a
b c
d
4.3. Analisa Morfologi SEM dan EDXA
Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi sampel pada skala
mikro. Untuk mengetahui kandungan Ca dan P yang dimiliki pada sampel apatit dan
komposit apatit-kitosan maka dilakukan karakterisasi
EDXA. Gambar
8 memperlihatkan hasil analisa SEM pada
keenam sampel dan morfologi kitosan murni.
Gambar 8. Struktur morfologi
SEM sampel a Kontrol, b In-situ, c Ex-
situ, dan d kitosan murni.
Pola FTIR
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500
Bilangan Ge lombang cm-1
Tr an
sm ita
ns i
Kontrol In-situ
Ex-situ Kitosan
Gambar 7. Pola Spektra FTIR sampel
Partikel apatit dalam komposit menyebar seragam, dapat terlihat melalui matriks
kitosan yang telah saling berhubungan antar sel. Bentuk pori-pori terlihat berubah
dibandingkan sampel HAP sendiri, dalam sampel kitosan murni pori-pori lebih datar dan
ketika HAP bergabung pori-pori terlihat lebih
banyak membulat [30] . Morfologi sampel kitosan murni pada
Gambar 8d memperlihatkan struktur kitosan dengan pori-pori yang tampak kecil dan
permukaan yang halus dan datar. Pada sampel kontrol a yang merupakan HAP tanpa
penambahan kitosan, permukaannya terlihat datar dan butiran-butiran yang terbentuk
berukuran relatif kecil dan halus. Sementara pada
sampel in-situ
b morfologi
permukaannya terlihat lebih kasar dan berbentuk bongkahan-bongkahan sehingga
pori-pori yang terbentuk menjadi lebih besar. Pada sampel ex-situ c, morfologi yang
terbentuk juga berupa bongkahan dan permukaannya terlihat kasar dibandingkan
dengan kontrol.
Secara umum morfologi sampel b dan c tidak terlihat berbeda secara signifikan.
Morfologi komposit apatit-kitosan yang berupa bongkahan pada sampel b dan c
menunjukkan bahwa telah terbentuk komposit apatit-kitosan, dimana kitosan berperan
sebagai matrik tempat apatit tumbuh. Rasio molaritas CaP diperoleh dengan
pengukuran EDXA yang dilakukan bersamaan dengan karakterisasi SEM. Rasio CaP pada
HAp adalah 1,67 [4]. Rasio CaP yang diperoleh relatif lebih besar, kecuali pada
sampel ex-situ dimana rasio CaP sedikit lebih kecil. Nilai rasio CaP yang diperoleh dapat
dipengaruhi oleh munculnya gugus karbonat seperti yang terlihat dari hasil analisa FTIR
dan XRD. Pada FTIR menunjukkan adanya
pita absorpsi milik karbonat dan pada analisa XRD menunjukkan bahwa terdapat fasa lain
yang terbentuk selain HAP yaitu AKA, AKB dan OKF. Kehadiran karbonat ini akan
mempengaruhi jumlah Ca dan P pada sampel, sehingga rasio yang didapatkan tidak tepat
1,67.
Rasio CaP
didapatkan dengan
membandingkan persentasi massa dibagi dengan massa relatif Ca dan P, sehingga akan
didapatkan perbandingan molaritas antara Ca dan P.
4.4. Uji Kekerasan Vickers