commit to user
14
CPR, vena umbilikalis VU, dan duktus venosus DV Arantii. Merz, 2005; Barness, 2004
6. Penatalaksanaan
Bila janin sudah didiagnosis mengalami PJT, maka harus disiapkan pengawasan perinatal janin dan waktu terminasi yang optimal.
Pengawasan ante partum yang diperlukan antara lain: POGI,2006 a.
Non Stress Test NST
. Merupakan tes terpenting, karena menentukan apakah keadaan janin berbahaya atau tidak. Penurunan variabilitas
denyut jantung janin, hilangnya reaktivitas, kurangnya akselerasi, dan timbulnya deselerasi variabel, merupakan tanda-tanda lemahnya
pertahanan janin dan terminasi perlu segera dilakukan.
NST
dilakukan antara seminggu sekali sampai tiap hari tergantung keadaan klinisnya.
Indikasi
NST
tiap hari adalah PJT berat dengan rasio SD 6. b.
Contraction Stress Test CST
dan
Biophisic Score BPS
Biophysical profile BPP
, dapat digunakan pada
NST
abnormal. Bila hasilnya
fetal compromise
maka harus terminasi segera. Pada keadaan dimana tidak terdapat tes-tes pelengkap ini, maka
NST
cukup untuk memutuskan terminasi kehamilan segera.
c. Volume cairan amnion, penting untuk mengetahui perkembangan
janin PJT. Sebaiknya dilakukan tiap minggu dan frekuensi
NST
ditingkatkan bila terjadi penurunan jumlah cairan amnion. Kriteria USG terpenting
yang menunjukkan
fetal compromise
adalah oligohidramnion.
commit to user
15
d. Amniosentesis, pada janin PJT sebaiknya dilakukan tiap minggu mulai
usia kehamilan 36 minggu dan kehamilan segera diakhiri jika paru-paru telah matur.
e. Cordosentesis. Sampel darah korda umbilikalis jarang diindikasikan
untuk PJT. Terutama adalah kecurigaan defek kromosom sehingga diperlukan penentuan kariotipe janin. Ada pula yang menyarankan
pemeriksaan ini untuk mengetahui tingkat hipoksia dan asidosis janin. Nicolini dkk justru menemukan bahwa sampling korda umbilikalis
berbahaya bagi janin PJT, karena sering mengalami bradikardi yang lama dan berat saat prosedur ini.
Manajemen persalinan merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan janin PJT. Hal ini disebabkan karena selain defek
kongenital, asfiksia intra partum merupakan penyebab utama morbiditas perinatal janin PJT.
Dilakukan terminasi kehamilan bila ditemukan POGI,2006 : a.
Rasio FLAC biometri ≥ 26, janin termasuk PJT berat.
b. Doppler velocimetri arteri atau vena umbilikalis PI
≥ 1,8 yang disertai AEDFREDF
c. AFI
≤ 4 d.
BPS memburuk e.
KTG : deselerasi lambat f.
Tambahan : Doppler a.uterina, MCA,DV Dilakukan terminasi mutlak bila : a,b, dan c terpenuhi.
commit to user
16
Umur Kehamilan : a.
≥ 37 minggu : terminasi kehamilan dengan seksio sesaria atau pervaginam bila
Bishop score
≥ 5. b.
32-36 minggu : konservatif selama 10 hari dapat berlangsung lebih dari 50 kasus KRT terutama preeklampsia.
c.
32 minggu : perawatan konservatif tidak menjanjikan, sebagian besar kasus berakhir dengan terminasi.
Bila pertumbuhan janin masih berlangsung, terminasi pada kehamilan 38 minggu. Namun, bila pertumbuhan janin tidak ada dan
maturitas paru cukup biasanya pada kehamilan 35 minggu dilakukan terminasi dengan cara :
a. Janin reaktif : Induksi persalinan didahului dengan pematangan serviks
b. Janin non reaktif atau terdapat gejala gawat janin : seksio sesarea
c. Jika terdapat oligohidramnion berat disarankan untuk perabdominan
.
