commit to user
14
CPR,  vena  umbilikalis  VU,  dan  duktus  venosus  DV  Arantii. Merz, 2005; Barness, 2004
6. Penatalaksanaan
Bila janin sudah didiagnosis mengalami PJT, maka harus disiapkan pengawasan  perinatal  janin  dan  waktu  terminasi  yang  optimal.
Pengawasan ante partum yang diperlukan antara lain:  POGI,2006 a.
Non  Stress  Test  NST
. Merupakan tes terpenting, karena menentukan apakah  keadaan  janin  berbahaya  atau  tidak.  Penurunan  variabilitas
denyut  jantung  janin,  hilangnya  reaktivitas,  kurangnya  akselerasi,  dan timbulnya  deselerasi  variabel,  merupakan  tanda-tanda  lemahnya
pertahanan  janin  dan  terminasi  perlu  segera  dilakukan.
NST
dilakukan antara  seminggu  sekali  sampai  tiap  hari  tergantung  keadaan  klinisnya.
Indikasi
NST
tiap hari adalah PJT berat dengan rasio SD  6. b.
Contraction  Stress  Test  CST
dan
Biophisic  Score BPS
Biophysical  profile  BPP
,  dapat  digunakan  pada
NST
abnormal.  Bila hasilnya
fetal  compromise
maka  harus  terminasi  segera.  Pada  keadaan dimana  tidak  terdapat  tes-tes  pelengkap  ini,  maka
NST
cukup  untuk memutuskan terminasi kehamilan segera.
c. Volume  cairan  amnion,  penting  untuk  mengetahui  perkembangan
janin  PJT.  Sebaiknya  dilakukan  tiap  minggu  dan  frekuensi
NST
ditingkatkan bila terjadi penurunan jumlah cairan amnion. Kriteria USG terpenting
yang menunjukkan
fetal compromise
adalah oligohidramnion.
commit to user
15
d. Amniosentesis, pada janin PJT sebaiknya dilakukan tiap minggu mulai
usia kehamilan 36 minggu dan kehamilan segera diakhiri jika paru-paru telah matur.
e. Cordosentesis.  Sampel  darah  korda  umbilikalis  jarang  diindikasikan
untuk  PJT.  Terutama  adalah  kecurigaan  defek  kromosom  sehingga diperlukan  penentuan  kariotipe  janin.  Ada  pula  yang  menyarankan
pemeriksaan  ini  untuk  mengetahui  tingkat  hipoksia  dan  asidosis  janin. Nicolini  dkk  justru  menemukan  bahwa  sampling  korda  umbilikalis
berbahaya  bagi  janin  PJT,  karena  sering  mengalami  bradikardi  yang lama dan berat saat prosedur ini.
Manajemen  persalinan  merupakan  bagian  penting  dalam penatalaksanaan  janin  PJT.  Hal  ini  disebabkan  karena  selain  defek
kongenital,  asfiksia  intra  partum  merupakan  penyebab  utama morbiditas perinatal janin PJT.
Dilakukan terminasi kehamilan bila ditemukan  POGI,2006 : a.
Rasio FLAC biometri ≥ 26, janin termasuk PJT berat.
b. Doppler velocimetri arteri atau vena umbilikalis PI
≥ 1,8 yang disertai AEDFREDF
c. AFI
≤ 4 d.
BPS memburuk e.
KTG : deselerasi lambat f.
Tambahan : Doppler a.uterina, MCA,DV Dilakukan terminasi mutlak bila : a,b, dan c terpenuhi.
commit to user
16
Umur Kehamilan : a.
≥  37  minggu  :  terminasi  kehamilan  dengan  seksio  sesaria  atau pervaginam bila
Bishop score
≥ 5. b.
32-36 minggu : konservatif selama 10 hari dapat berlangsung lebih dari 50 kasus KRT terutama preeklampsia.
c.
32 minggu : perawatan konservatif tidak menjanjikan, sebagian besar kasus berakhir dengan terminasi.
