BUKU PEDOMAN SISKURTANNAS

(1)

(2)

LEMBAGA KETAHANAN

NASIONAL RI

Labkurtannas Lemhannas RI Gedung Astagatra Lt. 8 Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10


(3)

(4)

SAMBUTAN

GUBERNUR

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI

Kita perlu memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang dianugerahkan kepada kita semua. Saya memberikan apresiasi atas diterbitkannya Buku Pedoman tentang Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional dan Simulasi Kebijakan Publik edisi tahun 2015, yang merupakan updating dari buku Pedoman edisi sebelumnya.

Buku Pedoman ini adalah manual yang digunakan oleh Lemhannas Republik Indonesia dalam mengukur Ketahanan Nasional dan Ketahanan Nasional di daerah. Buku ini juga akan digunakan sebagai manual dalam praktikum bagi peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan dan Program Pendidikan Singkat Angkatan tahun 2016 dalam melakukan pengukuran ketahanan nasional, ketahanan nasional di daerah, simulasi dan evaluasi kebijakan publik.

Hasil pengukuran dan simulasi diharapkan; memperkaya materi pendidikan kader dan pimpinan tingkat


(5)

nasional, bermanfaat bagi pengkajian strategis (dalam melakukan identifikasi awal tentang permasalahan-permasalahan ketahanan nasional dan ketahanan nasional di daerah), dan dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan locus sasaran dan materi sosialisasi dalam pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

Kepada Tim Penyusun buku dan semua pihak yang telah membantu penerbitan buku ini, saya mengucapkan terimakasih.

Demikian sambutan saya, semoga buku ini bermanfaat. Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Desember 2015

Gubernur Lemhannas RI


(6)

PENGANTAR

KETUA LABORATORIUM

PENGUKURAN KETAHANAN NASIONAL

Kami sangat bersyukur ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas karunia-Nya lah Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia dapat menyelesaikan Buku Pedoman tentang Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional dan Simulasi Kebijakan Publik edisi tahun 2015 dengan baik. Buku ini adalah ringkasan dari Buku tentang Sistem Utama Pengukuran Ketahanan Nasional dan Simulasi Kebijakan Publik Edisi Tahun 2015. Buku Pedoman ini terutama akan digunakan sebagai pedoman pengukuran ketahanan nasional dan simulasi kebijakan publik bagi Program Pendidikan Reguler Angkatan dan Program Pendidikan Singkat Angkatan pada tahun 2016.

Secara prinsip buku ini tidak jauh berbeda dengan buku pedoman edisi sebelumnya. Perbedaannya adalah terdapat beberapa indikator baru dalam model pengukuran, perubahan nama indikator yang disesuaikan dengan terminologi yang digunakan oleh sumber data dan Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional (Siskurtannas) berbasis GIS (Geographical Information System).

Ada empat bagian yang dibahas dalam buku pedoman ini, yaitu:

1. Sistem Ketahanan Nasional baik dalam perspektif Konseptual maupun Operasional


(7)

2. Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional yang meliputi; model pengukuran, variabel, indikator, parameter dan instrumen.

3. Sistem Pengukuran Ketahanan Nasional berbasis GIS. 4. Model Simulasi Kebijakan Publik dengan menggunakan

sistem dinamik serta penentuan isu strategis.

Dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat membawa keharusan bagi Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia untuk selalu melakukan updating, paling tidak setiap tahun. Updating tidak hanya dilakukan terhadap data tetapi juga pada sistem pengukuran dan simulasi kebijakan yang digunakan.

Kami menyadari bahwa sistem ini masih dapat dikembangkan lebih jauh. Oleh karena itu masukan-masukan yang konstruktif dari pembaca dalam rangka penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan.

Semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua.

Jakarta, Desember 2015 KETUA LABKURTANNAS

LEMHANNAS RI


(8)

Sambutan Gubernur Lemhannas RI ... i

Pengantar Koordinator Labkurtannas ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Deskripsi Umum Ketahanan Nasional ... 1

1.2 Pentingnya Pengukuran Ketahanan Nasional .... 3

1.3 Hubungan Ketahanan Nasional dengan Pembangunan Nasional ... 5

Bab 2 Sistem Ketahanan Nasional ... 7

2.1 Ketahanan Nasional dalam Perspektif Konseptual ... 7

2.1.1 Dimensi Gatra ... 9

2.1.1.1 Gatra Alamiah ... 9

2.1.1.2 Gatra Sosial ... 10

2.1.2 Dimensi Spasial (Wilayah) ... 10

2.1.3 Dimensi Waktu ... 11

2.2 Ketahanan Nasional dalam Perspektif Operasional ... 12

2.2.1 Peran Setiap Gatra dalam Trigatra ... 13

2.2.2 Peran Setiap Gatra dalam Pancagatra ... 15

2.2.3 Pancagatra sebagai Prime Mover Sistem Nasional ... 17

Bab 3 Pengukuran Ketahanan Nasional ... 19


(9)

Pancagatra ... 23

3.2 Kaidah Pengembangan Instrumen Pengukuran . 24 3.3 Pengukuran Ketahanan Nasional ... 25

3.4 Siskurtannas berbasis GIS ... 35

Bab 4 Keterkaitan Antar Indikator ... 39

4.1 Deskripsi Umum Ketahanan Nasional ... 39

4.2 Hubungan Kausalitas ... 41

4.3 Model Simulasi Kebijakan (Pendekatan Sistem Dinamik) ... 43

Bab 5 Isu Strategis ... 51

Bab 6 Penutup ... 53


(10)

Daftar Tabel

Tabel 3.1 Banyaknya Aspek, Variabel, Indikator,

dan Instrumen Trigatra ... 22 Tabel 3.1.2 Banyaknya Aspek, Variabel, Indikator,

dan Instrumen Pancagatra ... 23 Tabel 3.3 Gatra G (Geografi, Demografi, SKA,

Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosbud,

Hankam) ... 28 Tabel 3.7 Tabel Pengukuran Ketahanan Gatra ... 33


(11)

Daftar Gambar

Gambar 2.1.1 Skema Hubungan Antar Gatra dalam

Ketahanan Nasional ... 8 Gambar 3.1.1 Model Pengukuran Ketahanan Nasional ... 21 Gambar 3.4.1 Hasil Pengukuran Indeks Ketahanan

Nasional berbasis GIS ... 36 Gambar 3.4.2 Informasi Geospasial dari Simpul Peta BIG


(12)

Daftar Lampiran

Lampiran I Matriks Indikator Gatra Geografi ... 57

Lampiran II Matriks Indikator Gatra Demografi ... 68

Lampiran III Matriks Indikator Gatra Sumber Kekayaan Alam ... 73

Lampiran IV Matriks Indikator Gatra Ideologi ... 87

Lampiran V Matriks Indikator Gatra Politik ... 99

Lampiran VI Matriks Indikator Gatra Ekonomi ... 109

Lampiran VII Matriks Indikator Gatra Sosial Budaya ... 122

Lampiran VIII Matriks Indikator Gatra Pertahanan dan Keamanan ... 132


(13)

Pendahuluan

1.1 Deskripsi Umum Ketahanan

Nasional

etahanan nasional dapat didekati melalui dua pendekatan, yakni pendekatan enjiniring dan pendekatan sosial (Muladi, 2007). Pendekatan enjiniring melihat ketahanan sebagai suatu kemampuan untuk cepat kembali ke bentuk dan posisi semula pada saat terjadi

tekanan,

benturan atau pembengkokan. Pendekatan sosial

1

K


(14)

memandang ketahanan nasional sebagai kemampuan merespon, beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan.

Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup Bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional. Ketahanan nasional meliputi segenap aspek kehidupan yang secara sederhana dapat digolongkan menjadi delapan gatra yang meliputi geografi, demografi dan sumber kekayaan alam sebagai gatra alamiah (natural determinants) serta ideologi,politik,ekonomi,sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan sebagai gatra sosial (social determinants).

Masing-masing komponen dalam system nasional menggambarkan keseluruhan sistem yang saling berintegrasi dan


(15)

ketahanan dan interaksi masing-masing komponen secara terus menerus/berkala, akan dapat diketahui dinamika kondisi dan interaksi dari masing-masing komponen baik secara substansi maupun spasial dari waktu ke waktu.

Pengukuran ketahanan nasional melibatkan 3 dimensi, yaitu (a) dimensi substansi/gatra, (b) dimensi wilayah/spasial, dan (c) dimensi waktu.

1.2 Pentingnya Pengukuran

Ketahanan Nasional

Pengukuran ketahanan nasional, baik dimensi substansi, spasial maupun waktu sangat diperlukan. dan regionalisasi serta dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat tentu sangat berpengaruh pada ketahanan nasional. Kondisi ini menuntut kita untuk selalu melakukan evaluasi dan monitoring terhadap ketahanan nasional kita, agar kita tidak terlambat dalam menyikapi dampak dari dinamika lingkungan tersebut.Ketahanan Nasional. Oleh karena itu, kita perlu selalu melakukan


(16)

pemantauan secara terus menerus terhadap ketahanan nasional kita dalam rangka memberikan sistem peringatan dini (early warning system) dan basis data bagi pengambilan keputusan baik bagi pemerintah, maupun pemerintah daerah.

