PEMBANGUNAN KAPASITAS KELEMBAGAAN (Studi Pada Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Lampung)

(1)

ABSTRAK

PEMBANGUNAN KAPASITAS KELEMBAGAAN (Studi Pada Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Lampung)

Oleh:

M Gerry Kartadilaga

Keterbukaan informasi publik di Indonesia menemui titik terangnya setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sebagai pelaksana undang-undang ini maka dibentuklah Komisi Informasi di setiap daerah. Provinsi Lampung merupakan provinsi ke tujuh yang telah membentuk Komisi Informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pembangunan kapasitas kelembagaan dari komisi informasi di provinsi Lampung. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, pengamatan dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif yang terdiri dari tiga hal yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Pembangunan kapasitas kelembagaan Komisi Informasi Provinsi Lampung akan dilihat dari 3 (tiga) aspek: (1) Aspek Sistem; (2) Aspek Kelembagaan; (3) Aspek Sumber Daya Manusia. Berdasarkan pengumpulan data dan pengamatan di lapangan maka dapat diketahui bahwa pembangunan kapasitas kelembagaan pada Komisi Informasi Provinsi Lampung belum maksimal. Dari aspek sistem, perlu adanya tambahan peraturan terutama mengenai kekuatan putusan dari Komisi Informasi kepastian hukum tetap terjaga. Dari aspek kelembagaan, pemenuhan akan kebutuhan sarana pra sarana seperti gedung, kelengkapan perangkat kerja belum terlaksana dengan baik. Dari aspek sumber daya manusia, perlunya penambahan tenaga sekretariatan Komisi Informasi Provinsi Lampung dan pengadaan pelatihan dan pendidikan baik kepada komisioner maupun tenaga sekretariatan.


(2)

ABSTRACT

INSTITUTIONAL CAPACITY BUILDING

(Studies in Public Information Commission (KIP) Lampung Province) by:

Gerry M Kartadilaga

Disclosure of public information in Indonesia see bright spot after the issuance of Law No. 14 of 2008 on Public Information. As executor of this law will be established in each region the Information Commission. Lampung province is a province of the seven who had formed the Information Commission. This study aims to determine and analyze the development of institutional capacity in the province of Lampung commission information. The approach of this study used a qualitative approach, where data collection is done through in-depth interviews, observation and documentation. Analysis of data using an interactive model that consists of three things: data reduction, data presentation and drawing conclusions.

Institutional capacity building Lampung Province Information Commission will be seen from the 3 (three) aspects: (1) Aspect Systems, (2) Institutional Aspects, (3) Aspects of Human Resources. Based on data collection and field observation it is known that the development of institutional capacity in Lampung Province Information Commission is not maximized. From the aspect of the system, the need for additional regulation, especially concerning the power of Information Commission decision rule of law is maintained. From the institutional aspect, the fulfillment of the need for a means of pre facilities such as buildings, the completeness of the work has not been performing well. From the aspect of human resources, the need for the addition of Lampung Province sekretariatan Information Commission and the provision of training and education to both the commissioner and staff sekretariatan.


(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hak setiap masyarakat untuk memperoleh informasi dijamin oleh konstitusi Republik Indonesia. Hal ini dijamin dalam Undang-Undnag Dasar Tahun 1945 pasal 28F menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Tataran kehidupan demokrasi dimana rakyat merupakan puncak kedaulatan, rakyat berhak melihat, mengawasi dan mengkritisi apa yang dilakukan oleh pemerintah dan penyelenggara pemerintahan. Lembaga penyelenggara pemerintahan sendiri harus menerapkan kebijakan yang sesuai dan bertujuan untuk kemakmuran rakyat banyak. Keterbukaan dan transparansi informasi merupakan hal yang sangat esensial dalam penerapan fungsi pengawasan langsung oleh rakyat. Transparansi informasi juga merupakan salah satu pondasi good governance. Informasi yang terbuka dan transparan menjadikan rakyat dapat melihat setiap kebijakan dan alur kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan informasi yang serba tertutup, memberikan ruang gerak yang sempit bagi rakyat untuk melakukan pengawasan. Imbasnya, keadaan yang serba tertutup


(4)

tersebut mengarah pada degradasi (penurunan) kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Terlebih lagi sistem yang tertutup menciptakan peluang besar bagi pemerintah untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan karena apa yang mereka lakukan tidak diawasi oleh rakyat secara langsung.

Keterbukaan atau transparansi berarti aturan dan prosedur yang digunakan dalam pelayanan kepada publik dapat diketahui umum, penganggaran melalui mekanisme APBN/APBD dapat diakses oleh masyarakat, visi misi, program dan kegiatan suatu instansi dapat diterima oleh umum. Transparan memiliki tolak ukur penting biasanya diberlakukan untuk membuat pejabat pemerintah bertanggung-jawab dalam penggunaan uang rakyat, bertanggungjawab terhadap kewajiban yang diemban, bertanggungjawab terhadap janji yang sudah sampaikan kepada masyarakat luas. Indikator keberhasilan tranparansi adalah kekuatan sistem yang dibangun untuk meredam prilaku korupsi berupa penurunan jumlah kasus korupsi pada instansi tertentu. Jika semuanya akan terlihat transparan maka akan lebih kecil kemungkinan pemerintah untuk menyalahgunakannya untuk kepentingan sendiri.

Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus Duham. Pada 1946, majelis umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menilai bahwa hak ini penting bagi perjuangan hak-hak yang lainnya. Hak ini menjadi sokoguru pemerintahan yang transparan dan partisipatoris, yang dengannya menyediakan jalan bagi tersedianya jaminan pemenuhan hak-hak fundamental dan kebebasan lainnya. Adanya pertimbangan itu pula, maka hak atas informasi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat


(5)

kemudian dimasukkan ke dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Dalam Pasal 19 DUHAM dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan tanpa memandang batas-batas wilayah.

Selanjutnya, penguatan atas hak informasi ini dinyatakan dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik 1966 (Kovenan Sipol) yang sudah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Di dalam Pasal 19 Kovenan Sipol dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikan medianya, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya. Norma yang tercantum di dalam instrumen-instrumen pokok ini mengikat negara Indonesia dan berlaku sebagai hukum nasional (supreme law of the land). Pemerintah Indonesia selanjutnya mempunyai kewajiban untuk menjalankan ketentuan-ketentuan tersebut. Kewajiban yang diembannya terdiri atas tiga bentuk, yaitu menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil). Kewajiban untuk menghormati (obligation to respect) adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi, kecuali atas hukum yang sah (legitimate).

Penegasan atas hak atas informasi dinyatakan dalam UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Ddalam Pasal 14 dinyatakan bahwa setiap


(6)

orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Hak ini diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial.

Perlindungan hak atas informasi di Indonesia menemukan titik terang setelah pada 2008 DPR mengesahkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). UU ini merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menekankan prinsip bahwa semua informasi yang dikelola pejabat publik adalah terbuka. Bahwa ada pengecualian atas beberapa jenis informasi, hal itu harus didasarkan dengan syarat dan ketentuan yang ketat dan terbatas.

Lebih lanjut pengaturan mengenai perlindungan hak ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di dalam UU ini diatur tentang kewajiban-kewajiban badan publik, dalam melayani informasi publik sesuai dengan klasifikasinya, yaitu informasi serta merta, informasi reguler, dan informasi yang tersedia setiap saat. Misalnya, terhadap informasi yang bersifat serta merta, badan publik wajib mengumumkannya tanpa penundaan, sebab jika tidak diumumkan segera, akan mengakibatkan kerugian besar bagi kehidupan.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 pasal 3 (tiga) menjelaskan bahwa undang-undang ini memiliki tujuan yaitu:


(7)

1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; 2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan

publik;

3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau

6. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Informasi publik memberikan banyak sekali manfaat bagi masyarakat, seperti penjelasan berikut:

1. Menciptakan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan terbukanya informasi publik, maka pemerintah tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan kecurangan seperti: korupsi, kolusi dan nepotisme.

2. Meningkatkan fungsi, kualitas, dan kinerja Badan Publik. Dengan terbukanya informasi maka badan publik dituntut untuk meningkatkan kapasitasnya agar mampu memenuhi amanah undang-undang dalam memberikan informasi publik yang cepat, tepat dan sederhana.

3. Menciptakan citra dan reputasi yang positif dari masyarakat. Masyarakat seringkali merasa curiga dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah,


(8)

namun dengan terbukanya informasi publik maka hal yang sedemikian itu segera akan hilang dari masyarakat.

4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menciptakan tata pemerintahan yang lebih baik. Masyarakat memiliki fungsi sebagai kontrol sosial bagi pemerintah, tanpa adanya keterbukaan informasi dari pemerintah sendiri maka sulit dicapai fungsi masyarakat tersebut.

5. Meningkatnya kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan terbukanya informasi publik maka masyarakat dituntut untuk semakin cerdas dalam rangka memanfaatkan informasi yang tersedia, hal ini juga berimbas pada kesejahteraan masyarakat karena dengan begitu masyarakat akan semakin maju.

