Perancangan Komik Perang Bubat Berdasarkan Naskah Kidung Sundayana

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN KOMIK PERANG BUBAT BERDASARKAN NASKAH KIDUNG SUNDAYANA

DK 38315/Tugas Akhir Semester I 2014/2015

Oleh:

Yusuf Andika Pratama 51910309

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Perancangan Komik Perang Bubat Berdasarkan Naskah Kidung Sundayana”. Tidak sedikit kendala yang ditemui dalam proses pengerjaannya, tetapi dengan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, terutama atas bantuan dosen pembimbing dan teman-teman. Kendala yang ada dapat teratasi, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

- Dodi Nursaiman, S.Ds, M.Ds selaku dosen pembimbing - Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan penelitian ini. Meskipun begitu penulis berharap laporan penelitian ini sudah cukup baik dan dapat bermanfaat dikemudian hari bagi pembaca dan mendorong pembaca untuk bisa melanjutkan dan menyempurnakannya lagi.

Terimakasih. Bandung, Februari 2015


(5)

vi Daftar Isi

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Pernyataan Orisinalitas ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... xi

Glossary/ Kosakata ... xii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Rumusan Masalah ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Tujuan Perancangan ... 4

BAB II Tinjauan Kisah Perang Bubat Dalam Kidung Sundayana dan Media Komik 2.1 Kidung Sundayana ... 5

2.2 Kisah Perang Bubat Dalam Kidung Sundayana ... 7

2.3 Komik ... 14

2.3.1 Pengertian Komik... 14

2.3.2 Peranan Gambar dan Tipografi Dalam Komik ... 15

2.3.3 Komponen Penyusun Komik ... 16

2.3.4 Jenis Komik ... 19

2.4 Keunggulan Komik ... 24

2.5 Perkembangan Komik Indonesia ... 25

BAB III Strategi Perancangan dan Konsep Visual 3.1 Strategi Perancangan ... 26

3.1.1 Pendekatan Komunikasi ... 26


(6)

vii

3.1.3 Strategi Media ... 37

3.1.4 Distribusi ... 38

3.2 Konsep Visual ... 41

3.2.1 Format Desain ... 41

3.2.2 Tata Letak (Layout) ... 41

3.2.3 Panel ... 42

3.2.4Pembagian Halaman Gambar dan Teks Syair Kidung ... 42

3.2.5 Balon Kata ... 45

3.2.6 Naration/Narasi ... 45

3.2.7 Logo ... 45

3.2.8 Typography ... 46

3.2.9 Tokoh dan Latar ... 48

3.2.10 Warna ... 51

3.3 Kidung Sundayana: Kisah Perang Bubat ... 53

3.3.1 Sinopsis Kisah Perang Bubat Dalam Kidung Sundayana ... 53

3.3.2 Thumbnail Halaman komik dan pembagian cerita ... 56

BAB IV Teknis Produksi Media 4.1 Media Utama ... 57

4.2 Media Pendukung ... 60

Daftar Pustaka ... 68


(7)

1 BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Perang Bubat atau dikenal juga peristiwa Bubat adalah sebuah peristiwa yang melibatkan dua kerajaan terbesar di pulau Jawa yaitu kerajaan Majapahit dan kerajaan Sunda sekitar tahun 1357. Sumber tertua yang menceritakan peristiwa ini adalah Kidung Sundayana. Kidung Sundayana ditemukan sekitar awal tahun 1920 oleh seorang pakar sejarah Belanda, C. C. Berg di Bali. Di dalam Kidung Sundayana diceritakan bahwa raja Majapahit kala itu (Raja Hayam Wuruk) sedang mencari pendamping hidup. Mendengar kabar akan kecantikan putri kerajaan Sunda Hayam Wuruk mengutus Arya Prabangkara, seorang pelukis Majapahit untuk pergi melukis putri kerajaan Sunda. Setelah melihat lukisan putri Sunda, Hayam Wuruk langsung jatuh hati dan mengirimkan lamaran. Lamaran diterima baik oleh pihak Sunda, maka berangkatlah rombongan Sunda ke Majapahit. Setelah sampai di wilayah Bubat terjadi pertengkaran antara mahapatih Majapahit (Gajah Mada) dengan utusan Sunda. Pertengkaran ini berakhir dengan pecahnya peperangan antara dua kerajaan tersebut dan menyebabkan tewasnya seluruh rombongan kerajaan Sunda.

Selain Kidung Sunda terdapat tiga novel fiksi yang menceritakan kisah Perang Bubat. Di antaranya novel “ Gajah Mada : Perang Bubat” karangan Langit Kresna Hariadi, novel “Dyah Pitaloka : Korban Politik Gajah Mada” karangan Hermawan Aksan, dan novel “Perang Bubat : Tragedi Di Balik Kisah Cinta Gajah Mada dan ”Dyah Pitaloka” karangan Aan Merdeka Permana.

Pada novel fiksi “Gajah Mada : Perang Bubat” karangan Langit Kresna Hariadi yang dipublikasi Tiga Serangkai tahun 2006 diceritakan bahwa raja Majapahit Hayam Wuruk sedang mencari pendamping. Para utusan di kirim ke seluruh nusantara untuk mencari calon yang tepat. Pilihan jatuh kepada Dyah Pitaloka putri kerajaan Sunda. Walaupun kedua belah pihak merestui pernikahan ini, patih Gajah Mada memiliki pemikiran lain. Gajah Mada berpikiran bahwa kerajaan Sunda


(8)

2 harus takluk pada Majapahit dan putri Dyah Pitaloka dijadikan seserahan sebagai tanda takluknya kerajaan Sunda pada Majapahit.

Kisah lainnya ada pada novel fiksi “Dyah Pitaloka : Korban Politik Gajah Mada” karangan Hermawan Aksan terbitan Clpublishing tahun 2005. Dalam novel fiksi ini di ceritakan bahwa Dyah Pitaloka digambarkan sebagai wanita cerdas yang begitu terusik oleh masalah gender. Wanita yang kecantikannya dilukiskan ibarat Ken Dedes dan wanita yang kecerdasannya di ibaratkan seperti Tribuanatunggadewi. Diceritakan bagaimana kehidupan Dyah Pitaloka dan bagaimana dia dan kerajaannya, kerajaan Sunda, menjadi batu sandungan bagi ambisi Gajah Mada yang ingin menyatukan Nusantara dibawah panji kekuasaan Majapahit. Dikisahkan bahwa Gajah Mada tidak bisa menyerang kerajaan Sunda dikarenakan permintaan penguasa Majapahit (Tribuanatunggadewi), karena leluhur Majapahit memiliki darah Sunda. Maka dari itu Gajah Mada mengatur sebuah pernikahan antar Hayam Wuruk dan putri Dyah Pitaloka untuk kepentingan politik Majapahit.

Yang terakhir adalah novel fiksi “Perang Bubat : Tragedi Di Balik Kisah Cinta Gajah Mada dan Dyah Pitaloka” karangan Aan Merdeka Permana terbitan Qanita tahun 2009. Secara garis besar kisahnya tidak jauh berbeda dari dua novel yang sudah dituliskan pada paragraf sebelumnya, hanya saja pada novel ini di kisahkan bahwa sebenarnya Gajah Mada sempat mengabdi di kerajaan Sunda Kawali, dan jatuh hati kepada putri Dyah Pitaloka tetapi karena status sosial kisah ini tidak berlanjut dan putri Dyah Pitaloka tidak melakukan bunuh diri melainkan menghilang pada saat rombongan Sunda dijemput oleh rombongan Majapahit.

Terdapat banyak buku berbentuk novel yang mengangkat kisah perang Bubat ini. Setiap novel memiliki sudut pandang berbeda. Terdapat perbedaan cerita didalamnya khususnya mengenai putri Dyah Pitaloka dan Gajah Mada. Cerita yang dimuat dalam novel fiksi ini sudah diubah dari kisah aslinya yang tertulis dalam Kidung Sundayana, dengan tujuan membuat kisah ini lebih menarik dibaca. Dalam ketiga novel fiksi tersebut di sebutkan bahwa Maharaja Sunda yang gugur dalam perang adalah Lingga Buana dan putrinya Dyah Pitaloka, hal ini berbeda dengan


(9)

3 Kidung Sundayana. Dalam Kidung Sundayana tidak disebutkan nama Maharaja Sunda dan Putrinya.

Walaupun banyak novel fiksi yang mengangkat kisah perang Bubat sangat di sayangkan belum ada buku berbasis ilustrasi yang dibuat. Padahal dengan menggunakan ilustrasi pembaca dapat lebih mudah menerima informasi, selain itu dengan adanya unsur visual pemberi dan penerima pesan memiliki pandangan yang sama akan apa yang disampaikan dan diterima.

1.2 Identifikasi Masalah

Seperti yang sudah di paparkan dalam latar belakang masalah, terdapat beberapa permasalahan yang muncul. Antara lain:

- Terdapat perbedaan dalam penulisan nama tokoh Maharaja Sunda dan putrinya dalam novel dan Kidung Sundayana

- Belum ada penggarapan visual Kidung Sundayana

- Buku berbasis ilustrasi yang mengangkat kisah perang Bubat belum ada

- Terdapat perbedaan penceritaan karakter terutama Gajah Mada dan Dyah Pitaloka

1.3 Rumusan Masalah

Setelah identifikasi masalah di paparkan terdapat beberapa permasalahan. Permasalahan di fokuskan pada :

- Bagaimana menyampaikan kisah Perang Bubat versi Kidung Sundayana sebagai kisah asli tanah air.