Bila
surveillance
janin abnormal pada usia kehamilan kurang dari 38 minggu maka harus diperiksa rasio lecitinspingomielin air ketuban.
Bila paru janin telah matang LS ≥ 2 maka dilakukan terminasi
kehamilan apabila : 1 uji beban kontraksi positif, 2 oligohidramnion, 3 BPD tidak bertambah lagi risiko tinggi disfungsi otak janin.
Pada PJT dengan usia kehamilan masih preterm, umumnya tidak ada suatu tindakan tertentu yang dapat memperbaiki keadaan. Pertama,
dipastikan bahwa tidak ada kelainan kongenital yang berat seperti trisomi dan sebagainya untuk menghindari intervensi bedah yang tidak perlu.
commit to user
17
Umumnya terminasi kehamilan pada PJT berat preterm lebih menguntungkan daripada membiarkan kehamilan berlangsung lama karena
biasanya fetus yang demikian sudah cukup matang untuk hidup jika : 1 persalinan dapat berlangsung cepat dan tidak membiarkan risiko gawat
bertambah, 2 tersedia monitoring ketat saat persalinan, 3 perawatan intensif perinatal segera sejak neonatus lahir.
Terapi lain yang mungkin dapat dipertimbangkan antara lain
Bed rest
, walaupun masih dipertanyakan manfaatnya, karena tidak ada perbedaan keluaran janin antara perawatan
bed rest
dengan perawatan jalanambulatoir. Terapi nutrisi dengan protein tinggi,
balanced energyprotein supplementation
protein 25 energi total dapat mengurangi PJT. Kurang bukti bahwa pemberian oksigen, obat-obat
seperti : Ca
channel blocker, beta mimetic
dan magnesium menguntungkan dan efektif mencegah PJT. Meta analisis yang melibatkan
13.000 ibu hamil didapatkan bahwa pemberian aspirin dapat mengurangi kejadian PJT tetapi gagal dalam meningkatkan keluaran perinatal.
Pemberian aspirin pada kehamilan risiko tinggi tidak mengurangi kejadian PJT tetapi mengurangi preterm. Cunningham
et al.
, 2005; Roeshadi, 2004; Peleg
et al.
, 2004. B.
PERAN HLA-G PADA KEHAMILAN
Sistem imun merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sel – sel dan molekul – molekul yang memiliki peranan khusus dalam menciptakan suatu
sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi maupun benda asing. Kehamilan adalah suatu hasil proses yang komplek dari koordinasi sistem imun fetus dan
commit to user
18
sistem imun ibu. Meskipun plasenta merupakan suatu barier antara sirkulasi maternal dan fetal, tetapi fetal alloantigen tetap dapat mencapai sirkulasi
maternal. Keberhasilan sistem toleransi imunologi ini akan dapat mempertahankan kelangsungan proses embryogenesis sampai mencapai
kehamilan aterm yang normal. Embrio sendiri merupakan benda asing bagi tubuh maternal, sehingga uterus sebagai organ tempat kehamilan berlangsung
tentu memiliki peranan penting dalam penerimaan embrio Sumapraja K, 2008. Lapisan endometrium uterus dapat dianggap sebagai jaringan limfoid
tersier. Hal ini dikarenakan leukosit ditemukan dalam jumlah cukup banyak baik pada stroma maupun epitel endometrium. Sel leukosit ditemukan
menyebar maupun berkelompok bersebelahan dengan kelenjar endometrium pada stratum basalis, dan pola ini tidak akan berubah sepanjang siklus haid.
Namun, jumlah sel leukosit pada stratum fungsional akan berbeda pada setiap fase dari siklus haid. Yang paling menonjol adalah perubahan pada jumlah sel
Natural Killer
NK. Jumlah sel NK akan meningkat secara bermakna pascaovulasi dan jumlahnya akan tetap banyak pada lapisan desidua saat usia
kehamilan dini Loke dan King, 2002. Janin mewarisi setengah genom dari ayahnya maka mau tidak mau sel
janin mengekspresikan peptida yang mirip dengan ayahnya. Hal ini tentu memicu reaksi penolakan oleh sistem imun meternal. Namun, terdapat suatu
mekanisme toleransi sistem imun maternal terhadap antigen paternal janin, sehingga muncul teori mengenai peranan plasenta sebagai barier imun bagi
antigen paternal janin, sehingga tidak terjadi penolakan oleh sistem imun
commit to user
19
maternal. Selain itu terjadi perubahan pada sistem imun maternal selama
kehamilan sehingga memicu reaksi toleransi terhadap jaringan janin Huppertz dan John, 2008.