Lemhannas RI mempunyai empat fungsi utama, yaitu (a) mendidik kader dan pimpinan nasional, (b) memberikan masukan kepada Presiden melalui kajian yang bersifat konseptual dan strategis, (c) memantapkan nilai-nilai kebangsaan, dan (d) melakukan kerja sama. Dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut, Lemhannas RI berkewajiban untuk selalu melakukan evaluasi dan monitoring tentang ketahanan nasional.

Upaya untuk selalu mampu memenuhi tugas pokok fungsi tersebut memang sudah dilakukan oleh Lemhannas RI. Namun, dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kualitas pelaksanaan tugas dan pokok fungsi, maka sejak tahun 2007 telah di bangun Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas). Pembangunan sarana dan prasarana baik yang berbentuk perangkat keras (hardware), maupun perangkat lunak (software) telah dilakukan secara intensif. Pembangunan Sistem Informasi


(17)

juga mulai dilakukan dalam upaya untuk mengakselerasi peningkatan kapasitas dankualitas Labkurtannas tersebut.

1.3

Hubungan Ketahanan Nasional

dengan Pembangunan Nasional

Pembangunan nasional merupakan proses berlanjut dengan berbagai tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan. Keberhasilan pembangunan nasional yang berhasil akan meningkatkan kondisi ketahanan nasional. Demikian juga ketahanan nasional yang sangat tangguh akan memberikan landasan yang kuat bagi pelaksanaan pembangunan nasional.

Kebijakan dan strategi pembangunan harus berbasis pada perkiraan tentang perkembangan kondisi geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan di masa yang akan datang serta dinamika lingkungan strategis baik pada tingkat regional maupun global. Keberhasilan memprediksi kondisi


(18)

masa yang akan datang, menjadi kunci bagi perumusan arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional.

Antara ketahanan nasional dan pembangunan nasional saling terkait. Keberhasilan pembangunan nasional akan meningkatkan kondisi ketahanan nasional, sebaliknya kondisi ketahanan nasional yang sangat tangguh akan lebih mengakselerasi pembangunan nasional.


(19)

D

Sistem Ketahanan

Nasional

2.1 Ketahanan Nasional dalam

Perspektif Konseptual

ilihat dari perspektif konseptual, pengukuran ketahanan nasional berbasis pada ketahanan masing-masing komponen dalam sistem nasional yang terdiri atas 3 dimensi, yaitu dimensi substansi/gatra, dimensi wilayah serta dimensi waktu. Ilustrasi secara skematik mengenai posisi ketiga dimensi dalam sistem nasional dan interaksinya dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(20)

Masing-masing komponen dalam sistem nasional menggambarkan keseluruhan sistem yang saling berintegrasi dan saling berinteraksi satu sama lain. Dengan mengamati kondisi ketahanan dan interaksi masing-masing komponen secara terus menerus/berkala, akan dapat diketahui dinamika kondisi dan interaksi dari masing-masing komponen baik secara substansi maupun spasial dari waktu ke waktu.

Periode n-1 Periode n


(21)

2 .1 .1 Dim e nsi Ga t ra

Gatra dalam sistem ketahanan nasional dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu gatra alamiah, terdiri dari tiga gatra (trigatra) dan gatra sosial, terdiri dari lima gatra (pancagatra). Berikut ini uraian selengkapnya mengenai trigatra dan pancagatra.

Gatra alamiah meliputi gatra geografi, demografi dan sumber kekayaan alam, atau disebut trigatra, yang masing-masing memiliki ciri spesifik. Batas-batas di antara ketiganya sangat jelas sehingga dapat dilihat sebagai sebuah entitas tersendiri yang memiliki tingkat independensi atau soliditas internal yang cukup tinggi. Dampak dari interaksi danatau interkoneksi di antara ketiganya, relatif lambat.

Nilai kontribusi gatra alamiah terhadap ketahanan nasional sangat ditentukan oleh seberapa besar porsi dari eksistensi gatra alamiah yang dapat dikelola dan atau didayagunakan oleh masing-masing gatra dalam pancagatra. Dalam konteks sistem nasional, gatra alamiah cenderung merupakan input yang harus diproses lebih lanjut oleh gatra sosial. Tinggi rendahnya ketahanan nasional

2.1.1.1 Gatra Alamiah


(22)

sangat bergantung pada kemampuan bangsa dan negara dalam mendayagunakan secara optimal gatra alamiah sebagai modal dasar untuk penciptaan kondisi dinamis yang merupakan kekuatan dalam penyelenggaraan kehidupan nasional.

Gatra Sosial atau Pancagatra memiliki

sifat aktif dan sangat dinamis. Pancagatra yang terdiri dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan merupakan wujud nyata dari perilaku hidup berbangsa dan bernegara untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup.

Dampak yang ditimbulkan oleh interaksi dan atau interkoneksi antar gatra dalam gatra sosial berproses secara langsung dan relatif cepat.

2 .1 .2 Dim e nsi Spa sia l (Wila ya h)

Dimensi spasial lebih menitikberatkan pada fungsi wilayah dalam berbagai


(23)

pancagatra dalam kehidupan nyata bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, berdasarkan hirarki ketatanegaraan.

Berdasarkan dimensi ini ketahanan nasional adalah agregasi dari ketahanan masing-masing wilayah di daerah dan wilayah nasional. Dimensi wilayah, tidak lepas kaitannya dengan masalah integrasi antar wilayah dengan berbagai implikasinya. Secara kongkrit yang disebut wilayah nasional adalah agregasi dari seluruh wilayah, baik yang pengelompokkannya berdasarkan wilayah administratif, kompartemen strategis, maupun pulau-pulau besar.

2 .1 .3 Dim e nsi Wa k t u

Pada dasarnya ketahanan nasional merupakan resultante dan agregasi dari ketahanan masing-masing gatra pada berbagai dimensi spasial yang dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu. Untuk itulah pengukuran ketahanan nasional harus dilakukan secara periodik untuk mengetahui kecenderungan dinamika ketahanan nasional dari waktu ke waktu. Dengan melakukan pengukuran ketahanan nasional dari waktu ke waktu


(24)

akan dapat dilihat apakah ketahanan nasional baik pada masing-masing indikator, variabel, gatra, daerah maupun secara agregat semakin meningkat, tetap atau semakin menurun.

2.2 Ketahanan Nasional dalam

Perspektif Operasional

Sesuai fungsinya, ketahanan nasional adalah gambaran menyeluruh dan terintegrasi dari komponen-komponen sistem nasional yang digerakkan untuk mencapai tujuan nasional. Dalam perspektif operasional, pancagatra berperan aktif dan dinamis mendayagunakan trigatra menuju pada pencapaian tujuan nasional. Gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan saling berkoneksi dan berinteraksi satu sama lain, membentuk sebuah sinergi dalam sistem nasional. Pengaruh lingkungan regional dan global sebagai suprasistem selalu diperhitungkan secara cermat dalam pengukuran ketahanan nasional.


(25)

2 .2 .1 Pe ra n Se t ia p Ga t ra da la m T riga t ra

Dalam sistem nasional, trigatra cenderung merupakan input alamiah yang diproses lebih lanjut oleh gatra sosial atau pancagatra. Ketahanan trigatra sangat bergantung kepada bagaimana pancagatra mengelola trigatra tersebut dalam rangka mencapai tujuan nasional. Peran setiap gatra alamiah dalam sistem ketahanan nasional dapat dijelaskan sebagai berikut.

Geografi

Peranan gatra geografi diwujudkan melalui seberapa besar porsi dari eksistensi gatra geografi yang dapat dikelola dan didayagunakan oleh masing-masing gatra dalam pancagatra. Geografi suatu negara adalah segala sesuatu yang ada di permukaan bumi sebagai hasil proses alam dan hasil budidaya manusia, yang memberikan gambaran tentang karakteristik wilayah negara. Geografi sebagai wilayah negara menjelaskan letak dan perbatasan serta karakteristik wilayah yang meliputi wilayah darat, laut, udara, atmosfir dan ruang angkasa. Geografi menampakkan corak, wujud, isi dan tata susunan wilayah negara.


(26)

Demografi

Demografi meliputi aspek kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. Kuantitas penduduk berkaitan dengan pertumbuhan penduduk, tingkat kelahiran, dan tingkat kematian. Kualitas penduduk terkait dengan kesehatan, gizi, kebugaran, mental dan intelektualitas. Mobilitas penduduk berkaitan dengan masalah transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi musiman.

Sumber Kekayaan Alam

Kekayaan alam harus dimanfaatkan oleh manusia secara optimal dan lestari. Untuk memanfaatkan dan mengelola sumber kekayaan alam diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam sistem nasional, sumber kekayaan alam dipandang sebagai tiga hal, yaitu 1) sebagai sumber konsumsi, 2) sebagai sumber devisa, dan 3) sebagai penyeimbang stabilitas lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber kekayaan alam harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata serta mampu meningkatkan kulitas lingkungan dalam rangka meningkatkan ketahanan nasional.