1.4 Batasan Masalah

Banyaknya versi yang menceritakan tentang terjadinya Perang Bubat, maka penulis membatasi permasalahan pada:


(10)

4 tertua yang memuat kisah perang Bubat

- Cerita difokuskan pada latar belakang terjadinya perang Bubat

1.5 Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan karya ini adalah untuk menginformasikan kisah Perang Bubat kepada masyarakat sebagai salah satu kisah asli tanah air, menginformasikan Kidung Sundayana sebagai sumber tertua yang memuat kisah Perang Bubat dan memberi gambaran visual perang Bubat.


(11)

5 BAB II

Tinjauan Kisah Perang Bubat Dalam Kidung Sundayana dan Media Komik 2.1 Kidung Sundayana

Kidung adalah karya cipta rasa manusia yang menggunakan sistem tanda bahasa tingkat kedua (bahasa sekunder). Kidung dikatakan demikian karena sastra menggunakan bahasa (sistem tanda tingkat pertama) sebagai media ekspresinya (Wiyatmi, 2006). Kidung atau dengan kata lain gurit adalah kata dasar dari geguritan. Geguritan merupakan sastra kuno yang memiliki ciri sastra lama atau klasik yang bersifat anonim yaitu tanpa nama pengarang dan penulis. Hal tersebut disebabkan karena pada zamanya dibuat seorang penulis tidak mau menonjolkan diri dan karyanya dianggap milik bersama. Selain itu, puisi yang dibuatnya ada yang dipersembahkan untuk pemimpinnya, yaitu raja yang berkuasa pada masa itu. Sehingga keberadaan puisi yang dibuatnya tidak mencantumkan namanya sebagai pengarang suatu puisi.

Gambar 2.1 Penggalan naskah Kidung Sundayana hal. 1A Sumber: https://archive.org/details/kidung-sundayana


(12)

6 Gambar 2.2 Penggalan naskah Kidung Sundayana hal. 1A dan 2A

Sumber: https://archive.org/details/kidung-sundayana

Kidung Sundayana sendiri ditemukan tahun 1920 di Bali oleh C. C. Berg seorang sejarawan berdarah Belanda dan di terbitkan dalam "Bijdragen tot de Taal - Landen Volkenkunde Van Nederlandsh Indie" jilid 83. Kidung Sundayana menceritakan kisah peperangan antara kerajaan Sunda dan kerajaan Majapahit yang dikenal dengan perang Bubat. Kidung Sundayana sendiri ditulis dalam bahasa jawa pertengahan. Kidung Sunda termasuk dalam naskah kesusastraan Jawa. Diperkiran penulis dari Kidung Sunda adalah orang Jawa yang mengembara ke Bali. Menurut Wirasutisna (1980) Kidung Sundayana diduga sudah direka oleh pujangga-pujangga lain. Maka dari itu sekarang ada tiga macam rekaan (anggitan) yaitu: wawacan pertama yang didangding dengan tembang tengahan Kadiri, ke dua yang didangding dengan tembang macapat, dan yang ke tiga ialah yang disundakan. Dalam rekaan ke tiga ada tiga pupuh (bentuk dangding), Pertama tembang tengahan Dangding, pupuh Durma, dan pupuh Sinom. Dalam wawacan itu banyak peribahasa-peribahasa Bali. Itu menunjukan bahwa bahasa Jawa tengahan zaman itu sudah tidak murni lagi.

Dalam buku Kidung Sunda (1980) yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia Dan Daerah yang merupakan buku versi terjemahan bahasa Indonesia dari Kidung Sundayana terdapat dua puluh "pupuh" dalam kidung Sundayana.


(13)

7 2.2 Kisah Perang Bubat Dalam Kidung Sundayana

Terdapat dua puluh pupuh dalam Kidung Sundayana yaitu, Dangdanggula, Kinanti, Asmarandana, Sinom, Magatru, Kinanti II, Pangkur, Sinom II, Dandgdanggula II, Kinanti II, Pangkur II, Durma, Pangkur III, Wirangrong, Maskumambang, Asmarandana II, Pucung, Mijil, Sinom III dan Dangdanggula III. Berikut penjabaran kisah perang Bubat berdasarkan setiap pupuh dalam Kidung Sundayana seperti dalam buku Kidung Sunda (1980) yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia dan Daerah:

A. Dangdanggula

Dalam pupuh ini diceritakan latar belakang cerita bagaimana Raja Majapahit kala itu Hayam Wuruk belum memiliki pendamping. Digambarkan keagungannya begitu hebat. Hingga terdengar suatu kabar angin bahwa Maharaja Sunda memiliki seorang putri yang teramat cantik. Sehingga Hayam Wuruk mengutus pelukis Majapahit (Arya Prabangkara) untuk berangkat ke tanah Sunda. Seperti yang dituliskan pada bait 1-13. Kisah berlanjut pada kedatangan Prabu Daha ayah dari Hayam Wuruk menjenguk putranya (bait 14).

B. Kinanti

Dalam pupuh ini diceritakan bagaimana Hayam Wuruk dan Prabu Daha resah menunggu utusan yang berlayar ke Tanah Sunda seperti di tuliskan dalam Kinanti bait 19-22. Hingga akhirnya Arya Prabangkara datang dan memperlihatkan lukisan putri Sunda (bait 28-29). Hayam Wuruk langsung jatuh hati kepada putri Sunda seperti di jelaskan dalam bait 33-36.

C. Asmarandana

Asmarandana menceritakan Hayam Wuruk yag mengutus Patih Madu untuk berangkat ke kerajaan Sunda untuk menyampaikan lamaran seperti dituliskan dalam bait 6-7. Setelah sampai di kerajaan Sunda Patih Madu di sambut Anepaken Patih (bait 10). Keesokan harinya Anepaken Patih membawa Patih


(14)

8

Madu menghadap Maharaja Sunda (bait 13). Disampaikanlah maksud kedatangannya untuk mewakili Hayam Wuruk melamar putri Sunda, setelah menerima sesembahan dari Patih Madu Maharaja Sunda membubarkan pertemuan. Maharaja Sunda beserta permaisuri segera mengunujungi kediaman putri menyampaikan kabar bahagia dan memberikan pengertian pada putri (bait 37-45).

D. Sinom

Dalam pupuh ini Maharaja Sunda memberi pengertian pada putri bagaimana beruntungnya mendapatkan lamaran dari Majapahit (bait 1-7). Setelah mendengar petuah Maharaja SUnda dan Permaisuri putri menerima lamaran sebagai tanda bakti pada kedua orang tuanya (8-13). Keesokannya Patih Madu di suruh menghadap untuk dipersilahkan pulang membawa kabar bahwa lamaran diterima, Maharaja Sunda sendiri yang akan mengantarkan putri ke Majapahit (bait 21-23). Maharaja Sunda menyiapkan semua barang bawaan khas tanah Sunda untuk dibawa serta ke Majapahit sekiranya 200 kapal siap mengawal Sri Baginda (bait 28). Ketika hendak berangkat Maharaja Sunda melihat pertanda buruk, tetapi mengingat kebahagiaan yang akan diterima putrinya Maharaja Sunda tetap bertolak ke Majapahit (bait 30-35). Dilain waktu Patih Madu sudah sampai di Majapahit menghadap (bait 42).

E. Magatru

Bersembah Patih Madu melaporkan jawaban Maharaja Sunda, senang Hayam Wuruk mendengarnya. Sejak saat itu Majapahit disibukkan dengan persiapan pesta. Rakyat maupun Ningrat ikut serta. Beragam sesembahan datang dari penjuru negri sebagai ucapan turut berbahagia (bait 4-18). Sementara itu rombongan Sunda berlayar dengan suka ria, terhitung 10 malam diperjalanan (bait 19) tibalah iringan rombongan Sunda. Berbondong-bondong menepi di wilayah Bubat. Orang Bubat gempar melihat ratusan perahu menepi, Lurah Bubat segera pergi menuju keraton melapor pada Hayam Wuruk (bait 24-25).


(15)

9 F. Kinanti II

Lurah Bubat menyampaikan apa yang dilihatnya di Bubat. Penuh sesak Bubat oleh kapal yang hendak menepi. Mendirikan tenda sebagai tempat pesanggrahan. Senang Prabu Daha mendengar kabar besannya sudah sampai, saking senangnya langsung diperintahkan untuk dijemput (bait 12-13). Tetapi kala itu tersebutlah seorang Mahapatih Majapahit bernama Gajah Mada yang kurang setuju jika tamu segera dijemput, dianggap merendahkan martabat Majapahit, berlawanan dengan tata negara, berbicara panjang lebar dihadapan Hayam Wuruk (bait 20-31). Hayam Wuruk yang menghormati Gajah Mada termakan omongan Gajah Mada sehingga tamu tidak segera dijemput (bait 38-39).

G.Pangkur

Sejak saat itu Hayam Wuruk melarang bawahannya untuk mengantarkan apapun pada tamu. Heran para bawahan, tetapi tidak berani menentang (bait 1-3). Sementara itu dipesanggrahan Bubat Maharaja Sunda menanti sambutan dari Majaphit. Tetapi setelah lama menunggu masih saja tidak ada kabar. Maharaja Sunda mendapat kabar bahwa maksud baik terhalang Gajah Mada. Maka Maharaja Sunda mengutus Anepaken Patih, Demang Caho, Patih Pitar dan Anepaken Patih merasa tersinggung dan terjadi adu mulut antara Gajah Mada dan Anepaken Patih (bait 21- 37). Gajah Mada mengancam akan menggempur seisi Bubat jika rombongan Sunda tidak menyetujui syarat yang di berikan (bait 38-41). H.Sinom II

Pendita Asmaranatha melihat situasi yang semakin panas mencoba menengahi, meredakan amarah Gajah Mada dan Anepaken Patih (bait 1-5). Reda sejenak pertengkaran, tetapi hanya sebentar. Hingga akhirnya Pendita Asmaranatha memberi saran agar utusan Sunda sebaiknya kembali ke Bubat, jika memang Hayam Wuruk memang berniat baik tunggulah kabar sekiranya 2 hari. Para utusan setuju dengan usulan Pendita Asmaranatha, pulanglah utusan kembali ke Bubat (bait 17- 19).


