BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi telinga
Gambar 1 anatomi telinga Sumber: Kaneshiro N K,2011
2.1.1. Anatomi telinga luar Anatomi luar terdiri dari, heliks, lipatan heliks, kanal heliks,kanalis
auditorius eksterna, lobulus, tragus, antitragus.
2.1.2. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari : •
Membran timpani. •
Kavum timpani. •
Prosesus mastoideus. •
Tuba Eustachius
2.1.2.1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertical
Universitas Sumatera Utara
rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm.
2.1.2.2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani terdiri dari :
1. Tulang-tulang pendengaran maleus, inkus, stapes. 2. Dua otot.
3. Saraf korda timpani. 4. Saraf pleksus timpanikus
2.1.2.3. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut
sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat
kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis
semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan
mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml,
panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari
Universitas Sumatera Utara
sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya terletak sakus
endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus
temporalis. Dinding posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa tulang temporal dan
meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa berhubungan dengan
trigonum suprameatal Macewen’s pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus sigmoid di
medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum memiliki aditus pada
bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid. Siti Nursiah, 2003
2.1.2.4. Tuba Eustachius
Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drenase secret
dan menghalangi masuknya secret dari nasofaring ke telingah tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama
dengan tekanan udara luar. Tuba Eustachius terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga kearah
nasofaring dan sepertiga nya terdiri atas tulang. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukan nya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang
tuba orang dewasa 37.5 mm dan pada anak anak dibawah 9 bulan adalah 17.5.mm Djaafar ZA, 2007
2.1.3. Anatomi telinga dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleknya sehingga disebut sebagai labirin. Labirin itu sendiri terisi oleh endolimfe, satu satunya cairan ekstraseluler
dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membrane
Universitas Sumatera Utara
dikelilingi oleh cairan perilimfe tinggi natrium rendah kalium yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membrane memiliki vestibular
dan bagian koklear. Bagian vestibular pars superior berhubungan dengan keseimbangan sementara bagian koklearis pars inferior merupakan bagian
pendengaran.L Stephen, 1997.
2.2. Fisiologi pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong foramen ovale yang juga
menggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah bawah,
perilimf dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap forame rotundum terdorong ke arah luar.
Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimf
pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan
fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan
rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak area 39-40 melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.Siti Nursiah, 2003
2.3. Definisi Otitis media supuratif kronik
Otitis media supuratif kronik adalah Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga
otorea lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah Soepardi, 2007.
Universitas Sumatera Utara