Bila  pertumbuhan  janin  masih  berlangsung,  terminasi  pada kehamilan  38  minggu.  Namun,  bila  pertumbuhan  janin  tidak  ada  dan
maturitas  paru  cukup  biasanya  pada  kehamilan  35  minggu  dilakukan terminasi dengan cara :
a. Janin reaktif : Induksi persalinan didahului dengan pematangan serviks
b. Janin non reaktif atau terdapat gejala gawat janin : seksio sesarea
c. Jika terdapat oligohidramnion berat disarankan untuk perabdominan
.
Bila
surveillance
janin  abnormal  pada  usia  kehamilan  kurang  dari 38  minggu  maka  harus  diperiksa  rasio  lecitinspingomielin  air  ketuban.
Bila  paru  janin  telah  matang  LS ≥  2  maka  dilakukan  terminasi
kehamilan apabila : 1 uji beban kontraksi positif, 2 oligohidramnion, 3 BPD tidak bertambah lagi risiko tinggi disfungsi otak janin.
Pada  PJT  dengan  usia  kehamilan  masih  preterm,  umumnya  tidak ada  suatu  tindakan  tertentu  yang  dapat  memperbaiki  keadaan.  Pertama,
dipastikan bahwa tidak ada kelainan kongenital  yang berat seperti trisomi dan  sebagainya  untuk  menghindari  intervensi  bedah  yang  tidak  perlu.
commit to user
17
Umumnya  terminasi  kehamilan  pada  PJT  berat  preterm  lebih menguntungkan daripada membiarkan kehamilan berlangsung lama karena
biasanya  fetus  yang  demikian  sudah  cukup  matang  untuk  hidup  jika  :  1 persalinan  dapat  berlangsung  cepat  dan  tidak  membiarkan  risiko  gawat
bertambah,  2  tersedia  monitoring  ketat  saat  persalinan,  3  perawatan intensif perinatal segera sejak neonatus lahir.
Terapi  lain  yang  mungkin  dapat  dipertimbangkan  antara  lain
Bed rest
,  walaupun  masih  dipertanyakan  manfaatnya,  karena  tidak  ada perbedaan  keluaran  janin  antara  perawatan
bed  rest
dengan  perawatan jalanambulatoir.  Terapi  nutrisi  dengan  protein  tinggi,
balanced energyprotein  supplementation
protein  25  energi  total  dapat mengurangi  PJT.  Kurang  bukti  bahwa  pemberian  oksigen,  obat-obat
seperti  :  Ca
channel  blocker,  beta  mimetic
dan  magnesium menguntungkan dan efektif mencegah PJT. Meta analisis yang melibatkan
13.000  ibu  hamil  didapatkan  bahwa  pemberian  aspirin  dapat  mengurangi kejadian  PJT  tetapi  gagal  dalam  meningkatkan  keluaran  perinatal.
Pemberian aspirin pada kehamilan risiko tinggi tidak mengurangi kejadian PJT  tetapi  mengurangi  preterm.  Cunningham
et  al.
,  2005;  Roeshadi, 2004; Peleg
et al.
, 2004. B.
PERAN HLA-G PADA KEHAMILAN
Sistem imun merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sel – sel dan molekul –  molekul  yang  memiliki  peranan  khusus  dalam  menciptakan  suatu
sistem  pertahanan  tubuh  terhadap  infeksi  maupun  benda  asing.  Kehamilan adalah suatu hasil proses yang komplek dari koordinasi sistem imun fetus dan
commit to user
18
sistem  imun  ibu.  Meskipun  plasenta  merupakan  suatu  barier  antara  sirkulasi maternal  dan  fetal,  tetapi  fetal  alloantigen  tetap  dapat  mencapai  sirkulasi
maternal.  Keberhasilan  sistem  toleransi  imunologi  ini  akan  dapat mempertahankan  kelangsungan  proses  embryogenesis  sampai  mencapai
kehamilan  aterm  yang  normal.  Embrio  sendiri  merupakan  benda  asing  bagi tubuh maternal, sehingga uterus sebagai organ tempat kehamilan berlangsung
tentu  memiliki  peranan  penting  dalam  penerimaan  embrio  Sumapraja  K, 2008.  Lapisan  endometrium  uterus  dapat  dianggap  sebagai  jaringan  limfoid
tersier.  Hal  ini  dikarenakan  leukosit  ditemukan  dalam  jumlah  cukup  banyak baik  pada  stroma  maupun  epitel  endometrium.  Sel  leukosit  ditemukan
menyebar  maupun  berkelompok  bersebelahan  dengan  kelenjar  endometrium pada  stratum  basalis,  dan  pola  ini  tidak  akan  berubah  sepanjang  siklus  haid.