Keterbukaan informasi publik juga menarik minat investor terhadap perusahaan dengan mekanisme keterbukaan informasi publik. Keterbukaan (disclosure) ini diharuskan karena pada dasarnya para calon investor (pemodal) mempunyai hak untuk mengetahui secara detail mengenai segala sesuatu tentang bisnis perusahaan, dimana mereka akan menempatkan uangnya, maka untuk itu harus dimengerti pula bahwa hal tersebut juga merupakan suatu tahap dari peralihan perusahaan privat menjadi perusahaan publik, yang merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi pemilik dan manajemennya. Aspek yang sangat penting dari proses penawaran umum ini adalah pengertian mengenai informasi apa yang diperlukan dan menyediakannya dalam keadaan yang jelas terbuka dan benar (Anderson Ginting Blog: 2011)


(9)

Penyelewengan wewenang serta kecurangan-kecurangan yang terjadi seperti korupsi, kolusi dan nepotisme demikian sering terjadi baik dalam skala besar maupun skala kecil. Kejahatan seperti korupsi digolongkan pada kategori kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime) karena dapat berdampak pada kerusakan suatu negara. Berdasarkan Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2010 masih stagnan di skor 2,8 dan berada di posisi 110 dari 178 jumlah negara, tidak berubah dibandingkan pada tahun 2009. Kondisi yang belum kunjung membaik ini bukan hanya disebabkan oleh faktor individu, melainkan juga karena adanya sistem yang mendukung orang melakukan korupsi. Kondisi dimana tidak terdapat adanya sistem pengawasan kebijakan secara langsung dapat memicu tingkat korupsi yang lebih tinggi. Beberapa contoh masih dapat kita lihat seperti kasus Bank Century ataupun kasus mafia pajak yang merugikan negara dalam jumlah yang tidak sedikit.

Keterbukaan informasi publik merupakan cara yang dapat diandalkan untuk mencegah korupsi. Melalui UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), masyarakat dapat memperoleh informasi anggaran dan kebijakan secara langsung. Bagi lembaga publik yang menolak untuk memberikan informasi dapat dikenai ancaman pidana. Anggaran yang transparan mampu memperkecil ruang gerak untuk korupsi karena adanya kebebasan untuk melakukan pengawasan langsung oleh rakyat.

Sejak ditetapkan pada tanggal 30 April 2008 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik belum menunjukkan hasil yang maksimal. Salah satunya peneliti kutip dari sebuah tulisan pers Mahasiswa Universitas Indonesia,


(10)

dalam tulisan itu dibuktikan bahwa ketika tim Suara Mahasiswa melakukan permintaan informasi student unit cost kepada UI, UGM, dan IPB. Permintaan informasi kepada UI lebih mudah karena UI yang berada di dekat Jakarta sudah mempunyai mekanisme pemberian informasi yang lebih siap. Permintaan informasi di UGM dan IPB yang berada di luar Jakarta lebih sulit, bahkan mereka terkesan kaget ketika dimintai informasi seputar student unit cost.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) belum diimplementasikan secara maksimal di daerah-daerah. Kendala yang paling terlihat dalam masalah implementasi undang-undang tersebut adalah kurangnya sosialisasi pada masyarakat di lingkup yang kecil. Sebagian besar masyarakat di luar wilayah Jakarta masih berfikir bahwa urusan anggaran dan kebijakan merupakan urusan pemerintah. Maka ketika terdapat kebijakan yang merugikan mereka, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Keadaan tersebut mungkin berbeda apabila diberlakukan sosialisasikan secara menyeluruh. Dengan adanya sosialisasi yang menyeluruh mengenai UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ini, masyarakat dapat lebih mengetahui langkah yang dapat dilakukan untuk memperoleh informasi publik yang mereka ingin ketahui. Dalam kondisi seperti itulah perlahan tapi pasti tercipta suatu kondisi masyarakat informasi yang transparan, partisipatif, serta lembaga pemerintahan yang akuntabel.

Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang mempunyai wewenang dalam menjalankan undang-undang baru terbentuk pada bulan April 2009. Komisi informasi terdiri dari Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi


(11)

Kabupaten/Kota. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Komisi Informasi ditingkat Pusat sesuai dengan ketentuan undang-undang sudah harus dibentuk 1 (satu) tahun semenjak UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) diundangkan, dan telah terbentuk pada bulan April 2009 yang lalu. Sedangkan pembentukan Komisi Informasi tingkat provinsi, kabupaten/kota 2 (dua) tahun setelah UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) diundangkan yaitu 31 April 2010.

Persoalan lain pembentukan Komisi Informasi Publik di provinsi adalah masalah anggaran yang tergantung dari APBD serta kesekretariatan yang masih menumpang pada Dinas Perhubungan dan Kominfo masing-masing daerah karena pemerintah daerah belum mempersiapkannya. Komisi Informasi di daerah juga lemah dalam kualitas proses seleksi. Saat ini daerah yang sedang menjalankan proses seleksi calon anggota Komisi Informasi Daerah ternyata masing-masing memiliki persoalan.

Lampung adalah provinsi ketujuh yang telah membentuk Komisi Informasi di daerah. Untuk diketahui setelah menjalani fit dan proper test dan menggelar rapim (rapat pimpinan) DPRD Provinsi Lampung, Senin (11/10) lalu diputuskan 5 (lima) nama yang lolos menjadi komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Lampung. Lima (5) nama yang lolos yaitu, Ahmad Haryono perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Khalida dari Advokat, Gani Bazar dari Tokoh Masyararakat, Tulus Suryanto dari Akademisi dan Juniardi dari Pers.


(12)

dampak signifikan, karena baru beberapa bulan terbentuk dan belum melakukan kegiatan apa-apa. Menurut Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, ICW menilai Komisi Informasi Daerah yang sudah terbentuk masih memiliki permasalahan dan belum efektif menerima pengaduan masyarakat. Beberapa permasalahan yang dihadapi Komisi Informasi Daerah terkait anggaran dan kesekretariatan. Dengan demikian, menurut Agus, keberadaan Komisi Informasi Daerah belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal itu karena belum efektif menangani sengketa informasi. Menurut data ICW, dari 8 (delapan) Komisi Informasi Daerah yang sudah terbentuk, baru 4 (empat) Komisi Informasi Daerah yang beroperasi dan sudah menangani perkara sengketa informasi. 4 (Empat) Komisi Informasi Daerah itu adalah, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, dan Banten. Sementara yang belum beroperasi Lampung, Gorontalo, Sulsel, dan Jawa Barat. (tribunlampung online, 12-07-2011).

Juniardi, yang terpilih menjadi ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pemerintah daerah wajib menyediakan sekretariat dan anggaran. Pihak Komisi Informasi Provinsi Lampung menunggu komitmen pemerintah daerah. Selanjutnya menurut Juniardi sejauh ini baru dukungan dari pemerintah di Jawa Tengah dan Kepulauan Riau yang dinilai memiliki komitmen terhadap Komisi Informasi Daerah.

Bukan hanya ICW yang mengatakan bahwa Komisi Informasi Daerah termasuk Komisi Informasi Provinsi Lampung masih belum berjalan karena beberapa permasalahan. Berdasarkan hasil kunjungan Komisi I DPRD Lampung merasa


(13)

prihatin terhadap kondisi kesekretariatan Komisi Informasi yang minim fasilitas. “kondisi ini diluar bayangan kami komisi I DPRD Provinsi Lampung. Dalam gambaran kami, adalah layaknya sebagai lembaga negara yang baru dan terbentuk, itu sudah dilengkapi, sarana prasarana dan tenaga sekretariatan,” kata Ahmad Bastari selaku anggota Komisi I DPRD Lampung”.

Selanjutnya Bastari menambahkan :

“idealnya perangkat tenaga sekretariatan itu didahulukan, sesuaikan eselonnya, sehingga roda organisasi berjalan dan melayani para komisioner ini. Ini menjadi catatan dan perhatian bagai pemerintah. Kami kira sudah ada kesekretariatan, dan mengelola anggaran sendiri”.

Setidaknya Komisi Informasi Provinsi Lampung segera terpenuhi kebutuhan atas sekretariat, sarana dan prasarana, pegawai yang bertugas untuk mengurusi segala macam administrasi tugas, pokok dan fungsi Komisi Informasi, serta perangkat-perangkat lain yang tidak bisa dilupakan dalam sebuah organisasi.

Pentingnya tujuan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini mengharuskan segera efektifnya kinerja Komisi Informasi Provinsi Lampung. Dengan terlaksananya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ini maka diharapkan dapat tercipta masyarakat Lampung yang maju dan sejahtera, serta menghapuskan permasalahan klasik yang semakin marak terjadi seperti praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Provinsi Lampung dengan luas ±3,5 juta Ha dengan penduduk 6,9 juta jiwa tersebar di 14 kabupaten/kota memiliki tugas yang berat dalam mengemban amanah undang-undang. Terlaksananya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) membutuhkan tidak hanya komitmen dari pemerintah daerah namun juga sejauh mana peran yang ditampilkan oleh Komisi Informasi ini dalam fungsi mediasi dan ajudikasi.


(14)

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa fungsi Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis, standar pelayanan informasi publik dan menyelesaikan masalah sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonligitasi.

