Tabel 3.14 Ranking parameter lingkungan yang mempengaruhi distribusi spesies kumbang lucanid pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak
Parameter lingkungan Var.N
F λ P
Tebal serasa Tse 2
7.65 0.12
0.005 Curah hujan Chu
3 3.40
0.06 0.005
Volume kayu lapuk kls 4 Vk4 13
3.10 0.05
0.005 Penutupan kanopi pohon Cpo
4 1.72
0.02 0.050
Lauraceae Lau 17
1.89 0.03
0.055 Volume kayu lapuk kelas 5 Vk5
14 1.52
0.03 0.105
Kekayaan spesies pohon Spo 5
0.98 0.01
0.490 Volume kayu lapuk kelas 1 Vk1
10 0.99
0.02 0.380
Kemerataan spesies pohon Epo 7
0.86 0.01
0.520 Keanekaragaman spesies pohon Hpo
6 1.89
0.03 0.040
Kerapatan spesies pohon Krpo 8
0.67 0.01
0.735 Ketinggian tempat Alt
1 0.90
0.02 0.495
Fagaceae Fag 16 0.74
0.01 0.690 Volume kayu lapuk total Vot
15 1.00
0.01 0.375
Volume kayu lapuk kelas 2 Vk2 11
0.38 0.01
0.955 Hammamelidaceae Ham
19 0.62
0.01 0.745 Luas bidang dasar pohon Lpo
9 0.55
0.01 0.830
Theaceae The 18 0.37
0.00 0.960 Ket:
λ : eigenvalue, : berbeda nyata p 0,05. Data diperoleh dari analisis CCA Correspondence analysis dengan metode seleksi langkah maju forward selection dan
diuji mengunakan Monte Carlo permutation dengan 199 permutasi acak ter Braak dan Smilauer 2002. Data struktur komunitas kumbang lucanid diperoleh dengan metode
perangkap lampu buatan pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak.
3. Komunitas kumbang lucanid pada lima ketinggian tempat
Penelitian ini dilakukan dengan mennggunakan lampu penerangan yang terdapat di lapangan panas bumi Unocal. Lapangan panas bumi Unocal yang
dijadikan lokasi penelitian dipilih berdasarkan lima ketinggian tempat berbeda 1021 m dpl, 1110 m dpl, 1239 m dpl; 1349 m dpl dan 1400 m dpl.
3.a Estimasi jumlah spesies kumbang lucanid
Jumlah spesies yang ditemukan dari hasil penangkapan lampu Unocal pada kelima ketinggian tempat sebanyak 12 spesies. Spesies yang paling banyak
ditemukan 11 spesies adalah pada ketinggian 1349 m dpl, sedangkan keempat ketinggian lainnya 1021 m dpl, 1110 m dpl, 1239 m dpl dan 1400 m dpl masing-
masing sebanyak 10 spesies. Berdasarkan pendugaan kekayaan spesies memakai metode Jack I Colwell Coddington 1994 maka ketinggian tempat 1021 m dpl,
1110 m dpl, 1239 m dpl dan 1400 m dpl didapatkan 10,96 spesies baru ditemukan sebesar 91,24, sedangkan pada lokasi 1349 m dpl diperoleh nilai
sebesar 11,96 spesies telah ditemukan sebanyak 91,97. Dengan demikian dari kurva akumulasi spesies kumbang lucanid pada masing-masing ketinggian
tempat masih menunjukkan adanya peningkatan, walaupun kenaikannya tidak terlalu tajam. Hal ini berarti belum semua spesies kumbang lucanid di lapang
terkoleksi. Gambar 3.23.
3.b Komposisi dan struktur komunitas spesies kumbang lucanid Lampu penerangan di lapangan panas bumi konsesi PT Unocal telah
dievaluasi keberadaannya terkait dengan kemampuannya dalam menarik atau menangkap berbagai jenis kumbang lucanid di wilayah ini. Keberadaan lampu ini
sengaja dipasang untuk keperluan penerangan dalam kawasan panas bumi yang terletak dalam hutan ”tidak terganggu”. Namun demikian tentunya keberadaannya
perlu dilihat lebih teliti lagi yaitu sejauh mana pengaruhnya terhadap kehidupan kumbang kumbang lucanid karena telah terbukti percobaan pertama bahwa
pengaruh lampu dengan kekuatan yang cukup kecil 480 watt saja telah dapat menarik serangga untuk datang dan ditangkap.
Komposisi spesies komunitas kumbang lucanid pada lima ketinggian tempat kurang bervariasi dan tidak ada spesies spesifik ditemukan pada satu tipe
habitat, namun ada spesies yang hanya ditemukan pada dua dan tiga habitat yang sama tetapi tidak ditemukan pada salah satu habitat lainnya. Sebagian besar
spesies atau hanya 8 spesies C. canaliculatus, D. taurus, H. buqueti, P. astocoides, O. bellicosa, P. zebra, D. bucephalus dan D. parry
ditemukan pada kelima ketinggian tempat. Spesies yang lain hanya ditemukan pada tiga lokasi
berbeda, yaitu A. rosenbergi pada ketinggian 1239; 1349; dan 1400 m dpl,
2 4
6 8
10 12
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
22 24
26 Jumlah hari pengamatan
Ju m
la h s
p es
ie s
1021 m dpl, Jack I = 91,24 1110 m dpl, Jack I = 91,24
1239 m dpl, Jack I = 91,24 1400 m dpl, Jack I = 91,24
1349 m dpl, Jack I = 91,97
Gambar 3.23 Kurva akumulasi spesies kumbang lucanid hasil penangkapan lampu Unocal berdasarkan Jack I pada lima ketinggian di hutan Gunung
demikian pula pada spesies H. rhinoceros 1021, 1110 dan 1349 m dpl, P. passaloides
1021; 1349 dan 1400 m dpl, sedangkan P. decipien hanya ditemukan pada dua lokasi 1110 dan 1239 m dpl Tabel 3.15 dan Lampiran 9.
Tabel 3.15 Spesies kumbang lucanid yang ditemukan dengan perangkap lampu Unocal pada lima ketinggian tempat
Ketinggian tempat m dpl No Spesies
1021 1110 1239 1349 1400 1
Cyclommatus canaliculatus + + + + +
2 Dorcus taurus
+ + + + + 3
Hexarthrius buqueti + + + + +
4 Prosopocoilus astocoides
+ + + + + 5
Odontolabis bellicosa + + + + +
6 Prosopocoilus zebra
+ + + + + 7
Dorcus bucephalus + + + + +
8 Dorcus parry
+ + + + + 9
Allotopus rosenbergi - - + + +
10 Hexarthrius rhinoceros
+ + - + - 11
Prosopocoilus passaloides + - - + +
12 Prosopocoilus decipien
- + + - -
Jumlah spesies 10
10 10
11 10
Ket: + : ditemukan, - : tidak ditemukan
Spesies yang paling dominan ditemukan dengan perangkap lampu Unocal adalah H. buqueti 270 individu atau 23,8, kemudian diikuti oleh P.
astocoides 211 individu atau 18,6. P. decipien merupakan spesies paling
sedikit ditemukan, yaitu 2 individu 0,2 Tabel 3.16 Gambar 3.24. Adapun jumlah individu berdasarkan urutan kelima ketinggian tempat masing-masing
adalah sebanyak 305 individu 29,92; 364 individu 32,14; 185 individu 16,33; 149 individu atau 12,27; dan 140 individu 12,36. Dengan
demikian hanya pada ketinggian 1110 mdpl yang paling banyak ditangkap kumbang ini, walaupun komposisi spesiesnya hanya sebanyak 10 spesies dan
lokasi pada ketinggian 1021 m dpl memiliki jumlah individu terbanyak kedua Gambar 3.24.
