29 sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai profesi, dan c
masyarakat apa yang dituju oleh pengarang. Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat. Yang perlu mendapat perhatian di sini ialah: a sejauh mana sastra
mencerminkan masyarakat pada waktu sastra itu ditulis, b sejauh mana sifat pribadi
pengarang mempengaruhi
gambaran masyarakat
yang ingin
disampaikannya, dan c sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam
hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian, yaitu: a sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, b sejauh mana sastra hanya
berfungsi sebagai penghibur saja, dan c sejauh mana terjadi sistesis antara kemungkinan a dan b di atas dalam Faruk, 1994:5.
Telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, bahwa karya sastra merupakan refleksi kehidupan. Refleksi artinya gerakan atau pantulan kembali
kesadaran manusia sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar. Susastra sebagai refleksi kehidupan berarti pantulan kembali problem dasar
kehidupan yang meliputi: maut, cinta, tragedi, harapan, kekuasaan, pengabdian, makna dan tujuan hidup, serta hal-hal transendental dalam kehidupan manusia.
Problem kehidupan itu oleh sastrawan dikonkretisasikan ke dalam gubahan bahasa, baik prosa, fiksi, puisi, maupun lakon. Jadi, membaca karya sastra berarti membaca
pantulan problem kehidupan manusia dalam wujud gubahan seni bahasa Santosa, 1993:40.
1. Maut Kematian
30 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maut berarti mati atau kematian
terutama tentang manusia Moeliono, 1990:518. Pengertian mati dapat dijelaskan dengan tiga hal, yaitu:
1. Kemusnahan dan kehilangan total roh dari jasad
2. Terputusnya hubungan antara roh dan badan
3. Terhentinya budi daya manusia secara total Sulaeman, 1998:85.
Kematian pasti akan dialami oleh semua manusia. Kematian adalah takdir yang tidak terelakkan dan manusia tidak akan dapat menentukan kapan, dimana dan
apa sebab datangnya kematian tersebut. Sikap manusia dalam menghadapi maut bermacam-macam sesuai dengan
keyakinan dan kesadarannya, antara lain: 1.
Orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang baik karena menyadari bahwa kematian bakal datang dan mempunyai makna
rohaniah. 2.
Orang yang mengabaikan peristiwa kematian karena menganggap bahwa kematian adalah peristriwa alamiah yang tidak ada makna rohaninya.
3. Orang yang merasa keberatan atau takut untuk mati karena terpukau oleh
dunia materi. 4.
Orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena menganggap kematian merupakan bencana yang merugikan, mungkin karena banyak
dosa, hidup tanpa norma, atau beratnya menghadapi keharusan menyiapkan diri untuk mati Sulaeman, 1998:87.
31
2. Cinta
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta berarti suka sekali, sayang benar, kasih sekali, atau terpikat antara laki-laki dan perempuan Moeliono,
1990:168. Kata cinta selain mengandung unsur perasaan aktif juga menyatakan tindakan yang aktif. pengertiannya sama dengan kasih sayang sehingga jika
seseorang mencintai orang lain berarti orang tersebut berperasaan kasih sayang atau berperasaan suka terhadap orang lain tersebut Sulaeman, 1998:49.
Seseorang yang mencintai harus mempunyai beberapa sikap, antara lain harus memeriksa tepat tidaknya suatu tindakan dan bertanya-tanya bagaimanakah
ia semestinya memberi bentuk kepada cinta dalam situasi yang konkret. selain itu, sikap lain yang seolah-olah merupakan prasyarat untuk dapat disebut mencintai
adalah kesetiaan, kesabaran, kesungguhan, dan memberi kepercayaan Leenhouwers, 1988:246.
Abdulkadir Muhammad 1988:29 mengungkapkan bahwa cinta kasih adalah perasaan kasih sayang, kemesraan, belas kasihan, dan pengabdian yang
diungkapkan dengan tingkah laku yang bertanggung jawab. tanggung jawab artinya adalah akibat yang baik, positif, berguna, saling menguntungkan, menciptakan
keserasian, keseimbangan, dan kebahagiaan. Ada beberapa hubungan cinta yang ada dalam kehidupan manusia, antara
lain cinta antara orang tua dan anak, cinta antara pria dan wanita, cinta antarsesama manusia, cinta antara manusia dan Tuhan, dan cinta antatra manusia dengan
lingkungannya Muhammad, 1988:30.
32
3. Tragedi