masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan yang terkait dengan KTR,
melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan KTR, ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan
serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat, mengingatkan setiap orang yang melanggar, dan melaporkan setiap orang yang terbukti melanggar kepada
pimpinanpenanggung jawab KTR Pemprov Bali, 2011. Selain itu, pihak pengelola, pimpinan danatau penanggung jawab tempat
proses belajar mengajar juga dapat melakukan pemantauan dan evaluasi keberhasilan penerapan KTR yang menjadi tanggung jawabnya. Evaluasi tersebut dapat dilakukan
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek 4-6 bulan, yaitu adanya tanda KTR yang dipasang dan adanya media promosi KTR. Sedangkan
evaluasi jangka panjang 1-3 tahun yaitu kebijakan KTR diterima dan dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawangurudosensiswa, dipatuhi dan dimanfaatkannya
fasilitas yang mendukung KTR, tidak ada penjual rokok disekitar tempat proses belajar mengajar, Karyawangurudosensiswa yang tidak merokok bertambah
banyak, dan semua karyawangurudosensiswa tidak merokok di KTR Kemenkes RI, 2011b.
2.3.4 Peluang dan hambatan penerapan KTR
Kebijakan terkait rokok yang ada saat ini lebih mementingkan aspek ekonomi dibandingkan dengan aspek kesehatan. Cara pandang kebijakan ini tidak memandang
jauh kedepan dampak dari kebijakan yang ada saat ini. Pada jangka pendek, penerimaan dari cukai rokok merupakan sumber devisa negara, namun untuk jangka
panjang, konsumsi rokok akan berdampak pada timbulnya berbagai penyakit dan akan menjadi beban bagi negara untuk pembiayaan pengobatan. Perilaku merokok
sudah menjadi hal yang biasa dan sulit dipisahkan dalam sendi kehidupan masyarakat, hal ini terutama karena selama ini tidak adanya pengaturan tentang
merokok, sehingga penerapan KTR akan mendapat penolakan bagi para perokok Juanita, 2012.
Masih lemahnya aturan pengendalian rokok pada tingkat nasional hendaknya dapat direspon oleh pemerintah daerah kabupatenkota untuk memberlakukan
peraturan pada tingkat lokal karena penerapan peraturan yang berasal dari tingkat lokal lebih mudah dan dapat diterima masyarakat dibanding dengan tingkat nasional.
Larangan merokok diruang publik pada tingkat lokal dapat mempengaruhi persepsi penduduk terhadap norma merokok di masyarakat Juanita, 2012.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nasyuruddin 2013, yang menjadi hambatan dalam proses implementasi kawasan tanpa rokok di sekolah yaitu,
pengetahuan yang kurang terkait KTR, sumber daya yang kurang mendukung seperti tidak adanya satgas anti rokok, pendanaan dan sarana prasarana yang kurang, proses
sosialisasi yang tidak optimal, belum ada SOP implementasi KTR, komitmen sekolah yang kurang dan tidak adanya bimbingan dan pengawasan yang
menyebabkan implementasi kawasan tanpa rokok menjadi tidak berjalan efektif. Namun adanya dukungan yang sangat kuat dari sasaran kebijakan dapat menjadi
peluang yang bagus terhadap implementasi KTR. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Efraldo 2014, beberapa hal
yang juga menghambat implementasi KTR, yaitu pimpinan dekan belum mengetahui mengenai kewajiban yang harus dilakukan olehnya terkait KTR, belum
ada tanda larangan merokok, kurangnya peran aktif dari masyarakat yang ada di kampus untuk menegur atau mengingatkan orang yang merokok di dalam lingkungan
kampus, masih ada dosen dan mahasiswa yang kurang mendukung penerapan kawasan tanpa rokok, serta kantin di lingkungan kampus yang masih menjual rokok.
2.3.5 Efektivitas penerapan KTR