(16)

10 I. Dandgdanggula II

Sesampainya di Bubat Anepaken Patih segera menghadap Maharaja Sunda, bersimpuh para mantri dan ponggawa, prajurit duduk menyebar di bawah beringin. Disampaikan apa yang dialaminya di perjalanan tidak luput sedikitpun. Ratu Sunda diam bungkam, mukanya memerah menahan amarah (bait 1-6). Ratu Sunda tidak sudi membaktika nyi putri, berniat akan melawan mempertahankan harga diri, mempersilahkan yang ingin pulang dan menyambut yang akan berperang disisinya (bait 9-17). Kala itu permaisuri dan putri sedang duduk di bangku indah, Maharaja Sunda menyuruh putri dan permaisuri untuk ikut rombongan yang pulang (bait 24). Putri menolak untuk pulang, ia ingin tetap disamping ayahandanya. Bertekad melakukan labuh geni jika Ratu gugur di medan jurit (bait 30-31).

J. Kinanti II

Prajurit Sunda sudah berkumpul tinggi rendah menghadap Raja. Maharaja Sunda kemudian memberi nasihat dan semamangat pada yang akan berperang. Dibagikan semua hadiah yang tadinya akan di berikan pada Majapahit kepada bawahan. Sudah bulat tekad orang Sunda buang nyawa di medan jurit (bait1-14). Sibuk semua tumenggung mengurusi peralatan perang, bersiap menanti musuh datang. Sementar itu di Majapahit Mahapatih Gajah Mada memerintahkan anak buahnya menabuh canang agung Basantaka. Tanda semua prajurit bersiap untuk berperang (bait 17). Sebelum maju perang Gajah Mada meminta izin mengutus utusan menanyakan jawaban Maharaja Sunda (bait 60-61).

K. Pangkur II

Sementara itu sejak Mahraja Sunda membagikan hadiah, di Bubat tidak henti-hentinya pesta digelar. Tinggi rendah semua bersuka ria sebelum nanti buang nyawa di medan perang (bait 1-3). Suatu hari tiba utusan Majapahit segera menghadap Raja tanpa permisi, menanyakan jawaban. Maharaja Sunda dengan tegas memilih berperang daripada membaktikan nyi putri. Pulanglah utusan


(17)

11

melaporkan jawaban Maharaja Sunda. Keesokan harinya pasukan Majapahit berangkat menggempur Bubat (bait 22).

L. Durma

Kedua pasukan bertatap muka, tidak satupun gentar. Banyak orang Sunda di kapal menyalakan meriap. Pecah peperangan di Bubat. Prajurit Sunda berperang gagah berani. Ramai gemuruh suara prajurit memenuhi Bubat (bait 1-5). Amat banyak orang Sunda yang gugur yang hidup kian berani, mengapuk bagai banteng terluka (bait 7). Prajurit Majapahit tunggang langgang, menyadari ini Gajah Mada berteriak lantang memacu semangat prajurit untuk maju. Patih melawan Patih, prajurit melawan prajurit. pertarungan semakin ramai. Sedikit demi sedikit prajurit Sunda mulai kerepotan menghadapi jumlah pasukan Majapahit yang banyak. Anepaken Patih bertanding dengan Gajah Mada (bait 63-73). Anepaken bertarung hebat hingga akhirnya gugur di medan perang (bait 74-76).

M. Pangkur III

Maharaja SUnda mendengar kabar bahwa Anepaken Patih dan panglima perang lainnya berguguran satu per satu merasa sedih (bait 1-2). Setelah merenung segera Maharaja Sunda memimpin pasukan terakhir tanah Sunda maju ke medan perang. Ratu SUnda mengamuk melawan Hayam Wuruk dan Prabu Daha (bait 14-24). Pertarungan berlangsung seru, hingga akhirnya Maharaja SUnda lengah dan terkena tombak Hayam Wuruk, tepat di dadanya (bait 25). Gugur Ratu SUnda seisi Bubat menjadi gelap. Prajurit Sunda menjadi patah semangat ditinggal Rajanya. Tersebutlah seorang pengecut, Patih Pitar patih nyi putri Sunda takut mati berniat membaktika putri. Menghadaplah Patih Pitar kehdapan Hayam Wuruk (bait 29-34).

N. Wirangrong

Hayam Wuruk tertunduk memikirkan kesalahan yang dibuatnya, merasa sedih karena banyak yang gugur (bait 1-4). Segera Hayam Wuruk memerintahkan


(18)

12

bawahannya untuk segera mengurus jenazah yang tewas dengan layak sesuai dengan adat. Seorang prajurit Sunda yang selamat, Panji Melong melaporkan kematian Raja pada permaisuri. Permaisuri dan putri menjadi begitu sedih (bait 8). Segera putri Sunda menyucikan diri, permaisuri mensehati putri agar tidak ikut ke medan perang mencari jasad ayahnya karena takut niat labuh geni putri dihalng-halangi Hayam Wuruk. Setelah mendengar itu putri segera berpamitan pada ibundanya, menusukan keris ke dadanya, maka tewaslah putri menyusul ayahandanya (bait 16-24). Para wanita yang melihat histeris banyak yang jatuh lunglai. Taka lama para wanita yang hendak membela suaminya segera mensucikan diri, menggunakan baju putih.

O. Maskumambang

Berbondong para istri menuju medan perang beriring putih bagai buga ilalang. Prajurit Majapahit yang melihatnya merasa iba, menitikan air mata (bait 1-10). Datang kehadapa permaisuri Patih Pitar meminta ampunan karena tidak berani mempertaruhkan nyawa. Permaisuri hanya tersenyum dan meminta Patih menunjukan jenazah Raja (bait 22). Jenazah Raja disandarkan di bawah pohon beringin, sudah di bersihkan, tampak Raja seperti tertidur.

P. Asmarandana II

Setelah bersujud di depan jenazah suaminya segera permaisuri menyucikan diri dan menancapkan keris ke dadanya, tewas dipangkuan suaminya. Hal ini diikuti oleh wanita Sunda lainnya. Setelah itu Patih Pitar segera mengurusi jenazah yang gugur (bait 1-9). Yang masih hidup segera diberikan sebagai persembahan pada Hayam Wuruk. Hayam Wuruk yang tidak melihat sosok putri segera pergi ke pesanggrahan putri. Tetapi ada yang janggal semua dayang sedang menangis, maka bertanyalah Hayam Wuruk pada seorang dayang dimana putri. Ditunjukkan bahwa putri ada di pendopo. Alangkah terkejut Hayam Wuruk melihat putri sudah tidak bernyawa (bait 12-19). Jenazah Maharaja Sunda dan permaisuri segera di urus, dikawal langsung oleh Prabu Daha dan Hayam Wuruk. Prabu Daha pamit pulang kepada Hayam Wuruk.


(19)

13 Q. Pucung

Sekembalinya Hayam Wuruk ke keraton, tidak seperti biasanya. Terlihat muram dan mengurung diri. Menolak untuk makan ataupun minum. Hingga kondisinya terus menurun hingga ajal menjemput. Ratu Majapahit Hayam Wuruk tutup usia. Gempar seisi Majapahit (bait 1-8).

R. Mijil

Beriring orang yang mengawal jenazah Hayam Wuruk, berderet wanita yang hendak membela. Megah pemakaman sang Ratu (bait 1-18). Keraton menjadi sepi, suatu ketika datang Prabu Daha dan Prabu Tua mengusut sebab kematian Hayam Wuruk (bait 21-23).

S. Sinom III

Pendita Asmaranatha menjelaskan bahwa sebab Hayam Wuruk menjadi sedih adalah karena gagal bersanding dengan putri Sunda. Semua karena Gajah Mada lebih mementingkan politik ketimbang kebahagiaan yang dirasakan Hayam Wuruk (bait 1-6). Marah Prabu Daha, menjatuhkan hukuman mati pada Gajah Mada membenarkan kata-kata Pendita Asmaranatha (bait 9). Dikumpulkan prajurit hendak menyerang kediaman Gajah Mada. Tetapi sebelum sampai Gajah Mada yang sakti titisan Batara Wisnu sudah mengetahui ajal segera tiba. Segera Gajah Mada mensucikan diri, menggenggam tasbihginatria, melafalkan mantra dan menghilang, menghilang kembali bersama raganya di sisi Sang Hyang Widi (bait 16-19). Kecewa karena tidak menemukan Gajah Mada Prabu Daha dan Prabu Tua segera pamit pulang ke negaranya masing-masing (bait 26-27).

T. Dangdanggula III

Pada pupuh ini berisi satu bait penutup yang ditulis oleh penulis Kidung Sundayana. Sebuah akhir dari kisah perang Bubat. Berisikan waktu selesainya ia menulis dan sebuah permohonan maaf.


(20)

14 2.3 Komik

2.3.1 Pengertian Komik

Kata komik berasal dari bahasa Inggris "comic" yang berarti lucu dan bersifat menghibur. Menurut Will Eisner dalam Scott McCloud (1993) komik didefinisikan sebagai sequential art atau seni yang berurutan. Sebuah gambar jika dilihat satu persatu hanya menjadi sebuah gambar, akan tetapi ketika gambar tersebut disusun secara berurutan walaupun hanya terdiri dari dua gambar nilai seninya berubah menjadi seni komik. Will Eisner (1985) mengatakan bahwa format komik menghadirkan pengaplikasian gambar dan kata, pembacanya dituntut untuk melatih kemampuan interpretatif visual dan verbal.