Namun, jumlah sel leukosit pada stratum fungsional akan berbeda pada setiap fase dari siklus haid. Yang paling menonjol adalah perubahan pada jumlah sel
Natural  Killer
NK.  Jumlah  sel  NK  akan  meningkat  secara  bermakna pascaovulasi dan jumlahnya akan tetap banyak pada lapisan desidua saat usia
kehamilan dini Loke dan King, 2002. Janin mewarisi setengah genom dari ayahnya maka mau tidak mau sel
janin  mengekspresikan  peptida  yang  mirip  dengan  ayahnya.  Hal  ini  tentu memicu reaksi penolakan oleh sistem imun meternal. Namun, terdapat suatu
mekanisme  toleransi  sistem  imun  maternal  terhadap  antigen  paternal  janin, sehingga  muncul  teori  mengenai  peranan  plasenta  sebagai  barier  imun  bagi
antigen  paternal  janin,  sehingga  tidak  terjadi  penolakan  oleh  sistem  imun
commit to user
19
maternal. Selain  itu  terjadi  perubahan  pada  sistem  imun  maternal  selama
kehamilan  sehingga  memicu    reaksi  toleransi  terhadap  jaringan  janin Huppertz dan John, 2008.
Dalam  kehamilan  jaringan  plasentalah  yang  akan  langsung mengadakan  kontak  dengan  sistem  imun  maternal.  Ini  disebabkan  sel  –  sel
trofoblas akan menginvasi hingga ke pembuluh darah maternal. Namun, satu dari  fungsi  yang  paling  menarik  dari  plasenta  adalah  regulasi  respon  imun
maternal, yakni
fetal
sebagai
semi allograf
mengalami toleransi selama masa kehamilan.  Trofoblas  merupakan  faktor  yang  penting terhadap  fenomena  ini
karena  trofoblas  terbentang  pada
maternal  fetal  interface
,  tempat  terjadi kontak langsung dengan sistem imun maternal.
Terjadinya toleransi sistem imun maternal ini memunculkan beberapa hipotesis,  antara  lain  hipotesis  mengenai  Ekspresi  HLA-G  di  sel  –  sel
trofoblas.  Sel  –  sel
sinsisiotrofoblas
tersebut  mengekspresikan  salah  satu HLA nonklasik, yaitu HLA-G. HLA-G berinteraksi dengan
Killing Inhibitory Receptor
KIR  dan  akan  menekan  aktivitas  sitotoksisitas  dari  sel  NK, sehingga memicu toleransi sistem imun maternal Billington, 2003.
Gambar 2.2. Mekanisme yang mendasari toleransi sistem imun maternal
Hunt
et al.