Dalam kehamilan jaringan plasentalah yang akan langsung mengadakan kontak dengan sistem imun maternal. Ini disebabkan sel – sel
trofoblas akan menginvasi hingga ke pembuluh darah maternal. Namun, satu dari fungsi yang paling menarik dari plasenta adalah regulasi respon imun
maternal, yakni
fetal
sebagai
semi allograf
mengalami toleransi selama masa kehamilan. Trofoblas merupakan faktor yang penting terhadap fenomena ini
karena trofoblas terbentang pada
maternal fetal interface
, tempat terjadi kontak langsung dengan sistem imun maternal.
Terjadinya toleransi sistem imun maternal ini memunculkan beberapa hipotesis, antara lain hipotesis mengenai Ekspresi HLA-G di sel – sel
trofoblas. Sel – sel
sinsisiotrofoblas
tersebut mengekspresikan salah satu HLA nonklasik, yaitu HLA-G. HLA-G berinteraksi dengan
Killing Inhibitory Receptor
KIR dan akan menekan aktivitas sitotoksisitas dari sel NK, sehingga memicu toleransi sistem imun maternal Billington, 2003.
Gambar 2.2. Mekanisme yang mendasari toleransi sistem imun maternal
Hunt
et al.
, 2005
commit to user
20
Selama kehamilan di dalam uterus terjadi perubahan yang dramatis pada subpopulasi leukosit endomertrium, hal ini sebagai konsekuensi dari
implantasi janin di uterus maternal. Setelah terjadi reaksi inflamasi singkat yang disebabkan oleh penerobosan blastokis pada epitel uterus, mengubah
endometrium desidua yang ditempati menjadi sebuah pola proteksi lokal yang disediakan oleh sistem imun bawaan. Hal ini memacu pemeran utama
pada sistem imun didapat, yaitu limfosit T dan limfosit B sebagian besar ditemukan pada distal miometrium sampai jaringan janin. Sedangkan sistem
imun bawaan, sel NK dan makrofag lebih dominan di desidua. Pengecualian pada T
reg
subset dari sel CD4+CD5+, yang memproduksi
interleukin 10
IL- 10 dan mengubah
growth factor
- β1 TGF-β1, dan dipercaya memelihara
toleransi tersebut. Proliferasi dari sel – sel tersebut distimulasi oleh estrogen terdiri dari 14 dari sel CD4
+
pada awal desidua. Koneksi dari sitokin – sitokin di uterus diduga juga menjadi salah satu faktor yang ikut membantu
sistem toleransi maternal ini. CD4
+
Th dibagi menjadi 2 yaitu Th1 dan Th2. Sitokin Th2, khususnya yang imunosupresif IL-10, diregulasikan secara
negatif oleh Th1 melalui efek umpan balik. Sitokin Th1, IFNg , TNFα dan
beberapa IL-2 merupakan sitokin penyebab abortus. Selain itu pada penelitian yang dilakukan Wegmann
et al
1993 pada
allopregnancy
didominasi oleh sitokin Th2 IL-3, IL-4, dan IL-10 dan respon sel T ini selama kehamilan
disebut fenomena Th2 Hunt
et al.
,2005.
commit to user
21
Gambar 2.3. Skema janin, plasenta dan membran ekstraplasenta dan modifikasi endometrium desidua Hunt
et al.