Menurut McCloud (1993) penggunaan kata sequential art masih samar. Karena animasi juga bisa digolongkan sebagai sequential art. Maka dari itu McCloud menggaris bawahi perbedaan mendasar antara komik dan animasi film adalah bahwa rangkaian animasi berurutan oleh waktu sedangkan komik dipisahkan oleh panel yang tersusun saling berdampingan. Animasi ditampilkan secara bersamaan dengan urutan waktu tertentu sedangkan komik harus ditampilkan pada frame berbeda dengan memberi jarak pada setiap panel. Jarak antar panel berfusngsi sama dengan waktu pada animasi.

Gambar 2.3 Sequential Art


(21)

15

Maka dari itu menurut McCloud (1993) definisi komik adalah gambar-gambar dan lambang-lambang lain yang berjukstaposisi dalam urutan tertentu, bertujuan untuk memberikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembaca. Didalam komik gambar berperan sebagai penyampai informasi dan menghasilkan respon estetik bagi yang melihatnya. Gambar dalam komik tidak berdiri sendiri. Gambar disusun sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah cerita.

2.3.2 Peranan Gambar dan Tipografi Dalam Komik

Seperti yang dikatakan McCloud (1993) gambar berperan sebagai penyampai informasi. Gambar didalam komik tidak dapat berdiri sendiri, gambar disusun dalam urutan tertentu untuk dapat menyampaikan cerita. Hal ini berbeda dengan ilustrasi yang dapat menjelaskan sebuah situasi atau adegan dalam satu gambar.

Menurut Brewer (1971) tipografi dapat memiliki pengertian yang luas meliputi penataan dan pola halaman, atau setiap barang cetak atau dalam pengertian yang lebih sempit hanya meliputi pemilihan, penataan, dan berbagai hal bertalian pengaturan baris-baris susunan huruf (typeset), tidak termasuk ilustrasi dan unsur lain bukan huruf pada halaman cetak. Sedangkan menurut Will Eisner (1985) dalam komik tipografi dibaca sebagai sebuah gambar.

Gambar 2.4 Tipografi sebagai gambar


(22)

16 2.3.3 Komponen Penyusun Komik

Menurut Toni Masdiono (2001) mengatakan terdapat beberapa komponen yang membentuk sebuah komik, komponen penyusun komik tersebut antara lain : A. Panel

Panel adalah kotak yang membatasi gambar adegan. Panel terbagi menjadi dua macam, yaitu panel tertutup dan panel terbuka. Panel tertutup memiliki garis pembatas panel sementara panel terbuka tidak memiliki garis pembatas.

Gambar 2.5 Panel

Sumber: Toni Masdiono. 14 Jurus Membuat Komik (2001) B. Speech Bubbles/ Balon Kata

Speech Bubbles/ Balon Kata adalah Bentuk visual yang didalamnya terdapat dialog dari karakter.Balon kata bermacam-macam jenisnya disesuaikan dengan fungsinya, seperti pada saat berbicara biasa, berpikir atau bicara dalam hati, berbisik, dan berteriak.

Gambar 2.6 Speech Bubbles


(23)

17 C. Naration/ Narasi

Naration/ Narasi adalah kotak dialog yang menerangkan waktu, tempat, dan situasi.

Gambar 2.7 Naration/ narasi

Sumber: Masdiono. 14 Jurus Membuat Komik (2001) D. Icon

Icon adalah Gambar yang merepresentasikan seseorang, tempat, benda, ekspresi, atau ide.

Gambar 2.8 Gambar Icon

Sumber: Masdiono. 14 Jurus Membuat Komik (2001) E. Sound Effect

Sound Effect adalah efek suara yang menerangkan suatu situasi, misalnya "RING RING" pada suara telepon atau "DHUARR!!" pada suara ledakan.


(24)

18 Gambar 2.9 Gambar Sound Effect

Sumber: 14 Jurus Membuat Komik, Toni Masdiono (2001)

Sedangkan menurut Scot McCloud (1993) komponen pembentuk komik selain panel, speech bubbles, narasi, dan efek terdapat tiga komponen lain, yaitu : F. Gutter/ Parit

Gutter/ Parit adalah jarak yang ada diantara panel dalam komik. Jarak yang tidak biasa dapat menimbulkan kesan tertentu pada pembaca.

Gambar 2.10 Gutter (warna merah) pada komik Vagabond Sumber: dok. Pribadi


(25)

19 G. Character/ Tokoh

Character/ Tokoh adalah para pemeran yang ada dalam suatu cerita.

Gambar 2.11 Character Alice dalam Alice Madness Returns Sumber: The Art of Alice Madness Returns (2011) H. Background/ Latar Belakang

Background/ Latara Belakang adalah penggambaran suasana disekitar tokoh yang mendukung cerita.

Gambar 2.12 Gambar Background dalam Alice Madness Returns Sumber: The Art of Alice Madness Returns (2011) 2.3.4 Jenis Komik

Komik sendiri terbagi menjadi beberapa bentuk dan jenis, menurut Maharsi (2011) pembagian komik dari bentuknya dibagi menjadi :

A. Komik Strip

Istilah komik strip merujuk pada komik yang terdiri dari beberapa panel saja dan biasanya muncul di surat kabar ataupun majalah.


(26)

20 Gambar 2.13 Gambar komik strip Benny & Mice

Sumber: dok. Pribadi B. Buku Komik

Buku komik adalah komik yang disajikan dalam bentuk buku yang tidak merupakan bagian dari media cetak lainnya. Kemasan buku komik ini lebih menyerupai majalah dan terbit secara rutin.

Gambar 2.14 Buku komik Doraemon vol.4 Sumber: dok. Pribadi

C. Novel Grafis

Novel Grafis pertama kali dikemukakan oleh Will Eisner. Yang membedakan novel grafis dengan komik lainya adalah pada tema-tema yang lebih serius dengan panjang cerita yang hampir sama dengan novel dan ditunjukan bagi pembaca yang bukan anak-anak.


(27)

21 Gambar 2.15 A Contract With God karya Will Eisner

Sumber: dok. Pribadi D. Komik Kompilasi

Komik kompilasi merupakan kumpulan dari beberapa komikus yang berbeda. Cerita yang terdapat dalam komik kompilasi ini tidak berhubungan sama sekali, namun kadang ada juga penerbit yang memberikan tema yang sama walaupun dengan cerita yang berbeda.

Gambar 2.16 Re-On kompilasi komik Indonesia Sumber: dok. Pribadi


(28)

22 E. Komik Online

Sesuai dengan namanya maka komik ini menggunakan media internet dalam publikasinya. Dengan memakai situs web maka komik jenis ini hanya menghabiskan biaya yang relatif lebih murah dibanding media cetak dan jangkauannya sangat luas tak terbatas.

Gambar 2.17 Screen Shoot komik Nusantaranger Sumber: http://comic.nusantaranger.com/

Sedangkan berdasarkan jenis ceritanya komik dibagi lagi menjadi empat, yaitu :

A. Komik Edukasi

Komik secara nyata memberikan andil yang cukup besar dalam ranah intelektual dan artistik seni. Keragaman gambar dan cerita yang ditawarkan menjadikannya sebagai alat atau media untuk menyampaikan pesan yang beragam, salah satunya adalah pesan didaktis kepada masyarakat awam. Sehingga hal tersebut menunjukan bahwa komik memiliki dua fungsi sekaligus. Pertama adalah fungsi hiburan dan kedua dapat dimanfaatkan baik langsung maupun tidak langsung untuk tujuan edukatif.


(29)

23 Gambar 2.18 Komik Archi & Meidy

Sumber: dok. Pribadi B. Komik Wayang

Komik wayang berarti komik yang bercerita tentang cerita wayang, seperti Mahabharata yang menceritakan perang besar antara Kurawa dan Pandawa maupun cerita Ramayana yang bercerita tentang penculikan Dewi Shinta. Komik jenis ini di Indonesia muncul di tahun 60-70an.

Gambar 2.19 Komik Mahabharata karya maestro komik R. A. Kosasih Sumber: dok. Pribadi


(30)

24 C. Komik Silat

Komik silat sangatlah popular, karena tema-tema silat yang didominasi oleh adegan laga atau pertarungan sampai saat ini masih menjadi idola. Untuk seting cerita komik jenis ini menyesuaikan budaya dari masing-masing Negara yang menerbitkan komik tersebut.

Gambar 2.20 Komik Kenji Sumber: dok. Pribadi 2.4 Keunggulan Komik

Menurut NWT Literacy Council (2011) Komik dapat menyampaikan materi lebih baik dikarenakan bahan bacaan yang beragam (termasuk novel grafis) dapat membantu menciptakan pembaca jangka panjang, komik dengan plot dan narasi yang lebih kompleks dapat menjangkau pembaca tingkat lanjut, komik juga populer dikalangan pembaca yang enggan membaca tulisan, dan memudahkan mereka yang sulit belajar melalui tulisan melalui pendekatan visual. Dituliskan juga kelebihan komik dibandingkan buku tradisional, antara lain:

- Pembaca dapat menggunakan ilustrasi sebagai petunjuk untuk menemukan makna narasi tertulis.

- Komik dapat membantu meningkatkan pengembangan anak-anak dalam proses pemahaman bahasa.


(31)

25

- Komik dapat menggambarkan kondisi emosional yang biasanya sulit dibayangkan jika dibaca melalui tulis.

2.5 Perkembangan Komik Indonesia

Perkembangan komik Indonesia dewasa ini mulai menunjukan kemajuan, hal ini ditandai mulai banyak komik Indonesia yang muncul kembali ke permukaan sebut saja komik Garudayana karya Is Yuniarto, komik Volt karya Marcelino Lefrandt, web komik Nusantaranger karya Sweta

Kartika, komik Baladeva: Chronicle of Calonarang hasil kerja sama Tantraz

Comic Bali dan Studio House Of Imagi dan komik kompilasi Re-on.