Peneliti merasa tertarik untuk melihat sejauh mana kapasitas kelembagaan yang telah dimiliki oleh Komisi Informasi Provinsi Lampung. Mengingat tugas, pokok dan fungsi dari lembaga ini demikian kompleks. Peran yang dimiliki oleh Komisi Informasi Lampung dalam rangka menerapkan fungsinya dalam amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasca terbentuknya Komisi Informasi Provinsi Lampung pada tanggal 3 (tiga) Maret 2011 sangat penting bagi penyelengaraan keterbukaan informasi publik di Lampung. Peneliti juga ingin lebih dalam menjelaskan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Komisi Informasi Provinsi Lampung selama pembangunan kapasitas kelembagaan dalam rangka penerapan keterbukaan publik serta mengetahui dengan jelas faktor-faktor yang menyebabkan hal itu terjadi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:


(15)

1. Bagaimanakah upaya pembangunan kapasitas kelembagaan Komisi Informasi Lampung dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ?

2. Apa sajakah faktor-faktor yang menghambat proses pembangunan kapasitas

kelembagaan Komisi Informasi Lampung dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya pembangunan kapasitas kelembagaan Komisi Informasi Lampung dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menghambat proses pembangunan kapasitas kelembagaan Komisi Informasi Lampung dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis, skripsi ini diharapkan dapat menambah khazanah dalam

wawasan Ilmu Administrasi Publik khususnya dalam bidang teori Manajemen Organisasi, Administrasi Keuangan dan Kepemimpinan.

2. Secara praktis, kegunaan dari skripsi yaitu sebagai bahan masukan bagi segenap pemerintah dalam penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Organisasi 1. Pengertian Organisasi

Yang dimaksud dengan pengertian organisasi di sini mencakup dua segi, yaitu: a. Organisasi sebagai wadah, lembaga atau kelompok fungsional ketika proses

manajemen berlangsung.

b. Organisasi sebagai wadah pembentukan tingkah laku hubungan antarmanusia secara efektif sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta memberikan kondisi lingkungan tertentu untuk pencapaian tujuan. Pengertian ini merujuk pada proses pengorganisasian, yaitu cara bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan di antara para anggota sehingga tujuan dapat tercapai (Herujito, 2001: 110).

Menurut Akdon (2006: 43) secara sederhana organisasi dapat diartikan sebagai suatu perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peranan tertentu dan melaksanakan kegiatan dengan sesuai dengan peranan tersebut bersama-sama secara terpadu mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama. Kajian organisasi tidak hanya pada kumpulan orang-orang, aktivitas-aktivitas mereka dan tujuan yang akan dicapai, tapi juga semua aspek yang mempengaruhi eksistensi,


(17)

perkembangan dan efektivitas organisasi tersebut, antara lain: rincian dan susunan tugas, barang dan mesin, teknologi, informasi dan sumber-sumber lain yang digunakan serta saling berpengaruh dan keterpaduannya dalam suatu sistem.

Robbin (2000) dalam Akdon (2006: 45) mengemukakan bahwa organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang tidak dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Perkataan dikoordi-nasikan dengan sadar mengandung pengertian manajemen. Kesatuan sosial berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi yang diikuti orang di dalam sebuah organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan telah dipikirkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, organisasi sosial merupakan kesatuan sosial, maka pola interaksi anggotanya harus diseimbangkan dan diselaraskan untuk meminimalkan keberlebihan namun juga memastikan bahwa tugas-tugas yang kritis telah diselesaikan.

Definisi lain yaitu organisasi suatu kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Shafritz dan Russel, 1997: 201) dalam Keban (2008: 127). Dalam pengertian ini organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang dikelompokkan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Pengelompokan orang-orang tersebut berdasarkan kepada prinsip-prinsip pembagian kerja, peranan dan fungsi, hubungan, prosedur, aturan, standar kerja, tanggung jawab dan otoritas tertentu. Wujud pengelompokan tersebut dapat diamati dari suatu struktur dan hirarki. Karena itu menyusun suatu struktur sering diidentikan dengan membuat desain organisasi.


(18)

Gareth Morgan dalam Keban (2008: 126) menyatakan bahwa organisasi dapat didefinisikan secara bervariasi, yaitu sebagai:

a. Suatu kumpulan orang yang ingin mencapai tujuan secara rasional;

b. Suatu koalisi dari konstituen yang berkuasa dimana mereka menggunakan kekuasaannya untuk mengontrol distribusi sumberdaya dalam organisasi; c. Suatu sistem terbuka dimana terjadi sistem transformasi input-output

dengan lingkungan;

d. Sistem yang menghasilkan pemaknaan tertentu, dimana tujuan diciptakan secara simbolik dan dipelihara oleh manajemen;

e. Sistem pasangan yang independen, dimana unit-unit yang berada didalamnya dapat memiliki tujuan yang berbeda atau konflik;

f. Suatu sistem politik, dimana konstituen internal berusaha mengontrol proses pembuatan keputusan dalam memantapkan posisinya;

g. Suatu alat untuk mendominasi;

h. Suatu unit yang memproses informasi baik secara horisontal maupun secara vertikal melalui suatu hirarki struktural.

i. Suatu penjara psikis, dimana para anggotanya selalu ditekan/dihambat kebebasannya oleh organisasi misalnya dengan menetapkan pembagian kerja, standar kerja, pembentukan unit dan divisi;

j. Suatu kontrak sosial dimana terdapat serangkaian kesepakatan yang tidak tertulis dan para anggotanya harus berprilaku sedemikian rupa sehingga mendapatkan kompensasi.


(19)

Akdon (2006: 46) mengatakan bahwa organisasi ada untuk mencapai tujuan, tujuan tersebut biasanya tidak dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri, atau jika mungkin hal tersebut dicapai secara lebih efisien melalui usaha kelompok. Yang diperlukan dalam hal ini adalah adanya kesepakatan umum mengenai misi organisasi. Lebih jauh dikemukakan oleh Robbin (2000) dalam Akdon (2006: 46) bahwa organisasi mengakui adanya kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa yang melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli diatas maka peneliti merumuskan pengertian organisasi dengan mempertimbangkan pendapat-pendapat ahli di atas yakni organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang berkerjasama secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati sebelumnya.

2. Prinsip-Prinsip Organisasi

Dalam rangka mencapai tujuan yang ditentukan agar organisasi dapat berjalan sesuai dengan rencana yang digariskan maka seharusnya berpedoman kepada asas-asas (prinsip-prinsip) organisasi sebagai berikut:

a. Perumusan tujuan organisasi yang jelas; b. Pembagian pekerjaan;

c. Kontinuitas dan fleksibilitas;

d. Delegasi wewenang dan tanggung jawab harus jela dan seimbang; e. Unity of Direction (kesatuan arah);


(20)

f. Unity of Command (kesatuan komando); g. Tingkat-Tingkat pekerjaan dan

h. Prinsip Koordinasi.

Menurut Herujito, koordinasi merupakan prinsip organiasi yang tidak bisa diabaikan. Orang sering mengatakan, koordinasi merupakan asas pertama dalam pencapaian tujuan organisasi, sedangkan asas lain adalah asas sub-ordinat. Asas lain itu adalah asas-asas yang memungkin kan koordinasi menjadi efektif.

Selanjutnya dapat disebutkan, hampir setiap organisasi sebenarnya selalu mempunyai dua tujuan organisasi:

a. Tujuan Intern

Tujuan ini selalu bersifat koordinatif b. Tujuan Ekstern

Tujuan ini dapat berupa sesuatu yang sesuai dengan tujuan penggabungan upaya organisasi. Tujuan ekstern tidak harus terus-menerus sama dalam beberapa lapangan organisasi.

Tujuan intern harus bersifat paling pokok dalam segala bentuk organisasi. Tujuan intern ini merupakan efisiensi yang diorganisasikan. Dengan kata lain disebut koordinasi. Koordinasi tidak perlu menunggu-nunggu hari mobilisasi. Ia harus selalu ada dan sangat potensial bagi kehidupan organisasi. Oleh karena itu, koordinasi harus mempunyai dasar, yaitu pada kekuasaan pengkoordinasian yang tertinggi. Tanpa dasar itu, tidak terjadi bimbingan dan pimpinan usaha yang dikoordinasikan.


(21)

Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan usaha bersama

Untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan

Sebagai mana yang dirumuskan oleh Wilfred Brown dalam Herujito (2001) tentang organisasi, “association are people coming together for a purpose”. Dasar terbentuknya organisasi, yaitu persamaan kepentingan. Kepentingan itu bersifat timbal balik. Jadi, bukan saja comunity of interest, melainkan juga mutually of interest. Dengan kata lain, disebut kepentingan yang sama dan kepentingan bersama, yang meliputi kewajiban timbal balik untuk saling memberi jasa.

Koordinasi merupakan syarat mutlak untuk menjamin agar semua kegiatan kerja dalam organisasi dapat berjalan dengan harmonis dan efisien. Semakin besar ruang lingkup suatu organisasi, semakin terasa betapa pentingnya masalah koordinasi. Koordinasi menghubungkan kegiatan berbagai macam cabang pekerjaan, yang menjamin terlaksananya garis politik yang ditentukan dan menghindarkan perselisihan paham atau kepentingan.