, 2005
commit to user
20
Selama  kehamilan  di  dalam  uterus  terjadi  perubahan  yang  dramatis pada  subpopulasi  leukosit  endomertrium,  hal  ini  sebagai  konsekuensi  dari
implantasi  janin  di  uterus  maternal.  Setelah  terjadi  reaksi  inflamasi  singkat yang  disebabkan  oleh  penerobosan  blastokis  pada  epitel  uterus,  mengubah
endometrium  desidua  yang  ditempati  menjadi  sebuah  pola  proteksi  lokal yang  disediakan  oleh  sistem  imun  bawaan.  Hal  ini  memacu  pemeran  utama
pada  sistem  imun  didapat,  yaitu  limfosit  T  dan  limfosit  B  sebagian  besar ditemukan  pada  distal  miometrium  sampai  jaringan  janin.  Sedangkan  sistem
imun bawaan, sel NK dan makrofag lebih dominan di desidua. Pengecualian pada T
reg
subset dari sel CD4+CD5+, yang memproduksi
interleukin 10
IL- 10  dan  mengubah
growth  factor
- β1  TGF-β1,  dan  dipercaya  memelihara
toleransi tersebut. Proliferasi dari sel – sel tersebut distimulasi oleh estrogen terdiri  dari  14  dari  sel  CD4
+
pada  awal  desidua.  Koneksi  dari  sitokin  – sitokin  di  uterus  diduga  juga  menjadi  salah  satu  faktor  yang  ikut  membantu
sistem toleransi maternal ini. CD4
+
Th dibagi menjadi 2 yaitu Th1 dan Th2. Sitokin  Th2,  khususnya  yang  imunosupresif  IL-10,  diregulasikan  secara
negatif  oleh  Th1  melalui  efek  umpan  balik.  Sitokin  Th1,  IFNg ,  TNFα  dan
beberapa IL-2 merupakan sitokin penyebab abortus. Selain itu pada penelitian yang  dilakukan  Wegmann
et  al
1993  pada
allopregnancy
didominasi  oleh sitokin  Th2  IL-3,  IL-4,  dan  IL-10  dan    respon  sel  T  ini  selama  kehamilan
disebut fenomena Th2 Hunt
et al.
,2005.
commit to user
21
Gambar 2.3. Skema janin, plasenta dan membran ekstraplasenta dan modifikasi  endometrium desidua Hunt
et al.
, 2005 Kontribusi  janin  dalam  toleransi  sistem  imun  maternal  ini  sangatlah
khas.Pada  gambar  2.3  menunjukkan  bahwa  bagian    janin  yang  berasal  dari
inner cell mass
dari blastokis, dipisahkan dalam sebuah kulit pelindung yang tersusun  dari  sel  –  sel  trofoblas  yang  terbuat  dari  lapisan  trofektoderm  dari
blastokis.  Oleh  karena  itu  trofoblas  bertanggung  jawab  dalam  interaksi dengan lingkungan maternal dan melindungi fetus dari serangan sistem imun
maternal  seperti  yang  diilustrasikan  pada  gambar  2.2,  sel  –  sel  trofoblas mengelakkan  kerusakan  yang  dimediasi  antibodi  yang  diperlihatkan
peningkatan  level  protein  komplemen  regulasi  dan  menurunkan  sel  yang dimediasi sistem imun melalui ekspresi penghambatan dari famili sel B7 dan
famili  TNF.  Seperti  sel  di  desidua,  sel  di  janin  memproduksi  sitokin imunosupresif, kemokin, dan prostaglandin  yang  memperkesil proliferasi  sel
limfosit  T  dan  meningkatkan  level  dari  hormon  yang  dapat  menekan  sistem imun,  seperti  progesteron.  Paling  penting,  sel  trofoblas  meregulasi  ekspresi
dari  gen  HLA  dan  memproduksi  protein  HLA  tersebut.  Selain  itu,  ekspresi
commit to user
22
antigen  di  sel  trofoblas  memprogram  leukosit  maternal  menjadi  jalur  yang konsisten dengan toleransi imun ini Hunt
et al.
,2005; Petroff
et al.
,2003. Kehamilan  dikatakan  sukses,  bila  janin  nyaman  berada  di  uterus
maternal  selama  sembilan  bulan,    dengan  konsep  imunologi  bahwa  janin semialogenik      tapi  mampu  bertahan  hidup  di  dalam  uterus  maternal.