(27)

2 .2 .2 Pe ra n Se t ia p Ga t ra da la m Pa nc a ga t ra

Pancagatra yang terdiri atas gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan merupakan prime mover sistem nasional dalam mendayagunakan gatra alamiah untuk mencapai tujuan nasional. Berikut ini dijelaskan peranan setiap gatra dari pancagatra dalam sistem pengukuran ketahanan nasional.

Ideologi

Ideologi adalah suatu pandangan hidup atau sistem nilai secara menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang suatu bangsa. Dengan demikian, ideologi merupakan landasan konseptual dalam rangka memberikan arah dan etika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Politik

Sistem politik berfungsi: (1) menampung aspirasi rakyat, (2) membuat kebijakan publik untuk memenuhi aspirasi rakyat, (3) mencukupi kebutuhan rakyat dan atau membangun motivasi dan ruang yang cukup bagi rakyat untuk berkembang dan berinovasi dalam memenuhi kebutuhannya, (4) membangun iklim politik


(28)

yang menjamin kepastian hukum dan mampu meredam gejolak pada saat intensitas konflik meningkat di atas ambang batasnya, serta (5) membangun kesiapan bangsa dalam menghadapi kancah pergaulan dan kompetisi antar bangsa.

Ekonomi

Pembangunan ekonomi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat, bangsa dan negara serta meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya nasional yang memadai dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Ekonomi juga digerakkan untuk menciptakan kesejahteraan lahir batin dalam sebuah kerangka keadilan, kemajuan dan kemandirian bangsa.

Sosial Budaya

Sosial Budaya dikembangkan dan dikelola untuk: (1) membangun masyarakat madani, (2) menciptakan dan memelihara kehidupan sosial yang adil, tertib, aman, nyaman, harmoni dan dinamik, (3) menyelaraskan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan nilai-nilai tradisi yang lebih konstruktif, lebih produktif, dan makin bersahabat dengan nilai-nilai modern dan nilai-nilai universal,


(29)

serta (4) memajukan peradaban bangsa di antara peradaban bangsa-bangsa di dunia.

Pertahanan dan Keamanan

Pertahanan dan Keamanan dikembangkan, dibina dan didayagunakan untuk melindungi rakyat, bangsa dan negara dari berbagai ancaman fisik maupun non-fisik, baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Pertahanan dan keamanan juga dikembangkan dalam rangka membangun bangsa yang bermartabat dan disegani dalam percaturan hubungan antar bangsa melalui penciptaan kapasitas, kapabilitas dan kredibilitas sistem pertahanan beserta sistem pengawakan (termasuk kesiapan rakyat) dan kesenjataannya (termasuk kesiapan infrastruktur nasional).

2 .2 .3 Pa nc a ga t ra se ba ga i Prim e M ove r Sist e m N a siona l

Setiap gatra terutama pancagatra saling berkoneksi dan berinteraksi satu sama lain mengikuti tatanan struktural dan fungsional dalam


(30)

sistem nasional, serta menjadi motor penggerak ketahanan nasional secara sistematik, konsisten, dan berkesinambungan. Pancagatra berfungsi sebagai motor penggerak dalam proses transformasi pendayagunaan modal dasar nasional menjadi keluaran nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional.

Sebagai transformator, setiap gatra dari pancagatra memproses berbagai masukan yang diterima dalam sistem nasional sesuai dengan peran dan fungsinya masing–masing. Setiap gatra melakukan proses bersama sesuai dengan jenis dan intensitas interaksi yang terbangun secara fungsional. Meskipun nilai masing-masing gatra secara individual sangat penting, namun proses interaksi yang terintegrasi antar gatra akan memberikan andil yang jauh lebih bernilai.


(31)

Pengukuran

Ketahanan Nasional

3.1 Model Pengukuran Ketahanan

Nasional

alam mengukur ketahanan nasional, setiap gatra diuraikan menjadi beberapa aspek, aspek diuraikan menjadi beberapa variabel, dan variabel diuraikan lagi menjadi beberapa indikator. Secara umum setiap variabel diukur dengan melihat dua unsur penting, yaitu (a) unsur indikator-indikator yang mencerminkan kebijakan dan (b) unsur indikator-indikator yang mencerminkan kinerja.

Setiap indikator diberi bobot sesuai dengan besarnya kontribusi relatif indikator terhadap variabel terkait. Setiap

3

D


(32)

variabel terhadap ketahanan gatra. Demikian juga setiap gatra juga diberi bobot sesuai dengan besarnya kontribusi relatif gatra terhadap ketahanan nasional secara agregat.

Ada dua metode yang digunakan untuk menentukan bobot, baik bobot indikator, bobot variabel maupun bobot gatra, yaitu pertama expert judgment (penilaian pakar) dan kedua, metode pengurutan tingkat kepentingan. Metode expert judgment menggunakan pendapat pakar dalam menentukan bobot. Sedangkan metode pengurutan tingkat kepentingan yang digunakan untuk menentukan bobot indikator, bobot variabel dan bobot gatra adalah dengan cara mengurutkan; tingkat kepentingan setiap indikator dalam variabel, setiap variabel dalam gatra dan setiap gatra dalam ketahanan nasional secara agregat.

Basis yang digunakan dalam pengukuran ketahanan nasional ini adalah indikator. Setiap indikator diberi peringkat (skor), yaitu: (1) Rawan, (2) Kurang Tangguh, (3) Cukup Tangguh, (4) Tangguh dan (5) Sangat Tangguh dengan


(33)

Gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.1.1 Model Pengukuran Ketahanan Nasional

3 .1 .1 Aspe k , V a ria be l da n I ndik a t or T riga t ra

Banyaknya aspek, variabel dan indikator masing-masing gatra di dalam trigatra berbeda antara satu gatra dengan gatra


(34)

perbedaan substansi masing-masing gatra. Banyaknya aspek, variabel dan indikator dari setiap gatra pada trigatra dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Banyaknya Aspek, Variabel, Indikator, dan Instrumen Trigatra

Matriks indikator yang menggambarkan bobot dan nilai masing-masing aspek, variabel, bobot variabel, indikator, bobot indikator dan parameter dalam trigatra, yaitu gatra geografi, demografi dan sumber kekayaan alam dapat dilihat pada Lampiran I, II, dan III.

No Trigatra Aspek Variabel Indikator Instrumen

1 Geografi 7 8 52 187

2 Demografi 3 7 47 142

3 Sumber Kekayaan Alam

3 8 146 379


(35)

Seperti halnya trigatra, maka banyaknya aspek, variabel dan indikator masing-masing gatra di dalam pancagatra juga berbeda antara satu gatra dengan gatra lain, tergantung pada perbedaan substansinya masing-masing. Rincian aspek, variabel, indikator dan instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.1.2.

Tabel 3.1.2 Banyaknya Aspek, Variabel, Indikator dan Instrumen Pancagatra No Pancagatra Aspek Variabel Indikator Instrumen

1 Ideologi 5 14 99 353

2 Politik 6 18 108 311

3 Ekonomi 5 20 127 412

4 Sosial Budaya 4 12 132 331

5 Pertahanan dan Keamanan

4 20 110 379

Jumlah 24 84 576 1786


(36)

bobot dan parameter dapat dilihat pada Lampiran IV, V, VI, VII dan VIII.

3.2

Kaidah Pengembangan

Instrumen Pengukuran

Agar indikator-indikator pada trigatra dan pancagatra dapat diukur secara operasional diperlukan instrumen pengukuran. Pengukuran dilakukan pada data kuantitatif dan data kualitatif yang dikuantitatifkan. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data primer yang dimaksud meliputi data yang diperoleh melalui pengamatan/ observasi secara langsung, melalui wawancara mendalam (depth-interview atau grounded research), sedangkan data sekunder didapatkan dari berbagai Institusi diantaranya Kementerian terkait, Badan Pusat Statistik, TNI, Polri, Bappenas, Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi, DPR, DPRD Provinsi, dan BMKG.


(37)

Ketahanan nasional pada dasarnya adalah ketahanan dari setiap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam menghadapi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan dalam mencapai tujuan nasional. Dengan demikian pencapaian tujuan nasional menjadi kunci utama bagi tingkat ketahanan nasional. Tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan di era global seperti sekarang ini, tidak hanya muncul secara fisik, tetapi sudah lebih banyak berubah bentuknya dan hampir menyatu dengan pola serta dinamika hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pengukuran ketahanan nasional dilakukan di setiap wilayah provinsi maupun nasional. Pengukuran ketahanan nasional dimulai dari pengukuran ketahanan masing-masing gatra, baik trigatra mapun pancagatra di masing-masing wilayah provinsi dan nasional. Hasil pengukuran ketahanan nasional tersebut berupa indeks ketahanan yang nilainya berkisar di antara 1 (rawan) hingga 5 (sangat tangguh).