Tujuannya untuk menyesuaikan pandangan-pandangan atau paham-paham yang berbeda-beda, bahkan juga bertentangan. Dengan demikian, koordinasi adalah suatu proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebulatan yang terintegrasi dengan cara seefisien mungkin.

Koordinasi antara lain ditujukan untuk pencegahan : a. Konflik dan kontradiksi ;


(22)

c. Pemborosan;

d. Kekosongan ruang dan waktu;

e. Terjadinya perbedaan pendekatan dalam pelaksanaan.

3. Tujuan Organisasi

Seringkali sebuah organisasi mempunyai banyak tujuan. Semua tujuan itu seolah-olah sama pentingnya sehingga sukar untuk menentukan mana yang harus didahulukan.

Pertama-tama harus dipilih satu atau beberapa dari berbagai tujuan yang tampaknya banyak itu dengan mengingat dan memperhatikan bahwa dalam penentuan tujuan tersebut harus menyesuaikan diri dengan kemampuan organisasi dan meyakini bahwa tujuan-tujuan itu benar-benar dapat direalisasikan sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Oleh karena itu, tujuan-tujuan organisasi menjadi landasan bagi pembuatan perencanaan-perencanaan selanjutnya. Untuk itu, tujuan menjadi standar bagi pelaksanaan tindakan bagi setiap unit organisasi.

Tujuan merupakan kunci untuk menentukan atau merumuskan apa yang dikerjakan, ketika pekerjaan itu harus dilaksanakan dan disertai pula dengan jaringan politik, prosedur dan anggaran serta penentuan program. Berdasarkan tujuan yang harus dicapai itu ditentukan tugas-tugas dan sasaran yang harus dilaksanakan.

Tujuan harus dapat dipahami oleh setiap pimpinan dari tingkat atas sampai tingkat bawah, bahkan oleh seluruh anggota organisasi. Maka tujuan organisasi


(23)

merupakan tugas bagi setiap bagian atau unit organisasi, tujuan dari atas terus sampai ke bawah mengikuti struktur organisasi secara hirarki.

W. Newman mengatakan, “goals are sine quanon for administrative control”. Tujuan memberikan sumbangan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun pengontrolan.

Penentuan tujuan yang hendak dicapai sangat berhubungan erat dengan pembentukan struktur organisasi, personalia, keuangan, peralatan yang tersedia serta hubungan dan prosedur kerja untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya.

Berdasarkan jangka waktu tujuan organisasi kita digolongkan sebagai berikut: 1. Tujuan ideal yang sangat filosofis dan tidak ada akhirnya.

2. Tujuan jangka panjang. 3. Tujuan jangka menengah. 4. Tujuan jangka pendek.

B.Tinjauan Manajemen

1. Pengertian Manajemen dan Peranan Manajemen

Menurut Herujito (2001: 1) istilah manajemen sendiri bersala dari kata kerja to manage berarti control. Dalam bahasa indonesia dapat diartikan: mengendalikan, menangani atau mengelola.

Selanjutnya, kata benda “manajemen” atau management dapat mempunyai

berbagai arti. Pertama sebagai pengelolaan, pengendalian dan penanganan (managing). Kedua, perlakuan secara terampil untuk menangani sesuatu berupa


(24)

skillful treatment. Ketiga, gabungan dari dua pengertian tersebut, yaitu yang berhubungan dengan pengelolaan suatu perusahaan, rumah tangga atau suatu bentuk kerja sama dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

Tiga pengertian itu mendukung kesepakatan anggapan bahwa manajemen dapat dipandang sebagai ilmu dan seni. Manajemen sebagai ilmu artinya manajemen memenuhi kriteria ilmu dan metode keilmuan yang menekankan kepada konsep-konsep, teori, prinsip dan teknik pengelolaan. Manajemen sebagai seni artinya kemampuan pengelolaan sesuatu itu merupakan seni menciptakan (kreatif). Hal ini merupakan keterampilan dari seseorang. Dengan kata lain, penerapan ilmu manajemen bersifat seni. Oleh karena itu, manajemen adalah sesuatu yang sangat penting karena ia berkenaan dan berhubungan erat dengan perwujudan atau pencapaian tujuan. Sedangkan manajer artinya orang yang mengelola dan menangani suatu perusahaan, hotel dan sebagainya. Jadi, manajer bisa terdiri dari seseorang atau beberapa orang, misalnya berupa satu dewan.

Pengertian manajemen didefinisikan dengan berbagai cara, tergantung dari titik pandang, keyakinan serta pengertian dari pembuat definisi. Secara umum pengetian manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan cara menggerakkan orang-orang lain untuk bekerja. Pengelolaan pekerjaan itu sendiri dari berbagai macam ragam. Misalnya, industri, pemerintahan, pendidikan dan pelayanan sosial. Bahkan hampir disetiap aspek kehidupan manusia memerlukan pengelolaan. Oleh karena itu, manajemen ada dalam setiap aspek kehidupan manusia dimana terbentuk suatu kerjasama (organisasi).


(25)

Menurut Shafritz dan Russel (1997: 20) dalam Keban (2008: 92) manajemen berkenaan dengan orang yang bertanggungjawab menjalankan suatu organisasi, dan proses menjalankan organisasi itu sendiri yaitu pemanfaatan sumberdaya untuk mencapai tujuan organisasi. Definisi tidak hanya menunjukkan proses pencapaian tujuan tetapi juga sekelompok orang yang bertanggungjawab menjalankan proses tersebut.

Donovan dan Jackson (1991: 11-12) dalam Keban (2008: 92) melihat manajemen sebagai suatu aktivitas yang dilaksanakan pada tingkatan organisasi tertentu, sebagai serangkaian keterampilan, dan sebagai serangkaian tugas. Ada 4 (empat) klaster kompetensi yang ada dalam manajemen yaitu (1) manajemen tujuan dan aksi; (2) pengarahan terhadap bawahan; (3) manajemen sumberdaya manusia; (4) kepemimpinan.

Definisi lain mengenai pengertian manajemen adalah “ to get things don’t through

the effort of other people”. Selain itu, disebut pula, “ Management is performance

of conceiving and achieving desired result by means of group efforts consisting

utilizing human talent and resources”. Demikian pula ada yang menyatakan ,

Management is the satisfying of economic and social needs by being productive

for the human being, for the economy and for society”.

George R.Terry (1977) dalam Akdon (2006) menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing, actuating, controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya. Dengan kata lain, berbagai jenis kegiatan yang berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses yang


(26)

2. Unsur-Unsur Manajemen

Menurut Harrington Emerson dalam Phiffner John F dan Presthus Robert V. (1960) yang ditulis dalam Herujito (2001: 6) manajemen mempunyai 5 (lima) unsur, yaitu:

a. Men b. Money c. Materials d. Machines, and e. Methods

Peterson O.F dalam Herujito (2001: 6) memasukkan unsur mesin kedalam material dan metode diberi istilah the use sehingga management is the use of the man, money and materials to achieve a common goal. Adalagi seorang ahli bernama Mooney James D. (1954), ia memasukkan unsur-unsur uang, material dan mesin kedalam istilah yang disebut fasilitas sehingga unsur-unsur manajemen adalah :

a. Men b. Facilities c. Method

George R. Terry dalam Herujito (2001: 6) mengatakan ada 6 (enam) sumberdaya pokok dari manajemen, yaitu:

a. Men and women b. Materials

c. Methods

d. Machines

e. Money


(27)

Sistematika dari keempat pandangan para ahli itu jelas menunjukkan, manusia merupakan unsur manajemen yang pokok. Manusia tidak dapat disamakan dengan benda, ia mempunyai pikiran, peranan, harapan serta gagasan. Reaksi psikisnya terhadap keadaan sekeliling dapat menimbulkan pengaruh yang lebih jauh dan mendalam serta sukar untuk diperhitungkan secara seksama. Oleh karena itu, manusia perlu senantiasa diperhatikan untuk dikembangkan ke arah yang positif sesuai dengan martabat dan kepribadiannya sebagai manusia.

3. Fungsi-Fungsi Manajemen

Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai jenis pekerjaan yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga membentuk suatu kesatuan administratif. Sebagai mana dikatakan oleh Louis A. Allen didalam bukunya “The Professional of Management“ dalam Herujito (2001: 17) manajemen adalah suatu jenis pekerjaan khusus yang menghendaki usaha mental dan fisik yang diperlukan untuk memimpin, merencana, menyusun, serta mengawasi serta meneliti. Menurut Allen, pekerjaan manajer itu mencakup empat fungsi, yaitu:

a. Memimpin (leading); b. Merencana (planning); c. Menyusun (organizing);

d. Mengawasi dan meneliti (controlling), yaitu menentukan langkah-langkah yang lebih baik.

Setiap manajer atau pimpinan harus menjalankan ke empat fungsi tersebut di dalam organisasi sehingga hasilnya merupakan suatu keseluruhan yang sistematik.