Terdapat dua spesies C. canaliculatus dan D. taurus yang jumlah individunya cenderung menurun dengan semakin tingginya lokasi penelitian.
Lima spesies kumbang lucanid H. buqueti, P. astocoides, O. bellicosa, P. zebra, dan D. bucephalus
jumlah individunya mengalami kenaikan pada ketinggian tempat 1110 m dpl, kemudian jumlahnya menurun dengan semakin tingginya
lokasi pengamatan. D. parry merupakan spesies yang jumlah individunya tidak terlalu jauh berbeda antar ketinggian tempat Tabel 3.16.
Tabel 3.16 Kelimpahan spesies kumbang lucanid hasil perangkap lampu Unocal pada lima ketinggian tempat di Gunung Salak
Ketinggian tempat m dpl No Spesies
1021 1110 1239 1349 1400
Jumlah
1
Cyclommatus canaliculatus 56 41 25 25 17 164 14,47
2
Dorcus taurus 58 49 15 23 18 163 14,39
3
Hexarthrius buqueti 60 67 54 44 45 270 23,83
4
Prosopocoilus astocoides 56 60 45 26 24 211 18,62
5
Odontolabis bellicosa 32 56 14 7 11 120 10,59
6
Prosopocoilus zebra 27 51 14 3 10 105 9,27
7
Dorcus bucephalus 5
17 8 2 6 38 3,35
8
Dorcus parry 3 5 6 1 6 21 1,85
9
Hexarthrius rhinoceros 1
17 0 4 0 22 1,94
10
Prosopocoilus passaloides 7 0 0 2 1 10 0,88
11
Allotopus rosenbergi 0 0 3 2 2 7 0,62
12
Prosopocoilus decipien 0 1 1 0 0 2 0,18
Kelimpahan 305
364 185
139 140
1.133 100
Kelimpahan relatif 26,92 32,14 16,33
12,27 12,36 100
Jumlah spesies 10
10 10
11 10
11
Ket: = jumlah terbanyak ditemukan, = jumlah sedikit ditemukan,
Gambar 3.24 Kelimpahan relatif spesies kumbang lucanid hasil perangkap lampu Unocal pada lima ketinggian tempat di hutan Gunung Salak
H. buqueti 23,83
D. taurus 14,39
D. parry 1,85
D. bucephalus 3,35
C. canaliculatus 14,47
A. rosenbergi 0,62
H. rhinoceros 1,94
O. bellicosa 10,59
P. astocoides 18,62
P. decipien 0,18
P. zebra 9,27
P. passaloides 0,88
Struktur komunitas kumbang lucanid yang dibahas disini meliputi kekayaan spesies, kelimpahan spesies, nilai keanekaragaman spesies H dan
nilai kemerataan spesies E yang diamati selama satu tahun pada lima ketinggian tempat berbeda di hutan konsensi Unocal Gunung Salak Tabel
3.17. Tabel 3.17 Rata-rata dan standar deviasi struktur komunitas kumbang lucanid
hasil perangkap lampu Unocal pada lima ketinggian tempat
Lokasi Rata-rata dan standar deviasi struktur komunitas kumbang lucanid
Ketinggian n
Jml spesies
Kekayaan spesies
Kelimpahan spesies
Nilai keanekaragaman spesies
Nilai kemerataan sppesies
1021 m dpl 12
10 6,17 ± 1,64
25,42 ± 4,58 2,34 ± 0,32
0,91 ± 0,03 1110 m dpl
12 10
7,42 ± 1,31 30,33 ± 10,28 2,69 ± 0,23
0,94 ± 0,02 1239 m dpl
12 10
5,67 ± 1,67 15,42 ± 5,40
2,23 ± 0,46 0,91 ± 0,04
1349 m dpl 12
11 4,25 ± 0,97
11,58 ± 4,91 1,90 ± 0,35
0,92 ± 0,06 1400 m dpl
12 10
5,00 ± 1,81 11,67 ± 8,49
2,04 ± 0,53 0,91 ± 0,06
Ket: m dpl: meter dari permukaan laut, n: jumlah ulangan bulan pengamatan
Gambar 3.25 Pengaruh ketinggian tempat terhadap a kekayan spesies, b kelimpahan spesies, c nilai keanekaragaman spesies, dan d
nilai kemerataan spesies kumbang lucanid hasil perangkap lampu Unocal
1021 m dpl 1110 m dpl
1239 m dpl 1349 m dpl
1400 m dpl
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Kelimpahan spesies b
a b
b b
a
1021 m dpl 1110 m dpl
1239 m dpl 1349 m dpl
1400 m dpl 0,84
0,86 0,88
0,90 0,92
0,94 0,96
0,98 1,00
Kemerataan spesies E d
a a
a a
a
Ket: ● : rata-rata, □ : ± galat baku ±SE , : ± simpangan baku ±SD. Huruf yang sama
pada gambar yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf kepercayaan 95
1021 m dpl 1110 m dpl
1239 m dpl 1349 m dpl
1400 m dpl
2 3
4 5
6 7
8 9
10
Kekayaan spesies a
bc b
a ac
bc
1021 m dpl 1110 m dpl
1239 m dpl 1349 m dpl
1400 m dpl
1,40 1,60
1,80 2,00
2,20 2,40
2,60 2,80
3,00
Keanekaragaman spesies H b
c ab
b b
a
Gambar 3.25 merupakan hasil uji statistik terhadap struktur komunitas kumbang lucanid pada lima ketinggian tempat di hutan Unocal. Uji statistik
menunjukkan bahwa kekayaan spesies, kelimpahan spesies dan nilai keanekaragaman spesies kumbang lucanid berbeda nyata antar ketinggian tempat
Anova: F
4
;
55
= 7,197; p 0,05; Anova: F
4
;
55
= 17,331; p 0,05 dan Anova: F
4;55
= 7,570; p 0,05. Apabila dibandingkan untuk masing-masing lokasi maka kekayaan spesies dan nilai keanekaragaman spesies pada ketinggian tempat 1110
m dpl dari uji statistik berbeda nyata dengan ketinggian 1349 m dpl dan 1400 m dpl p 0,05, akan tetapi ketinggian 1110 m dpl tersebut tidak berbeda
nyata bila dibandingkan dengan tempat ketinggian 1021 m dpl dan 1239 m dpl p 0,05Gambar 3.25a,b dan c.
Nilai kemerataan spesies kumbang lucanid berdasarkan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata antar ketinggian tempat yang diamati Anova: F
4
;
55
= 0,840; p 0,05 Gambar 3.25d. Hal ini berarti penyebaran spesies diantara kelima ketinggian tempat tersebut relatif sama.
3.c Nisbah kelamin kumbang lucanid
Jumlah spesies kumbang lucanid yang berjenis kelamin betina lebih banyak 10 spesies ditemukan dibandingkan dengan yang jantan 2 spesies.
Spesies P. decipien yang ditemukan dengan perangkap lampu Unocal pada semua ketinggian tempat hanya berjenis kelamin betina 100 . Selanjutnyan spesies
lain yang banyak ditemukan jenis kelamin betinanya adalah A. rosenbergi 85,71; sex ratio: 0,17 , D. bucephalus 73,68; sex ratio: 0,36 dan O.
bellicosa 64,17; sex ratio: 0,56, D. parry 61,90, D. taurus 60,74 dan
P. passaloides 60. H. buqueti, P. zebra P. astocoides walaupun banyak
dikoleksi jenis kelamin betinanya, namun perbandingannya dengan jenis kelamin jantan tidak terlalu jauh berbeda. Dua spesies lainnya C. canaliculatus dan H.
rhinoceros lebih banyak ditemukan jantannya Tabel 3.18.