Gambar 2.21 Komik Garudayana (kiri atas), Volt (kanan atas) dan Baladeva (bawah). Sumber: dok. Pribadi


(32)

26 BAB III

Strategi Perancangan dan Konsep Visual 3.1 Strategi Perancangan

Dengan adanya permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan batasan masalah yang telah di fokuskan maka didapatkan sebuah solusi yang bisa menjawab permasalahan tersebut dengan media yang telah dipilih yaitu dengan membuat media informasi berupa komik. Strategi perancangan yang akan dilakukan yaitu dengan cara memvisualisasikan kejadian perang Bubat yang ditulis dalam Kidung Sundayana melalui media komik. Pemilihan media komik dilakukan karena cakupan audience yang luas, media komik seperti yang sudah dipaparkan dalam ulasan sebelumnya dapat dinikmati oleh berbagai usia. Selain itu komik memiliki keunggulan karena memiliki sifat "visual permanence" seperti yang dikatakan Gene Yang (2008), yang dimaksud dengan "visual permanence" adalah kondisi visual dimana waktu bergerak sesuai dengan kemampuan mata melihat, hal ini membuat pesan yang disampaikan dapat ditangkap sesuai dengan kemampuan masing-masing pembaca selain itu pembaca dapat terus mengulang bagian yang belum dimengerti dengan mudah karena gambar tetap pada posisinya

3.1.1Pendekatan Komunikasi

Proses penyampaian pesan yang dibuat penulis dalam komik ini adalah melalui pendekatan verbal dan pendekatan visual yang disesuaikan dengan topik bahasan dan disesuaikan dengan tujuan perancangan yaitu untuk memvisualisasikan situasi perang Bubat berdasarkan cerita aslinya yang ditulis dalam Kidung Sundayana.

A. Pendekatan Verbal

Media komik ini bertujuan memvisualisasikan situasi perang Bubat berdasarkan cerita aslinya yang ditulis dalam Kidung Sundayana. Maka dari itu


(33)

27 bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baku dan juga menyisipkan bahasa yang tertulis dalam Kidung. Hal ini dilakukan untuk tetap menunjukan keindahan bahasa yang terkandung dalam naskah Kidung Sundayana dan membuat pembaca penasaran mencari informasi mengenai Kidung Sundayana.

B. Pendekatan Visual

Dalam perancangan novel grafis ini mengangkat cerita peperangan antara kerajaan Sunda dan Majapahit, oleh sebab itu objek-objek visual yang akan dimunculkan adalah visualisasi yang dapat menggambarkan ciri khas Indonesia khususnya visual pada masa kerajaan Hindu masih berdiri di Nusantara, baik itu tokohnya, bangunan dan persenjataan yang digunakan. Visual yang digunakan juga disesuaikan dengan pemaparan latar dan tokoh yang tertulis dalam Kidung Sundayana. Berikut beberapa gambar yang dijadikan acuan :

- Tokoh

Visual tokoh yang terdapat dalam kisah perang Bubat ini difokuskan pada empat tokoh utama yaitu Raja Majapahit Hayam Wuruk, Mahapatih Majapahit Gajah Mada, Maharaja Sunda dan Putri Kerajaan Sunda. Beberapa gambar yang dijadikan acuan visual, sebagai berikut :

Gambar 3.1 Prabu Siliwangi


(34)

28 Gambar 3.2 Lukisan Prabu Siliwangi

Sumber: http://sundaneseland.blogspot.com/2013/01/sri-baduga-maharaja-ratu-jayadewata.html

Gambar 3.3 Ilustrasi Prabu Siliwangi

Sumber: http://romannurbawastore.wordpress.com/2012/05/15/kisah-hidup-sri-baduga-maharaja-prabu-siliwangi/

Gambar 3.4 Hayam Wuruk


(35)

29 Gambar 3.5 Hayam Wuruk (Paduka Bhatara Sri Rajasanagara)

Sumber: http://www.wacananusantara.org/wp-content/uploads/2011/03/Hayam-Wuruk.jpg

Gambar 3.6 relief Majapahit

Sumber: http://hpijogja.wordpress.com/2010/03/30/sumpah-palapa-inspirasi-pariwisata-nusantara/

Gambar 3.7 Patung wajah Gajah Mada

Sumber: http://jawatimuran.wordpress.com/2011/12/12/polilik-nusantara-gajah-mada-persatuan-nusantara-di-bawah-panji-majapahit-2/


(36)

30 Gambar 3.8 Lukisan Gajah Mada

Sumber: http://songgobuwono.wordpress.com/2011/04/26/gajah-mada/

Gambar 3.9 Lukisan Dyah Pitaloka

Sumber: http://www.kalangsunda.net/photos/Sundanese%20Princess.jpg - Setting

Setting yang diambil merupakan sisa peninggalan bernuansa kerajaan Hindu di Nusantara dan lokasi bernuansa Majapahit dan Sunda. Beberapa gambar yang dijadikan studi visual diantaranya:

Gambar 3.10 Gapura Keraton Kasepuhan Cirebon

Sumber: http://travelblog.ticktab.com/wp-content/uploads/2012/10/kasepuhan-cirebon-e1349861101635.jpg


(37)

31 Gambar 3.11 Salah satu banguna di dalam Keraton Cirebon

Sumber:

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/6a/Building_in_Keraton_Kasepuhan.jpg

Gambar 3.12 Peninggalan Kerajaan Majapahit Sumber:

http://images.detik.com/customthumb/2012/08/23/1026/img_20120823151339_5035e63360a bd.jpg?w=600

Gambar 3.13 Candi Singosari di Malang

Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/123124-candi_peninggalan_majapahit_telantar


(38)

32 - Property/ perlengkapan

Perlengkapan yang dimaksudkan adalah persenjataan dan perabotan yang digunakan pada masa kerajaan Hindu di Nusantara. Beberapa gambar yang dijadikan acuan :

Gambar 3.14 Keris Carita Prasoojo Miji Timun Tangguh

Sumber: http://keris.tjokrosuharto.com/254-296-thickbox/ckk-353-keris-carita-prasojo-miji-timun-tangguh-majapahit-c1.jpg

Gambar 3.15 Fosil senjata Majapahit

Sumber: http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20140124_112013_senjata-majapahit.jpg


(39)

33 Gambar 3.16 Kujang

Sumber: http://static.inilah.com/data/berita/foto/1599782.jpg

Gambar 3.17 Golok

Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/f/f6/Golok.jpg

Gambar 3.18 Meriam Kapal Majapahit


(40)

34 Gambar 3.19 Gada Majapahit

Sumber: http://wilwatiktamuseum.files.wordpress.com/2012/01/pusaka-04.jpg

Gambar 3.20 Arca kereta dan kusir

Sumber: http://wilwatiktamuseum.files.wordpress.com/2012/01/arca-nusantara-06.jpg

Gambar 3.21 Pataka-Nagari


(41)

35 Gambar 3.22 Rumah ala Majapahit

Sumber: http://statik.tempo.co/data/2014/01/22/id_256832/256832_620.jpg

Gambar 3.23 Miniatur Kapal Majapahit

Sumber: http://3.bp.blogspot.com/_OsaEvOWOntI/S9vCsMml1tI/AAAAAAAAB-4/4jNGQTKEQRs/s1600/kapal-majapahit.jpg

3.1.2 Strategi Kreatif

Dalam perancangan komik ini, penulis membuat beberapa strategi kreatif untuk menarik minat pembaca, antara lain:

A. Gaya Ilustrasi

Gaya ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi semi realis. Hal ini bertujuan agar suasana visual lebih hidup dan memberi gambaran jelas tanpa membuat jenuh pembaca. Selain itu terdapat beberapa halaman yang berisi terjemahan bahasa Indonesia dari teks Kidung Sundayana yang beberapa diantaranya disertai silhoute.


(42)

36 Gambar 3.24 Posisi Gambar semi realis dalam "realm of art"

Sumber: Scott Mcloud-understanding comic hal.51

Ilustrasi yang digunakan merujuk pada referensi komik Vaagabond karya Takehiko Inoue yang menggunakan teknik inking tradisional, lalu di scan untuk kemudian dilakukan retouch menggunakan software untuk hasil akhirnya. Untuk teknik gambar menggunakan teknik arsir. Penggunaaan teknik ini bertujuan memberi kesan kasar dan kelam sesuai dengan kisah perang Bubat yang terkesan kasar dan kelam.

Gambar 3.25 Penggalan komik Vagabond vol.1 Sumber: Dok. Pribadi


(43)

37 B. Kemasan

Pengemasan novel grafis ini akan dibuat bernuansa etnik dan dikemas ekslusif membuat komik ini layak dijadikan barang koleksi. Penggunaan hardcover dan media kertas dengan kualitas baik dapat memperpanjang usia pakai komik ini. Selain menggunakan hardcover dan softcover, terdapat alternatif penggunaan cover berbahan kulit untuk edisi Koleksi.

3.1.3 Strategi Media

Media yang digunakan dalam perancangan komik perang Bubat ini terdiri dari dua jenis media yaitu media utama dan beberapa media pendukung dengan tujuan promosi agar meningkatkan minat konsumen. Adapun media utama dan media pendukung sebagai berikut:

A. Media Utama

Media utama yang digunakan berbentuk komik. komik dipilih karena memiliki sifat "visual permanence". "Visual permanence" adalah kondisi visual dimana waktu bergerak sesuai dengan kemampuan mata melihat, hal ini membuat pesan yang disampaikan dapat ditangkap sesuai dengan kemampuan masing-masing pembaca selain itu pembaca dapat terus mengulang bagian yang belum dimengerti dengan mudah karena gambar tetap pada posisinya. Selain itu media cetak sudah akrab diberbagai lapisan masyarakat, sehingga target audience tidak perlu beradaptasi lagi terhadap media yang diangkat.