(28)

Contoh: setiap orang bisa merencanakan atau menyusun pekerjaannya, tetapi jika cuma itu mereka belum bisa disebut manajer, sebagaimana juga halnya seorang ibu juga tidak bisa dikatakan dokter, hanya karena kadang-kadang seorang ibu memberikan sesendok obat batuk.

Koontz Harold dan O’Donel Cyril menyebutkan terdapat lima fungsi pokok dalam manajemen, yaitu:

a. Planning; b. Organizing; c. Staffing;

d. Directing and leading; e. Controlling.

Luther Gulick (1930) mengatakan, fungsi manajemen adalah POSDCORB, singkatan dari:

P = Planning O =Organizing S =Staffing D =Directing C =Coordinating R =Reporting B =Budgeting

Fungsi-fungsi pokok manajemen menurut George R. Terry yang membentuk manajemen sebagai salah satu proses sebagai berikut:


(29)

a. Planning

Kegiatan yang menentukan berbagai tujuan dan penyebab tindakan-tindakan selanjutnya.

b. Organizing

Kegiatan membagi pekerjaan antara anggota kelompok dan membuat ketentuan dalam hubungan-hubungan yang diperlukan.

c. Actuating

Kegiatan menggerakkan anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas masing-masing.

d. Controlling

Kegiatan untuk menyesuaikan antara pelaksanaan dan rencana-rencana yang telah ditentukan.

Selanjutnya Terry membuat suatu tabel perincian berbagai kegiatan penting dari setiap fungsi pokok manajemen yang merupakan pekerjaan manajer sebagai berikut.

a. Planning (Perencanaan)

1. Menjelaskan, memantapkan dan memastikan tujuan yang dicapai. 2. Meramalkan peristiwa atau keadaan pada waktu yang akan datang. 3. Memperkirakan kondisi-kondisi pekerjaan yang dilakukan.

4. Memilih tugas yang sesuai dengan pencapaian tujuan.

5. Membuat rencana secara menyeluruh dengan menekankan kreatifitas agar diperoleh sesuatu yang baru dan lebih baik.

6. Membuat kebijaksanaan, prosedur dan standar serta metode-metode untuk pelaksanaan pekerjaan.


(30)

7. Memikirkan peristiwa dan kemungkinan yang akan terjadi. 8. Mengubah rencana sesuai dengan petunjuk hasil pengawasan.

b. Organizing (Pengorganisasian)

1. Membagi pekerjaan dalam tugas-tugas operasional.

2. Mengelompokkan tugas-tugas ke dalam posisi-posisi secara operasional. 3. Menggabungkan jabatan-jabatan operasional kedalam unit-unit yang

saling berkaitan.

4. Memilih dan menempatkan orang untuk pekerjaan yang sesuai. 5. Menjelaskan persyaratan dari setiap jabatan.

6. Menyesuaikan wewenang dan tanggungjawab bagi setiap anggota. 7. Menyediakan berbagai fasilitas untuk pegawai.

8. Menyelaraskan organisasi sesuai dengan petunjuk hasil pengawasan.

c. Controlling (Pengendalian)

1. Membandingkan hasil-hasil pekerjaan dengan rencana secara keseluruhan.

2. Menilai hasil-hasil pekerjaan dengan standar hasil kerja. 3. Membuat media pelaksanaan secara tepat.

4. Memberitahukan media pengukur pekerjaan.

5. Memindahkan data secara terperinci agar dapat terlihat perbandingan dan penyimpang-penyimpangannya.

6. Membuat saran dan tindakan-tindakan perbaikan jika dirasakan oleh anggota.


(31)

7. Memberitahu anggota-anggota yang bertanggung jawab terhadap pemberian penjelasan.

8. Melaksanakan pengawasan sesuai petunjuk hasil pengawasan.

d. Actuating (Penggerakan)

1. Melakukan kegiatan partisipasi dengan senang hati terhadap semua keputusan, tindakan atau perbuatan.

2. Mengarahkan dan menantang orang lain agar bekerja sebaik-baiknya. 3. Memotivasi anggota.

4. Berkomunikasi secara efektif.

5. Meningkatkan angota agar memahami potensinya secara penuh.

6. Memberi imbalan penghargaan terhadap pekerja yang melakukan pekerjaan dengan baik.

7. Mencukupi keperluan pegawai sesuai dengan kegiatan pekerjaannya. 8. Berupaya memperbaiki pengarahan sesuai dengan petunjuk pengawasan.

C.Tinjauan Capacity Building

Salah satu kelemahan dalam administrasi dalam negara berkembang adalah unsur kelembagaan, padahal pembangunan memerlukan kelembagaan. Pembangunan sebagai kegiatan yang kompleks, yang meliputi berbagai disiplin, sektor kepentingan, dan kegiatan, memerlukan lembaga-lembaga yang mampu menampung, menyalurkan dan mengatasi, serta mensinergiskan berbagai aspek tersebut.

Kelembagaan dalam hal ini mengandung arti luas, yaitu dapat berupa organisasi-organisasi formal seperti yang diartikan oleh Esman (1971) dalam Kagungan dan


(32)

Tresiana (2004: 56) antara lain birokrasi, dunia usaha, partai-partai politik, tetapi juga dapat berupa lembaga ekonomi seperti pasar, lembaga-lembaga hukum, dan sebagainya. Termasuk lembaga Komisi Informasi Provinsi Lampung yang sedang diteliti.

Menurut Keban (2008: 201) capacity building merupakan strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dalam rangka kinerja pemerintahan, dengan memusatkan perhatian kepada dimensi (1) pengembangan sumberdaya manusia, (2) penguatan organisasi, dan (3) reformasi kelembagaan. Dalam konteks pengembangan sumberdaya manusia, perhatian diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan teknis. Kegiatan yang dilakukan antara lain training, pemberian gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistem rekrutmen yang tepat. Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada sistem manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada dan pengaturan struktur mikro. Aktivitas yang harus dilakukan adalah menata sistem insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi, dan struktur manajerial. Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi perhatian terhadap perusahaan sistem dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh struktur makro. Dalam konteks ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan “aturan main” dari sistem ekonomi dan politik yang ada, perubahan kebijakan dan aturan hukum, serta reformasi sistem kelembagaan yang dapat mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat madani (Grindle, 1997) dalam Keban (2008: 201).


(33)

Dimensi peningkatan kemampuan ini juga diungkapkan oleh beberapa pengarang lain. Menurut A. Fiszbein (1997) dalam Keban (2008: 201), peningkatan kemampuan difokuskan pada (1) kemampuan tenaga kerja, (2) kemampuan teknologi yang diwujudkan dalam organisasi atau kelembagaan, (3) kemampuan kapital yang diwujudkan dalam bentuk dukungan sumber daya, sarana, dan prasarana. Sementara itu, D. Edade (1998) dalam Keban (2008, 201) merumuskan peningkatan kemampuan dalam tiga dimensi yaitu (1) individu, (2) organisasi, (3) network. Nampaknya pengembangan dimensi individu dan organisasi merupakan kunci utama atau titik strategis bagi kinerja (Mentz, 19970, tetapi masuknya dimensi network ini sangat penting karena melalui dimensi ini individu dan organisasi dapat belajar mengembangkan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya.

J.S. Edralin (1997) dalam Keban (2008: 202) juga mengumpulkan berbagai pendapat yang menggambarkan pemahaman mereka tentang capacity building. Misalnya, World Bank memfokuskan peningkatan kemampuan kepada (1) pengembangan sumberdaya manusia, khususnya training, rekrutmen, pemanfaatan dan pemberhentian tenaga kerja profesional, manajerial dan teknis, (2) organisasi, yaitu pengaturan struktur, proses, sumberdaya, dan gaya manajemen (3) jaringan kerja interaksi organisasi, yaitu koordinasi kegiatan-kegiatan organisasi, fungsi jaringan kerja, dan interaksi formal dan informal, (4) lingkungan organisasi, yaitu aturan dan perundang-undangan yang mengatur pelayanan publik, tanggungjawab dan kekuasaan antar lembaga, kebijakan yang menghambat tugas-tugas pembangunan, dan dukungan keuangan dan anggaran, (5) lingkungan kegiatan yang luas, yaitu mencakup faktor politik, ekonomi, dan kondisi-kondisi yang berpengaruh terhadap kinerja.


(34)

Sementara itu, UNDP memfokuskan pada tiga dimensi yaitu (1) tenaga kerja (dimensi sumberdaya manusia), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan, (2) modal (dimensi phisik) yaitu menyangkut peralatan, bahan-bahan yang diperlukan, dan gedung, dan (3) teknologi yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, pembuatan keputusan, pengendalian dan evaluasi, serta sistem informasi manajemen. Dan United Nation memusatkan perhatiannya pada (1) mandat dan struktur legal, (2) struktur kelembagaan, (3) pendekatan manajerial, (4) kemampuan organisasional dan teknis, (5) kemampuan fiskal lokal, (6) kegiatan-kegiatan program.

