Peraturan Hukum tentang Perlindungan Konsumen

C. Peraturan Hukum tentang Perlindungan Konsumen

Disamping UUPK, hukum konsumen ditemukan didalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. UUPK berlaku setahun sejak disahkannya tanggal 20 April 2000. Dengan demikian dan ditambah dengan ketentuan Pasal 64 Ketentuan Peralihan Undang-undang ini, berarti untuk membela kepentingan konsumen masih harus dipelajari semua peraturan perundang-undangan umum yang berlaku. Tetapi peraturan perundang-undangan umum yang berlaku memuat juga berbagai kaidah menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen setidak-tidaknya ia merupakan sumber agar juga dari hukum konsumen danatau hukum perlindungan konsumen. 1. Undang-undang Dasar dan Ketetapan MPR Hukum konsumen, terutama hukum perlindungan konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-undang Dasar 1945, pembukaan, alinea ke-4 berbunyi : “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenab bangsa Indonesia.” Umumnya, sampai saat ini orang bertumpu pada kata “segenap bangsa” sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia asas persatuan bangsa. Akan tetapi, disamping itu, dari kata “melindungi” manurut Az. Nasution di dalamnya terkandung pula asas perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada segenap bangsa itu tentulah sebagai segenap bangsa tanpa kecuali. Baik ia laki-laki atau perempuan, orang Universitas Sumatera Utara kaya atau orang miskin, orang kota atau desa, orang asli atau keturunan dan pengusaha pelaku usaha atau konsumen. 39 Kalau pada TAP-MPR 1988 “menjamin” kepentingan konsumen, maka pada tahun 1993 digunakan istilah “melindungi kepentingan konsumen”. Sayangnya, dalam masing-masing TAP-MPR tersebut tidak terdapat penjelasan Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan hukum yang termuat dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 UUD 1945. Ketentuan tersebut berbunyi : “Tiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.“ Sesungguhnya, apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu oleh pihak.pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. Penghidupan yang layak, apalagi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dari warga negara dan hak semua orang. Ia merupakan hak dasar bagi rakyat secara menyeluruh. Penjelasan autentik Pasal 27 ayat 2 ini berbunyi : Telah jelas, pasal-pasal ini mengenal hak-hak warga negara. Selanjutnya, untuk melaksanakan perintah UUD 1945 melindungi segenap bangsa, dalam hal ini khususnya melindungi konsumen, Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR telah menetapkan berbagai ketetapan MPR, khususnya sejak tahun 1978. Dengan ketetapan terakhir Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1993 TAP-MPR makin jelas kehendak rakyat atas adanya perlindungan konsumen, sekalipun dengan kualifikasi yang berbeda- beda pada masing-masing ketetapan. 39 Az. Nasution., Op.cit., hal 80 Universitas Sumatera Utara tentang apa yang dimaksud dengan menguntungkan, menjamin atau melindungi kepentingan konsumen tersebut. Salah satu yang menarik dari TAP-MPR 1993 ini adalah disusunnya dalam satu nafas, dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen dan konsumen. Susunan kalimat tersebut berbunyi ; “.........meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan kosumen”. Dengan susunan kalimat demikian, terlihat lebih jelas arahan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang kekhususan kepentingan produsen dan semua pihak yang dipersamakan dengannya dan kepentingan konsumen. Sifat kepentingan khas produsen lebih tepatnya pelaku usaha atau pengusaha telah ditunjukkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebelumnya telah diterangkan bahwa pengusaha dalam menjalankan kegiatan memproduksi atau berdagang menggunakan barang atau jasa sebagai bahan baku bahan tambahan, bahan penolong, atau bahan pelengkap. Kepentingan mereka dalam menggunakan barang atau jasa untuk kegiatan usaha memproduksi danatau berdagang itu, adalah untuk meningkatkan pendapatan atau penghasilan mereka tujuan komersil. Adapun bagi konsumen akhir, sebagai pribadi penggunaan barang dan jasa itu adalah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya kepentingan non komersil. Nilai barang atau jasa yang digunakan konsumen dalam memenuhi kebutuhan raga dan jiwa konsumen. Oleh karena itu, nyata bahwa konsumen tidak semata-mata menggunakan ukuran-ukuran komersial Universitas Sumatera Utara sebagaimana yang terjadi ukuran pelaku usaha dalam penggunaan barang danatau jasa yang mereka konsumsi. Kepentingan peningkatan pendapatan atau penghasilan pelaku usaha adalah dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha mereka. Dalam hubungannya dengan para konsumen, kegiatan usaha pengusaha adalah dalam rangka memproduksi, menawarkan, tidak merosot atau bahkan hilang sama sekali baik karena : a. Terdapat kelemahan dalam menjalankan usaha tertentu atau tidak efisien dalam menjalankan manajemen usaha perlu ketentuan-ketentuan tentang pembinaan atau; b. Adanya praktik-praktik niaga tertentu yang menghambat atau menyingkirkan para pengusaha dari pasar, seperti praktik persaingan melawan hukum, penguasa pasar yang dominan, dan lain-lain memerlukan ketentuan-ketentuan pengawasan. Kepentingan konsumen dalam kaitan dengan penggunaan barang danatau jasa, adalah agar barangjasa konsumen yang mereka peroleh, bermanfaat bagi kesehatan tubuh, keamanan jiwa dan harta benda, diri, keluarga danatau rumah tangganya tidak membahayakan atau merugikan mereka. Jadi, yang menonjol dalam perlindungan kepentingan konsumen ini adalah perlindungan pada jiwa, kesehatan, harta danatau kepentingan kekeluargaan konsumen. Perbedaan prinsipil dari kepentingan-kepentingan dalam penggunaan barangjasa dan pelaksanaan kegiatan antara pelaku usaha dan konsumen dengan sendirinya memerlukan jenis pengaturan perlindungan dan dukungan yang Universitas Sumatera Utara berbeda pula. Bagi kalangan pelaku usaha perlindungan itu adalah untuk kepentingan komersil mereka dalam menjalankan kegiatan usaha, seperti bagaimana mendapatkan bahan baku, bahan tambahan dan penolong, bagaimana memproduksinya, mengangkutnya dan memasarkannya, termasuk didalamnya bagaimana menghadapi persaingan usaha. Harus ada peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang usaha dan mekanisme persaingan itu. Persaingan haruslah berjalan secara wajar dan tidak terjadi kecurangan- kecurangan yang mengakibatkan kalangan pelaku usaha tidak saja tidak meningkat pendapatannya, bahkan mati usahanya. Sekalipun diakui bahwa persaingan merupakan suatu hal yang biasa dalam dunia usaha, tetapi persaingan antar kalangan usaha itu haruslah sehat dan terkendali. Bagi konsumen, kepentingan non komersial mereka yang harus diperhatikan adalah akibat-akibat kegiatan usaha dan persaingan di kalangan pelaku usaha terhadap jiwa, tubuh atau harta benda mereka. Dalam keadaan bagaimanapun, tetap harus dijaga keseimbangan, keselarasan, dan keserasian di antara keduanya. Oleh karena itu, dalam penyusunan perundang-undangan haruslah jelas siapa yang dimaksudkan dengan pelaku usaha dan siapa pula konsumen, apa hak-hak danatau kewajiban yang sesuai kepentingan masing- masing pihak. Percampuradukan keduanya, seperti pemikiran sementara orang pada saat ini, lebih banyak menimbulkan kerancuan dan kesulitan dari pada kemanfaatan. Universitas Sumatera Utara Pelaku usaha adalah pelaku usaha, dan konsumen adalah konsumen, haruslah diciptakan keadaan yang seimbang, serasi, dan selaras dalam kehidupan di antara keduanya. 2. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata Dengan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata dalam arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis hukum adat. Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUH Perdata. Di samping itu, tentu ada juga kaidah-kaidah hukum perdata adat, yang tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan dalam perkara- perkara tertentu. Patut kiranya diperhatikan kenyataan yang ada dalam pemberlakukan berbagai kaidah hukum perdata tersebut. Pada tahun 1963, Mahkamah Agung menganggap Kitab Undang-undang Hukum Perdata BW tidak sebagai Undang-undang tetapi sebagai dokumen yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum tidak tertulis. Selanjutnya menganggap tidak berlaku beberapa pasal dari KUH Perdata. Akan tetapi, untuk selebihnya dalam pengalaman di pengadilan sepanjang zaman kemerdekaan sampai waktu ini, KUH Perdata bahkan tampak seperti dominan berlakunya dibandingkan dengan kaidah-kaidah hukum adat atau kaidah-kaidah hukum tidak tertulis dan putusan-putusan pengadilan negeri maupun pengadilan-pengadilan luar negeri yang berkaitan. KUH Perdata memuat berbagai kaidah hukum berkaitan dengan hubungan hukum dan masalah antar pelaku usaha penyedia Universitas Sumatera Utara barang danatau jasa dan konsumen pengguna barang-barang atau jasa tersebut. Terutama buku kedua, buku ketiga, dan buku keempat memuat berbagai kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang atau jasa konsumen tersebut. Begitu pula dalam KUHD Kitab Undang-undang Hukum Dagang, baik buku pertama, maupun buku kedua, mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terlibat dari khususnya jasa perasuransian dan pelayaran. Hubungan hukum perdata dan masalahnya dalam lingkungan berlaku hukum