B. Media Pendukung

Media pendukung pada perancangan novel grafis ini adalah sebagai pelengkap media utama dan sebagai media promosi untuk menarik perhatian konsumen. Media pendukung dalam novel grafis ini meliputi :

- Media Promosi

Media Promosi merupakan hal yang penting untuk menarik perhatian konsumen. Media promosi yang digunakan antara lain : poster, x banner, media sosial seperti twitter, facebook, instagram dan stiker.


(44)

38 - Media Kreatif (Gimmick)

Media kreatif merupakan media yang lebih berbentuk aksesoris bertujuan untuk menambah koleksi media utama dan sebagai pengingat (reminder). Media kreatif yang akan digunakan antara lain : stiker, pembatas buku, pin, gantungan kunci dan kaos.

3.1.4 Distribusi

Untuk pendistribusian komik Kidung Sundayana : A Clash of Bubat bekerja sama dengan Tantraz Comic Bali. Tantraz Comic Bali adalah penerbit komik lokal bertemakan sejarah Nusantara, ambil contoh salah satu komik terbitan Tantraz, Baladeva: History of Calon Arang yang bertemakan cerita rakyat Bali. Hal ini selaras dengan cerita Perang Bubat. Promosi dilakukan berdasarkan teori AISAS (Awareness, Interest, Search, Action, Share) yang diciptakan Kotaro Sugiyama. Untuk menumbuhkan awareness konsumen di sebarkan stiker promosi 1. Yang ditempel secara acak di berbagai tempat agar masyarakat menjadi penasaran dengan stiker tersebut.

Gambar 3.26 Stiker Promosi 1 Sumber: Dok. Pribadi


(45)

39 Setelah masyarakat mulai menyadari keberadaan stiker promosi 1 akan timbul pertanyaan akan stiker ini sampai tahap ini Interest sudah didapatkan. Setelah masyarakat menaruh perhatian masyarakat akan mulai mencari tahu (tahap Search) di keluarkanlah stiker promosi 2 yang berisikan alamat jejaring sosial komik Kidung Sundayana: A Clash of Bubat. Informasi akan terus diberikan di jejaring sosial.

Gambar 3.27 Stiker Promosi 2 Sumber: Dok. Pribadi

Setelah tahap search tercapai disebarkan stiker 3 dan Flyer 1. Berisikan bulan peluncuran buku bersama dengan judul buku. Flyer memuat informasi lebih jelas terkait tanggal dan acara peluncuran komik Kidung Sundayana.

Gambar 3.28 Stiker Promosi 3 Sumber: Dok. Pribadi


(46)

40 Gambar 3.29 Flyer 1

Sumber: Dok. Pribadi

Tahap Action yang diharapkan adalah masyarakat mengetahui tanggal peluncuran buku dan ikut serta dalam acara yang diadakan. Setelah hari peluncuran buku, disebarkan satu buah flyer berisi informasi paket koleksi yang dapat segera didapatkan konsumen.

Gambar 3.30 Flyer edisi koleksi Sumber: Dok. Pribadi


(47)

41 Berikut gambar yang menjelaskan tahap pelepasan media pendukung (masih bersifat sementara) :

Gambar 3.31 gambar diagram penyebaran media promosi Sumber: Dok. Pribadi

3.2 Konsep Visual

3.2.1 Format Desain

Format desain dari komik Kidung Sundayana: Kisah Perang Bubat ini adalah portrait dengan ukuran 19 cm x 27 cm. Format ukuran ini digunakan untuk mengimbangi konten halaman yang banyak, memberi kepuasan membaca bagi pembaca dan memberi fungsi lebih mudah dibawa kemana-mana.

3.2.2 Tata Letak (Layout)

Seperti pada umumnya, dalam perancangan dari komik Kidung Sundayana: Clash of Bubat ini berisi beberapa panel yang disusun berdasarkan komik yang dibuat pada umunya. Panel yang digunakan yaitu panel terbuka dan tertutup agar terlihat dinamis.


(48)

42 Gambar 3.32 Alur Baca Layout

Sumber: Dok. Pribadi 3.2.3 Panel

Panel yang digunakan merupakan panel terbuka dan tertutup. Hal ini memberikan kesan dinamis pada cerita. Selain itu penggunaan panel yang dibuat miring menambah kesan hebat pertarungan yang terjadi. Terdapat dua jenis panel panel dengan background putih menunjukan cerita yang sedang berjalan dan panel dengan background hitam menunjukan penghentian waktu dimana pembaca dituntut berimajinasi dengan acuan penggalan syair Kidung Sundayana.

Gambar 3.33 Penggunaan panel miring dan latar yang menunjukan waktu Sumber: Dok. Pribadi

3.2.4 Pembagian Halaman Gambar dan Teks Syair Kidung

Dalam komik "Kidung Sundayana: Clash of Bubat" terdapat tiga jenis halaman, yaitu:


(49)

43 A. Halaman Gambar

Halaman gambar adalah halaman yang hanya berisikan panel dengan gambar seperti normalnya komik. Halaman ini bertujuan memberikan acuan visual sebagai pengantar imajinasi pembaca untuk membayangkan kejadian yang di tuliskan dalam halaman teks Kidung Sundayana.

Gambar 3.34 Salah satu "Halaman Gambar" dalam komik Kidung Sundayana Sumber: Dok. Pribadi

B. Halaman Teks Kidung

Halaman teks kidung adalah halaman yang berisikan teks yang berasal dari Kidung Sundayana. Halaman ini merupakan teks Kidung Sundayana yang sudah di alih bahasa ke bahasa Indonesia (sumber: terjemahan bebas Haksan Wirasutisna keluaran Dinas Budaya dan Pariwisata Indonesia). Halaman ini bertujuan memperlihatkan keindahan kata yang tertulis dalam Kidung Sundayana yang asli, sehingga pembaca dapat mengapresiasi dan lebih penasaran mencari makna kata yang terkandung di dalamnya. Selain itu halaman ini dibuat agar pembaca dapat menggunakan imajinasinya untuk ikut terlibat dalam pengkondisian cerita sehingga pembaca bisa berinteraksi dengan komik yang dibacanya. Terdapat beberapa halaman yang menggunakan siluet sebagai elemen estetis untuk memberi sedikit arahan visual.


(50)

44 Gambar 3.35 Salah satu "Halaman Teks Kidungr" dalam komik Kidung Sundayana

Sumber: Dok. Pribadi C. Halaman Gabungan

Merupkan halaman yang mengkombinasikan dua jenis halaman yang sudah diterangkan sebelumnya. Halaman ini bertujuan memberi kesan lebih dinamis dan memberi arahan visual agar kesan penulis dan pembaca menemui titik yang sama.

Gambar 3.36 Salah satu "Halaman Gabungan" dalam komik Kidung Sundayana Sumber: Dok. Pribadi

Walaupun berbeda jenis halamannya alur cerita tetap beralur maju, sehingga waktu bergerak sesuai alur baca yaitu dari kiri ke kanan. Sehingga perbedaan jenis halaman ini tidak berpengaruh sama sekali pada laju jalan cerita. Untuk halaman


(51)

45 3.2.5 Balon Kata

Balon Kata yang digunakan tidak terpaku dalam satu bentuk bulat, tetapi variatif disesuaikan dengan ekspresi atau nada bicara pada tokoh yang bertujuan agar pembaca lebih mendalami isi dari setiap adegan dalam komik.

3.2.6 Naration/ Narasi

Untuk kotak narasi digunakan bentuk kotak dengan stroke hitam dengan ukuran yang disesuaikan dengan jumlah kata dan ukuran gambar panel. Hal ini bertujuan agar gambar tidak terganggu oleh teks narasi dan menghindari terjadinya salah fokus yang terjadi.

3.2.7 Logo

Logo untuk komik ini mengambil bentuk wajah Batara Kala yang disederhanakan. Batara Kala dewa penguasa waktu dalam kepercayaan Hindu. Jika seorang manusia sudah menemui waktu untuk meninggalkan dunia fana Kala akan datang menjemputnya. Kala digambarkan sebagai raksasa menakutkan, bersifat memaksa semua orang tunduk pada batas waktu hidupnya. Secara filosofis Kala merupakan simbol dari tunduknya manusia akan hukum karmaphala.

Sosok Kala diambil sebagai logo utama komik ini dikarenakan sifat dan filosofisnya. Kala bersifat memaksa manusia untuk tunduk pada maut, selaras dengan sikap prajurit Sunda yang berserah diri pada maut yang datang padanya. Selain itu dalam Kidung Sundayana menggambarkan bahwa perbuatan baik atau buruk tidak bisa dihindari akibatnya, selaras dengan filosofis Kala sebagai simbol tunduknya manusia dengan hukum karmaphala. Selain itu dalam logo komik ini diberikan ornamen bernuansa nusantara untuk menambah kesan indah dan menggambarkan kerumitan cerita komik.


(52)

46 Gambar 3.37 Referensi Visual Batara Kala

Sumber: Dok. Google

Gambar 3.38 Penyederhanaan Logo Batara Kala Sumber: Dok. Pribadi

3.2.8 Typhography A. Judul

Judul menggunakan font Sakkal Majalla. Font ini berjenis san-sherif memberi kesan lebih modern, menyesuaikan dengan target audience.


(53)

47 Gambar 3.39 Judul buku menggunakan font Sakkal Majalla

Sumber: Dok. Pribadi B. Teks

Sedangkan untuk teks dalam narasi dan balon kata menggunakan font laffayete comic. Font ini dipilih karena merupakan font standar yang sering digunakan pada komik-komik amerika. Sedangkan untuk pembatas chapter menggunakan font Times New Java.

