6. Promosi; hal yang tidak kalah pentingnya adalah upaya pengelola dalam
mempromosikan ekowisata yang dikelola kepada masyarakat luas. Diselenggarakannya kegiatan-kegiatan yang terkait dengan budaya setempat
sekaligus dapat menjadi suatu momentum untuk pemberitaan keunikan alam suatu wilayah ekowisata.
Pengelolaan kawasan pesisir berbasis masyarakat hendaknya menjadi satu kesatuan perencanaan pembangunan daerah yang sejalan dengan konsep
pengelolaan secara terpadu integrated dimana semua stakeholder di kawasan pesisir, tidak hanya berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan pesisir, namun
juga turut aktif bernegosiasi dalam perumusan kebijakan dan konsep pengelolaan kawasan tersebut, sesuai dengan kondisi lokal di masing-masing
kawasan Dahuri et al., 2008.
2.5. Perencanaan Pariwisata
Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan
atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan. Perencanaan memuat rumusan dari berbagai tindakan yang dianggap perlu untuk
mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Perencanaan berorientasi pada kepentingan masa depan terutama untuk mendapatkan suatu
bentuk social good, dan umumnya dikategorikan juga sebagai pengelolaan Nurisjah, 2001.
Arahan pengembangan wisata saat ini dituntut untuk mampu mewujudkan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan tidak terlepas dari adanya pengelolaan wilayah pesisir untuk wisata yang mengikutsertakan masyarakat lokal. Namun kegiatan wisata dapat
menimbulkan masalah ekologis padahal keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Oleh karena itu, perencanaan pengembangan wisata hendaknya
dilakukan secara menyeluruh, termasuk di antaranya inventarisasi dan penilaian sumber daya yang cocok untuk wisata, perkiraan tentang berbagai dampak
terhadap lingkungan, hubungan sebab dan akibat dari berbagai macam tata guna
lahan disertai dengan perincian kegiatan untuk masing-masing tata guna, serta pilihan pemanfaatannya Dahuri et al., 2008.
Perencanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan dilakukan dengan mengelola sumber daya pariwisata Tourism Resources yang tersebar di seluruh
wilayah tanah air. Sebelum suatu rencana akan dilakukan, untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan mutlak kiranya terlebih dahulu dilakukan pendekatan
pada pemuka adat setempat A.Yoeti, 2008, perlu dilakukan penjelasan dengan melakukan sosialisasi manfaat dan keuntungan proyek bagi penduduk setempat.
Verseci dalam A.Yoeti 2008 perencanaan strategis pembangunan pariwisata berkelanjutan memberikan kerangka kerja sebagai berikut :
1. Future Generation, yaitu generasi yang akan datang yang perlu diperhatikan kecukupan sumber daya untuk memperoleh kehidupan yang berimbang
2. Tourism Resources, yaitu sumber daya pariwisata yang dikelola dengan memperhatikan keempat faktor lainnya : future generation, equity,
partnership, dan carrying capacity. 3. Equity, yaitu sikap perencana dan pengelola yang dituntut selalu
memperhatikan unsur keadilan untuk mencapai pembangunan yang berkesinambungan di waktu yang akan datang.
4. Carrying Capacity, yaitu kemampuan suatu kawasan untuk menampung kunjungan wisatawan dan semua permasalahan yang terjadi sebagai akibat
kunjungan wisatawan ini. 5. Partnership, yaitu kemitraan yang perlu diciptakan antara generasi sekarang
dengan generasi yang akan datang. Lebih lanjut Yoeti 2008 menyatakan bahwa perencanaan kawasan
pariwisata pada dasarnya merupakan kegiatan membangun dan menggali potensi pariwisata itu sendiri, untuk dapat digunakan sebagai kegiatan ekonomi yang
mengarah pada pengupayaan pemanfaatan objek dan atraksi wisata sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat di sekitar
lokasi objek wisata tersebut. Perencanaan kawasan pariwisata berarti menyangkut pula pada kegiatan melestarikan, menata dan memelihara objek dan atraksi wisata
yang ada, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Melalui perencanaan kawasan pariwisata diharapkan dapat dihindari terjadinya
pembangunan yang tidak terkendali pada kawasan wisata yang memiliki tingkat perkembangan yang cepat.
Menurut Gunn 1994, perencanaan pengembangan pariwisata ditentukan oleh keseimbangan potensi sumber daya dan jasa wisata yang dimiliki
supply dan permintaan atau minat wisatawan demand. Komponen supply terdiri dari atraksi potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk kegiatan
wisata, transportasi, pelayanan, informasi dan promosi. Sedangkan Komponen demand terdiri dari pasar wisata keinginan atau tujuan wisatawan dan
karakteristik wisatawan. Perencanaan lanskap wisata bertujuan untuk mengembangkan kawasan wisata untuk mengakomodasi keinginan
pengunjung, pemerintah daerah, penduduk atau masyarakat sekitar
Secara garis besar perencanaan wisata digambarkan dengan pendekatan pengembangan. Perencanaan ini bersifat spasial karena berbasis pada lahan dan
semua elemen pembentuknya. Lebih lanjut Gunn 1994 mengutarakan bahwa perencanaan untuk wisata
harus dilakukan pada tiga skala. Pertama adalah skala tapak site scale, yang telah banyak dilakukan pada tapak dengan luasan tertentu seperti pada resor, hotel, taman
dan tapak wisata lainnya. Skala kedua adalah tujuan destination : scale, dimana atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah
daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala ketiga adalah wilayah, atau bahkan suatu negara regional scale, dimana pengembangan lebih terarah pada
kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumber daya yang harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial.