, 2005 Kontribusi janin dalam toleransi sistem imun maternal ini sangatlah
khas.Pada gambar 2.3 menunjukkan bahwa bagian janin yang berasal dari
inner cell mass
dari blastokis, dipisahkan dalam sebuah kulit pelindung yang tersusun dari sel – sel trofoblas yang terbuat dari lapisan trofektoderm dari
blastokis. Oleh karena itu trofoblas bertanggung jawab dalam interaksi dengan lingkungan maternal dan melindungi fetus dari serangan sistem imun
maternal seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.2, sel – sel trofoblas mengelakkan kerusakan yang dimediasi antibodi yang diperlihatkan
peningkatan level protein komplemen regulasi dan menurunkan sel yang dimediasi sistem imun melalui ekspresi penghambatan dari famili sel B7 dan
famili TNF. Seperti sel di desidua, sel di janin memproduksi sitokin imunosupresif, kemokin, dan prostaglandin yang memperkesil proliferasi sel
limfosit T dan meningkatkan level dari hormon yang dapat menekan sistem imun, seperti progesteron. Paling penting, sel trofoblas meregulasi ekspresi
dari gen HLA dan memproduksi protein HLA tersebut. Selain itu, ekspresi
commit to user
22
antigen di sel trofoblas memprogram leukosit maternal menjadi jalur yang konsisten dengan toleransi imun ini Hunt
et al.
,2005; Petroff
et al.
,2003. Kehamilan dikatakan sukses, bila janin nyaman berada di uterus
maternal selama sembilan bulan, dengan konsep imunologi bahwa janin semialogenik tapi mampu bertahan hidup di dalam uterus maternal.
Salah satu penjelasan paling awal didasarkan pada teori imaturitas antigenik
mudigah-janin. Hal ini ditolak oleh Billingham 1964 yang memperlihatkan bahwa berbagai antigen tranplantasi HLA sudah ditemukan pada masa
mudigah paling dini. Sedangkan Sir Peter Medawar pada tahun 1953 menyatakan bahwa solusi terhadap teka-teki alograf janin mungkin dapat
dijelaskan oleh adanya suatu netralitas imunologis, kemudian banyak peneliti memfokuskan diri pada penentuan ekspresi antigen kompleks histo-
kompatibilitas mayor
major histocompatibility complex
, MHC di trofoblas. Antigen leukosit manusia
human leukocyte antigen
, HLA, berdasarkan kesepakatan internasional, merupakan analog kompleks histokompatibilitas
mayor pada manusia
.
HLA ini memegang peranan penting dalam hal aktivasi respon imun baik yang bersifat innate maupun adaptif Townson dan Lu,
2000. Gen HLA adalah produk dari berbagai lokus genetik MHC yang
terletak pada kromosom 6p21 pada
telomeric end
dari region HLA, yang regio tersebut terdapat ± 20 – 25 gen HLA kelas I. HLA berdasarkan struktur
dan fungsinya terdiri atas 2 kelas yaitu kelas I Ia klasik, Ib non klasik dan kelas II . HLA Iaklasik yaitu : HLA –A, HLA-B, HLA –C mempunyai
commit to user
23
fungsi mempresentasikan fragmen peptide antigen kepada sel Limfosit T sitotoksik CD8+. Untuk kelompok kelas Ib non klasik yaitu : HLA-E,
HLA-F, dan HLA-G. HLA-G telah diketahui perannya dalam menentukan keberhasilan kehamilan. HLA kelas II yang sering dikenal adalah HLA –
DP,HLA-DQ dan HLA-DR yang berfungsi untuk mempresentasikan fragmen peptide antigen kepada sel limfosit T helper CD4++. Hunt
et al.
,2005 Salah satu perbedaan antara gen HLA kelas Ia dan Ib bahwa pada
HLA kelas Ia merupakan polimorfik yang tinggi dengan banyak alel, sedangkan HLA kelas Ib mempunyai sedikit varian. Perbedaan utama terlihat
pada glikoprotein yang dihubungkan dengan dua subset dari kelas I. Secara umum antigen kelas Ia merupakan
membrane bound
. Sedangkan, salah satu antigen kelas Ib, HLA-G merupakan
spliced
alternatif, tujuh
spliced
alternatif transkripsi sudah diidentifikasi, empat diprediksikan mengkode
membrane bound
dan tiga diprediksikan mengkode
soluble protein
. Perbedaan terakhir adalah bahwa ekspresi dari antigen kelas Ia terdapat dimana – mana,
sedangkan antigen kelas Ib hanya pada jaringan atau organ spesifik dan atau kondisional.