(38)

variabel-variabel kunci pada masing-masing gatra dan indikator-indikator kunci pada masing-masing variabel. Nilai indikator-indikator ini diberi peringkat sesuai dengan parameternya masing-masing dengan skor sebagai berikut:

Skor 1 yang berarti rawan

Skor 2 yang berarti kurang tangguh Skor 3 yang berarti cukup tangguh Skor 4 yang berarti tangguh

Skor 5 yang berarti sangat tangguh

Disamping skor, ditentukan pula besarnya bobot gatra, variabel, dan indikator (dalam persen). Bobot indikator pada masing-masing variabel tergantung pada besar kecilnya nilai kepentingan atau prioritas masing-masing indikator pada variabel tersebut.

Bobot variabel pada masing-masing gatra menggambarkan besar kecilnya tingkat kepentingan atau nilai prioritas suatu variabel dibandingkan dengan variabel lainnya


(39)

dibandingkan dengan gatra lainnya dalam ketahanan nasional secara agregat. Secara rinci indikator, variabel dan aspek yang digunakan sebagai instrumen untuk pengukuran Ketahanan Nasional dapat dilihat pada Lampiran I sampai dengan Lampiran VIII.

Berikut ini adalah tabel generik setiap gatra yang berisi tentang: (1) Nama Variabel, (2) Bobot Variabel (%), (3) Indikator, (4) Bobot Indikator (%) dan (5) Peringkat Ketahanan. Tabel generik ini digunakan untuk mengukur :

1. Indeks ketahanan masing-masing variabel pada setiap gatra. 2. Indeks ketahanan masing-masing gatra.

3. Indeks ketahanan nasional masing-masing wilayah provinsi.

4. Indeks ketahanan nasional.


(40)

No Variabel

Bobot Variabel

(%)

Indikator

Bobot Indikator

(%)

Peringkat Ketahanan

1 2 3 4 5

1 Variabel G1 v1 1.1 Indikator 1.1 w11 x11 1.2 Indikator 1.2 w12 x12

……… ……….. ....

1.l Indikator 1.l w1l x1l ... ... ... ... ………… ……… k Variabel Gk vk k.1 Indikator k.1 wk1 xk1

k.2 Indikator k.2 wk2 xk2

……… …. ...

k.n Indikator k.n wkn xkn

Misalkan gatra G memiliki k variabel yang diberi nama Variabel G1 hingga Variabel Gk, dengan bobot variabel (dalam

persen) masing-masing v1 hingga vk.

Maka berlaku persamaan

v1 + v2 +... + vk = 100.


(41)

(dalam persen) masing-masing w11 hingga w1l,

Maka berlaku persamaan

w11 + w12 + ... + w1n= 100.

(3.2)

Begitu pula untuk variabel Gk yang memiliki n

indikator yaitu Indikator k.1 hingga Indikator k.n dengan bobot indikator masing-masing wk1 hingga wkn,

Maka berlaku juga persamaan

wk1 + wk2 + ... + wkn = 100

(3.3)

Peringkat ketahanan masing-masing indikator xij

diperoleh dengan cara mengkonversikan nilai indikator yang didapatkan dari pengukuran ke dalam peringkat 1 (rawan), 2 (kurang tangguh), 3 (cukup tangguh), 4 (tangguh) dan 5 (sangat tangguh) sesuai dengan parameternya masing-masing.


(42)

gatra tergantung pada kondisi masing-masing unit analisis (baik provinsi maupun nasional). Hanya dalam kaitan untuk menentukan ranking antar wilayah, maka bobot masing-masing indikator, variabel, dan gatra menggunakan bobot pada skala nasional.

Setelah peringkat ketahanan masing-masing indikator dipetakan ke skor 1 sampai dengan 5, maka sub indeks untuk masing-masing variabel dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

�� =

��� ���

�=� ���

��� (3.4)

Keterangan:

i = 1, 2,...,k

k = banyaknya variabel pada gatra G, dan Mi = banyaknya indikator pada variabel Gi

Wij = bobot untuk indikator Xij

Xij = peringkat indikator (1, 2, 3, 4 atau 5)


(43)

gatra dapat dihitung melalui persamaan (3.5).

������� = ∑��=�����

��� (3.5)

Keterangan:

k = banyaknya variabel dalam gatra G Vi = bobot variabel Gi

Gi = sub indeks untuk variabel Gi

Bila setiap gatra mempunyai bobot (dalam persen), yang besarnya bergantung pada seberapa besar kontribusinya pada indeks ketahanan nasional, maka indeks ketahanan nasional dihitung dengan menggunakan persamaan:

Indeks Tannas = (Indeks Geo) + (Indeks Dem) + (Indeks SKA) + (Indeks Ide) + (Indeks Pol) + (Indeks Eko) + (Indeks Sosbud)


(44)

= bobot Gatra Geografi = bobot Gatra Demografi

= bobot Gatra Sumber Kekayaan Alam = bobot Gatra Ideologi

= bobot Gatra Politik = bobot Gatra Ekonomi = bobot Gatra Sosial Budaya

= bobot Gatra Pertahanan dan Keamanan Indeks

Tannas

= Indeks Ketahanan Nasional Indeks Geo = Indeks Ketahanan Gatra Geografi Indeks Dem = Indeks Ketahanan Gatra Demografi Indeks SKA = Indeks Ketahanan Gatra Sumber

Kekayaan Alam

Indeks Ide = Indeks Ketahanan Gatra Ideologi Indeks Pol = Indeks Ketahanan Gatra Politik Indeks Eko = Indeks Ketahanan Gatra Ekonomi Indeks

Sosbud

= Indeks Ketahanan Gatra Sosial Budaya Indeks

Hankam

= Indeks Ketahanan Gatra Pertahanan dan Keamanan

Jumlah semua bobot gatra adalah 100%, yaitu: + + + + + + + = 100 (3.7)


(45)

NO GATRA BOBOT SKOR

SKOR

1 Geografi 8 2.82 22.56

2 Demografi 12 3.16 37.92

3 Sumber Kekayaan Alam

10 1.85 18.50

4 Ideologi 10 1.93 19.30

5 Politik 11 2.89 31.79

6 Ekonomi 17 2.80 47.60

7 Sosial Budaya 16 2.61 41.76

8 Pertahanan & Keamanan

16 2.58 41.28

Jumlah 100 260.71

Peringkat ketahanan nasional pada level variabel, level gatra, dan agregat, baik di wilayah nasional maupun wilayah provinsi, dilakukan dengan konversi indeks sebagai berikut. Rawan : 1.0 s.d.< 1.8

Kurang Tangguh : 1.8 s.d.< 2.6 Cukup Tangguh : 2.6 s.d.< 3.4 Tangguh : 3.4 s.d.< 4.2 Sangat Tangguh : 4.2 s.d5.0


(46)

nasional dengan mencantumkan bobot gatra, skor gatra, dan perkalian antara bobot gatra dengan skor gatra. Jumlah bobot gatra adalah 100 dan total perkalian antara bobot gatra dengan skor gatra adalah 260.71. Sehingga total skor ketahanan nasional adalah 260.71/100 = 2.6071. Dengan demikian, berdasarkan konversi indeks di atas, peringkat ketahanan nasional berada pada posisi cukup tangguh.


(47)

istem Pengukuran Ketahanan Nasional berbasis Geographical Information System (GIS) merupakan sistem yang bisa menyajikan data hasil pengukuran yang berbasis pada peta visual dan dinamik. Sistem ini memberikan informasi tentang sifat spasial dan non-spasial dan dengan visualisasi hasil pengukuran indeks ketahanan nasional dan hasil simulasi model dinamik di peta membantu untuk proses analisis. Sistem ini bisa dibentuk dalam sebuah dashboard yang dapat menampilkan data dengan cepat untuk mendapatkan gambaran bagaimana trend pengukuran suatu daerah.

GIS memiliki layout dengan 4 komponen utama, yaitu: 1. Peta Dasar. Komponen ini berfungsi untuk menampilkan

data dalam visualisasi peta sesuai dengan filter data.

2. Filter Data. Komponen ini berfungsi untuk memfilter data yang dipilih berdasarkan jenis data (Gatra, Variabel, Indikator), wilayah, dan tahun studi.

3. Hasil Pengukuran. Komponen ini berfungsi untuk menampilkan data dalam visualisasi grafik radar atau tabel dan rincian unsur dibawahnya.


(48)

menampilkan hasil pengukuran data di wilayah lain dan trend data tersebut di masing-masing wilayah.

Berikut ini adalah contoh tampilan Siskurtannas berbasis GIS:

Gambar 3.4.1 Hasil Pengukuran Indeks Ketahanan Nasional berbasis GIS

Dalam Siskurtannas berbasis GIS ini juga disediakan modul manajemen data Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN), yang merupakan kumpulan data peta yang disebut simpul, yang bersumber dari sistem informasi geografis


(49)

1. Simpul Sistem Informasi Geografis Pusat (Umum dan Administrasi) yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial.