Gambar 3.40 Font laffayete comic Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 3.41 Font Times New Java Sumber: Dok. Pribadi


(54)

48 C. Sound effect

Untuk sound effect menggunakan hand lettering menggunakan brush. Bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan suara yang muncul pada panel. Hal ini bertujuan memberi kesan kasar pada gambar yang dihasilkan.

3.2.9 Tokoh dan Latar

Tokoh yang terdapat dalam kisah perang Bubat ini difokuskan pada empat tokoh utama yaitu Raja Majapahit Hayam Wuruk, Mahapatih Majapahit Gajah Mada, Maharaja Sunda dan Putri Kerajaan Sunda.

Gambar 3.42 Sketsa karakter tampak depan Sumber: Dok. Pribadi


(55)

49 Gambar 3.43 Karakter Gajah Mada yang sudah melalui tahap inking

Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 3.44 Karakter Hayam Wuruk yang sudah melalui tahap inking Sumber: Dok. Pribadi


(56)

50 Gambar 3.45 Karakter Maharaja Sunda yang sudah melalui tahap inking

Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 3.46 Karakter Putri Sunda yang sudah melalui tahap inking Sumber: Dok. Pribadi


(57)

51 - Studi Latar

Terdapat beberapa lokasi yang muncul dalam kisah Perang Bubat dalam Kidung Sundayana, antara lain kerajaan Majapahit, kerajaan Sunda dan wilayah Bubat.

Gambar 3.47 Keraton kasepuhan Cirebon Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 3.48 Candi Singosari Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 3.49 Setting Hutan/ Pesanggrahan Sumber: Dok. Pribadi


(58)

52 3.2.10 Warna

Warna yang digunakan adalah warna coklat. Untuk memberi kesan kuno dan antik. selain warna coklat digunakan juga warna hitam. Warna hitam digunakan untuk menunjukan kekelaman cerita Kidung Sundayana, selain itu dalam kebudayaan Sunda warna hitam memiliki makna keberanian atau tegas. Kesan warna hitam dalam kebudayaan Sunda sangat mencerminkan tindakan prajurit Sunda dalam Kidung Sundayana. Warna yang digunakan berjenis monokromatik. Warna monokromatik adalah warna yang timbul dari gradasi warna. Warna monokromatik memberikan kenyamanan saat diaplikasikan pada media.

Gambar 3.50 Pengaplikasian Warna monokromatik dalam Komik Kidung Sundayana Sumber: Dok. Pribadi


(59)

53 3.3 Kidung Sundayana: Kisah Perang Bubat

3.3.1 Sinopsis Kisah Perang Bubat Dalam Kidung Sundayana

Di dalam Kidung Sundayana diceritakan bahwa raja Majapahit kala itu (raja Hayam Wuruk) sedang mencari pendamping hidup. Setelah mendengar kabar akan kecantikan putri kerajaan Sunda Hayam Wuruk mengutus Arya Prabangkara, seorang pelukis Majapahit untuk pergi melukis putri kerajaan Sunda. Setelah melihat lukisan sang putri Hayam Wuruk langsung jatuh hati dan mengirimkan lamaran. Lamaran diterima baik oleh pihak Sunda, maka berangkatlah rombongan Sunda ke Majapahit. Tetapi setelah sampai di wilayah Bubat terjadi pertengkaran antara mahapatih Majapahit (Gajah Mada) dengan utusan Sunda. Pertengkaran ini berakhir dengan pecahnya peperangan antara dua kerajaan tersebut dan menyebabkan tewasnya seluruh rombongan kerajaan Sunda.

3.3.2 Storyline

Storyline dalam novel grafis Kidung Sundayana: Kisah Perang Bubat ini dibagi menjadi lima chapter. Berikut pembagian cerita dalam novel grafis ini:

- Chapter 1

Dalam chapter 1 diceritakan bagaiman Raja Majapahit kala itu Hayam Wuruk belum memiliki pendamping. Setelah mendengar kabar akan kecantikan putri Sunda Hayam Wuruk mengutuk Arya Prabangkara seorang pelukis Majapahit untuk perti ke tanah Sunda untuk melukis Putri Sunda. Tidak lama setelah Arya Prabangkara pergi, ayah Hayam Wuruk, Prabu Daha datang mengunjungi putranya untuk melihat kondisi putranya. Setelah menunggu lama Arya Prabangkara kembali dan memperlihatkan lukisan putri Sunda. Hayam Wuruk jatuh hati dan meminta restu pada Prabu Daha untuk mengirimkan lamaran.

Setelah mendapat restu Prabu Daha, Hayam Wuruk mengutus Patih Madu ke tanah Sunda untuk menyampaikan lamaran. Patih Madu sampai di kerajaan Sunda dan disambut oleh Ki Anepaken. Setelah beristirahat keesokan harinya Patih Madu


(60)

54 diantar menghadap Maharaja Sunda untuk menyapaikan maksud kedatangannya. Setelah menyampaikan maksud kedatangannya Maharaja Sunda mempersilahkan Patih Madu untuk kembali esok hari untuk mendengar jawaban darinya. Maharaja Sunda segera mengunjungi putrinya menyampaikan lamaran yang datang dari Majapahit. Putri Sunda menerima lamaran tersebut sebagai tanda bakti pada orang tua dan negaranya.

- Chapter 2

Keesokan harinya Patih Madu kembali menghadap. Maharaja Sunda menyatakan kesediaannya untuk menerima lamaran Hayam Wuruk. Surat lamaran tidak dibalas, karena Maharaja Sunda sendiri yang akan mengantarkan putrinya ke Majapahit. Setelah menyiapkan barang untuk dibawa ke Majapahit. Rombongan Sunda berangkat, tetapi Maharaja Sunda mendapatkan pertanda buruk. Teteapi demi menepati janjinya Rombongan Sunda tetap berangkat. Di lain pihak Patih Madu sudah kembali ke Majapahit dan menyampaikan kabar gembira ini.

Terbilang 10 malam berlayar akhirnya rombongan Sunda sampai di wilayah Majapahit lebih tepatnya daerah Bubat. Mereka berlabuh dan mendirikanptenda peristirahatan disana. Lurah Bubat melaporkan kesampaian rombongan Sunda pada Hayam Wuruk. Hayam Wuruk merasa senang dan ingin segera menjemput rombongan Sunda, tetapi niat ini dihalangi Mahapatih Gajah Mada. Gajah Mada berpendapat bahwa tidak pantas seorang raja Majapahit segera menjemput tamunya. Hal ini dinilai merendahkan martabat Majapahit. Akhirnya Hayam Wuruk membatalkan niatnya. Rombongan Sunda pun ditelantarkan cukup lama tanpa kabar.

- Chapter 3

Maharaja Sunda mulai bertanya-tanya apa yang terjadi di Majapahit sehingga membuat mereka menunggu lama tanpa kabar. Maharaja Sunda mengutus utusan untuk menanyakan kabar. Utusan Sunda akhirnya sampai di tempat peristirahatan Gajah Mada. Bukan sambutan hangat yang didapat malahan kata-kata menghina yang keluar dari mulut Gajah Mada. Terjadi cekcok mulut antara Gajah Mada dan Utusan


(61)

55 Sunda. Gajah Mada menganggap bahwa putri Sunda dijadikan seserahan sebagai tanda takluk pada Mjapahit jika tidak seluruh rombongan Sunda di Bubat akan dibinasakan. Setelah lama beradu mulut, akhirnya utusan Sunda kembali membawa berita buruk. Mendengar hal ini Maharaja Sunda naik darah dan pasrah. Maharaja Sunda mempersilahkan pulang bagi pengikutnya yang merasa takut untuk bertempur dan sisanya harus siap untuk bertempur sampai titik darah penghabisan.

- Chapter 5

Hari yang ditakutkan tiba, seorang utusan Majapahit datang menanyakan jawaban pada Maharaja Sunda. Maharaja Sunda lebih memilih bertempur mempertahankan harga diri Sunda daripada harus menjadikan putrinya seserahan. Tidak lama setelah utusan Majapahit pergi kedua pasuka dari kedua kubu sudah bertatap muka di medan Bubat. Terjadi pertarungan sengit yang berujung gugurnya seluruh pasukan Sunda.

- Chapter 5

Seorang Sunda yang selamat kembali untuk mengabarkan kekalahan pasukan Sunda kepada permaisuru dan putri. Mendenganr kabar ini putri Sunda melakukakan belapati menyusul kepergian ayahandanya. Ia memilih mati daripada dijadikan seserahan rampasan perang. Permaisuri segera pergi beserta istri para pejuang Sunda untuk mencari jasad suaminya. Setelah menemukan jasad suami masing-masing mereka melakukan belapati sebagai tanda bakti pada suaminya. Hayam Wuruk tersadar akan tindakan bodohnya yang menyebabkan peperangan ini terjadi, dilain pihak ia merasa senang karena tidak melihat putri Sunda ikut ke medan tempu. Hayam Wuruk segera menuju perkemahan Sunda mencari Putri, alangkah sedih ketika ia mendapati jasad putri Sunda sudah terbujur kaku.

Setelah kejadian itu Hayam Wuruk mengurung diri di kamar, murung dan menolak untuk makan maupun minum. Hingga akhirnya Hayam Wuruk Wafat karena perasaan sedih ditinggalkan pujaan hatinya. Para petinggi Majapahit berdiskusi dengan Prabu Daha, Gajah Mada dianggap sebagai dalang terjadinya peperangan ini


(62)

56 dan akan dihukum mati. Tetapi saast kediaman Gajah Mada dikepung Gajah Mada sudah tidak ada. Gajah Mada sudah kembali ketempat dimana ia berasal, di sisi Sang Hyang Widi.