Sel trofoblas mengekspresikan satu molekul kelas Ia yaitu HLA-C dan tiga molekul kelas Ib. Gen HLA-C merupakan polimorfik yang sedang dan
dapat menstimulasi maternal anti-fetus imunitas didapat jika alel paternal berbeda dengan maternal. perbedaan alel pada lokus gen HLA-C tidak
terbukti menjadi penyebab infetilitas atau terminasi kehamilan. Antigen HLA kelas I lainnya yang diekspresikan trofoblas adalah HLA-E, -F and –G.
commit to user
24
Antigen kelas Ib dibedakan oleh rendahnya jumlah alel yang berbeda pada level protein. Sebagai contoh HLA-E mempunyai dua alel dan HLA-G
mempunyai lima alel. Selain itu, kebanyakan polimorfisme pada gen HLA-G tidak merubah sekuen asam amino dan dibanding dengan antigen kelas I yang
lain, HLA-G lebih sedikit terjadi polimorfisme pada regio kodingnya, sehingga melindungi trofoblas terhadap serangan sel NK uterus. Pada HLA-
G, polimorfisme terdapat pada regio pengatur pada ujung 5’ 5’ URR dan regio 3’ yang tidak mengalami transkripsi 3’ UTR. Komite nomenklatur
WHO menetapkan lima belas alel untuk berbagai faktor yang terdapat pada sistem HLA. Namun demikian, hanya lima protein HLA-G dengan substitusi
asam amino sederhana yang dijelaskan dalam literatur. Dua di antaranya adalah produk substitusi pada exon 2 yaitu alel G0101 dan G0103, satu
pada exon 3 alel G1040X, satu pada exon 4 alel G0106 dan satu lagi delesi pada codon 5 G0105. HLA-G memiliki kode protein yang hampir
monomorfik, yang berlawanan dengan HLA kelas Ia dan II yang sangat polimorfik. Oleh karena itu antigen ini dianggap sebagai bagian tubuh
maternal itu sendiri sehingga tidak memicu respon imun maternal terhadap trofoblas janin yang mengekspresikan HLA-G Mor, 2006; Kitburn dan
Wang, 2000; Weetman, 2003 Untuk menjelaskan ekspresi HLA-G, perlu dipahami sifat populasi
limfosit pada desidua manusia. Limfosit granular besar uterus adalah sel khusus yang diperkirakan sel limfoid, berasal dari sumsum tulang dan
merupakan turunan sel natural killer NK. Sel ini terdapat dalam jumlah
commit to user
25
besar hanya pada fase midluteal siklus – pada waktu diharapkan terjadinya implantasi. LGL ini memiliki fenotipe CD56 atau
neural cell adhesion molecule
di permukaannya. Saat terjadi implantasi blastokista, sel ini akan menetap di desidua selama minggu-minggu pertama kehamilan. Diperkirakan
bahwa LGL terlibat dalam pengendalian invasi trofoblas. Peningkatan aktifitas sel NK menyebabkan kegagalan invasi trofoblas Martina,2006. Sel
ini mensekresi sejumlah besar
granulocytemacrophage-colony stimulating factor
GM-CSF, yang mengisyaratkan bahwa LGL pada desidua trimester I berada dalam keadaan aktif. Hal ini mendorong Jokhi 1994 berasumsi
bahwa GM-CSF mungkin berfungsi terutama bukan untuk mendorong replikasi trofoblas tetapi lebih untuk mencegah apoptosis trofoblas. Menurut
teori ini, LGL dan bukan limfosit T-lah yang terutama bertanggung jawab atas ketahanan imunologik pada desidua Norma dan Serrano, 2006.