Berdasarkan lokasi pengamatan, maka pada semua lokasi total populasi lebih banyak muncul jenis kelamin betina 55,87; sex ratio: 0,79. Terdapat
empat lokasi yang jenis kelamin betinanya lebih banyak, yaitu ketinggian 1021 m dpl 59,02; sex ratio: 0,69, 1110 m dpl 52,20; sex ratio: 0,92, 1349 m dpl
66,91; sex ratio: 0,49 dan 1400 m dpl 60; sex ratio 0,67. Sedangkan pada
satu lokasi lainnya lebih banyak muncul jenis kelamin jantan yaitu pada ketinggian 1239 dpl sex ratio: 1,15 Tabel 3.18 dan Lampiran 9.
Tabel 3.18 Kelimpahan spesies kumbang lucanid berdasarkan jenis kelamin hasil perangkap lampu Unocal pada lima ketinggian tempat
1021m dpl 1110 m dpl
1239 m dpl 1349 m dpl 1400 m dpl
Total Spesies
♀ ♂ ♀ ♀ ♂ ♀ ♀ ♂ ♀ ♀ ♂ ♀ ♀ ♂ ♀ ♀ ♂ ♀
H. rhinoceros 1
7 10 41,18
2 2 50,00
9 13 40,91 C. canaliculatus
29 27 51,79 9
32 21,95 10
15 40,00 13
12 52,00 5 12
29,41 66 98 40,24 P. astocoiedes
31 25 55,36 34
26 56,67 21
24 46,67 17
9 65,38 11 13
45,83 114 97 54,03
P. zebra 16 11
59,26 26 25 50,98
6 8 42,86
3 100
8 2 80,00 59 46 56,19
H. buqueti 37 23 61,67 39
28 58,21 20
34 37,04 27
17 61,36 31 14 68,89 154 116 57,04
P. passaloides 4 3
57,14 0 1
1 50,00 1 100 6 4 60,00
D. taurus 34 24
58,62 22 27 44,90
12 3 80,00
20 3 86,96
11 7 61,11 99 64 60,74
D. parry 3 0 100 4
1 80,00 2
4 33,33 1
100 3 3
50,00 13 8 61,90
O. bellicosa 23 9
71,88 35 21 62,50
6 8 42,86
6 1 85,71
7 4 63,64 77 43 64,17
D. bucephalus 3 2
60,00 13 4 76,47
6 2 75,00
1 1 50,00
5 1 83,33 28 10 73,68
A. rosenbergi 2
1 66,67 2
100 2
100 6
1 85,71 P. decipien
1 100
1 100
2 100
Total 180 125 59,02 190 174 52,20
86 99 46,49
93 46 66,91
84 56 60,00 633 500 55,87
3.d Analisis kesamaan komunitas kumbang lucanid Analisis kesamaan komunitas kumbang lucanid berdasarkan indeks
ketidaksamaan Bray-Curtis menunjukkan bahwa adanya titik atau objek pengamatan yang memiliki jarak relatif berdekatan, yaitu ketinggian 1021 m dpl,
1349 m dpl dan 1400 m dpl Gambar 3.26. Hasil dendogram dari matriks ketidaksamaan Bray-Curtis menghasilkan dua kelompok utama A dan B.
Kelompok A adalah ketinggian tempat 1239 m dpl, 1349 m dpl, dan 1400 m dpl, sedangkan kelompok B meliputi ketinggian 1021 m dpl dan 1110 m dpl Gambar
3.27. Hal tersebut menunjukkan adanya kemiripan komunitas kumbang lucanid komposisi dan kelimpahan spesies antara ketinggian tempat 1021 m dpl dengan
1110 m dpl.
3.e. Hubungan struktur komunitas kumbang lucanid dengan faktor lingkungan
Struktur komunitas kumbang lucanid yang dibahas pada bagian ini meliputi kelimpahan spesies, kekayaan spesies, nilai keanekaragaman spesies dan
nilai kemerataan spesies kumbang lucanid. Parameter lingkungan yang diamati mencakup vegetasi, volume kayu lapuk, ketinggian tempat, tebal serasah, luas
lapangan Unocal, jarak lampu dari lapangan Unocal ke pinggir hutan dan data kekuatan cahaya lampu watt setiap bulan.
Hasil RDA hubungann 22 parameter lingkungan terhadap struktur komunitas kumbang lucanid menunjukkan bahwa terdapat 13 parameter
lingkungan tebal serasah, daya lampu, penutupan kanopi pohon, kerapatan pohon, luas bidang dasar pohon, volume kayu lapuk total, volume kayu lapuk
kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, volume kayu lapuk Fagaceae, Lauraceae dan Gambar 3.27 Dendogram menggunakan UPGMA untuk melihat kemiripan
komunitas kumbang lucanid antar lima ketinggian tempat di hutan konsensi Unocal Gunung Salak.
1400 m dpl 1349 m dpl
1239 m dpl 1110 m dpl
1021 m dpl 10
15 20
25 30
35 40
Jarak hubungan Ket id
aksamaan B ray-C
urt is
b
Gambar 3.26 Plot skala dua dimensi MDS untuk melihat kemiripan komunitas kumbang lucanid antar lima ketinggian tempat di hutan konsensi
Unocal Gunung Salak.
1021 m dpl
1110 m dpl
1239 m dpl
1349 m dpl 1400 m dpl
-1,2 -1,0 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 Dimensi 1
-0,8 -0,6
-0,4 -0,2
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1,2 1,4
Dim en
si 2
1110 m dpl Stress: 0
a
Theaceae berkorelasi positif dengan kelimpahan, kekayaan dan keanekaragaman spesies kumbang lucanid, akan tetapi tidak berkorelasi dengan kemerataan
spesies kumbang lucanid Gambar 3.28. Empat parameter lingkungan ketinggian tempat, luas lapangan, jarak
lampu ke pinggir hutan dan curah hujan berkorelasi negatif dengan kelimpahan, kekayaan dan nilai keanekaragaman spesies kumbang lucanid. Tiga parameter
lingkungan lainnya yaitu volume kayu lapuk Hammamelidaceae, nilai keanekaragaman spesies pohon, dan kekayaan spesies pohon masing-masing
hanya berkorelasi positif dengan nilai keanekaragaman spesies kumbang lucanid, kelimpahan spesies kumbang lucanid dan berkorelasi negatif dengan nilai
kemerataan spesies kumbang lucanid. Dua parameter lingkungan lainnya yaitu nilai kemerataan pohon dan volume kayu lapuk kelas 1 tidak berkorelasi dengan
struktur dan komunitas kumbang lucanid Gambar 3.28.
Gambar 3.28 RDA dari kelimpahan Klu, kekayaan Slu, keanekaragaman Hlu dan kemeratan spesies Elu Lucanidae dengan 22 parameter
lingkungan pada lima ketinggian tempat di hutan konsensi Unocal.
Ket: Panjang panah menunjukkan kekuatan korelasi antara variabel. Variabel dengan arah panah yang sama berkorelasi positif, arah panah yang berlawanan berkorelasi
negatif dan arah panah yang tegak lurus terhadap variabel tidak berkorelasi. Nilai sudut antara dua panah mengambarkan korelasi kedua variabel. Semakin sempit
sudut yang dibuat antara dua variabel maka semakin positif tinggi korelasinya. Sedangkan jika sudutnya tumpul berlawanan arah maka korelasinya negatif ter
Braak dan Smilauer 2002. Data parameter lingkungan pada lampiran 10.