Salah satu  penjelasan  paling  awal  didasarkan  pada  teori  imaturitas  antigenik
mudigah-janin. Hal ini ditolak oleh Billingham 1964  yang memperlihatkan bahwa  berbagai  antigen  tranplantasi  HLA  sudah  ditemukan  pada  masa
mudigah  paling  dini.  Sedangkan  Sir  Peter  Medawar  pada  tahun  1953 menyatakan  bahwa  solusi  terhadap  teka-teki  alograf  janin  mungkin  dapat
dijelaskan oleh adanya suatu netralitas imunologis, kemudian banyak peneliti memfokuskan  diri  pada  penentuan  ekspresi  antigen  kompleks  histo-
kompatibilitas mayor
major  histocompatibility  complex
, MHC di trofoblas. Antigen  leukosit  manusia
human  leukocyte  antigen
,  HLA,  berdasarkan kesepakatan  internasional,  merupakan  analog  kompleks  histokompatibilitas
mayor pada manusia
.
HLA ini memegang peranan penting dalam hal aktivasi respon  imun  baik  yang  bersifat  innate  maupun  adaptif  Townson  dan  Lu,
2000. Gen  HLA  adalah  produk  dari  berbagai  lokus  genetik  MHC  yang
terletak  pada  kromosom  6p21  pada
telomeric  end
dari  region  HLA,  yang regio tersebut terdapat ± 20 – 25 gen HLA kelas I. HLA berdasarkan struktur
dan  fungsinya  terdiri  atas  2  kelas  yaitu  kelas  I    Ia  klasik,  Ib    non  klasik dan kelas II . HLA  Iaklasik yaitu : HLA –A, HLA-B, HLA –C mempunyai
commit to user
23
fungsi  mempresentasikan  fragmen  peptide    antigen  kepada  sel  Limfosit  T sitotoksik    CD8+.  Untuk  kelompok  kelas  Ib  non  klasik  yaitu  :  HLA-E,
HLA-F,  dan  HLA-G.  HLA-G  telah  diketahui  perannya  dalam  menentukan keberhasilan  kehamilan.  HLA  kelas  II  yang  sering  dikenal  adalah  HLA  –
DP,HLA-DQ dan HLA-DR yang berfungsi untuk mempresentasikan fragmen peptide  antigen kepada sel limfosit  T helper  CD4++. Hunt
et al.
,2005 Salah  satu  perbedaan  antara  gen  HLA  kelas  Ia  dan  Ib  bahwa  pada
HLA  kelas  Ia  merupakan  polimorfik  yang  tinggi  dengan  banyak  alel, sedangkan HLA kelas Ib mempunyai sedikit varian. Perbedaan utama terlihat
pada  glikoprotein  yang  dihubungkan  dengan  dua  subset  dari  kelas  I.  Secara umum  antigen  kelas  Ia  merupakan
membrane  bound
.  Sedangkan,  salah  satu antigen kelas Ib, HLA-G merupakan
spliced
alternatif, tujuh
spliced
alternatif transkripsi  sudah  diidentifikasi,  empat  diprediksikan  mengkode
membrane bound
dan  tiga  diprediksikan  mengkode
soluble  protein
.  Perbedaan  terakhir adalah  bahwa  ekspresi  dari  antigen  kelas  Ia  terdapat  dimana  –  mana,
sedangkan antigen kelas Ib hanya pada jaringan atau organ spesifik dan atau kondisional.
Sel trofoblas mengekspresikan satu molekul kelas Ia yaitu HLA-C dan tiga  molekul  kelas  Ib.  Gen  HLA-C  merupakan  polimorfik  yang  sedang  dan
dapat  menstimulasi  maternal  anti-fetus  imunitas  didapat  jika  alel  paternal berbeda  dengan  maternal.  perbedaan  alel  pada  lokus  gen  HLA-C  tidak
terbukti menjadi penyebab infetilitas atau terminasi kehamilan. Antigen HLA kelas  I  lainnya  yang  diekspresikan  trofoblas  adalah  HLA-E,  -F  and  –G.