HLA-G diekspresikan hanya pada manusia. Bahkan, antigen HLA-G hanya ditemui pada sitotrofoblas ekstravilus di desidua basalis dan corion
laeve. Selama kehamilan, terjadi peningkatan HLA-G Hunt
et al.
, 2000. Dihipotesiskan bahwa HLA-G secara imunologis bersifat permisif terhadap
ketidakcocokan antigen antara ibu dan janinnya. HLA-G dapat melindungi trofoblas dari intoleransi imun maternal-fetal dan memungkinkan sel ini
menginvasi uterus. Rendahnya bahkan tidak adanya ekspresi HLA-G mencegah trofoblas menginvasi jaringan maternal dan sistim vaskular dengan
benar. Kegagalan invasi ini dapat mengakibatkan defek plasenta yang berakibat adanya penurunan aliran darah utero plasenta Martina, 2006.
commit to user
26
Selama kehamilan, sistem imun ibu kontak langsung dengan sel dan jaringan janin yang bersifat semi alogenik. Sehingga, harus terdapat berbagai
mekanisme untuk memodulasi dan mengurangi respon sistem imun maternal tersebut. HLA-G dalam menghambat aktivasi sinyal pada leukosit desidua
memerlukan reseptor HLA-G yang tepat. Reseptor
immunoglobulin-like transcript
ILT merupakan reseptor HLA-G utama yang diekspresikan oleh sel limfosit T, sel limfosit B, sel NK dan sel fagosit mononuklear, sehingga
membatalkan aktivasi sinyal yang diterima oleh sel – sel tersebut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ILT4 merupakan reseptor untuk HLA-G. ILT4
ini dominan terdapat pada monosit, makrofag, sel dendritik dan sel- sel sejenis, yang merupakan populasi leukosit kedua terbanyak pada desidua
manusia. Selain ILT4, reseptor HLA-G yang lain, yaitu ILT2. ILT2 banyak terdapat pada sel T dan sel B, namun sedikit pada sel fagosit mononuklear.
Meskipun ILT2 hanya sedikit terdapat pada sel fagosit mononuklear, ILT2 tidak dapat diekslusikan, karena penelitian akhir – akhir ini pada sel makrofag
dilaporkan bahwa kedua reseptor baik ILT4 maupun ILT2 memperlihatkan ikatan isoform spesifik. HLA-G mengaktifkan jalur, melalui ILT2ILT4
termasuk tirosin fosforilasi, asosiasi SHP-1 dan regulasi kalsium, yang diterjemahkan dengan ekspresi dari gen spesifik pada leukosit desidua, yang
diperlukan untuk memprogram sel dalam kehamilan yang tepat. Reseptor lain HLA-G adalah
killer Ig-like receptor 2 DL4
KIR2DL4 yang terdapat pada endosom dan pada membran sel. KIR2DL4 merupakan reseptor aktivasi yang
commit to user
27
menstimulasi sel NK memproduksi sitokin inflamasi. Hviid, 2006; Hunt, 2005; Yan dan Fan, 2005
Gambar 2.4. Reseptor HLA-G Hunt et al., 2005
C. PERANAN HLA-G PADA PJT
Penyebab terjadi PJT salah satunya adalah adanya gangguan aliran darah uteroplasenta, yang sering tidak diketahui penyebabnya. Kondisi ini
dihubungkan dengan gangguan toleransi sistem imun maternal. Adanya gangguan toleransi sistem imun maternal ini akan berakibat pada gangguan
invasi tofoblas ke desidua, saat proses implantasi dan plasentasi sehingga terjadi gangguan invasi plasenta yang akan menyebabkan penurunan perfusi
uteroplasenta. Invasi trofoblas yang tidak adekuat inilah yang dapat menyebabkan PJT, karena pasokan aliran darah yang kurang sehingga
pasokan nutrisi dari ibu ke janin pun berkurang. HLA –G adalah salah satu hal yang akhir – akhir ini dianggap paling
berperan dalam proses toleransi imun maternal pada
materno-fetointerface
. HLA-G merupakan molekul MHC kelas Ib non klasik, bersifat monomorfik