Potongan penjualan yang dimaksud Penulis dalam penelitian ini adalah angka potongan penjualan atau diskon yang tercantum dalam laporan penjualan
perusahaan yang dibuat perbulan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, dengan jumlah observasi sebanyak 36.
Data variabel X dalam penelitian ini diukur berdasarkan perubahan nilai potongan penjualan tersebut yaitu berdasarkan peningkatan atau penurunan nilai potongan
penjualan dalam rupiah pada suatu periode sebelumnya. 2. Volume
Penjualan Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai volume penjualan adalah nilai
penjualan bruto yang tercantum dalam laporan penjualan perusahaan yang dibuat pertriwulan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 sebelum dikurangi
dengan potongan penjualan itu sendiri dalam satuan rupiah. Data variabel Y yang digunakan dalam penelitian ini diukur berdasarkan
perubahan nilai penjualan tersebut yaitu berdasarkan peningkatan atau penurunan nilai penjualan yang terjadi pada suatu periode terhadap periode sebelumnya.
F. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul akan dianalisis untuk menghasilkan informasi yang bermanfaat. Dengan analisis data, Penulis dapat mencoba memberikan
jawaban dari masalah yang dibahas dalam penelitian serta temuan-temuan yang dapat dijadikan masukan bagi perusahaan. Di dalam analisis data, Penulis akan
menggunakan program SPSS Ver 15.0. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Universitas Sumatera Utara
Suatu data yang membentuk distribusi normal bila jumlah di atas dan di bawah rata-rata adalah sama, demikian juga dengan simpangan bakunya Sugiyono,
2006:70. Sebelum menentukan menggunakan teknik statistik parametris maka uji normalitas data harus dilakukan. Menurut Sugiyono 2006:69: “bila data tidak
normal, maka teknik statistik parametris tidak dapat digunakan untuk alat analisis”. Pada penelitian ini, normalitas data diuji dengan menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov dimana data yang berdistribusi normal akan memiliki nilai yang lebih besar dari 0,05. Uji normalitas dapat juga dilihat melalui grafik
histogram dan grafik normal plot. b.
Uji Heteroskedastisitas Salah satu syarat lain atas regresi linear adalah bahwa tidak terjadi adanya
heteroskedastisitas, tentu yang diharapkan adalah terjadinya homokedastisitas. Menguji apakah dalam sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian
dari residual atas suatu pengamatan lainnya adalah penting. Jika yang terjadi bahwa variancenya tetap, maka ia disebut berada dalam kondisi homokedastisitas
Umar, 2003:137. Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heterokedastisitas, antara
lain: 1
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit,
maka mengindikasikan terjadi heterokedastisitas. 2
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi menurut Ghozali 2005:95 adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya.
Autokorelasi ini muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan
pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu time series karena “gangguan” pada
seseorang individukelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individukelompok yang sama pada periode berikutnya.
Dengan menggunakan program SPSS, deteksi adanya problem autokorelasi adalah dengan melihat besaran DURBIN-WATSON, yaitu panduan
mengenai angka D-W Durbin-Watson pada tabel D-X. Mengacu pada pendapat Santoso, Singgih 2002, secara umum dapat diambil patokan
sebagai berikut: 1
angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif 2
angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi 3
angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif Autokorelasi bisa diatasi dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan
transformasi data dan menambah data observasi.
2. Analisis Regresi