2. Simpul Sistem Informasi Geografis Prasarana Transportasi yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan.

3. Simpul Sistem Informasi Geografis Kehutanan yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan.

4. Simpul Sistem Informasi Geografis Pertanian yang dikelola oleh Kementerian Pertanian.

Di halaman berikut ini merupakan salah satu contoh informasi geospasial yang bersumber dari simpul peta BIG:


(50)

(51)

Keterkaitan Antar

Indikator

Keterkaitan antar indikator dapat dilihat melalui dua tahapan, yaitu pertama hubungan korelasional dan kedua hubungan kausalitas. Makna dari dua hubungan tersebut dapat diberikan penjelasan sebagai berikut.

4.1 Deskripsi Umum Ketahanan

Nasional

ubungan korelasional menunjukkan keterkaitan antara dua buah entitas (indikator, variabel, gatra, atau wilayah). Hubungan korelasional diperlukan untuk mengetahui bagaimana suatu entitas terkait dengan entitas yang

4


(52)

lain apakah secara paralel (positif) atau berlawanan arah (negatif) dan seberapa signifikan hubungannya.

Setiap indikator, dalam trigatra maupun pancagatra dapat saling terkait satu sama lain. Keterkaitan antar indikator baik di dalam satu gatra maupun antar gatra adalah langkah awal untuk melihat hubungan kausalitas antar indikator tersebut. Analog dengan keterkaitan antar indikator, maka dapat dianalisis pula keterkaitan antar variabel di dalam gatra maupun antar gatra, serta keterkaitan antar gatra.

Di samping itu berdasarkan pendekatan spasial, ketahanan nasional di suatu provinsi akan saling berkaitan dengan ketahanan nasional di provinsi lainnya. Dinamika ketahanan di suatu provinsi pada umumnya akan paralel dengan dinamika ketahanan di provinsi lain. Jadi ada hubungan korelasional antara ketahanan nasional di suatu provinsi dengan ketahanan nasional di provinsi lain.

Dalam hubungan korelasional, dua buah entitas dianggap mempunyai peranan setara. Hubungan korelasional


(53)

antara dua buah entitas diukur dengan menggunakan koefisien korelasi product momment (product moment correlation coefficient). Koefisien ini mengukur seberapa kuat dan arah hubungan kedua entitas. Untuk menghitung koefisien korelasi antara Entitas X dengan Entitas Y digunakan rumus matematika sebagai berikut:

(4.1)

Keterangan :

N = banyaknya pasang data entitas = koefisien korelasi

4.2 Hubungan Kausalitas

Hubungan kausalitas adalah hubungan fungsional (sebab-akibat) dari berbagai entitas dalam sistem ketahanan nasional. Dalam hubungan kausalitas dengan menggunakan model dinamik yang dilihat adalah; saling


(54)

pengaruh antara suatu entitas dengan entitas lain. Dinamika dari entitas A misalnya akan dipenguruhi oleh dinamika entitas B, C dan seterusnya. Demikian juga dinamika entitas B akan dipengaruhi oleh dinamika entitas A, C dan seterusnya. Dinamika entitas C akan dipengaruhi oleh dinamika entitas A dan B dan seterusnya. Hubungan kausalitas antar indikator ini tidak hanya terjadi antara indikator-indikator pada gatra yang sama, tetapi juga antara indikator pada gatra yang berbeda.

Secara matematis, hubungan kausalitas atau hubungan fungsional antar indikator/variabel dapat dituliskan melalui model persamaan sebagai berikut:

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + ... βk Xk + € (4.2)

Keterangan:

Y = indikator/variabel yang dipengaruhi X1 X2 Xk = indikator/variabel yang mempengaruhi

€ = disturbance error


(55)

1 1 1

Yt = β0 + β1∑X1t-i + β2∑X2t-i + ... βk∑Xkt-i + € (4.3) i=0 i=0 i=0

Untuk melihat sampai seberapa jauh model regresi tersebut menjelaskan kenaikan variabel Yt, digunakan

koefisien determinasi (coefficient of determination) R2. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1.Semakin besar nilai R2, semakin tinggi model tersebut mampu menjelaskan dinamika dari variabel Yt.

Sebagai konsekuensi terjadinya hubungan kausalitas antar indikator, maka dapat terjadi juga hubungan kausalitas antara variabel dan antar gatra. Hubungan kausalitas antar entitas ini digunakan sebagai salah satu tahapan simulasi bagi kebijakan publik dalam sistem permodelan dinamik.

4.3

Model Simulasi Kebijakan

(Pendekatan sistem Dinamik)

Model simulasi yang digunakan dalam sistem pengukuran ketahanan nasional yang dikembangkan Lemhannas RI adalah dengan pendekatan hubungan kausalitas


(56)

melalui sistem dinamik. Ada sembilan tahapan yang dilakukan, yaitu sebagai berikut.

1. Menentukan indikator-indikator yang menjadi isu strategis. Dari potret ketahanan nasional, baik pada tingkat provinsi, maupun agregate, dapat ditemukan indikator yang menjadi isu strategis bagi ketahanan nasional dengan metode seperti yang telah ditetapkan di atas. Indikator-indikator ini sangat penting (urgent) untuk mendapatkan perhatian dan harus segera ditangani, karena kalau tidak akan membahayakan bagi ketahanan nasional.

2. Mencari matriks korelasi dari indikator-indikator yang merupakan isus strategis dengan indikator-indikator lain. Hubungan korelasional antara dua buah entitas diukur dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson (Pearson product moment correlation coefficient). Koefisien korelasi ini mengukur seberapa kuat dan arah hubungan kedua indikator tersebut. Nilai korelasi populasi (p) berkisar pada interval -1 <= p <= 1. Jika korelasi bernilai positif, maka hubungan antara dua variabel bersifat


(57)

searah. Sebaliknya, jika korelasi bernilai negatif, maka hubungan antara dua variabel bersifat berlawanan arah. 3. Berdasarkan matriks korelasi dilakukan justifikasi

kausalitas dari indikator yang merupakan isu strategis tersebut dalam kaitannya dengan indikator-indikator lain. Justifikasi dilakukan berdasarkan:

a. Teori.

b. Hasil studi terdahulu yang informasinya diperoleh dari journal ilmiah atau proceeding hasil penelitian terdahulu.

c. Benchmark dengan negara lain.

d. Expert judgement berdasarkan pengalaman pakar.

4. Pembuatan Causal Loop Diagram . Causal loop diagram dipergunakan untuk menggambarkan hubungan sebab akibat hasil dari justifikasi kausalitas yang telah dilakukan di langkah sebelumnya. Causal loop diagram menekankan perhatian kepada sifat hubungan sebab akibat antar komponen sistem yang digambarkan dalam suatu diagram, dengan menggunakan tanda panah.. Hubungan kausalitas yang


(58)

berlawanan arah diberikan tanda negatif, sedangkan yang bersamaan arah diberikan tanda posistf, atau tidak diberikan tanda.

5. Pembuatan Stock & Flow Diagram. Membuat stock & flow diagram untuk menggambarkan struktur model secara fisik. Stock adalah enditias yang dinamis yang berubah berdasarkan waktu. Pedrubahan nilai stock sangat ditentukan oleh perubahan nilai flow. Model simulasi (stock & low diagram) tersebut akan memberikan gambaran serta analisis prediksi dari suatu isu strategis. dalam pembuatan stock and flow diagram diperlukan standar notasi (node) yang digunakan. Simbol node yang digunakan dalam stock and flow diagram adalah sebagai berikut:

Level adalah sebuah entitas yang nilainya dapat berubah berdasarkan waktu. dengan initial value (nilai awal) sebagai acuan nilai pada saat t = 0. Level merupakan independent variabel terhadap entitas lain yang mengacunya dan merupakan dependent variabel flow level itu sendiri.

Flow adalah sebuah entitas yang menghubungkan

antara entitas dengan level. Flow merupakan dependent variable terhadap entitas yang mempengaruhinya tetapi


(59)

merupakan independent variabel terhadap level. Flow hanya dapat mempengaruhi satu level tertentu.

Auxiliary adalah sebuah entitas yang dipengaruhi oleh entitas lain atau berupa nilai konstan.

Constant adalah sebuah entitas yang mempunyai nilai

konstan. Connector adalah sebuah garis yang

menghubungkan antar entitas.

Reference Node adalah sebuah entitas yang dapat menghubungkan diagram utama dengan diagram referensi.