3.3.2 Thumbnail Halaman Komik Dan Pembagian Cerita

Gambar 3.51 Thumbnail komik Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 3.52 Pembagian cerita Sumber: Dok. Pribadi


(63)

57 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA 4.1 Media Utama

Media utama yang dipilih adalah buku komik dengan isi cerita Perang Bubat,cerita diambil dari Kidung Sundayana yang merupakan naskah tertua yang memuatnya. Kemudian dilanjutkan oleh pembuatan story line, storyboard dan studi visual mengenai tema. Storyboard mempermudah pengerjaan dan pengaturan skema tata letak panel cerita sehingga dari awal sudah bisa diperkirakan akan jadi berapa halaman nantinya buku ilustrasi ini dicetak. Sketsa dibuat dengan gambar tangan atau manual, setelah itu dilakukan tahap inking, kertas yang digunakan adalah kertas HVS 100 gsm dan tinta yang digunakan bermerek Rotring. Setelah gambar dibuat, kemudian gambar tersebut di scan untuk di atur tata letak dan dimasukan balon kata dan narasi. lalu digunakan program Adobe Photoshop untuk memperbaiki tone warna dan mengaplikasikan filter warna.

Gambar 4.1 Gambar yang sudah di scan Sumber: Dok. Pribadi


(64)

58 Gambar 4.2 Gambar yang sudah di edit

Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 4.3 Proses editing menggunakan Adobe photoshop Sumber: Dok. Pribadi


(65)

59 Gambar disusun dengan ukuran 19x27 cm dan akan dicetak menggunakan kertas Art Paper 150 gsm. Sedangkan untuk cover dicetak pada kertas Art Papper 210 gsm yang diberi laminasi doft. Dicetak menggunakan teknik cetak sparasi.

Gambar 4.4 Cover dan Back cover Sumber: Dok. Pribadi

Gambar 4.5 Salah satu halaman komik Sumber: Dok. Pribadi


(66)

60 4.2 Media Pendukung

Media pendukung diperlukan sebagai pelengkap dan membantu dalam penyampaian informasi maupun promosi media utama, yaitu Kidung Sundayana: Clash of Bubat.

4.2.1 Poster

Gambar 4.6 Desain Poster Sumber: Dok. Pribadi

Layout berisi judul buku, tanggal release dan akun media sosial. Poster dicetak dalam ukuran A3 yang akan ditempatkan di tempat-tempat terjangkau seperti kampus, Cafe dan toko buku.

- Ukuran: A3 (29,7 x 42 cm) - Material: Art Papper 260 gsm - Teknis Produksi: Cetak Offset


(67)

61 4.2.2 Flyer

Gambar 4.7 Desain Flyer Sumber: Dok. Pribadi

Flyer memudahkan target audiens membaca informasi yang bersangkutan dengan media utama karena bersifat fleksibel dengan ukurannya yang kecil dapat dibawa kemana-mana.

- Ukuran: A5 (21 x 14,8 cm)

- Material: Art Papper 150 gsm - Teknis Produksi: Cetak Offset


(68)

62 4.2.3 Gantungan Kunci

Gambar 4.8 Desain Gantungan Kunci

Sumber: Dok. Pribadi

Gantungan kunci adalah benda yang sederhana tetapi fleksibel dan tepat sebagai media pengingat. Sesuai dengan namanya, gantungan kunci akan selalu dibawa beriringan dengan kunci, dengan begitu makin sering konsumen mengingat media utama saat membawa gantungan kunci tersebut kemanapun mereka pergi.

- Ukuran: Diameter 5 cm

- Material: Art Papper laminasi canvas, di jepit alat khusus pembuat gantungan

kunci.


(69)

63 4.2.4 Kaos

Gambar 4.9 Desain Kaos Sumber: Dok. Pribadi

Kaos berfungsi sebagai bonus disetiap pembelian buku pada saat bulan pertama lauching dan masa promosi. Setelah masa promosi habis, baju akan dijadikan sebuah merchandise.

- Ukuran: S, M, L, dan XL - Material: Cotton Combat 30s - Teknis Produksi: Cetak Sablon


(70)

64 4.2.5 X-Banner

Gambar 4.10 Desain X-banner Sumber: Dok. Pribadi

X-Banner berfungsi sebagai penanda keberadaan media utama dalam suatu lokasi, seperti lokasi rak pada toko buku. Dengan adanya x-banner memudahkan konsumen mencari buku ini.

- Ukuran: 60 x 160 cm - Material: Spanduk - Teknis Produksi: Print


(71)

65 4.2.6 Pembatas buku

Gambar 4.11 Desain Pembatas Buku Sumber: Dok. Pribadi

Pembatas buku masih berkaitan dengan media utama, pembatas buku berguna saat pembaca menandai dimana halaman terakhir dibaca. Berbentuk persegi panjang menjadikan pembatas buku ini tidak rentan rusak.

- Ukuran: 5,5 x 20 cm

- Material: Art Papper 260 gsm laminari doff - Teknis Produksi: Cetak Offset


(72)

66 4.2.7 Stiker

Gambar 4.12 Desain Stiker Sumber: Dok. Pribadi

Stiker sama fleksibelnya dengan gantungan kecil, stiker bisa ditempel dimana-mana dan dibawa kedimana-mana-dimana-mana. Dan biasanya stiker akan ditempelkan pada benda kesayangan ataupun benda yang sering konsumen bawa. Sehingga konsumen akan terus ingat dengan media utama.

- Ukuran: Variatif - Material: Stiker Cromo


(73)

67 4.2.8 Sampul Kulit

Gambar 4.13 Desain Sampul Kulit Sumber: Dok. Pribadi

Sampul kulit ini diberikan untuk edisi koleksi. Sampul kulit ini melindungi buku komik Kidung Sundayana lebih baik dan memberi kesan ekslusif. Sampul kulit ini di produksi terbatas.

- Ukuran: 39x27.5 cm - Material: Kulit


(74)

68 Daftar Pustaka

Eisner, Will. 1985. Comics and Sequential Art. New York: W.W. Norton & Company

Haksan, Wirasutisna. 1980. Kidung Sunda Jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Proyek Penertbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia Dan Daerah

Haksan, Wirasutisna. 1980. Kidung Sunda Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Proyek Penertbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia Dan Daerah

Masdiono, Toni. 2001. 14 Jurus Membuat Komik. Jakarta: Creativ Media. McCloud, Scott. 1993. Understanding Comic: Invisible Art. New York: Harper. NWT Literacy Council. 2011. How To Kit Comic & Graphic Novel. _: NWT

Literacy Council

Roy, Brewer. 1971. An Approach To Print A basic guide to the printing processes. London: Blandford Press

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : Pustaka

Yang, Gene. 2008. Graphic Novel In The Classroom. ProQuest Educational Journals, 85, 185


(75)

(76)

21 RIWAYAT HIDUP

Nama : Yusuf Andika Pratama

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 29 September 1992 Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : - SD N Mohamad Toha, Bandung - SMP Waskito, Tanggerang - SMA N 25, Bandung

Alamat : Jl. Aria Timur V, no.2

Email : [email protected]


(1)

65 4.2.6 Pembatas buku

Gambar 4.11 Desain Pembatas Buku Sumber: Dok. Pribadi

Pembatas buku masih berkaitan dengan media utama, pembatas buku berguna saat pembaca menandai dimana halaman terakhir dibaca. Berbentuk persegi panjang menjadikan pembatas buku ini tidak rentan rusak.

- Ukuran: 5,5 x 20 cm

- Material: Art Papper 260 gsm laminari doff - Teknis Produksi: Cetak Offset


(2)

66 4.2.7 Stiker

Gambar 4.12 Desain Stiker Sumber: Dok. Pribadi

Stiker sama fleksibelnya dengan gantungan kecil, stiker bisa ditempel dimana-mana dan dibawa kedimana-mana-dimana-mana. Dan biasanya stiker akan ditempelkan pada benda kesayangan ataupun benda yang sering konsumen bawa. Sehingga konsumen akan terus ingat dengan media utama.

- Ukuran: Variatif - Material: Stiker Cromo


(3)

67 4.2.8 Sampul Kulit

Gambar 4.13 Desain Sampul Kulit Sumber: Dok. Pribadi

Sampul kulit ini diberikan untuk edisi koleksi. Sampul kulit ini melindungi buku komik Kidung Sundayana lebih baik dan memberi kesan ekslusif. Sampul kulit ini di produksi terbatas.

- Ukuran: 39x27.5 cm - Material: Kulit


(4)

68 Daftar Pustaka

Eisner, Will. 1985. Comics and Sequential Art. New York: W.W. Norton & Company

Haksan, Wirasutisna. 1980. Kidung Sunda Jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Proyek Penertbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia Dan Daerah

Haksan, Wirasutisna. 1980. Kidung Sunda Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Proyek Penertbitan Buku Bacaan Sastra Indonesia Dan Daerah

Masdiono, Toni. 2001. 14 Jurus Membuat Komik. Jakarta: Creativ Media. McCloud, Scott. 1993. Understanding Comic: Invisible Art. New York: Harper. NWT Literacy Council. 2011. How To Kit Comic & Graphic Novel. _: NWT

Literacy Council

Roy, Brewer. 1971. An Approach To Print A basic guide to the printing processes. London: Blandford Press

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : Pustaka

Yang, Gene. 2008. Graphic Novel In The Classroom. ProQuest Educational Journals, 85, 185


(5)

(6)

21 RIWAYAT HIDUP

Nama : Yusuf Andika Pratama

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 29 September 1992

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : - SD N Mohamad Toha, Bandung

- SMP Waskito, Tanggerang - SMA N 25, Bandung

Alamat : Jl. Aria Timur V, no.2

Email : [email protected]