adat, sekalipun sudah amat berkurang, masih tampak hidup dan terlihat dalam berbagai putusan pengadilan. Beberapa putusan pengadilan tentang masalah keperdataan berkaitan dengan perlindungan konsumen masih terlihat. Adapun hubungan-hubungan hukum atau masalah antara penyediaan barang atau jasa dan konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan hukum yang berlaku bagi mereka, dapat diberlakukan hukum internasional dan asas-asas hukum internasional, khususnya hukum perdata internasional, memuat pola berbagai ketentuan hukum perdata bagi konsumen Akan tetapi disamping itu, dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain, tampaknya termuat pula kaidah-kaidah hukum yang mempengaruhi danatau termasuk dalam bidang hukum perdata. Antara lain tentang siapa yang dimaksudkan sebagai subjek hukum dalam suatu hubungan hukum konsumen, hak-hak dan kewajiban masing-masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang terjadi dalam sengketa antara konsumen dan penyedia barang danatau penyelenggara jasa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan bersangkutan Universitas Sumatera Utara Jadi, kalau dirangkum keseluruhannya, terlihat bahwa kaidah-kaidah hukum yang menganut hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia barang danatau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing- masing terlihat termuat dalam: 1. KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga, dan keempat; 2. KUHD, buku kesatu dan buku kedua; 3. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen. Perbuatan melawan hukum Pasal 1362 KUH Perdata dalam sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Perbuatan melawan hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk pada ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Rumusan norma dalam rumusan ini unik tidak seperti ketentuan pasal lainnya. Perumusan norma Pasal 1365 KUH Perdata lebih merupakan struktur norma dari pada substansi ketentuan hukum yang sudah lengkap. Oleh karena itu, substansi ketentuan Pasal 1365 KUH perdata senantiasa memerlukan materialisasi di luar KUH Perdata. Dilihat dari dimensi waktu, ketentuan ini akan “abadi” karena hanya merupakan struktur. Dengan kata lain, seperti kiasan yang sudah dikenal bahwa Pasal 1365 KUH Perdata ini “Tak lekang kena panas, tak lapuk kena Universitas Sumatera Utara hujan”. Perbuatan melawan hukum onrechtmatigedaad sama dengan perbuatan melawan Undang-undang onwetmatigedaad. 40 Ketiga, perbuatan melawan hukum terhadap nama baik. Masalah penghinaan diatur dalam Pasal 1372 sampai dengan Pasal 1380 KUH Perdata. Pasal 1372 menyatakan bahwa tuntutan terhadap penghinaan adalah bertujuan Perbuatan melawan hukum di Indonesia yang berasal dari Eropa Kontinental diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1380 KUH Perdata. Pasal-pasal tersebut mengatur bentuk tanggung jawab atas Perbuatan Melawan hukum yang terbagi atas : Pertama, tanggung jawab tidak hanya karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan diri sendiri tetapi juga berkenaan dengan perbuatan melawan hukum orang lain dan barang-barang di bawah pengawasannya. Pasal 1367 ayat 1 KUH Perdata menyatakan : ”Seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.” Kedua, perbuatan melawan hukum terhadap tubuh dan jiwa manusia. Pasal 1370 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam hal terjadi pembunuhan dengan sengaja atau kelalaiannya maka suami atau istri, anak, orang tua korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, berhak menuntut ganti rugi yang harus dinilai oleh keadaan dan kekayaan kedua belah pihak. 40 Rosa Agustina, Makalah Penerapan Dalil Perbuatan Melawan Hukum Pasal 1365 KUHPerdata, dalam Sengketa Antara Konsumen dengan Pelaku Usaha, dalam Buku Masalah- masalah Hukum Ekonomi Kontemporer, Ridwan Khairandy, Editor Jakarta: FH UI, 2006, hal 239 Universitas Sumatera Utara untuk mendapat ganti rugi dan pemulihan nama baik, sesuai dengan kedudukan dan keadaan para pihak. Beberapa tuntutan yang dapat diajukan karena perbuatan melawan hukum ialah: 1. Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan; 2. Ganti rugi dalam bentuk aturan atau dikembalikan dalam bentuk semula; 3. Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum; 4. Melarang dilakukannya perbuatan tertentu. Penerapan Pasal 1365 KUH Perdata mengalami perubahan melalui putusan pengadilan dan Undang-undang telah secara khusus mengatur tentang ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, misalnya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen. Sebelum Undang-undang tersebut lahir, gugatan yang berkenaan dengan ganti rugi berkaitan dengan materi yang kemudian diatur dalam Undang-undang tersebut didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata. Namun dengan lahirnya Undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai tuntutan ganti kerugian maka telah terjadi perubahan dalam penerapan Pasal 1365 KUH Perdata. Perkara berikut ini menunjukkan perubahan penerapan Pasal 1365 KUH Perdata dalam hubungan dengan sengketa antara kosumen dan pelaku usaha, perkara bermula dari pembelian mobil jenis BMW 318i yang dilakukan oleh Penggugat, menurut Tergugat salah satu kecanggihan mobil BMW adalah sistem elektroniknya akan memberi keamanan dan kenyamanan, dan kunci elektroniknya tidak mungkin dipalsukan. Universitas Sumatera Utara Pada suatu hari Penggugat pergi mengantarkan istri penggugat untuk mengurut kakinya ke suatu tempat dengan mengendarai mobil BMW tersebut. Sesampainya dirumah, Penggugat tidak bisa menahan buang air kecil karena menderita suatu penyakit sehingga terburu-buru masuk ke toilet yang terletak di dalam rumah sambil menutup pintu mobil yang menggunakan remote control. Sebagaimana yang sering dilakukan oleh Penggugat ketika mengendarai jenis mobil yang lainnya karena sekalipun di kunci dari luar, penumpang yang masih berada di dalam mobil tetap bisa keluar dari dalam mobil dengan cara membuka pintu dari dalam. 3. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan. Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen danatau hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata danatau hukum acara pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional. Jadi, segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang- cabang hukum publik itu sepanjang berkaitan dengan hubungan hukum konsumen danatau masalah dengan penyediaan barang atau penyelenggaraan jasa, dapat pula diberlakukan. Dalam kaitan ini antara lain ketentuan perizinan usaha, ketentuan-ketetuan hukum dan berbagai konvensi danatau ketentuan hukum perdata internasional. Universitas Sumatera Utara Di antara kesemua hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi negara, selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, hukum internasional khususnya hukum perdata internasional dan hukum acara perdata serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen. Ketentuan hukum administrasi, misalnya menentukan bahwa pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang termuat dalam Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 Undnag-undang tentang Rumah Susun, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 LN Tahun 1985 No. 75. Selanjutnya dalam Undang-undang Kesehatan, Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Pasal 73 disebutkan : “Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam Pasal 76 Undang-undang itu dijelaskan pula peran pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah, sedang pasal 77 menegaskan wewenang pemerintah untuk mengambil berbagai tindakan administrasi terhadap tenaga kesehatan danatau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang ini.” Dari peraturan perundang-undangan di atas terlihat beberapa dapartemen dan atau lembaga pemerinah tertentu menjalankan tindakan administrasi berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan perundang-undangan tersebut. Misalnya tindakan administrasi Universitas Sumatera Utara terhadap tenaga kesehatan danatau sarana kesehatan yang melanggar Undang- undang Pasal 77 Undabg-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pasal 77 itu berbunyi : “Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan danatau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini. Penjelasan pasal ini menetukan : tindakan administratif dalam pasal ini dapat berupa pencabutan izin usaha, izin praktik atau izin lain yang diberikan serta penjatuhan hukum disiplin berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dilakukan setelah mendengar pertimbangan Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.” Begitu pula dengan tindakan administratif Menteri Kehakiman dalam mengesahkan Anggaran Dasar suatu Perseroan Terbatas atau Perubahannya sebagaimana termuat dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 29 menegaskan bahwa tugas pembinaan pengawasan bank-bank di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia. Ayat 2 pasal ini menentukan bahwa Bank Indonesia mendapat ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Selanjutnya, pasal 52 dan pasal 53 ketentuan pidana dan sanksi administratif, ditetapkan bahwa Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan pertimbangan kepada Menteri Keuangan untuk mencabut izin usaha bank bersangkutan. Universitas Sumatera Utara

D. Pihak-pihak dalam Perlindungan Konsumen