Menurut Keban (2008: 202) pengembangan kelembagaan merupakan strategi penting agar suatu lembaga pemerintahan mampu (1) menyusun rencana strategis ditujukan agar organisasi memiliki visi yang jelas, (2) memformulasikan kebijakan dengan memperhatikan nilai efisiensi, efektivitas, transparansi, responsivitas, keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan, (3) mendesain organisasi untuk menjamin efisiensi dan efektivitas, tingkat desentralisasi dan otonomi yang lebih tepat, (4) melaksanakan tugas-tugas manajerial agar lebih efisien, efektif, fleksibel, adaptif, dan lebih berkembang. Dan pengembangan jaringan kerja, misalnya merupakan strategi untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama atau kolaborasi dengan pihak-pihak luar dengan prinsip saling menguntungkan.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli di atas dapatlah diketahui bahwa pengembangan organisasi tidak hanya dilakukan pada aspek kelembagaannya saja namun juga pada aspek-aspek lain yang tidak bisa dipisahkan. Peneliti coba


(35)

merangkum secara umum peningkatan kapasitas/capacity building meliputi tiga (3) aspek agar dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan yaitu :

1. Aspek sistem: yaitu kerangka peraturan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung atau membatasi pencapaian tujuan-tujuan kebijakan tertentu, tanggungjawab dan kekuasaan antar lembaga.

2. Aspek kelembagaan: yaitu struktur organisasi dan sarana prasarana; proses-proses pengambilan keputusan dalam organisasi; prosedur, mekanisme kerja dan instrumen manajemen; hubungan-hubungan dan jaringan antar organisasi.

3. Aspek sumber daya manusia: yaitu tingkat keterampilan, kualifikasi, pengetahuan/wawasan, sikap (attitude), etika dan motivasi individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi.

D. Tinjauan Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan itu ada sejak manusia hidup berkelompok sehingga hal ini merupakan permasalahan sosial. Akan tetapi pengertian kepemimpinan masih sangat terbatas. Banyak pengertian tentang kepemimpinan ditanggapi secara berbeda-beda. George R. Terry dalam Alma (2009: 163) menyatakan bahwa,

“leadership is the relationship in which one person, the leader influenses other to

work together willingly on related task to attain that which the leader desires”.

Harold Koontz dan Cyril O’Donnel mengatakan bahwa that leadership is influencing people to follow in the achievement of a common goal. Banyak lagi


(36)

definisi tentang kepemimpinan, sama seperti banyaknya orang yang membuat definisi itu.Berdasarkan beberapa definisi di atas maka menurut Alma ada 3 (tiga) variabel utama yang tercakup didalam kepemimpinan:

a. Kepemimpinan melibatkan orang lain seperti bawahan atau para pengikut. b. Kepemimpinan menyangkut distribusi kekuasaan.

c. Kepemimpinan menyangkut penanaman pengaruh dalam rangka mengarahkan para bawahan.

Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi perilaku manusia dan kemampuan untuk mengendalikan orang-orang dalam organisasi agar perilaku mereka sesuai dengan perlaku yang diinginkan oleh pimpinan. Pola-pola kepemimpinan dari organisasi yang satu berbeda dengan organisasi yang lain. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, seperti tujuan, tugas pekerjaan, fungsi, jenis kegiatan, dan besar kecilnya organisasi.

2. Syarat-Syarat Kepemimpinan

Konsepsi mengenai syarat kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu:

a. Kekuasaan adalah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberi wewenang terhadap pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.

b. Kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan dan keutamaan sehingga seseorang mampu membawahi atau mengatur orang.


(37)

c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

James A. Lee dalam Kartono (2004: 36) mengatakan bahwa pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

a. Kapasitas: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan bicara, keaslian dan kemampuan menilai.

b. Prestasi: gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan atau dalam bidang olahraga. c. Tanggung jawab: mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan

punya hasrat untuk unggul.

d. Partisipasi: aktif, memiliki sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor. e. Status: meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer dan

tenar.

3. Tindakan yang Harus Dilakukan Seorang Pemimpin

Menurut Herujito, secara umum setiap pemimpin sebenarnya harus melakukan perbuatan-perbuatan berikut ini:

a. Menganalisis organisasi atau kelompok yang dipimpinnya. b. Membina struktur organisasi.

c. Mencapai tujuan organisasi.

d. Menyediakan fasilitas untuk berkomunikasi. e. Menciptakan kekompakan.


(38)

g. Sintalitas (memperpadukan/mempersatukan)

h. Harus bekerja dengan filosofi organisasi yang dipimpinnya.

4. Faktor-Faktor dan Efektifitas Kepemimpinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektfitas kepemimpinan diantaranya sebagai berikut:

a. Kepribadian, pengalaman masa lampau dan harapan pemimpin. b. Harapan dan perilaku atasan.

c. Karakteristik, pengharapan dan perilaku bawahan. d. Iklim dan kebijaksanaan organisasi.

e. Harapan dan perilaku dewan.

E. Kerangka Pikir Penelitian

Hak setiap masyarakat untuk memperoleh informasi dijamin oleh konstitusi Republik Indonesia. Dalam tataran kehidupan demokrasi dimana rakyat merupakan puncak kedaulatan, rakyat berhak melihat, mengawasi dan mengkritisi apa yang dilakukan oleh pemerintah dan penyelenggara pemerintahan. Lembaga penyelenggara pemerintahan sendiri harus menerapkan kebijakan yang sesuai dan bertujuan untuk kemakmuran rakyat banyak.

Keterbukaan dan transparansi informasi merupakan hal yang sangat esensial dalam penerapan fungsi pengawasan langsung oleh rakyat. transparansi informasi juga merupakan salah satu fondasi good governance. Informasi yang terbuka dan transparan menjadikan rakyat dapat melihat setiap kebijakan dan alur kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan, informasi yang serba tertutup


(39)

memberikan ruang gerak yang sempit bagi rakyat untuk melakukan pengawasan. Imbasnya, keadaan yang serba tertutup tersebut mengarah pada degradasi kepercayaan rakyat pada pemerintah. Terlebih lagi sistem yang tertutup menciptakan peluang besar bagi pemerintah untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan karena apa yang mereka lakukan tidak diawasi oleh rakyat secara langsung.

Maka demi menghindari keadaan tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang mengatur tentang sistem perolehan informasi publik yang terbuka untuk masyarakat. UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sendiri baru diberlakukan secara nasional baik ditingkat nasional maupun ditingkat daerah. Maka di daerah juga dibentuk Komisi Informasi Publik, Provinsi Lampung termasuk daerah yang sudah mempunyai Komisi Informasi Publik tingkat provinsi.

Keterbukaan informasi sendiri merupakan hal yang baru pada masyarakat Indonesia. Selama ini masyarakat hanya seperti menelan bulat-bulat apa yang dilakukan oleh pemerintah, dan lembaga pemerintah tidak memberlakukan transparansi informasi yang dapat diakses oleh setiap elemen masyarakat. Namun dengan adanya UU KIP, akses untuk memperoleh informasi oleh masyarakat dipermudah, sehingga masyarakat dapat mengontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah secara aktif.

Sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa tujuan undang-undang ini adalah untuk:


(40)

1. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;

3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;

6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau

7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Maka dibentuklah Komisi Informasi baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah termasuk Provinsi Lampung. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 26 tugas komisi informasi adalah :

(1) Komisi Informasi bertugas :

a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini; b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan


(41)

c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:

a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi;

b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama komisi informasi provinsi dan/atau komisi informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan

c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta.

(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau komisi informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus sengketa informasi publik di daerah melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.

Selain itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 27 disebutkan bahwa wewenang Komisi Informasi adalah:

1) Kewenangan Komisi Informasi:

a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa; b. meminta catatan atau bahan relevan yang dimiliki oleh badan publik

terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan sengketa informasi publik;


(42)

c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat badan publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian sengketa informasi publik; dan

d. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja komisi informasi.

2) Kewenangan komisi informasi pusat meliputi kewenangan penyelesaian sengketa informasi publik yang menyangkut badan publik pusat dan badan publik tingkat kabupaten/kota selama komisi informasi di provinsi atau komisi informasi kabupaten/kota tersebut belum dibentuk.

3) Kewenangan komisi informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa informasi publik yang menyangkut badan publik tingkat provinsi yang bersangkutan.

4) Kewenangan komisi informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut badan publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.

Sebagai organisasi yang baru terbentuk, maka Komisi Informasi Provinsi Lampung perlu untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai lembaga baru agar dapat menjalankan tugas, pokok dan fungsi sebagaimana mestinya. Secara umum peningkatan kapasitas meliputi tiga (3) aspek agar dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan yaitu:

1. Aspek sistem, yaitu kerangka peraturan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung atau membatasi pencapaian tujuan-tujuan kebijakan tertentu.


(43)

2. Aspek kelembagaan atau entitas, yaitu struktur organisasi, proses-proses pengambilan keputusan dalam organisasi, prosedur-prosedur dan mekanisme-mekanisme kerja, instrumen manajemen, hubungan-hubungan dan jaringan antar organisasi dan lain-lain;

3. Aspek individu, yaitu peningkatan kapasitas pada tingkat keterampilan, kualifikasi, pengetahuan/wawasan, sikap (attitude), etika dan motivasi individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi.