6. Pendefinisian Formula Matematika. Formula matematika dibuat berdasarkan causal loop diagram yang telah dibuat sebelumnya. Formula ini dilakukan untuk memprediksi nilai indikator di tahun berikutnya. Sistem Dinamik Labkurtannas dapat mengeluarkan data panel untuk indikator yang dicari. Pembuatan data panel excel untuk tiap indikator dan isu strategisnya untuk skala nasional dengan mengacu pada data tiap provinsi. Data panel harus dipastikan terisi nilai (tidak kosong) untuk tiap indikator. Data panel ini dimasukan dalam program statistik seperti SPSS untuk mengeluarkan formula berdasarkan


(60)

R2 tertinggi dalam artian mencari besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan atau bersama-sama. Arti dari R2 tersebut apabila R2 mendekati 1, adalah secara bersama-sama variabel independen berpengaruh kuat terhadap variabel dependen dan apabila R2 mendekati angka nol, maka secara bersama-sama variabel independen berpengaruh tidak nyata terhadap variabel dependen. Sistem dinamik juga sudah menyediakan fungsi mencari persamaan dengan regresi linier yang mempunyai fungsionalitas untuk bisa menunjukan apakah suatu persamaan sudah valid atau belum.

Validitas formula ini ditentukan oleh koefisien determinasi yang dinyatakan dengan simbol R2 dan Durbin Watson. Sebagai contoh, jika R2= 0,9, berarti bahwa kemampuan model untuk menjelaskan perubahan-perubahan variabel Y adalah 90%, sedangkan yang 10% lainnya dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model.

Nilai Durbin Watson dikatakan baik apabila 1,5 ≤DW≤ 2,5.

7. Simulasi Model Dinamik Simulasi dilakukan untuk menampilkan prediksi model berdasarkan hubungan yang


(61)

dibentuk di stock & flow diagram dan formula di dalamnya. Simulasi dapat ditampilkan dalam beberapa keluaran:

• Tabel Simulasi Indikator pada rentang periode simulasi

• Grafik Garis Simulasi Indikator pada rentang periode simulasi

• Peta Simulasi Indikator pada rentang periode simulasi 8. Validasi Model Dinamik. Validasi dilakukan dengan

membandingkan data hasil simulasi dengan data sebenarnya dari pengukuran dalam rentang waktu yang ditentukan. Suatu model divalidasi dengan menggunakan rumus:

a. E1 =S−A

|A| Model dianggap valid jika E1 ≤ 5%. b. E2 =Ss =eSs Model dianggap valid jika E2 ≤ 30%.

c. E3 = RMSE(�^) =�MSE(�^) =�E((�^− �)2)29T

Model dianggap valid jika E3 ≤ 5%.

9. Optimasi Model Dinamik. Optimasi dilakukan guna memperbaiki permasalahan yang terjadi pada indikator-indikator yang menjadi isu strategis. Hasil optimasi yang diperoleh dari simulasi dapat digunakan sebagai acuan bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan kebijakan publik. .


(62)

Simulasi kebijakan dirancang untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan indikator, variabel dan gatra, dengan menggunakan simulasi tersebut dapat ditemukan penyebab dari kerawanan suatu indikator dan dampaknya pada indikator-indikator lain. Dari hasil simulasi juga dapat diantisipasi dampak dari suatu kebijakan publik terhadap suatu indikator, variabel dan gatra, baik secara langsung, maupun tidak langsung, serta implikasinya pada ketahanan nasional di daerah dan ketahanan nasional secara agregat.

Demikian juga dengan ditemukannya koefisien parameter dari hubungan kausalitas antar indikator akan dapat direkomendasikan kebijakan publik yang seharusnya dilakukan untuk meningkatkan kinerja dari suatu indikator. Di samping itu juga akan dapat dilihat sampai seberapa jauh dampak dari peningkatan kinerja indikator tersebut pada indikator-indikator yang lain.


(63)

Isu Strategis &

Simulasi Kebijakan

Salah satu hasil dari pengukuran ketahanan nasional

adalah ditemukannya beberapa isu strategis .

engukuran ketahanan nasional dengan metode yang diuraikan pada Bab III dan Bab IV akan menemukanbeberapa isu strategis. Isu-isu tersebut teridentifikasi berdasarkan pertama, posisi kritis (critical position) dari indikator-indikator yang berada pada posisi rawan (alert) atau kurang tangguh (warning). Kedua, indikator tersebut bobot strategisnya tinggi. Ketiga kerawanan atau kekurang tangguhan tersebut terjadi di lebih dari 50% wilayah provinsi. Keempat, indikator tersebut mempunyai hubungan kausalitas dengan indikator lain.

5

P


(64)

Penentuan isu-isu strategis tersebut dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan deduktif-induktif dan induktif-deduktif.Pendekatan deduktif-induktif dilakukan melalui judgement pakar berdasarkan teori, kemudian diuji oleh sistem dengan menggunakan kriteria-kriteria di atas. Sedangkan pendekatan induktif-deduktif dilakukan melalui sistem berdasarkan kriteria-kriteria pengukuran yang telah dibangun, kemudian hasilnya diuji oleh pakar.Dari proses tersebut dihasilkan isu strategis, yaitu isuyang sangat prioritas untuk segera ditangani.

Masing-masing komponen dalam sistem nasional menggambarkan keseluruhan sistem yang saling berintegrasi dan saling berinteraksi satu sama lain. Dengan mengamati kondisi ketahanan dan interaksi masing-masing komponen secara terus menerus/berkala, akan dapat diketahui dinamika kondisi dan interaksi dari masing-masing komponen baik secara substansi maupun spasial dari waktu ke waktu.


(65)

Penutup

erdasarkan tujuan dibangunnya model pengukuran ketahanan nasional dan simulasi kebijakan publik, maka dapat dikatakan bahwa model yang dikembangkan Lemhannas telah menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan, yaitu peta ketahanan nasional dan ketahanan nasional di daerah, baik dilihat dari dimensi gatra, dimensi spasial, maupun dimensi waktu. Dengan menggunakan model dinamik dalam mendeteksi ketrkaitan antar indikator dapat ditemukan sampai seberapa jauh keterkaitan antar indikator, terutama untuk indikator-indikator strategis baik korelasional maupun fungsional.

6

B


(66)

Sistem pengukuran ketahanan nasional bersifat dinamis, sehingga harus selalu terbuka untuk perubahan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, sistem akan selalu di update secara periodik, paling tidak setahun sekali.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Dougllas, Hubbard W., 2007. How to Measure Anything : Finding the Value of Intangibles in Business, John wiley and Sons Ltd, New Jersey.

Gujarati, Damodar N., Porter, Dawn 2009. Basic Econometrics. McGraw Hill International Edition, New York.

A. Koutsoyannis. 1979. Theory of Econometrics. An Introductory Exposition of Econometric Methods. The Macmillan Press LTD, London

Kutner, M.H., C.J. Nachtsheim dan J. Nete, 2004. Applied Linear Regression Models. Fourth Ed., McGraw-Hill Company, Inc. New York.

Lemhannas, 1989. Ketahanan Nasional Republik Indonesia Edisi 2, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Jakarta.

Lemhannas (Kelompok Kerja Geostrategi & Ketahanan Nasional), 2003. Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Jakarta.


(68)

Pidd, Michael, 2003. Tools for Thingking : Modelling in Management Science, Second edition, John Willey and Sons, England.

Robert, Flod L., and Ewart R Carson, 1989. Dealing Eigth Compelxity: An introduction to the theory and application of sistems Science, Plenum Prass, New York.

Shefffi, Yossi, 2005. The Resilient Enterprise : Overcoming Vulnerability for Competitive Advantage, Massachusetts Institute of Technology-MT Press Books, Boston.

Verton, Dan, Black Ice 2003. The Invisible Threat of Cyber-Terrorism, McGraw-Hill Company, Toronto.


(69)

SANGAT TANGGUH TANGGUH CUKUP TANGGUH KURANG TANGGUH RAWAN Letak/Posisi 1. 20 1.1 Kebijakan pusat tentang batas wilayah * 20 N >4,00 3,00< Ν

≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

1.2 Kebijakan daerah tentang batas wilayah 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

1.4 Rasio jumlah kejadian pelanggaran kedaulatan negara RI yang tertangkap di perbatasan laut terhadap panjang garis batas laut dengan negara lain ** (%)

15 Ν ≤0,10 0,25≥ Ν

>0,10 0,40≥ Ν >0,25 0,50≥ Ν >0,40 N >0,50

Rasio jumlah kejadian pelanggaran kedaulatan negara RI yang tertangkap di laut dalam wilayah teritorial dengan luas wilayah teritorial

1.5 Persentase jumlah pulau kecil terluar yang tidak berpenghuni terhadap jumlah pulau kecil terluar ** (%)

15 Ν ≤10 20≥ Ν >10 30≥ Ν >20 40≥ Ν >30 N >40

1.6 Persentase jumlah pulau kecil terluar yang belum mendapat ratifikasi dari PBB terhadap jumlah pulau kecil terluar ** (%)

0 Ν ≤1 15≥ Ν >1 30≥ Ν >15 40≥ Ν >30 N >40

Persentase segmen laut teritorial batas maritim yang sudah selesai dirundingkan terhadap panjang seluruh segmen Persentase segmen Zona Ekonomi Eklusif batas maritim yang sudah selesai dirundingkan terhadap panjang seluruh segmen BOBOT Batas Negara (Maritim / Laut)

P E R I N G K A T K E T A H A N A N ASPEK VARIABEL BOBOT INDIKATOR


(70)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH

Persentase segmen landas kontinen batas maritim yang sudah selesai dirundingkan terhadap panjang seluruh segmen

1.9 Jumlah kejadian pelanggaran kedaulatan negara di wilayah kedaulatan udara nasional yang tertangkap terhadap cakupan wilayah udara yang harus dipertahankan

30

Batas Negara (Darat)

1.3 Rasio jumlah kejadian pelanggaran kedaulatan negara di perbatasan darat yang tertangkap terhadap panjang garis batas darat dengan negara lain ** (%)

15 Ν ≤0,25 0,50≥ Ν

>0,25

0,75≥ Ν >0,50

1≥ Ν >0,75 N >1

1.7 Persentase kabupaten/kota yang mempunyai konflik batas wilayah terhadap jumlah kabupaten/kota seluruhnya (%)

15 Ν ≤1 5≥ Ν >1 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 N >15

Presentase Kabupaten/Kota yang telah memiliki sistem Informasi Geospasial (Jaringan Informasi Geospasial Daerah yang terintegrasi dengan Jaringan Informasi Geospasial Nasional).