-1.0 1.0
-0 .6
0.8
Klu
Slu Hlu
Elu
Alt Tse
Lap Jlmp
Chu
Dlmp Cpo
Spo Hpo
Epo Krpo
Lpo Vk1
Vk2 Vk3
Vk4
Vk5 Vtot
Fag
Ham Lau
The
Berdasarkan korelasi Spearman Tabel 3.19, nilai korelasi RS positif tertinggi antara parameter lingkungan dengan kelimpahan spesies ditemukan pada
penutupan kanopi pohon, sedangkan korelasi negatifnya pada ketinggian tempat. Tebal serasah merupakan parameter lingkungan yang berkorelasi RS positif
tertinggi terhadap kekayaan spesies kumbang lucanid dan keanekaragaman spesies kumbang lucanid, sedangkan nilai RS negatif tertingginya terdapat pada
jarak lampu ke pinggir hutan Tabel 3.19. Tabel 3.19 Koefisien korelasi Spearman RS antara parameter lingkungan dengan
struktur komunitas kumbang lucanid kelimpahan, kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan spesies pada lima ketinggian tempat
Kelimpahan spesies
Kekayaan spesies
Keanekaragaman spesies
Kemerataan spesies
Parameter lingkungan
kumbang lucanid
kumbang lucanid
kumbang lucanid
kumbang lucanid
Variabel lokasi
Ketinggian tempat Alt -0,692
-0,425 -0,399
0,126 Tebal serasah Tse
0,576 0,566
0,576 -0,008
Luas lapangan awi unocal Lap -0,371
-0,329 -0,280
0,230 Jarak lampu ke pinggir hutan Jlmp
-0,580 -0,562
-0,572 0,019
Curah hujan Chu -0,306
-0,420 -0,375
0,072 Daya lampu Dlmp
0,444 0,318
0,312 0,024
Variabel vegetasi
Penutupan kanopi pohon Cpo 0,650
0,507 0,506
-0,032 Kekayaan sp pohon Spo
0,011 -0,116
-0,197 -0,301
Keanekaragaman sp pohon Hpo 0,263
0,037 -0,026
-0,244 Kemerataan sp pohon Epo
-0,070 -0,053
-0,055 -0,024
Kerapatan pohon Kpo 0,649
0,544 0,559
0,025 Luas bidang dasar pohon Lpo
0,430 0,459
0,493 0,098
Variabel kayu lapuk
Volume kelas 1 Vk1 0,188
0,127 0,068
-0,226 Volume kelas 2 Vk2
0,285 0,426
0,465 0,112
Volume kelas 3 Vk3 0,649
0,544 0,559
0,025 Volume kelas 4 Vk4
0,648 0,403
0,425 0,065
Volume kelas 5 Vk5 0,360
0,477 0,505
0,054 Volume total Vtot
0,649 0,544
0,559 0,025
Variabel Famili kayu lapuk
Fagaceae Fag 0,617
0,444 0,427
-0,087 Hammamelidaceae Ham
0,140 0,251
0,304 0,167 Lauraceae Lau
0,649 0,403 0,425 0,065 Theaceae The
0,515 0,363
0,307 -0,244
Ket: Data struktur komunitas kumbang lucanid diperoleh dengan lampu Unocal pada lima ketinggian tempat di awi Unocal Gunung Salak Jawa Barat lampiran 10.
Tanda bintang : korelasi significan = p 0,05, n = 60
Hasil RDA dengan metode seleksi langkah maju forward selection menunjukkan bahwa terdapat 3 parameter lingkungan yang mempengaruhi
struktur komunitas kumbang lucanid, yaitu volume total kayu lapuk, volume
kayu lapuk kelas 3 dan curah hujan. Dari ketiga parameter lingkungan tersebut, parameter yang paling dominan mempengaruhi struktur komunitas kumbang
lucanid pada lima ketinggian tempat adalah volume kayu lapuk total, karena memiliki eigenvalue tertinggi
λ
= 0,47 dan p = 0,005 Tabel 3.20. Tabel 3.20 Ranking parameter lingkungan yang mempengaruhi struktur komunitas
kumbang lucanid kelimpahan, kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan spesies pada lima ketinggian tempat di Gunung Salak.
Ket : λ: eigenvalue, : berbeda nyata p 0,05. Data diperoleh dari RDA Redundancy
analysis dengan metode seleksi langkah maju forward selection dan diuji mengunakan
Monte Carlo permutation dengan 199 permutasi acak ter Braak dan Smilauer 2002.
Data struktur komunitas kumbang lucanid diperoleh dengan menggunakan lampu Unocal pada lima ketinggian tempat di hutan konsensi Unocal Lampiran 10.
Hasil CCA menunjukkan bahwa distribusi spesies Allotopus rosenbergi A.r sangat berhubungan dengan ketinggian tempat Alt, jarak lampu kepinggir
hutan Jlmp, luas lapangan Lap dan curah hujan Chu. Prosopocoilus passoloides
Pp dipengaruhi oleh daya lampu Dlmp. Hexarthrius rhinoceros Hr dipengaruhi oleh volume kayu lapuk kelas 4 Vk4 dan famili kayu lapuk
Fagaceae Fag. Spesies kumbang lucanid yang posisinya dipusat diagram ordinasi Gambar 3.29 seperti Odontolabis bellicosa Ob, Hexarthrius buqueti
Hb, Cyclommatus canaliculatus Cc, Prosopocoilus zebra Pz, Prosopocoilus astocoides
Pa, Dorcus bucephalus Db, Dorcus taurus Dt dan Dorcus parry Dp merupakan spesies yang keberadaannya tersebar luas pada lokasi penelitian
dan tidak dipengaruhi oleh parameter lingkungan atau disebut juga spesies yang bersifat generalis Gambar 3.29.
Hasil CCA dengan metode seleksi langkah maju forward selection diperoleh tiga parameter lingkungan utama volume kayu lapuk kelas 2, curah
hujan dan daya lampu yang mempengaruhi keberadaan dari 12 spesies kumbang lucanid pada lima ketinggian tempat. Dari ketiga parameter tersebut, parameter
yang paling dominan menentukan keberadaan spesies kumbang lucanid adalah Parameter lingkungan kode
Var.N F
λ P
Volume kayu lapuk total Vtot 18
50.87 0.47
0.002 Volume kayu lapuk kelas 3 Vk3
15 10.09
0.08 0.002
Curah hujan Chu 5
6.71 0.05
0.016 Daya lampu Dlmp
6 1.00
0.00 0.292
Volume kayu lapuk kelas 5 Vk5 17
0.27 0.01
0.618 Ketinggian tempat Alt
1 0.01
0.00 0.972
volume kayu lapuk kelas 2, karena memiliki nilai eigenvalue tertinggi λ = 0,05
dan p = 0,005 Tabel 3.21.
Tabel 3.21 Ranking parameter lingkungan yang mempengaruhi distribusi 12
spesies kumbang lucanid pada lima ketinggian tempat
Ket: λ = eigenvalue, : berbeda nyata p0,05. Data diperoleh dari analisis RDA Redundancy
analysis dengan metode seleksi langkah maju forward selection dan diuji mengunakan
Monte Carlo permutation dengan 199 permutasi acak ter Braak dan Smilauer 2002. Data
struktur komunitas kumbang lucanid diperoleh dengan menggunakan lampu Unocal pada lima ketinggian tempat di hutan awi Unocal di Gunung Salak Lampiran 10
Parameter lingkungan kode Var.N
F λ
P
Volume kayum lapuk kelas 2 Vk2 14
4.61 0.06
0.002 Daya lampu Dlmp
6 4.19
0.05 0.002
Curah hujan Chu 5
2.87 0.04
0.010 Volume kayu lapuk kelas 4 Vk4
16 2.04
0.02 0.020
Penutupan kanopi pohon Cpo 7
1.12 0.02
0.344 Ketinggian tempat Alt
1 0.67
0.00 0.760
Ket: ∆ spesies Lucanidae: Ar = Allotopus rosenbergi, Cc: Cyclomatus canaliculatus, Db:
Dorcus bucephalus , Dp: Dorcus paryy, Dt: Dorcus taurus, Hb:Hexarthrius buqueti, Hr:
Hexarthrius rhinoceros , Ob: Odontolabis bellicosa, Pa: Prosopocoilus astocoides, Pd:
Prosopocoilus decipien , Pp: Prosopocoilus passaloides, Pz: Prosopocoilus zebra.