commit to user
24
Antigen  kelas  Ib  dibedakan  oleh  rendahnya  jumlah  alel  yang  berbeda  pada level  protein.  Sebagai  contoh  HLA-E  mempunyai  dua  alel  dan  HLA-G
mempunyai lima alel. Selain itu, kebanyakan polimorfisme pada gen HLA-G tidak merubah sekuen asam amino dan dibanding dengan antigen kelas I yang
lain,  HLA-G  lebih  sedikit  terjadi  polimorfisme  pada  regio  kodingnya, sehingga  melindungi  trofoblas  terhadap  serangan  sel  NK  uterus.  Pada  HLA-
G,  polimorfisme  terdapat  pada  regio  pengatur  pada  ujung  5’  5’  URR  dan regio  3’  yang  tidak  mengalami  transkripsi  3’  UTR.  Komite  nomenklatur
WHO  menetapkan  lima  belas  alel  untuk  berbagai  faktor  yang  terdapat  pada sistem HLA. Namun demikian, hanya lima protein HLA-G dengan substitusi
asam  amino  sederhana  yang  dijelaskan  dalam  literatur.  Dua  di  antaranya adalah  produk  substitusi  pada  exon  2  yaitu  alel  G0101  dan  G0103,  satu
pada  exon  3  alel  G1040X,  satu  pada  exon  4  alel  G0106  dan  satu  lagi delesi  pada  codon  5  G0105.  HLA-G  memiliki  kode  protein  yang  hampir
monomorfik,  yang  berlawanan  dengan  HLA  kelas  Ia  dan  II  yang  sangat polimorfik.  Oleh  karena  itu  antigen  ini  dianggap  sebagai  bagian  tubuh
maternal  itu  sendiri  sehingga  tidak  memicu  respon  imun  maternal  terhadap trofoblas  janin  yang  mengekspresikan  HLA-G  Mor,  2006;  Kitburn  dan
Wang, 2000; Weetman, 2003 Untuk  menjelaskan  ekspresi  HLA-G,  perlu  dipahami  sifat  populasi
limfosit    pada  desidua  manusia.  Limfosit  granular  besar  uterus  adalah  sel khusus  yang  diperkirakan  sel  limfoid,  berasal  dari  sumsum  tulang  dan
merupakan  turunan  sel  natural  killer  NK.  Sel  ini  terdapat  dalam  jumlah
commit to user
25
besar  hanya  pada  fase  midluteal  siklus  –  pada  waktu  diharapkan  terjadinya implantasi.  LGL  ini  memiliki  fenotipe  CD56  atau
neural  cell  adhesion molecule
di  permukaannya.  Saat  terjadi  implantasi  blastokista,  sel  ini  akan menetap di desidua selama minggu-minggu pertama kehamilan. Diperkirakan
bahwa  LGL  terlibat  dalam  pengendalian  invasi  trofoblas.  Peningkatan aktifitas sel NK menyebabkan kegagalan invasi trofoblas Martina,2006. Sel
ini  mensekresi  sejumlah  besar
granulocytemacrophage-colony  stimulating factor
GM-CSF, yang mengisyaratkan bahwa LGL pada desidua trimester I berada  dalam  keadaan  aktif.  Hal  ini  mendorong  Jokhi  1994  berasumsi
bahwa  GM-CSF  mungkin  berfungsi  terutama  bukan  untuk  mendorong replikasi  trofoblas  tetapi  lebih  untuk  mencegah  apoptosis  trofoblas.  Menurut
teori  ini,  LGL  dan  bukan  limfosit  T-lah  yang  terutama  bertanggung  jawab atas ketahanan imunologik pada desidua Norma dan Serrano, 2006.
HLA-G  diekspresikan  hanya  pada  manusia.  Bahkan,  antigen  HLA-G hanya  ditemui  pada  sitotrofoblas  ekstravilus  di  desidua  basalis  dan  corion
laeve.  Selama  kehamilan,  terjadi  peningkatan  HLA-G  Hunt
et  al.