Presentase peta batas desa yang telah tersedia dan disyahkan secara yuridis terhadap jumlah desa perbatasan masing-masing provinsi.

1.10 Jumlah Pos Pengamanan disepanjang Perbatasan dengan Negara Tetangga 1.11 Jumlah Patok Tapal batas disepanjang


(71)

Persentase delimitasi/ penegasan batas negara terhadap seluruh panjang batas negara (segmen bermasalah) Presentase Kawasan strategis Nasional wilayah perbatasan yang telah memiliki perda Tata Ruang (Informasi Geospasial).

30 Kebijakan pusat tentang batas wilayah

administrasi*

Kebijakan daerah tentang batas wilayah administrasi

Persentase kabupaten/kota yang mempunyai konflik batas wilayah terhadap jumlah kabupaten/kota seluruhnya (%)

1.8 Persentase kabupaten/kota Pemekaran yang telah mempunyai UU tentang Batas Wilayah

Presentase Kabupaten/Kota yang telah memiliki sistem Informasi Geospasial (Jaringan Informasi Geospasial Daerah yang terintegrasi dengan Jaringan Informasi Geospasial Nasional).

Presentase peta batas desa yang telah tersedia dan disyahkan secara yuridis terhadap jumlah desa perbatasan masing-masing provinsi.

Topografi 2. 0 2.1 Kebijakan pusat tentang kemiringan wilayah * 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 Batas Wilayah

Administrasi

Kemiringan Wilayah


(72)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH 2.2 Kebijakan daerah tentang kemiringan wilayah 0 N >4,00 3,00< Ν

≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 Persentase luas wilayah dengan kemiringan

0-15 persen tehadap luas wilayah daratan

Persentase luas wilayah dengan kemiringan 15 - 25 persen terhadap luas wilayah daratan

Persentase luas wilayah dengan kemiringan 25 - 40 persen terhadap luas wilayah daratan

Persentase luas wilayah dengan kemiringan Lebih bear 40 persen terhadap luas wilayah daratan

2.3 Persentase luas wilayah dengan kemiringan 0-5 persen tehadap luas wilayah daratan

0 N >80 60< Ν ≤80 40< Ν ≤60 20< Ν ≤40 Ν ≤20

2.4 Persentase luas wilayah dengan kemiringan 6-20 persen terhadap luas wilayah daratan

0 Ν ≤20 40≥ Ν >20 60≥ Ν >40 80≥ Ν >60 N >80

2.5 Persentase kemiringan rata-rata pantai < 25 persen terhadap panjang garis pantai

0 Ν ≤5 15≥ Ν >5 25≥ Ν >15 30≥ Ν >25 N >30

0

Kebijakan pusat tentang ketinggian tempat

Presentase luas wilayah dengan ketinggian 0 -100 m dpl (diatas permukaan laut) terhadap luas wilayah

Presentase luas wilayah dengan ketinggian Ketinggian

dan Kedalaman Tempat


(73)

Presentase luas wilayah dengan ketinggian 500 - 2000 m dpl terhadap luas wilayah

Presentase luas wilayah dengan ketinggian lebih dari 2000 m dpl terhadap luas wilayah

Presentase luas wilayah dengan kedalaman 0 - 6 m terhadap luas wilayah laut

Presentase luas wilayah dengan kedalaman 0 - 50 m terhadap luas wilayah laut

Presentase luas wilayah dengan kedalaman 50 - 200 m terhadap luas wilayah laut

Presentase luas wilayah dengan kedalaman >200 m terhadap luas wilayah laut

0 Fisiografi 3. Bentuk

Wilayah

10 3.1 Kebijakan pusat tentang bentuk wilayah

(daratan, pulau-pulau kecil, konektifitas) *

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00

3.2 Kebijakan daerah tentang bentuk wilayah 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00

3.3 Persentase luas daratan terhadap luas wilayah seluruhnya (Luas wilayah daratan dibagi luas F40 wilayah seluruhnya kali 100% = ... %)


(74)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH 3.4 Persentase jumlah gunung api yang aktif (tipe

A) terhadap jumlah gunung api seluruhnya (Jumlah gunung api tipe A dibagi jumlah gungung api seluruhnya kali 100% = ... %)

20 Ν ≤0 10≥ Ν >0 20≥ Ν >10 30≥ Ν >20 N >30

80 Tata Guna

Lahan

4. Penggunaan Lahan

15 4.1 Kebijakan pusat tentang penggunaan lahan* 20 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

4.2 Kebijakan daerah tentang penggunaan lahan 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

4.3 Persentase luas lahan pertanian pangan dan perkebunan terhadap luas wilayah daratan (Luas wilayah lahan pertanian dan perkebunan dibagi luas wilayah daratan kali 100% = ... %)

20 N >40 30< Ν ≤40 20< Ν ≤30 10< Ν ≤20 Ν ≤10

4.4 Persentase luas lahan kritis terhadap luas wilayah daratan

27 Ν ≤20 30≥ Ν >20 40≥ Ν >30 60≥ Ν >40 N >60

Persentase tutupan lahan hutan pada kawasan hutan

4.5 Persentase luas tutupan hutan terhadap luas wilayah daratan

27 N >60 45< Ν ≤60 30< Ν ≤45 15< Ν ≤30 Ν ≤15

4.6 Persentase luas kawasan industri terhadap luas

wilayah daratan

0 Ν ≤5 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 20≥ Ν >15 N >20

4.7 Presentase Kabupaten/Kota yang telah memiliki sistem Informasi Geospasial

Presentasi Luas tutupan perairan dangkal (terumbu karang, padang lamun, pemanfaatan laiinya) terhadap luas wilayah laut


(75)

Persentase luas lahan garam terhadap luas lahan pesisir

94

Persentase satuan lahan yang dominan lahan basah/Sistem Lahan (tanah aluvial, tanah sulfat masam dan tanah gambut) terhadap luas wilayah

Persentase satuan lahan/Sistem Lahan yang dominan lahan kering (tanah kering seperti podsolik, latosol) terhadap luas wilayah

0 5. Kepadatan

Penduduk

9 5.1 Kebijakan pusat tentang kepadatan penduduk *

25 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

5.2 Kebijakan daerah tentang kepadatan penduduk

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

5.3 Rasio ratusan/jumlah penduduk terhadap luas lahan yang bisa dimanfaatkan (kepadatan agraris)

50 Ν ≤5 20≥ Ν >5 34≥ Ν >20 50≥ Ν >34 N >50

Rasio Jumlah nelayan terhadap luas laut yang bisa dimanfaatkan

75

Berbasis Kemampuan Lahan

Kebijakan pusat tentang kemampuan lahan

Persentase lahan dengan (klas kemampuan lahan I sd IV ) dibandingkan dengan luas wilayah Daya Dukung Lingkungan Bentuk Satuan Lahan / Sistem Lahan


(76)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH

Persentase luas lahan berdasarkan Satuan kemampuan lahan (SKL) yang terdiri dari: Morfologi, kemudahan dikerjakan, kestabilan lereng, kestabilan fondasi, keterdesiaan air, drainase, erosi, pembuangan limbah dan bencana alam terhadap luas wilayah Persentase penggunaan lahan sekarang yang melebihi satuan kemampuan lahan (SKL) nya.