Parameter lingkungan ditunjukkan dengan tanda panah kode lihat pada tabel 3.19. Panjang panah mengidentifikasikan kuatnya parameter lingkungan mempengaruhi pola
perubahan komposisi spesies ter Braak dan Smilauer 2002.
Gambar 3.29 Ordinasi CCA menggambarkan pengaruh 22 parameter lingkungan terhadap distribusi 12 spesies kumbang lucanid hasil perangkap lampu
Unocal
-1.0 1.0
-1 .0
1.0
Alt Tse
Lap Jlmp
Chu Dlmp
Cpo Spo
Hpo
Epo Krpo
Lpo Vk1
Vk2 Vk3
Vk4
Vk5 Vtot
Fag
Ham Lau
The
Pp
Ar Cc
Db Dp
Dt Hb
Hr Ob
Pa
Pd Pz
3.f Kayu lapuk tempat bersarangnya spesies kumbang lucanid
Berdasarkan data korelasi lingkungan menunjukkan bahwa jatuhan kayu lapuk sangat berkorelasi positif dengan struktur komunitas kumbang lucanid.
Hasil ini sangat ditunjang dengan data survey pembongkaranpenghancuran kayu lapuk yang diduga tempat bersarangnya kumbang lucanid di hutan Gunung
Salak. Hasil survey menunjukkan sebagian besar spesies kumbang lucanid ditemukan pada kayu lapuk dari famili Fagace dengan tingkat kebusukan antara
kelas 3 dan 4 Tabel 3.22. Spesies kumbang lucanid yang paling banyak ditemukan adalah Dorcus bucephalus dan sebagian besar berada pada fase larva
Tabel 3.22. Tabel 3.22 Beberapa spesies kayu lapuk tempat bersarangnya kumbang lucanid
di hutan Gunung Salak
Famili dan Spesies Panjang
Diameter Vol.
Kls
Spesies Lucanidae Jml
Pohon lapuk m
m M3ha
lpk
yang ditemukan Tlr L1 L2 L3 Pp
Img individu
Fagaceae
Lithocarpus sundaicus Bl. 10
1,04 151,36
3
Hexarthrius buqueti 8
9 6
23 Lithocarpus sundaicus Bl.
9 1,01
162,39
4
Dorcus bucephalus 4
2 9
3 4
22 Lithocarpus sundaicus Bl.
12 1,01
192,33
3
Dorcus bucephalus 3
9 7
1 20
Quercus induta BL 12
0,70 95,22
4
Dorcus bucephalus 2
9 2
4 17
Lithocarpus sundaicus Bl. 14
1,03 242,46
4
Dorcus bucephalus 10
2 2
14 Castanopsis argentea Bl.
10 0,74
82,13
4
Allotopus rosenbergi 2
3 3
1 9
Theaceae
Schima wallichii Korth 13
0,60 82,97
2
Allotopus rosenbergi 9
3 1
13 Schima wallichii Korth
11 0,77
83,03
4
Dorcus bucephalus 2
1 6
1 10
Schima wallichii Korth 12
0,79 132,04
3
Cyclommatus canaliculatus 3
3 6
Lauraceae
Beilschimiedia madang Bl. 10
0,56 24,60
3
Odontolabis bellicosa 8
6 3
17 Beilschimiedia madang Bl.
10 0,56
24,60
3
Cyclommatus canaliculatus 3
3 6
Hamamelidaceae
Altingia excelsa Norona 6
1 113,10
3
Hexarthrius buqueti 12
8 20
Tahap perkembangan
Ket: Pjg: panjang, Dmtr: diameter kayu, Kls lpk: kelas kebusukan ; Tlr : telur, L1: larva instar 1; L2: larva instar 2; L3: larva instar 3; Pp : pupa; Img: imago. Pencarian kumbang lucanid dilakukan dengan cara membongkar
menghancurkan beberapa spesies pohon lapukyang diduga tempat bersarangnya spesies kumbang lucanid di hutan Gunung Salak.
Pembahasan
Jumlah spesies kumbang lucanid yang ditemukan di hutan Gunung Salak Jawa Barat baru mencapai 6,74 dari 178 spesies kumbang lucanid Lampiran
11 yang pernah dilaporkan terdapat di Indonesia Mizunuma Nagai 1994. Menurut Noerdjito 2006 anggota spesies kumbang lucanid yang pernah
ditemukan di Taman Nasional Gunung Halimun dan Gunung Gede Pangrango sebanyak 14 spesies. Mizunuma dan Nagai 1994 melaporkan bahwa spesies
kumbang lucanid yang diketahui di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi masing-masing sebanyak 90; 50 dan 44 spesies, sedangkan di pulau Jawa hanya
32 spesies. Hal tersebut menunjukkan peningkatan jumlah spesies di luar Jawa. Jika dilihat penyebaran masing-masing spesies kumbang lucanid terlihat bahwa
spesies di Pulau Jawa lebih banyak kesamaannya dengan pulau Sumatera dibanding dengan pulau Kalimantan dan Sulawesi Lampiran 11 .
Beberapa hasil penelitian pada lokasi lain di luar Indonesia menunjukkan bahwa jumlah spesies kumbang lucanid yang ditemukan bervariasi antara 1
spesies sampai 30 spesies Lampiran 12. Spesies kumbang lucanid yang ditemukan di luar Indonesia tidak mempunyai kesamaan dengan hasil penelitian
di hutan Gunung Salak. Hal ini menunjukkan bahwa spesies kumbang lucanid yang ditemukan di lokasi penelitian memiliki endemisitas yang tinggi.
Rendahnya jumlah spesies dari hasil penelitian ini disebabkan karena metode penangkapan yang terbatas dan hanya menggunakan perangkap lampu
saja. Salah satu kelemahan metode perangkap lampu adalah data yang diperoleh hanya mampu menangkap spesies kumbang lucanid yang aktif terbang malam
hari dan yang tertarik terhadap cahaya lampu. Dengan demikian pada penelitian ini kumbang lucanid yang aktif disiang hari seperti genus Aegus yang tertarik
dengan buah yang sudah mengalami fermentasi tidak terkoleksi Noerdjito 2006. Noerdjito 2006 memakai 5 metode berbeda untuk menangkap kumbang lucanid,
yaitu 1 umpan pisang banana trap, 2 perangkap cahaya light trap, 3 perangkap malaise Malaise trap, 4 Hanging trap dan 5 penggoyangan cabang
pohon. Jika dibandingkan dengan 14 spesies yang ditemukan oleh Noerdjito 2006 di Gunung Halimun dan Gunung Gede Pangrango, maka 11 spesies
mempunyai kesamaan, 3 spesies Dorcus elegantulus, D. eurycephalus dan
Prosopocoilus occipitalis tidak dijumpai di Gunung Salak dan satu spesies D.