,  2000. Dihipotesiskan  bahwa  HLA-G  secara  imunologis  bersifat  permisif  terhadap
ketidakcocokan  antigen  antara  ibu  dan  janinnya.  HLA-G  dapat  melindungi trofoblas  dari  intoleransi  imun  maternal-fetal  dan  memungkinkan  sel  ini
menginvasi  uterus.  Rendahnya  bahkan  tidak  adanya  ekspresi  HLA-G mencegah trofoblas menginvasi jaringan maternal dan sistim vaskular dengan
benar.  Kegagalan  invasi  ini  dapat  mengakibatkan  defek  plasenta  yang berakibat adanya penurunan aliran darah utero plasenta Martina, 2006.
commit to user
26
Selama  kehamilan,  sistem  imun  ibu  kontak  langsung  dengan  sel  dan jaringan janin yang bersifat semi alogenik. Sehingga, harus terdapat berbagai
mekanisme untuk memodulasi dan mengurangi respon sistem imun maternal tersebut.  HLA-G  dalam  menghambat  aktivasi  sinyal  pada  leukosit  desidua
memerlukan  reseptor  HLA-G  yang  tepat.  Reseptor
immunoglobulin-like transcript
ILT  merupakan  reseptor HLA-G  utama  yang  diekspresikan  oleh sel  limfosit  T,  sel  limfosit  B,  sel  NK  dan  sel  fagosit  mononuklear,  sehingga
membatalkan  aktivasi  sinyal  yang  diterima  oleh  sel  –  sel  tersebut.  Beberapa penelitian melaporkan bahwa  ILT4 merupakan reseptor untuk HLA-G. ILT4
ini  dominan  terdapat  pada  monosit,  makrofag,  sel  dendritik  dan  sel-  sel sejenis,  yang  merupakan  populasi  leukosit  kedua  terbanyak  pada  desidua
manusia. Selain  ILT4, reseptor HLA-G  yang lain,  yaitu  ILT2.   ILT2 banyak terdapat  pada  sel  T  dan  sel  B,  namun  sedikit  pada  sel  fagosit  mononuklear.
Meskipun  ILT2  hanya  sedikit  terdapat  pada  sel  fagosit  mononuklear,  ILT2 tidak dapat diekslusikan, karena penelitian akhir – akhir ini pada sel makrofag
dilaporkan  bahwa  kedua  reseptor  baik  ILT4  maupun  ILT2  memperlihatkan ikatan  isoform  spesifik.  HLA-G  mengaktifkan  jalur,  melalui  ILT2ILT4
termasuk  tirosin  fosforilasi,  asosiasi  SHP-1  dan  regulasi  kalsium,  yang diterjemahkan dengan ekspresi dari  gen spesifik  pada leukosit desidua,  yang
diperlukan untuk memprogram sel dalam kehamilan yang tepat. Reseptor lain HLA-G  adalah
killer  Ig-like  receptor  2 DL4
KIR2DL4  yang  terdapat  pada endosom dan pada membran sel. KIR2DL4 merupakan reseptor aktivasi yang
commit to user
27
menstimulasi  sel  NK  memproduksi  sitokin  inflamasi.  Hviid,  2006;  Hunt, 2005; Yan dan Fan, 2005
Gambar 2.4. Reseptor HLA-G Hunt et al., 2005
C. PERANAN HLA-G PADA PJT
Penyebab  terjadi  PJT  salah  satunya  adalah  adanya  gangguan  aliran darah  uteroplasenta,  yang  sering  tidak  diketahui  penyebabnya.  Kondisi  ini
dihubungkan  dengan  gangguan  toleransi  sistem  imun  maternal.  Adanya gangguan  toleransi  sistem  imun  maternal  ini  akan  berakibat  pada  gangguan
invasi  tofoblas  ke  desidua,  saat  proses  implantasi  dan  plasentasi  sehingga terjadi  gangguan  invasi  plasenta  yang  akan  menyebabkan  penurunan  perfusi
uteroplasenta.  Invasi  trofoblas  yang  tidak  adekuat  inilah  yang  dapat menyebabkan  PJT,  karena  pasokan  aliran  darah  yang  kurang  sehingga
pasokan nutrisi dari ibu ke janin pun berkurang. HLA –G adalah salah satu hal yang akhir – akhir ini dianggap paling
berperan  dalam  proses  toleransi  imun  maternal  pada
materno-fetointerface
. HLA-G  merupakan  molekul  MHC  kelas  Ib  non  klasik,  bersifat  monomorfik