1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kerusakan pada organ tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang
merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Betapa pentingnya
fungsi tulang sehingga apabila terjadi kerusakan maka fungsi kerja dari tubuh akan
terhambat. Untuk menangani kerusakan pada tulang tersebut, maka dibutuhkan suatu
material yang tepat untuk implantasi tulang. Material pengganti tulang yang umum
digunakan adalah autograf penggantian satu bagian tubuh dengan bagian tubuh yang
lainnya dalam satu individu, allograf penggantian tulang manusia dengan tulang
yang berasal dari manusia lain, xenograf penggantian tulang manusia dengan tulang
yang berasal dari hewan, exogemus penggantian atau implantasi dengan bahan
sintetik atau yang biasa disebut dengan biomaterial dan berbagai macam material
sintetik lainnya seperti polimer, material logam, komposit dan biokeramik. Setiap
material tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan
sebagai material
untuk memperbaiki tulang, seperti stabilitas kimia,
biokompatibilitas, biodegradasi dengan tubuh dalam waktu yang lama [1].
Adanya keterbatasan dalam setiap material tersebut memicu perkembangan riset
di bidang biomaterial. Biomaterial merupakan bahan inert yang diimplantasi ke dalam sistem
hidup sebagai pengganti fungsi jaringan hidup atau organ [2]. Pemilihan biomaterial yang
tepat sangat diperlukan dalam proses implantasi. Tentunya biomaterial yang dipilih
adalah yang mudah diperoleh, biokompatibel atau sesuai dengan jaringan keras dalam
komposisi dan morfologi kandungannya, bioaktif dan tidak toksik [3].
Material komposit
kalsium fosfat
dibutuhkan untuk
memperbaiki atau
mengganti tulang yang rusak. Senyawa kalsium fosfat yang paling stabil adalah
hidroksiapatit HAP yang memiliki formula Ca
10
PO
4 6
OH
2
dengan rasio CaP sekitar 1,67 [4]. HAp memiliki biokompatibilitas
yang baik terhadap kontak langsung dengan tulang.
Salah satu sifat biokompatibilitas yang diharapkan adalah tidak mudah getas. Untuk
mengoptimalisasikan sifat tersebut maka digunakan kitosan sebagai biopolimer yang
diharapkan mampu meminimalisir sifat getas pada HAP.
Kitosan merupakan polisakarida dengan struktur yang mirip dengan selulosa. Kitosan
2-asetamida-deoksi- α-D-glukosa memiliki
gugus amina bebas yang membuat polimer ini bersifat polikationik, sehingga polimer ini
potensial untuk
diaplikasikan dalam
pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan
dan bioteknologi.
Kitosan merupakan salah satu matriks polimer yang
dapat digunakan untuk modifikasi komposit [5]. Matriks polimer dari bahan alami ini
diharapkan dapat meningkatkan bioaktivitas, biokompatibel dan sifat mekanik komposit.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:
1. Membuat senyawa komposit apatit-kitosan
melalui presipitasi dengan metode in-situ dan ex-situ.
2. Melakukan karakterisasi dan menganalisis komposit apatit-kitosan hasil presipitasi
dengan menggunakan XRD X-Ray Diffraction
, FTIR Fourier Transform Infra Red
dan SEM Scanning Electron Microscopy
1.3. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2008
– Mei 2009 di Laboratoium Biofisika
Departemen Fisika
IPB. Karakterisasi XRD dilakukan di Litbang
Kehutanan Bogor dan PTBIN Batan Serpong, SEM dilakukan di PPGL Bandung, dan FTIR
dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Tulang
Tulang sebagai bagian dari kerangka manusia memiliki beberapa fungsi antara lain
sebagai tempat melekatnya otot dan menyokong jaringan halus, memberikan
perlindungan kepada organ-organ internal tubuh sehingga mengurangi resiko organ-
organ tersebut terluka dan sebagai tempat memproduksi sel darah. Interaksi antar otot
pada tulang menyebabkan tulang dapat digerakkan. Selain itu, jaringan tulang
menyediakan beberapa mineral antara lain kalsium Ca dan fosfor P. Ketika
diperlukan, tulang akan melepaskan mineral ke
dalam darah
sehingga tercipta
keseimbangan mineral di dalam tubuh [6]. Komposisi utama jaringan tulang adalah
mineral, air, dan matriks kolagen. Masing- masing komponen jumlahnya bergantung
pada spesies, umur, jenis kelamin, jenis tulang
dan posisi tulang. Tulang terdiri dari dua komponen utama yaitu rangka organik dan
garam anorganik. Mineral tulang merupakan komponen anorganik tulang, sedangkan
kolagen merupakan komponen organik tulang. Serat kolagen memberikan tulang kemampuan
untuk meregang dan memutar. Kombinasi dari serat dan garam menjadikan tulang kuat tanpa
menjadi rapuh [7].
Tulang merupakan jaringan hidup dan bersifat dinamis sehingga struktur tulang
dapat berubah karena gaya luar yang didapat selama hidup. Tulang juga mengalami
rekonstruksi internal atau remodelling. Remodelling
adalah proses tulang lama akan dihancurkan dan diganti oleh tulang baru.
Proses ini berlangsung selama hidup manusia dan terjadi pada semua tulang. Selain itu
tulang juga mengalami perkembangan atau osifikasi. Ada dua tipe osifikasi yaitu osifikasi
intramembranus dan osifikasi endokondral [8].
Rangka berkembang dari transformasi jaringan embrionik yang menjadi tulang.
Jaringan yang menjadi tulang tersebut berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan
mesodermal embrio. Jika jaringan embrionik langsung bertransformasi menjadi tulang
disebut osifikasi intramembranus. Jika sel mesodermal bertransformasi menjadi kartilago
dahulu sebelum menjadi tulang maka prosesnya disebut osifikasi endokondral.
2.2. Mineral Tulang