bucephalus ditemukan di Gunung Salak tapi tidak terdapat di Gunung Halimun
dan Gede Pangrango. Hal ini selaras dengan hasil estimasi jumlah spesies berdasarkan metode Jack 1 yaitu bahwa jumlah spesies yang ditemukan diduga
masih bisa bertambah hanya sebesar 21,20 2,33 spesies untuk hutan kurang terganggu dan 17,96 1,62 spesies untuk hutan sangat terganggu, sedang pada
hutan tidak terganggu sudah terkoleksi 100. Penggunaan perangkap lain seperti perangkap pisang, perangkap malaise,
hanging trap masih berpeluang untuk mengkoleksi jumlah spesies kumbang
lucanid yang lain yang kurang tertarik pada cahaya lampu. Beberapa spesies yang pernah ditemukan oleh Noerdjito 2006 di Taman Nasional Gunung Halimun dan
Gunung Gede Pangrango tapi tidak ditemukan di lokasi penelitian ini adalah D. elengatolus
, D. eurycephalus dan P. occipitalis. Tiga spesies yang tidak ditemukan ini merupakan spesies endemik di pulau Jawa. Salah satu dari ketiga
spesies endemik tersebut yaitu P. occipitalis penyebaranya lebih luas lagi karena selain di P. Jawa, spesies ini terdapat di P. Sumatera, P. Kalimantan, P. Sulawesi
dan P. Peleng MizunumaNagai 1994. Dari 12 spesies yang ditemukan di Gunung Salak, tiga spesies yaitu A.
rosenbergi, P. decipien, H. buqueti merupakan endemik di Jawa Barat, sedangkan
satu spesies D. bucephalus hanya ditemukan di pulau Jawa Mizunuma Nagai 1994. Delapan spesies sisanya, penyebarannya lebih luas lagi yaitu selain
ditemukan di Pulau Jawa juga ditemukan di pulau lain, C. canaliculatus Pulau: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Borneo, D. parry P.Sumatera, P.
Kalimantan, P. Sualwesi, Borneo, Thailand dan Philipina, D. taurus P. Sumatera, P. Kalimantan, P. Sulawesi, Malaysia dan Philipina, H. rhinoceros P.
Sumatera, P. astocoides P. Sumatera, India, Nepal, Myamar, Thailand, Vietnam, China, Korea dan Mongolia, P. zebra P. Sumatera, Kalimantan,
Borneo, Serawak dan Philipina, P. passaloides P. Sumatera, Malay Peninsula, Borneo dan kepulauan Andaman dan O. bellicosa P. Jawa, P. Bali dan P.
Sulawesi Mizunuma Nagai 1994. Berdasarkan lokasi lima ketinggian tempat yang berbeda dari data
perangkap lampu berkekuatan besar yaitu 10.500 sampai 79.000 watt lokasi
konsesi Unocal hanya ditemukan 12 spesies saja. Namun demikian pada data kelima ketinggian tempat tersebut tidak dilakukan penggunaan lampu berkekuatan
rendah 480 watt, akan tetapi jumlah jenis pada lampu berkekuatan rendahpun tidak terlalu berbeda 11 spesies sehingga terjadinya pertambahan jumlah spesies
tidak terlalu besar 9,12 atau 0,77 spesies ~ 1 spesies saja. Perbedaan daya tarik kekuatan lampu tersebut hanyalah terletak pada jumlah individu per spesies
dimana yang menggunakan lampu berkekuatan tinggi tertarik lebih banyak jumlah anggota dari spesies tersebut 1,68 kali.
Allotopus rosenbergi dan Prosopocilus decipien merupakan spesies
kumbang lucanid hasil perangkap lampu buatan yang tidak ditemukan pada hutan sangat terganggu, hal ini disebabkan karena spesies ini lebih menyukai hutan yang
kanopinya lebih rapat dan masih banyaknya jatuhan kayu lapuk. Hal ini didukung oleh data vegetasi bahwa pada hutan tidak terganggu penutupan kanopinya lebih
rapat dan volume jatuhan kayu lapukya lebih banyak. Sedangkan Prosopocoilus passoloides
hanya ditemukan pada hutan terganggu. Keberadaan P. passoloides pada hutan sangat terganggu diduga karena spesies ini lebih menyukai kanopi
terbuka dan untuk meletakkan telurnya hanya perlu jatuhan pohon yang berdiameter batang kecil.
Struktur komunitas kumbang lucanid sangat dipengaruhi oleh tingkat gangguan hutan. Hal ini disebabkan karena terjadinya perbedaan struktur dan
komposisi vegetasi, volume jatuhan kayu lapuk dan faktor lingkungan lainnya yang mendukung kehidupan kumbang lucanid. Sippola et al. 2002 melaporkan
bahwa terdapat perbedaan kelimpahan dan kekayaan jenis kumbang saproxylic dan non saproxylic pada masing-masing tipe hutan dan kekayaan jenis saproxylic
berkorelasi positif dengan 3 variabel lingkungan pada hutan tersebut, yaitu: 1 tempat yang produktif dan subur diidentifikasikan dari jumlah tumbuhan
berpembuluh, penutupan vegetasi, ketebalan lapisan humus dan total volume dari pohon; 2 jumlah akumulasi jatuhan kayu CWD: Coarse Woody Debris; dan 3
volume dari tipe CWD CWD pohon cemara, pohon deciduous, serta tingkat kebusukannya.
Penutupuan kanopi pohon sangat dipengaruhi oleh tingkat gangguan pada hutan. Gangguan terhadap hutan baik secara alami maupun intervensi manusia
akan menyebabkan terbukanya tajuk pohon. Hutan yang tajuk pohonnya terbuka akan memudahkan sinar matahari masuk ke lantai hutan. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya perubahan iklim mikro di dalam hutan. Penebangan pohon akan memberikan efek langsung terhadap tanah, serasah, bertambahnya
cahaya ke permukaan tanah, peningkatan suhu dan perubahan kelembaban. Beberapa studi menunjukkan bahwa pengaruh penebangan dan kerusakan hutan
terhadap invertebrata akan menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah individu dan perubahan struktur komunitas termasuk berkurangnya kompleksitas beberapa
spesies dan invasi oleh spesies baru Vlug dan Borden 1973; Sippola et al. 2002; Michael McQuillan 1995.
Gangguan terhadap hutan akan menyebabkan terjadinya fragmentasi dan menghasilkan efek tepi edge effect, sehingga akan mengakibatkan terjadinya
perubahan kondisi fisik faktor abiotik dalam hutan seperti angin, air, radiasi sinar matahari dan kelembaban. Efek tepi tidak hanya menyebabkan perubahan
terhadap kondisi fisik pada ekosistem hutan, tapi juga pada faktor biotik tumbuhan dan binatang Barbosa dan Marquet 2002. Martikainen et al. 2000
melaporkan bahwa fragmentasi habitat berpengaruh terhadap kelimpahan dan
kekayaan spesies serangga.
