Luas lahan terbangun pada kurun waktu 1990 – 2006 cenderung naik walaupun terjadi penurunan pada tahun 2006. Kenaikan terjadi karena adanya
peningkatan kebutuhan pemukiman seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pada dasarnya tidak terjadi penambahan jumlah kampung atau lokasi
pemukiman, yang terjadi hanya pengembangan kampung dan penambahan kepadatan kampung. Pada tahun 2006 luas lahan terbangun menurun karena
masyarakat menanami pekarangan disekitar rumah mereka dengan tanaman buah dan tanaman keras lainnya sehingga di beberapa lokasi pemukiman bagian tepinya
ada yang kemudian terdeteksi sebagai kebun campuran. Tipe penutupan lahan badan air pada kurun waktu 1990 – 2006 mengalami
fluktuasi luasan Fluktuasi luasan badan air sangat dipengaruhi kondisi sungai dan bantaran sungai. Pada saat musim hujan dan debit air besar maka luasan badan air
yang terdeteksi akan meningkat. Apabila daerah aliran sungai sempit dan bantaran sungai didominasi oleh tipe penutupan lain maka kemungkinan besar sungai
tersebut tidak akan terdeteksi.
5.5. Pengelolaan Hutan Adat Citorek dalam Kerangka TNGHS
5.5.1. Kesesuaian Regulasi Tata Ruang Adat dengan Zonasi Taman Nasional
Pengelolaan Hutan Adat Citorek sebenarnya dapat dimasukkan ke dalam pengelolaan TNGHS. Hal ini didasari adanya beberapa kesamaan dalam regulasi
pengelolaan ruang antara aturan adat dengan zonasi taman nasional yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.56Menhut-II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Zona dalam kawasan taman nasional terdiri dari zona inti, zona rimba zona perlindungan
bahari untuk wilayah perairan, zona pemanfaatan, dan zona lain seperti zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya, dan sejarah, dan zona khusus.
Adapun definisi masing-masing zona adalah sebagai berikut: 1. Zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik
biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan
keanekaragaman hayati yang asli dan khas.
2. Zona rimba, untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari
adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan. 3.
Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dinamfaatkan untuk kepentingan pariwisata
alam dan kondisijasa lingkungan lainnya. 4.
Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan
mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. 5.
Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan
ekosistemnya yang mengalami kerusakan. 6.
Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasionai yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah
yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.
7. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak
dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai
taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.
Pembagian wewengkon ke dalam leuweung garapan, leuweung titipan dan leuweung tutupan pada prinsipnya sama dengan regulasi zonasi taman nasional.
Peraturan adat yang berlaku di masing-masing leuweung dapat dijadikan acuan dalam menentukan zona yang sesuai sehingga dapat dikelola bersama. Selain itu,
kondisi aktual di masing-masing leuweung juga perlu dipertimbangkan kesesuaiannya. Kesesuaian regulasi pengelolaan ruang Kasepuhan Citorek dan
Zonasi Taman Nasional dapat dilihat pada Tabel 17 Sesuai dengan peruntukannya sebagai areal yang boleh dibuka maka
Leuweung Garapan dapat dijadikan sebagai zona pemanfaatan dan zona tradisional tetapi tidak bisa dijadikan zona inti, zona rimba, dan zona rehabilitasi.
Keberadaan masyarakat adat kasepuhan yang tinggal di areal ini menjadikan leuweung garapan dapat dijadikan zona religi, budaya, dan sejarah. Areal ini juga
dapat dijadikan zona khusus karena terdapat sarana pendukung kehidupan masyarakat seperti jalur transportasi.
Tabel 17. Kesesuaian Regulasi Tata Ruang Adat Dengan Zonasi Taman Nasional
Zona yang sesuai Pembagian wewengkon
Leuweung garapan Leuweung tutupan
Leuweung titipan Zona inti
- √
√ Zona rimba
- √
√ Zona pemanfaatan
√ - - Zona tradisional
√ - √ Zona rehabilitasi
- √
√ Zona religi, budaya sejarah
√ - √ Zona khusus
√ - -
Leuweung tutupan dapat dijadikan sebagai zona inti dan zona rimba karena berdasarkan aturan adat yang ada areal ini tidak dapat diganggu. Hal itu
juga menyebabkan leuweung tutupan tidak dapat dijadikan zona pemanfaatan, zona tradisional, zona religi, budaya, dan sejarah, dan zona khusus. Kondisi aktual
yang menunjukkan bahwa terdapat tipe penutupan lahan non hutan di areal ini menjadikan leuweung tutupan dapat dijadikan zona rehabilitasi.
Sebagai areal yang tidak boleh dibuka, leuweung titipan dapat dijadikan sebagai zona inti dan zona rimba. Kenyataan bahwa tidak semua areal ini berupa
hutan menjadikannya dapat dijadikan zona rehabilitasi. Adanya pengecualian pemanfaatan sumberdaya di areal ini untuk kepentingan adat menjadikan
leuweung titippan dapat dijadikan zona tradisional. Areal ini dapat dijadikan zona religi, budaya, dan sejarah karena beberapa upacara adat dilakukan di dalamnya.
Tidak diperkenankannya penggunaan areal ini untuk kepentingan lain selain kepentingan adat menyebabkan areal ini tidak dapat dijadikan zona pemanfaatan
dan zona khusus.
5.5.2. Kesediaan Masyarakat untuk Terlibat dalam Pengelolaan TNGHS