Pendekatan perencanaan diperlukan untuk menilai dampak lingkungan dan sosial budaya akibat pembangunan sektor pariwisata
sampai pada tahap pemantauan dampak setelah pembangunan sektor pariwisata tersebut. Hal ini dilakukan guna memastikan agar setiap dampak negatif yang
mungkin terjadi dapat diminimalkan dengan tindakan perbaikan dan yang positif dapat diperkuat
Perencanaan lanskap yang baik menurut Simonds 1983 harus melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral,
menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk rekreasi dan suaka margasatwa, serta melindungi tapak yang memiliki nilai
Inskeep, 1991.
keindahan dan ekologi. Proses perencanaan meliputi tahapan riset, analisis, sintesis, serta pembangunan dan operasional hasil perencanaan. Riset terdiri dan
survei dan pengumpulan data lainnya. Sedangkan analisis dilakukan pada tapak,
meninjau peraturan pemerintah, peluang, hambatan, dan program pengembangan. Sintesis yang dilakukan mengacu pada dampak implementasi metode. Kegiatan
pembangunan dan operasional meliputi juga observasi pada hasil perencanaan. Perencanaan dengan pendekatan unit lanskap yang dikemukakan Lyle
1985 merupakan salah satu bentuk untuk pengembangan lanskap alami yang dimulai dengan klasifikasi karakteristik fisik. Setelah dilakukan klasifikasi unit lanskap,
kemudian dilakukan analisis yang bertujuan untuk menentukan batasan dan potensi, yang selanjutnya diperoleh kesesuaian bagi perencanaan dan pengembangan sumber
daya yang dimiliki. Salah satu cara untuk mencapai keseimbangan antara ketersediaan sumber daya dan kebutuhan manusia adalah dengan menetapkan jenis dan besaran
aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan lingkungan untuk menampungnya Bengen, 2005. Hal ini mempunyai makna bahwa setiap aktivitas pembangunan di
suatu wilayah harus didasarkan pada analisis kesesuaian lingkungan. Dalam pengembangan pariwisata, istilah kebijakan policy dan
perencanaan planning berkaitan erat. Perencanaan berkenaan dengan strategi sebagai implementasi dari kebijakan. Perencanaan merupakan prediksi dan oleh
karenanya memerlukan beberapa perkiraan persepsi akan masa depan. Walau prediksi dapat diturunkan dari obeservasi dan penelitian, namun demikian juga
sangat tergantung pada nilai. Perencanaan seharusnya mengandung informasi yang cukup untuk pengambilan keputusan. Perencanaan merupakan bagian dari
keseluruhan proses perencanaan pengambilan keputusan Pitana et al, 2009. Menurut Gunn 1994 dalam proses perencanaan kawasan wisata, bantuan
dari teknologi komputer cukup dapat membantu, dengan program sistem informasi geografis SIG akan diperoleh peta yang memperlihatkan sumber daya yang paling
sesuai bagi kegiatan wisata dan yang paling sensitif. Selanjutnya hasil dari proses penentuan ini akan dapat membantu pembuat kebijakan policy makers untuk
membuat perencanaan wisata secara lebih lokal. Pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah membuat suatu kebijakan dan peraturan yang menentukan mekanisasi
yang membantu terwujudnya kerjasama dan integrasi antara badan-badan yang
bergerak di dalam penentuannya yaitu masyarakat dan pihak swasta. Khususnya di wilayah pesisir, kegiatan pariwisata dan rekreasi dapat
menimbulkan masalah ekologis yang khusus mengingat bahwa keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah pesisir dibangun untuk
rekreasi, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang pesat Dahuri et al, 2008. Secara strategik, pembangunan pariwisata yang berwawasan
lingkungan dapat dikembangkan dan diwaspadai dampaknya dengan memasukan rencana manajemen lingkungan dan pemantauannya ke dalam satu rencana
terpadu integrated dan pelaksanaannya yang kemudian dimasukkan dalam tahap perancangan pariwisata itu Soeriaatmadja, 1997.
Budaya dan aspek fisik merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi yang saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata pesisir dan bahari. Gunn 1994
mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu: 1 mempertahankan kelestarian
lingkungannya, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan dan unity
pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Agar pengelolaan wisata pesisir berhasil maka harus memenuhi komponen
yang terkait dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan
keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya Nurisjah, 2001. Pada sistem pengelolaan ekowisata pesisir, perlu dicermati pembatasan
tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sustainable, maka Albertson 1999 dalam risetnya menyebutkan dimensi-
dimensi: 1.
Environmental Sustainability: perlindungan untuk generasi mendatang 2.
Economic Sustainability: setiap pengembangan variabel secara ekonomi 3.
Socio-Cultural Sustainability: setiap inovasi harus harmoni antara pengetahuan lokal sosial-budaya, praktek, pengetahuan, dan teknologi tepat
guna
4. Political Sustainability: link birokrasi pemerintah dan masyarakat. Para
pemimpin formal dan informal untuk suatu sektor tertentu dalam masyarakat lokal.
2.6. Sistem Informasi Geografi SIG