Serasah secara tidak langsung akan mempengaruhi habitat kumbang lucanid, karena serasah dapat menjaga kelembaban habitat tempat bersarangnya
kumbang lucanid jatuhan kayu lapuk. Lokasi penelitian yang ketebalan serasahnya tinggi maka struktur komunitas kumbang lucanid yang ditemukan
juga lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Meggs et al. 2003 bahwa ketebalan serasah berpengaruh secara nyata terhadap kelimpahan spesies
Hoplogonus simsoni Coleoptera: Lucanidae. Hasil penelitian Lassau 2005
melaporkan bahwa terdapat korelasi positif antara kekayaan spesies kumbang saproxylic dengan penutupan kanopi pohon dan ketebalan serasah. Menurut
Magura et al. 2004 serasah dapat mempertahankan kondisi iklim mikro suhu dan kelembaban, ketersedian bahan makanan bagi serangga yang hidup pada
permukaan tanah Carabidae. Pada hutan tidak terganggu dan hutan kurang terganggu komposisi
vegetasi yang mendominasi adalah famili Fagaceae. Famili fagaceae merupakan
salah satu habitat untuk meletakkan telur dari kumbang lucanid, ketika kayunya menjadi lapuk. Gangguan hutan akan menyebabkan terjadinya penurunan
kerapatan pohon, luas bidang dasar pohon dan penutupan kanopi pohon, sedangkan jumlah famili tumbuhan, spesies tumbuhan, dan nilai keanekaragaman
tumbuhan lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian vegetasi di pulau Jawa yang melaporkan bahwa hutan yang mendapat gangguan rendah,
sedang dan tinggi memiliki jumlah spesies tumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan hutan yang tidak mendapat gangguan. Sedangkan untuk kerapatan per
hektar dan luas bidang dasar m
2
ha nilainya lebih rendah Lampiran 13. Parthasarathy 1999 melaporkan bahwa pada hutan tidak terganggu nilai
keanekaragaman tumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan hutan yang mendapat gangguan dari manusia. Selanjutnya Indrawan 1985 melaporkan
bahwa pada hutan hujan dataran rendah di Pulau Laut Kalimantan setelah terjadinya penebangan hutan akan mengakibatkan jumlah spesies tumbuhan dan
keanekaragaman spesies tumbuhan pada tingkat semai, tiang, pancang dan pohon meningkat pada umur tebangan 4-5 tahun dan 6-7 tahun dan kemudian menurun
pada umur tebang 8-9 tahun. Sedangkan pada hutan primer yang tidak mendapat gangguan jumlah spesies tumbuhan dan nilai keanekaragaman tumbuhannya juga
rendah dibanding dengan umur tebangan 8-9 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Margalef 1963 dalam Odum 1971 yang menyatakan bahwa nilai
keanekaragaman spesies tumbuhan cenderung naik pada tingkat permulaan dari proses suksesi dan akan menurun pada tingkat klimaks.
Gangguan terhadap hutan yang berupa penebangan pohon akan mengakibatkan terbukanya tajuk pohon. Terbukanya tajuk pohon akan
menyebabkan terjadinya perubahan faktor lingkungan seperti suhu udara, penguapan, kelembaban dan intensitas cahaya matahari pada ekosistem hutan
tersebut Indrawan 2000. Pada hutan sangat terganggu yang didominasi oleh tumbuhan bawah memberikan indikasi bahwa struktur vegetasi pada hutan sangat
terganggu merupakan struktur vegetasi dengan penutupan tajuk terbuka dan jarang. Struktur vegetasi seperti ini tajuk terbuka akan memungkinkan sinar
matahari masuk ke lantai hutan, sehingga tumbuhan bawah yang umumnya merupakan vegetasi intoleran berpeluang tumbuh dan berkembang lebih baik.
Jenis non tumbuhan bawah yang umumnya merupakan vegetasi toleran pada tingkat semai tidak dapat berkembang dengan baik Mabberley 1992. Hal ini
sesuai dengan pendapat Richard 1952 bahwa pembentukan suatu celah pada hutan menyebabkan perkembangan tumbuhan bawah yang cepat, karena
dirangsang pertambahan penyinaran dan berkurangnya persaingan akar setempat, jenis-jenis pohon muda yang intoleran di sekitar tumbuhan bawah akan lebih
cepat tumbuh daripada jenis yang toleran. Kayu lapuk merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperanan
penting dalam menunjang siklus hidup kumbang lucanid, karena sebagian besar siklus hidup serangga ini sangat tergantung kepada kayu. Pada hutan tidak
terganggu banyak ditemukan kayu lapuk yang berdiameter batang lebih besar dan tidak ditemukan adanya pengambilan kayu dari hutan oleh masyarakat. Jatuhan
kayu lapuk yang ditemukan pada hutan tidak terganggu bukan karena ditebang oleh manusia tapi karena faktor alam seperti pohon tumbang oleh angin ribut atau
karena pohon sudah tua. Menurut Woldendorp et al. 2002 berbagai faktor yang dapat mempengaruhi volume jatuhan kayu lapuk adalah tipe gangguan, intensitas
gangguan, umur hutan dan spesies penyusun hutan. Gangguan hutan disebabkan oleh api, banjir, angin topan, penebangan dan pengambilan pohon dari hutan.
Volume kayu lapuk berdasarkan kelas kelapukannya mempunyai jumlah yang berbeda-beda pada masing-masing tingkat gangguan hutan. Voleme kayu
lapuk kelas 1 dan 2 banyak ditemukan pada hutan kurang terganggu, sedangkan pada hutan tidak terganggu kebanyakan ditemukan volume kelas 3; 4; dan 5.
Tingginya volume kayu lapuk kelas 1 dan 2 pada hutan tidak terganggu disebabkan karena banyaknya sisa-sisa jatuhan pohon hasil penebangan liar yang
dilakukan oleh masyarakat pada kawasan hutan. Meningkatnya penebangan dan pencurian kayu pada hutan Gunung Salak karena terjadinya masa transisi
perubahan fungsi kawasan hutan lindung yang selama ini dikelola Perhutani menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Pada hutan tidak terganggu dengan lima ketinggian tempat jatuhan volume kayu lapuknya tidak berbeda secara nyata. Hal ini disebabkan karena jatuhan kayu
pada habitat ini terjadi secara alami angin topan dan umur pohon dan bukan karena gangguan manusia penebangan dan pengambilan kayu dari hutan,
sehingga perbandingan volume kelas kayu lapuk antar ketinggian tempat tidak terlalu jauh berbeda.
Parameter lingkungan yang paling mempengaruhi struktur komunitas kumbang lucanid pada tiga tingkat gangguan hutan dan pada habitat dengan lima
ketinggian tempat berbeda di Gunung Salak adalah volume total jatuhan kayu lapuk yang terdapat dalam hutan. Parameter lingkungan selanjutnya adalah
volume jatuhan kayu lapuk kelas 3. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Endrestol 2003 bahwa kelimpahan dan kekayaan spesies saproxylic berkorelasi
positif dengan volume jatuhan kayu. Beberapa hasil penelitian juga mencatat bahwa terdapat korelasi positif antara kelimpahan, kekayaan dan keanekaragaman
spesies dari kumbang sparoxylic dengan volume jatuhan kayu lapuk dalam hutan Sippola 2002; Lassau 2005; dan Okland et al. 1996. Jatuhan kayu lapuk dalam
hutan akan menyediakan habitat bagi kumbang lucanid untuk bersarang dan bertelur serta menyelesaikan siklus hidupnya sampai menjadi dewasa.
Menurut Sippola et al. 2002 volume kayu lapuk kelas 3 dan 4 merupakan tempat yang sangat baik untuk mendukung kehidupan kumbang saproxylic. Pada
hasil penelitian ini juga ditemukan korelasi positif antara volume kayu lapuk kelas 3 dan 4 dengan struktur komunitas kumbang lucanid. Hasil penelitian Enderstol
2003 mencatat bahwa kayu lapuk yang sangat disukai kumbang kumbang lucanid adalah jatuhan kayu lapuk kelas 4. Hal ini sangat berkaitan dengan
kemudahan dari kumbang lucanid betina masuk kedalam kayu lapuk untuk bersarang dan meletakkan telur serta ketersedian nutrisi dalam kayu lapuk.