Kerangka pemikiran yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Komisi Informasi Provinsi Lampung

Faktor-Faktor Penghambat Dalam

Proses Capacity

Building KI Provinsi

Capacity Building

Komisi Informasi Provinsi Lampung


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan dari Pemerintah Provinsi Lampung untuk menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanakannya. Tipe penelitian ini merupakan penelitian yang bertipe deskriptif (menggambarkan), yakni jenis penelitian yang berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian dengan apa adanya (Moleong, 2006: 5), hal tersebut didasarkan karena penelitian ini menghasilkan data-data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati, adapun tujuannya adalah untuk menggambarkan secara tepat mengenai suatu keadaan, sifat-sifat individu atau gejala kelompok tertentu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena data-data yang dikumpulkan di lapangan adalah data-data yang berbentuk kata dan perilaku, kalimat, skema, dan gambar dengan latar belakang alamiah, manusia sebagai instrumen. Kemudian data-data tersebut digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan fenomena sosial yang diteliti. Bogdan


(45)

dan Taylor dalam Moleong,(2005:4), mendefinisikan metodelogi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Penelitian ini ditekankan pada metode kualitatif deskriptif yang menekankan proses penelitian daripada hasil penelitian, sehingga bukan kebenaran mutlak yang dicari tetapi pemahaman menyeluruh dan mendalam tentang objek yang diteliti. Penelitian ini memberikan pemahaman mengenai kesiapan Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta kendala-kendala yang dihadapi Komisi Informasi Publik Provinsi Lampung dalam melaksanakan undang-undang tersebut. Melalui proses wawancara mendalam (indeptherview) kepada aktor-aktor yang terkait serta data-data lainnya yang peneliti dapatkan.

B. Fokus Penelitian

Fokus Penelitian merupakan pedoman untuk mengambil data apa saja yang relevan dengan permasalahan penelitian. Fokus harus konsisten dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang ditetapkan telebih dahulu. Fokus penelitian juga berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang telah ditetapkan (Moleong, 2006 : 92).

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah upaya pembangunan kapasitas Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Maka


(46)

dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana Komisi Informasi Provinsi Lampung membangun kapasitasnya agar dapat melaksanakan perannya terhadap penyelenggaraan keterbukaan informasi publik, diantaranya:

1. Pembangunan kapasitas Komisi Informasi Provinsi Lampung yang akan dilihat berdasarkan 3 (tiga) aspek:

a) Aspek sistem: yaitu kerangka peraturan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung atau membatasi pencapaian tujuan-tujuan kebijakan tertentu, tanggungjawab dan kekuasaan antar lembaga.

b) Aspek kelembagaan: yaitu struktur organisasi dan sarana prasarana; proses-proses pengambilan keputusan dalam organisasi; prosedur, mekanisme kerja dan instrumen manajemen; hubungan-hubungan dan jaringan antar organisasi.

c) Aspek sumber daya manusia: yaitu tingkat keterampilan, kualifikasi, pengetahuan/wawasan, sikap (attitude), etika dan motivasi individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi.

2. Faktor-faktor penghambat proses pembangunan kapasitas Komisi Informasi Provinsi Lampung dalam menerapkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Lampung.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian. Lokasi yang menjadi tempat penelitian yaitu kompleks wilayah perkantoran Pemerintah Provinsi Lampung, khususnya Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Lampung dan Komisi Informasi Provinsi Lampung.


(47)

Beberapa alasan yang menjadi dasar dalam pemilihan lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 pasal 29 ayat 4 sekretariat Komisi Informasi Provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan. Dalam hal ini Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Lampung adalah lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas kesekretariatan dan penatakelolaan Komisi Informasi Provinsi Lampung.

2. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 pasal 23 Komisi Informasi lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonligitasi.

D. Jenis Data

Sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah kata–kata dan tindakan. Selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal ini pada bagian ini jenis data dibagi ke dalam kata–kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik (Lofland dalam Moleong, 2006: 157).

Data adalah bahan keterangan dalam suatu objek penelitian yang diperoleh. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(48)

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung peneliti dari lapangan. Dalam penelitian ini data diperoleh melalui wawancara mendalam melalui tatap muka antara peneliti dan informan, dimana cara yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut antara lain paling mengetahui tentang informasi yang diharapkan oleh peneliti, dan memudahkan peneliti dengan informan yang memiliki data yang berkaitan dengan proses penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 di Provinsi Lampung, diantaranya:

Tabel 3.1 Daftar Nama Informan

No Informan Jabatan Tanggal

Wawancara 1 Juniardi, S.IP, M.H Ketua Komisi Informasi

Provinsi Lampung

29 November 2011 2 Drs. Ahmad Haryono Wakil Ketua Komisi

Informasi Provinsi Lampung

29 November 2011

3 Drs. Fuad H Kepala Bagian Telematika Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Lampung

6 Desember 2011

4 Ahmad Bastari Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung

8 Desember 2011 5 Harzaini Usman,

S.H.,M.H

Sekertaris Dinas Badan Kepegawaian Daerah

12 Desember 2011

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperlukan dalam penelitian untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari data primer. Data sekunder dapat berupa naskah , dokumen resmi, dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini berupa, surat-surat keputusan


(49)

,data statistik, catatan-catatan, arsip-arsip, laporan kegiatan, foto–foto dilapangan, laporan kegiatan yang berkaitan dengan proses penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 di Provinsi Lampung.

Tabel 3.2 Daftar Dokumen yang Berkaitan Dengan Penelitian

No Nama Dokumen

1 PP No 61 tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No 14 tahun 2008 2 Peraturan Komisi Informasi No 1 tahun 2010 tentang Standar Layanan

Informasi Publik

3 Peraturan Komisi Informasi No 2 tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

4 Permendagri No 35 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi

5 Permenkominfo No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi

6 Laporan Kegiatan KI Provinsi Lampung per 3 Maret- November 2011 7 Tata tertib, Kode Etik, Program kerja dan Renstra Komisi Informasi

Provinsi Lampung

E. Penentuan Informan

Menurut Moleong (2006 : 163), informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini informan yang akan dijadikan subyek penelitian adalah pihak – pihak yang terlibat dalam proses penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 di Provinsi Lampung. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang disesuaikan dengan kriteria – kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini pihak-pihak yang akan dijadikan informan adalah sebagai berikut:

1. Ketua dan Wakil Ketua Komisi Informasi Publik Provinsi Lampung sebagai pihak yang peneliti anggap paling mengerti internal lembaga.


(50)

2. Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Lampung sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam stabilisasi organisasi Komisi Informasi Publik Provinsi Lampung

3. Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Lampung sebagai pihak yang bertugas membantu Komisi Informasi Publik dalam hal pendanaan. 4. Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung sebagai pihak yang

bertugas membantu tentang kelengkapan aparatur pada Komisi Informasi Publik Provinsi Lampung.

5. Komisi I DPRD Provinsi Lampung.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan dalam mengumpulkan data agar pekerjaan peneliti lebih mudah dalam arti lengkap, sistematis, efektif sehingga hasil penelitian lebih mudah diolah nantinya. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi intrumen atau alat selama penelitian berlangsung adalah peneliti itu sendiri. Dengan menggunakan alat panca indera melakukan pengamatan terhadap fenomena yang terjadi di tempat peneliti. Pada pelaksanaan penelitian, mulai dari proses memasuki lapangan, pengumpulan data dengan berprinsip bahwa peneliti adalah sebagai Human Instrument. Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan alat bantu seperti kamera, tape recorder, dan lain – lain.

G. Proses dan Teknik Pengumpulan

Adapun tahapan–tahapan yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(51)

1. Memasuki Lokasi Penelitian

Dalam tahap ini sebelum memasuki lokasi penelitian, terlebih dahulu peneliti melapor dan memperkenalkan diri pada aktor kunci di lokasi penelitian dengan membawa surat izin riset formal dari intitusi peneliti kemudian menunjukkan tanda pengenal dan identitas. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Purposive Sampling untuk mengumpulkan data dan informasi. Selain itu juga, peneliti mencoba untuk melakukan interaksi sebaik mungkin dengan informan kunci dan informan lainnya yang mengetahui banyak informasi untuk data primer terkait dengan permasalahan utama penelitian. Selain itu data–data seperti dokumentasi dan arsip–arsip juga sangat peneliti butuhkan guna sebagai bukti dari kegiatan ini.

2. Ketika Berada di Lokasi Penelitian (Getting Along) dan Pengumpulan Data (Logging Data)

Pada tahap ini peneliti mencoba untuk mengenali karakteristik informan– informan penelitian ini dengan harapan peneliti mudah mengetahui apa yang menjadi maksud informasi yang diberikan informan terhadap peneliti. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Interview atau Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006: 186).


