Tindak pidana Tinjauan Kepustakaan 1.

Ada 3 tujuan pembuatan Visum et Repertum, yaitu: 23 1 Memberikan kenyataan barang bukti pada hakim 2 Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat 3 Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan Visum et Repertum yang lebih baru

2. Tindak pidana

Pembentuk Undang-Undang telah menggunakan kata strafbaar feit untuk menyebut “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan kata strafbaar feit tersebut. Oleh karena itu, muncul di dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. 24 Menurut POMPE, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat di rumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kennyataan” atau een gedeelte van de werkelijkheid, sedang strafbaar berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harafiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 23 http:ahmadrahmawan.blogspot.com200910visum-et-repertum.html , terakhir kali diakses pada tanggal 15 oktober 2011, pada pukul 15.24 Wib. 24 P.A.F.Lamintang, Dasar-dasar hukum pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti. 1997, Bandung, hlm.172. 11 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum” atau sebagai de normovertreding verstoring der rechtsorde, waaraan de overtreder schuld heft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechts orde en de behartiging van het algemeen welzijn. 25 Ada beberapa pakar dalam menyebutkan kata “tindak pidana” menggunakan istilah-istilah lain, seperti delik delictum, perbuatan pidana, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum dan perbuatan yang dapat dihukum. 26 Mengenai definisi “delik atau tindak pidana” strafbaar feit dapat dilihat menurut pendapat pakar-pakar, antara lain: 27 Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” dan beliau tidak setuju dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek dari pada “perbuatan”, tapi “tindak” tidak menunjukkan kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkrit. 28 E.Utrecht memakai istilah “peristiwa pidana” karena yang ditinjau adalah peristiwa feit dari sudut hukum pidana, Mr.Tirtaamidjaja memakai istilah “pelanggaran pidana”. Sedangkan Leden Marpaung, memakai istilah delik untuk strafbaar feit agar tidak menimbulkan persepsi yang tidak tepat. 29 25 Ibid, hlm.182. 26 Leden marpaung, Unsur-unsur perbuatan yang dapat di hukum delik, Sinar Grafika, 1991, Jakarta, hlm.2. 27 Ibid, hlm.4 28 Ibid, hlm.3 29 Ibid 12 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Menurut D.Simon, delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. 30 Akan tetapi, strafbaar feit itu oleh HOGE RAAD juga pernah diartikan bukan sebagai “suatu tindakan” melainkan sebagai suatu peristiwa atau sebagai suatu keadaan, yaitu seperti yang dapat kita baca dari arrestnya tanggal 19 November 1928, N.J. 1928 halaman 1671,W.11915, dimana HOGE RAAD telah menjumpai sejumlah tindak pidana di bidang perpajakan yang terdiri dari peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan, di mana seseorang itu harus dipertanggungjawabkan atas timbulnya peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan tersebut tanpa ia telah melakukan sesuatu kealpaan atau tanpa adanya orang lain yang telah melakukan suatu kealpaan, hingga ia harus dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana. 31 Pengertian Tindak Pidana lebih luas dari pada kejahatan. Kejahatan dalam hukum pidana adalah perbuatan pidana yang pada dasarnya diatur di dalam Buku II KUHP dan di dalam aturan-aturan lain di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai kejahatan. Perbuatan pidana lebih luas dari kejahatan, karena juga meliputi pelanggaran, yaitu perbuatan yang diatur dalam Buku III KUHP dan diluar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai pelanggaran. Pada umumnya para ahli tidak menerima pengertian 30 Mohammad Ekaputra, dasar-dasar hukum pidana, USU Press, 2010, Medan, hlm.74 31 P.A.F.Lamintang, op.cit. Hlm.193. 13 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara kejahatan dalam kriminologi adalah sama luasnya dengan kejahatan dalam hukum pidana. 32

3. Tindak pidana pembunuhan

Dokumen yang terkait

Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Matinya Seseorang Dilihat Dalam Perspektif Viktimologi (Studi Putusan Nomor 10/Pid/2014/Pt-Mdn)

3 51 120

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Peranan Toksikologi Dalam Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Menggunakan Racun

6 88 85

Peranan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pembunuhan (Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1243/Pid B/2006/PN-LP)

5 97 118

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Pencabutan Delik Aduan Dalam Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Akibatnya Dalam Peradilan Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. Reg. : 1276/Pid.B/2007PN.LP)

3 144 102

Implementasi Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan (Study Putusan No. 514/Pid.B/1997/PN-LP)

0 27 87

Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian (Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066/Pid.B/2002/PN Mdn

0 36 90

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9