Famili kayu lapuk yang sangat mempengaruhi struktur komunitas kumbang lucanid pada lokasi penelitian adalah Fagaceae. Hasil analisis vegetasi
menunjukkan bahwa pada tingkat pohon famili Fagaceae dominan ditemukan pada setiap lokasi penelitian. Spesies kayu lapuk dari Fagaceae yang banyak
ditemukan di hutan Gunung salak adalah Lithocarpus sundaicus, Castanopsis argentea
dan Quercus induta. Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi volume kayu lapuk Fagaceae yang ditemukan dalam hutan maka semakin tinggi
kelimpahan, kekayaan dan keanekaragaman spesies kumbang lucanid. Menurut Working Group on Iberian Lucanidae
2005 kebanyakan famili kumbang
lucanid berasosiasi dengan pohon oaks yang termasuk famili Fagaceae seperti Quercus robur
, Q. pyrenaica dan Q. ilex. Hasil penelitian Okland 1996 menyebutkan bahwa perbedaan praktek
kehutanan tidak saja mengubah jumlah kayu lapuk sebagai habitat kumbang saproxyilic, tapi juga perubahan kualitas dan distribusi ruang bagi habitat
kumbang saproxylic. Lebih lanjut Okland 1996 menjelaskan penebangan pohon berkorelasi negatif dengan kelimpahan dan kekayaan spesies saproxylic, serta
mempengaruhi strategi siklus hidup dan lama peletakan telur kumbang tersebut. Pada tempat yang lebih tinggi kekayaan spesies dan kelimpahan spesies
lebih rendah. Perbedaan ketinggian akan menyebabkan perbedaan iklim seperti suhu, kelembaban dan curah hujan dan pola penyebaran vegetasi. Perbedaan ini
akan mempengaruhi kelimpahan spesies, kekayaan spesies, keanekaragaman spesies dan kemerataan spesies kumbang lucanid. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Meggs et al. 2003 bahwa ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelimpahan spesies Hoplogonus simsoni Lucanidae
pada hutan eucalyptus basah wet eucalyt forest. Kelimpahan kumbang lucanid cenderung berkurang dengan bertambahnya ketinggian tempat. Selanjutnya Lien
dan Yuan 2003 melaporkan bahwa terdapat perbedaan komposisi spesies kupu- kupu yang meliputi kelimpahan, kekayaaan, dan keanekaragaman spesies pada
berbagai tingkat gangguan hutan dan ketinggian tempat. Pada ketinggian tempat yang lebih rendah kekayaan spesies, kelimpahan spesies dan keanekaragaman
spesies cenderung lebih tinggi di bandingkan dengan ketinggian tempat yang lebih tinggi. Selanjutnya Alcaraz dan Avila 2000 melaporkan bahwa ketinggian
tempat merupakan faktor penting yang mempengaruhi struktur komunitas, terdapat korelasi negatif antara ketinggian tempat dengan kelimpahan dan
keanekaragaman spesies. Nisbah kelamin spesies H. buqueti dan P. astocoides yang ditemukan
dengan perangkap lampu buatan dan Unocal masih sangat baik hampir mendekati 1:1. Hal ini akan menyebabkan keberadaan kedua spesies tersebut di
alam akan tetap terjaga. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian bahwa kelimpahan kedua spesies ini sangat banyak ditemukan.
Perbedaan jenis kelamin yang muncul pada setiap lokasi pengamatan dipengaruhi oleh perbedaan tipe habitat dan frekuensi perburuan kumbang
lucanid oleh masyarakat. Pada habitat tidak terganggu dan tidak terjadinya perburuan kumbang lucanid oleh masyarakat maka lebih banyak muncul jantan.
Faktor lain yang menyebabkan jantan muncul lebih banyak karena daerah teritorinya lebih luas dan kemampuan terbangnya juga lebih jauh dibanding
betina. Hasil penelitian Sprecher 2003 mencatat dari 313 individu Lucanus cervus
Coleoptera: Lucanidae yang ditemukan dua pertiganya adalah jantan, kemampuan terbang jantan lebih jauh dibanding dengan betina. kumbang lucanid
jantan mampu terbang sampai 200 m. Lebih Lanjut Sprecher 2003 menjelaskan bahwa daerah teritori jantan berukuran 1,06 ha, sedangkan betina memiliki
daerah teritori yang lebih kecil yaitu seluas 0,17 ha. Kebanyakan betina hanya bergerak di sekitar sarang mereka. Hal senada juga dikemukakan oleh Smith
2003 bahwa hasil survey selama satu tahun mencatat total kumbang lucanid yang terkumpul sebanyak 3.189 individu dan sebagian besar berjenis kelamin
jantan 51,92. Pada lokasi lima ketinggian tempat dengan perangkap lampu Unocal
jantan lebih sedikit karena pada lokasi ini kumbang lucanid jantan lebih sering ditangkap dan dijual dibanding betina. Hal ini disebabkan harga kumbang lucanid
jantan lebih mahal dari betina. Fenomena ini juga terlihat dari catatan kumbang lucanid yang diperdagangkan yang mana jantan lebih banyak diperdagangkan
dibanding betina. Jika dilihat dari hasil MDS dan dendogram, ternyata vegetasi dan
kumbang Lucanidae memiliki pola yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena komposisi spesies tumbuhan tidak mempengaruhi komposisi dan
kelimpahan kumbang lucanidae. Hasil ini juga didukung oleh analisis CCA dan korelasi spearman yang menunjukkan bahwa hubungan antara kekayaan spesies
tumbuhan dengan kekayaan dan kelimpahan spesies kumbang lucanid tidak menunjukkan nilai yang signifikan.
Kesimpulan
1. Fagaceae merupakan famili vegetasi yang dominan ditemukan pada tingkat
pohon, pancang dan tiang. Rata-rata jumlah famili, kekayaan spesies, nilai keanekaragaman spesies dan nilai kemerataan spesies tumbuhan lebih tinggi
pada hutan terganggu daripada hutan tidak terganggu. Sedangkan nilai kerapatan pohon, luas bidang dasar pohon serta penutupan tajuk pohon
nilainya lebih rendah terganggu. 2.
Total kumbang lucanid yang ditemukan sebanyak 1.807 individu yang meliputi 12 spesies. Hasil perangkap lampu buatan pada tiga tingkat gangguan
hutan ditemukan 11 spesies dengan kelimpahan 674 individu, sedangkan dengan perangkap lampu Unocal pada lima ketinggian tempat di hutan
konsensi Unocal sebanyak 12 spesies dan 1.133 individu. 3.
Hutan tidak terganggu memiliki rata-rata kelimpahan spesies, kekayaan spesies dan nilai keanekaragaman spesies kumbang lucanid yang lebih tinggi
dan rata-rata tersebut berbeda nyata nyata antar tingkat gangguan hutan. 4.
Lokasi dengan ketinggian tempat yang lebih tinggi memiliki kelimpahan spesies, kekayaan spesies, keanekaragaman spesies kumbang lucanid yang
rendah dan variabel tersebut berbeda nyata antar ketinggian tempat. 5.
Struktur komunitas tumbuhan pada tingkat pohon, pancang dan tumbuhan bawah pada hutan sangat terganggu lebih mirip dengan hutan kurang
terganggu, akan tetapi struktur komunitas kumbang lucanid pada hutan tidak terganggu lebih mirip dengn hutan kurang terganggu.
6. Hasil analisis kesamaan komunitas menunjukkan komposisi dan kelimpahan
spesies menunjukkan ketinggian tempat 1021 m dpl mirip dengan lokasi 1110 m dpl, sedangkan lokasi dengan ketinggian 1239 m dpl lebih mirip dengan
1349 m dpl dan 1400 m dpl 7.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi struktur komunitas kumbang lucanid pada kedua metode adalah volume kayu lapuk total dan volume kayu lapuk
kelas 3. 8.
Keberadaan spesies kumbang lucanid hasil perangkap lampu buatan dipengaruhi oleh tebal serasah, curah hujan dan volume kayu lapuk kelas 4.
Sedangkan hasil lampu Unocal dipengaruhi oleh volume kayu lapuk kelas 2, curah hujan dan daya lampu yang terpasang di lapangan panas bumi Unocal.
BAB IV FLUKTUASI SPASIAL DAN TEMPORAL KUMBANG LUCANID