(52)

Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti. Dengan metode wawancara mendalam, peneliti dapat menghasilkan data yang lebih mendalam, terperinci dan gambaran jelas mengenai kesiapan Pemerintah Provinsi Lampung dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

b. Studi Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan sumber–sumber data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian yang ada di lokasi penelitian. Dokumen ini dapat berupa data–data penting termasuk gambar atau foto yang berkaitan kesiapan Pemerintah Provinsi Lampung dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

c. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data melalui proses pengamatan. Pengamatan difokuskan pada jenis kegiatan dan peristiwa tertentu yang memberikan informasi dan pandangan benar-benar berguna (Moleong, 2006: 173). Observasi atau pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperan serta dan tidak berperan serta. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik


(53)

observasi berperan serta, dimana peran peneliti sebagai pengamat diketahui oleh para subjek.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif, yaitu menganalisa data dengan cara menjelaskan dalam bentuk kalimat logis. Patton dalam Moleong (2006: 287), menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur ukuran data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satu untaian dasar. Kemudian analisa data dilakukan secara bersama dengan jalannya penelitian, analisa data akan dilakukan melalui tiga kegiatan analisa:

1. Reduksi data

Reduksi data mencakup kegiatan mengihktiarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin, memilah-milahnya ke dalam suatu konsep tertentu, kategori tertentu, atau tema tertentu. Reduksi data merupakan suatu analisa yang menajamkan, menggolongkan dan mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik.

Pada penelitian kali ini peneliti melakukan pereduksian data seperti ketika penulis melakukan interview dengan informan, banyak informasi yang diperoleh yang tidak berkaitan dengan proses penelitian seperti ketika informan menceritakan masa-masa ketika mereka menjadi mahasiswa, dalam reduksi data, hasil wawancara yang tidak mengena dengan fokus penelitian seperti tersebut dibuang, untuk selanjutnya data diklasifikasikan.


(54)

2. Penyajian Data

Alur kedua dari kegiatan analisa data penelitian adalah penyajian data. Penyajian sering digunakan pada analisa data kualitatif adalah bentuk teks naratif (peristiwa–peristiwa ditampilkan secara berurutan). Data yang diperoleh dari hasil wawanara mendalam dikumpulkan untuk diambil kesimpulan– kesimpulan sehingga bisa disajikan dalam bentuk teks deskriptif.

3. Menarik Kesimpulan

Kegiatan analisa ketiga menarik kesimpulan dan verifikasi. Setelah proses pengumpulan, dan penyajian data dilakukan, langkah selanjutnya yaitu menarik kesimpulan dan verifikasi data. Yang dimaksud verifikasi dalam kegiatan ini yaitu kegiatan peninjauan ulang pada catatan–catatan lapangan, dengan kata lain menguji ulang kebenaran – kebenaran data – data yang ada (uji validitas). Hasil wawancara dari informan kemudian ditarik kesimpulannya sesuai dengan masalah dan tujuan peneliti.

I. Teknik Keabsahan Data

Untuk menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif harus memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2006: 324) yang dalam pemeriksaan data menggunakan empat kriteria:

1. Derajat Kepercayaan (Credibilty)

Penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inquri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai dan


(55)

mempertunjukkan hasil–hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Kriteria ini menggunakan tehnik pemeriksaan, ketekunan, pengamatan, triangulasi, pengecakan dengan pihak– pihak yang terlibat, memperbanyak referensi dan juga menganalisis kasus negatif sebagai pembanding. Adapun kegiatan–kegiatan yang dilakukan agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipercaya antara lain.

a) Triangulasi

Triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu. Denzim dalam Moleong (2006: 330) mengatakan triangulasi data berarti menggunakan data dari sumber, metode penyidik, dan teori. Triangulasi ini digunakan, karena merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai hubungan dan dari berbagai pandangan. Untuk memeriksa keabsahan data, peneliti melakukan pengecekan dalam berbagai sumber yaitu dengan cara melakukan wawancara lebih dari satu pihak informan yang berasal dari unsur-unsur yang berbeda.

b) Perpanjangan Waktu Pengamatan

Perpanjangan waktu pengamatan dilakukan guna meningkatkan kepercayaan. Dengan perpanjangan pengamatan seperti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lain dengan sumber


(1)

MOTTO

Kesalahan Adalah

Pengalaman Pertama Dalam

Melakukan Hal

Hal Baru…

Jujur - Sabar - Iklhas

The Danger Of Small Mistakes Is

That Those Mistakes Are Not

Always Small

You Have To Endure

Caterpillars If You Want

To See Butterflies

To Be Silent Is The Biggest Art In

A Conversation


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap M Gerry Kartadilaga, sebagai anak sulung (pertama) dari 5 (lima)bersaudara hasil pasangan Bapak Erwin Kartadilaga, S.E dan Ibu Dina Afianti, S.Pd. Penulis dilahrikan pada tanggal 10 Agustus 1987 di Bandar Lampung. Perjalanan dalam menuntut ilmu di bangku pendidikan formal, mulai dari Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi penulis habiskan di berbagai tempat.

Pada tahun 1993, ketika menginjak usia 6 tahun penulis memulai proses pendidikan formal di Sekolah Dasar Persit Bandar Lampung, namun pada tahun 1995 ketika beranjak kelas 3 (tiga) penulis pindah studi dan melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Pecrobaan 1 Medan Sumatera Utara dan diselesaikan pada Tahun 1998. Kemudian Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Medan, namun pada tahun 2000 ketika beranjak kelas 3 (tiga) penulis pindah studi dan melanjutkan di SLTP Negeri 8 Semarang Jawa Tengah dan selesai pada tahun 2001. Selanjutnya, Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Semarang Jawa Tengah namun pada tahun 2004 ketika beranjak naik kelas 3 (tiga) penulis pindah studi dan melanjutkan di SMU Negeri 3 Bandar Lampung hingga selesai Tahun 2005.


(3)

Pada Tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga pernah tercatat sebagai pengurus organisasi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara yang bernama HIMAGARA sebagai

Ketua Bidang RTO/Rumah Tangga Organisasi lalu di reshuffle oleh Ketua Umum menjadi Ketua

Bidang Dana Usaha/Danus.

Penulis juga melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Desa Sumberejo Metro Selatan Metro pada tahun 2008.

Selanjutnya penulis juga pernah diikutsertakan dalam survey di antaranya : Surveyor Taylor Nelson Sofres (TNS) tentang produk kartu perdana telepon selular dan Surveyor Pilkada kota Metro oleh LSI.

Singkat kata, hingga tulisan ini dibuat, sudah cukup rasanya penulis menjadi penghuni “kampus hijau”. Kuliah dan berorganisasi merupakan aktivitas penulis selama berada di “kampus hijau” ini. Penulis yakin, suatu saat nanti pasti akan ada pelajaran positif yang dapat dipetik dari perjalanan panjang yang penuh lika-liku tersebut.


(4)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil „alamin Segala puji bagi Allah sejumlah apa yang Dia ciptakan. Segala puji bagi Allah sejumlah apa yang ada di langit dan di bumi. Segala puji bagi Allah sejumlah apa yang dihitung oleh Nya. Segala puji bagi Allah sepenuh apa yang dihitung oleh Kitab-Nya. Segala puji bagi Allah sejumlah segala sesuatu. Dan segala puji bagi Allah sepenuh segala sesuatu. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi dengan judul, “Pembangunan Kapasitas Kelembagaan (Studi Pada Komisi Informasi Publik Provinsi Lampung)” merupakan hasil penelitian yang dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

gelar sarjana di bidang Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya khususnya kepada kedua orang tua penulis, “Babe Erwin” dan “Mama Iin”, yang telah banyak berkorban untuk penulis. Begitu banyak energy, materi dan kasih sayang yang tidak terhingga untuk penulis, yang selalu memberi nasehat dan pelajaran tentang hidup.

Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan menghaturkan terimakasih yang tulus kepada :


(5)

1. Bapak Dr. Bambang Utoyo S, M.Si., selaku Pembimbing Utama atas kesetiaan dan kesabarannya membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis haturkan terima kasih atas segala nasehat dan mohon maaf yang tulus untuk setiap salah dan khilaf penulis selama ini.

2. Bapak Fery Triatmojo, S.A.N., M.PA.,selaku Pembimbing pembantu yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan dan kritik selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis haturkan permohonan maaf yang tulus untuk setiap salah dan khilaf penulis selama ini.

3. Ibu Rahayu sulistiowati, S.Sos., M.Si., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya meluangkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan kritik dan saran produktif terhadap perbaikan skripsi ini. Juga selaku ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara dan selaku Pembimbing Akademik penulis haturkan terima kasih atas segala nasehat dan mohon maaf atas setiap khilaf dan salah penulis selama ini.

4. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.S., selaku Dekan Fisip Universitas Lampung.

5. Ibu Yuli selaku staf jurusan yang sabar membantu dalam berbagai keperluan yang penulis butuhkan.

6. Seluruh staf pengajar Jurusan Ilmu Administrasi Negara

7. Seluruh staf akademik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

8. Seluruh informan dalam penelitian ini, yans begitu apresiasi terhadap penelitian ini dan selalu membantu penulis ketika sedang melakukan penelitian.


(6)

10. Seluruh keluarga besar HIMAGARA Fisip Unila

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama proses

penulisan skripsi ini.

Semoga setiap kebaikan Bapak/Ibu/Saudara/I semua, akan dicatat sebagai amal ibadah yang akan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala terbaiknya.

Bandar Lampung, Mei 2012

Penulis,