 3 yang mempengaruhi keberadaan dari 11 spesies kumbang lucanid pada tiga tingkat gangguan hutan. Dari ketiga parameter
tersebut, parameter yang paling dominan menentukan keberadaan spesies kumbang lucanid adalah tebal serasah, karena memiliki nilai eigenvalue tertinggi
λ
= 0.12 dan p = 0,005 Tabel 3.14.
-1.0 1.0
-0 .4
.8
A.r
C.c
D.b D.t
H.b H.r
O.b P.a
P.d P.p
P.z
Alt Tse
Chu
Cpo Spo
Hpo Epo
Krpo Lpo
Vk1 Vk2
Vk3 Vk4
Vk5 Vot
Fag
Lau The
Ham
Ket: ∆: spesies Lucanid; A.r: Allotopus rosenbergii, C.c: Cyclomatus canaliculatus, D.b:
Dorcus bucephalus , D.t: Dorcus taurus, H.b: Hexarthrius buqueti, H.r: Hexarthrius
rhinoceros , Ob: Odontolabis bellicosa, P.a: Prosopocoilus astocoides, P.d:
Prosopocoilus dicipien , P.p: Prosopocoilus passaloides, P.z: Prosopocoilus zebra.
Parameter lingkungan ditunjukkan dengan tanda panah kode lihat pada tabel 3.10. Panjang panah mengidentifikasikan kuatnya parameter lingkungan mempengaruhi
pola perubahan komposisi spesies ter Braak dan Smilauer 2002.
Gambar 3.22 Ordinasi CCA Canonical Correspondence analysis menggambarkan distribusi dari 11 spesies kumbang lucanid dengan 19 parameter
lingkungan pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak.
Tabel 3.14 Ranking parameter lingkungan yang mempengaruhi distribusi spesies kumbang lucanid pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak
Parameter lingkungan Var.N
F λ P
Tebal serasa Tse 2
7.65 0.12
0.005 Curah hujan Chu
3 3.40
0.06 0.005
Volume kayu lapuk kls 4 Vk4 13
3.10 0.05
0.005 Penutupan kanopi pohon Cpo
4 1.72
0.02 0.050
Lauraceae Lau 17
1.89 0.03
0.055 Volume kayu lapuk kelas 5 Vk5
14 1.52
0.03 0.105
Kekayaan spesies pohon Spo 5
0.98 0.01
0.490 Volume kayu lapuk kelas 1 Vk1
10 0.99
0.02 0.380
Kemerataan spesies pohon Epo 7
0.86 0.01
0.520 Keanekaragaman spesies pohon Hpo
6 1.89
0.03 0.040
Kerapatan spesies pohon Krpo 8
0.67 0.01
0.735 Ketinggian tempat Alt
1 0.90
0.02 0.495
Fagaceae Fag 16 0.74
0.01 0.690 Volume kayu lapuk total Vot
15 1.00
0.01 0.375
Volume kayu lapuk kelas 2 Vk2 11
0.38 0.01
0.955 Hammamelidaceae Ham
19 0.62
0.01 0.745 Luas bidang dasar pohon Lpo
9 0.55
0.01 0.830
Theaceae The 18 0.37
0.00 0.960 Ket:
λ : eigenvalue, : berbeda nyata p 0,05. Data diperoleh dari analisis CCA Correspondence analysis dengan metode seleksi langkah maju forward selection dan
diuji mengunakan Monte Carlo permutation dengan 199 permutasi acak ter Braak dan Smilauer 2002. Data struktur komunitas kumbang lucanid diperoleh dengan metode
perangkap lampu buatan pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak.
3. Komunitas kumbang lucanid pada lima ketinggian tempat