Presentase pemanfaatan lahan terhadap daya dukung dan daya tampung lahan

0

Persentase kecukupan air perkapita penduduk

Persentase kecukupan air untuk produksi pertanian/ bahan makanan

0

Berbasis Neraca Produksi

Presentase wilayah kecamatan yang produksi pertaniannya surplus dibandingkan kebutuhan seluruh penduduk

0

6. 8 6.1 Kebijakan pusat tentang iklim * 10 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

6.2 Kebijakan daerah tentang iklim 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

6.3 Jumlah curah hujan dalam satu tahun (mm) 80 N >2.000 1.500< Ν ≤2.000 1.000< Ν ≤1.500 500< Ν ≤1.000 Ν ≤500 Iklim Berbasis Sumberdaya Air


(77)

Kebencanaan 7. Risiko Bencana

9 7.1 Kebijakan pusat tentang risiko bencana * 20 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

7.2 Kebijakan daerah tentang risiko bencana 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

7.3 Persentase jumlah kabupaten/kota yang mengalami bencana gempa berkekuatan >5 SR terhadap jumlah kabupaten/kota seluruhnya

10 Ν ≤0 5≥ Ν >0 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 N >15

7.4 Persentase jumlah kecamatan yang mengalami bencana kebakaran (hutan) terhadap jumlah kecamatan seluruhnya

20 Ν ≤0 5≥ Ν >0 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 N >15

7.5 Persentase jumlah kecamatan yang mengalami bencana banjir terhadap jumlah kecamatan seluruhnya

20 Ν ≤0 20≥ Ν >0 40≥ Ν >20 60≥ Ν >40 N >60

7.6 Persentase jumlah pulau yang hilang akibat aktivitas manusia maupun alam terhadap jumlah pulau keseluruhan

10 Ν ≤0 3≥ Ν >0 7≥ Ν >3 10≥ Ν >7 N >10

80

Keterjang-kauan

8. Sarana dan Prasarana

14 8.1 Kebijakan pusat tentang transportasi darat* 10 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

8.2 Kebijakan daerah tentang transportasi darat 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

8.3 Kebijakan pusat tentang transportasi laut* 10 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

8.4 Kebijakan daerah tentang transportasi laut 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

8.5 Kebijakan pusat tentang transportasi udara* 10 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

8.6 Kebijakan daerah tentang transportasi udara 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00


(78)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH 8.7 Rasio jumlah kendaraan roda empat atau

lebih (dalam ribuan) terhadap 100.000 penduduk

0 N >30 22< Ν ≤30 14< Ν ≤22 5< Ν ≤14 Ν ≤5

8.8 Rasio jumlah perjalanan kereta api terhadap 100.000 penduduk

0 N >20 18< Ν ≤20 14< Ν ≤18 10< Ν ≤14 Ν ≤10

8.9 Rasio jumlah angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) terhadap 100.000 penduduk

0 N >20 18< Ν ≤20 14< Ν ≤18 10< Ν ≤14 Ν ≤10

8.10 Rasio jumlah angkutan pelayaran antar pulau terhadap 100.000 penduduk

0 N >20 18< Ν ≤20 14< Ν ≤18 10< Ν ≤14 Ν ≤10

8.11 Rasio jumlah pesawat penumpang terhadap 100.000 penduduk

0 N >1 0,80< Ν ≤1 0,60< Ν ≤0,80

0,40< Ν ≤0,60

Ν ≤0,40

8.12 Rasio terminal bus per 100.000 penduduk 15 N >4 3< Ν ≤4 2< Ν ≤3 1< Ν ≤2 Ν ≤1

8.13 Rasio stasiun kereta api per 100.000 penduduk

10 N >4 3< Ν ≤4 2< Ν ≤3 1< Ν ≤2 Ν ≤1

8.14 Rasio pelabuhan penyeberangan per 100.000 penduduk

10 N >4 3< Ν ≤4 2< Ν ≤3 1< Ν ≤2 Ν ≤1

8.15 Rasio pelabuhan per 100.000 penduduk 10 N >4 3< Ν ≤4 2< Ν ≤3 1< Ν ≤2 Ν ≤1

8.16 Rasio bandara per 100.000 penduduk 10 N >4 3< Ν ≤4 2< Ν ≤3 1< Ν ≤2 Ν ≤1

85 9. 9.1 Kebijakan pusat tentang Alur Laut Kepulauan

Indonesia (ALKI) *

50 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

9.2. Rasio Tingkat kecukupan SBNP pada ALKI (%) *

50 N >90 70< Ν ≤90 50< Ν ≤70 30< Ν ≤50 Ν ≤30

Rasio Jumlah kejadian pencemaran di ALKI (Oil Spill)

Tersedianya Integrated monitoring system di sepanjang ALKI. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 5


(79)

10. 10.1 Kebijakan pusat tentang Daerah Aliran Sungai *

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00

Persentase tutupan lahan hutan pada DAS

Perbandingan debit air maksimum dan minimum pada hilir DAS

10.2. Pendangkalan sungai 10.3. Pemanfaatan sungai

Rasio Jumlah Waduk/Danau terhadap kebutuhan

0

Daerah Aliran Sungai


(80)

SANGAT TANGGUH TANGGUH CUKUP TANGGUH KURANG TANGGUH RAWAN Kuantitas 1. Fertilitas 27,50 1.1 Kebijakan pusat tentang fertilitas * 10 N >4,00 3,00< Ν

≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

1.2 Kebijakan daerah tentang fertilitas 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

1.3 Angka pertumbuhan penduduk (%) 20 Ν ≤1,20 2,41≥ Ν >1,20 3,62≥ Ν >2,41 4,83≥ Ν >3,62 N >4,83

1.4 Angka Fertilitas Total 30 Ν ≤1,70 2,03≥ Ν >1,70 2,36≥ Ν >2,03 2,69≥ Ν >2,36 N >2,69 1.5 Rasio jumlah desa terhadap jumlah penyuluh

BKKBN

15 Ν ≤1 2≥ Ν >1 3≥ Ν >2 4≥ Ν >3 N >4

1.6 Rata-rata umur perkawinan pertama wanita kawin umur 10 tahun ke atas

1.7 Persentase Wanita Umur 15-49 tahun yang Pernah Kawin dan Pernah Memakai alat/cara KB

75

2. Mortalitas 3 2.1 Kebijakan pusat tentang mortalitas * 20 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

2.2 Kebijakan daerah tentang mortalitas 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

2.3 Angka kematian Balita (0-4) tahun per 1.000 KH (Kelahiran Hidup)

30 Ν ≤32 49,25≥ Ν

>32 66,50≥ Ν >49,25 83,75≥ Ν >66,50 N >83,75

2.4 Angka Kematian IBU (AKI) per 100.000 penduduk

30 Ν ≤110 150,33≥ Ν

>110 190,33≥ Ν >150,33 230,66≥ Ν >190,33 N >230,66

2.5 Persentase persalinan oleh tenaga medis

MATRIKS INDIKATOR GATRA DEMOGRAFI

ASPEK VARIABEL BOBOT INDIKATOR BOBOT


(81)

3. Komposisi Penduduk

4,50 3.1 Kebijakan pusat tentang komposisi penduduk *

15 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

3.2 Kebijakan daerah tentang komposisi penduduk

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

3.3 Komposisi alamiah Angka beban tanggungan (proporsi penduduk usia produktif : non produktif)

50 N >175,18 131,45< Ν ≤175,18 87,72< Ν ≤131,45 44< Ν ≤87,72 Ν ≤44

3.4 Komposisi geografis kepadatan penduduk (jiwa/km2)

20 N >4 3< Ν ≤4 2< Ν ≤3 1< Ν ≤2 Ν ≤1

85

Kualitas 4. Morbiditas 22 4.1 Kebijakan pusat tentang morbiditas * 15 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

4.2 Kebijakan daerah tentang morbiditas 0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

4.3 Balita dengan Gizi Baik (%) 10 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

4.4 Angka harapan hidup pada saat lahir (eo) (Tahun)

15 N >74,43 69,60< Ν ≤74,43 66,80< Ν ≤69,60 64< Ν ≤66,80 Ν ≤64

4.5 Prevalensi TBC per 100.000 penduduk 5 Ν ≤90 133≥ Ν >90 176≥ Ν >133 209≥ Ν >176 N >209

4.6 Prevalensi HIV-AIDS 8 Ν ≤0 719≥ Ν >0 1.423≥ Ν >719

2.137≥ Ν >1.423

N >2.137

4.7 Prevalensi Malaria 5 Ν ≤114 229≥ Ν >114 276≥ Ν >229 346≥ Ν >276 N >346 4.8 Prevalensi DBD 5 Ν ≤89 190≥ Ν >89 291≥ Ν >190 392≥ Ν >291 N >392

4.9 Prevalensi Stroke (%) 0 Ν ≤3 6,20≥ Ν >3 9,40≥ Ν >6,20

12,60≥ Ν >9,40

N >12,60

4.10 Prevalensi Pneumonia (%) 7 Ν ≤0,77 1,98≥ Ν >0,77 3,18≥ Ν >1,98 4,39≥ Ν >3,18 N >4,39 4.11 Prevalensi Hipertensi (%) 0 Ν ≤2,40 11,70≥ Ν

>2,40

21≥ Ν >11,70

30≥ Ν >21 N >30


(82)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH 4.13 Kasus penyakit baru AI (Avian Influenza) /

H5N1

5 Ν ≤0 5≥ Ν >0 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 N >15

4.14 Prevalensi Penyakit Jantung 10 Ν ≤3 6,20≥ Ν >3 9,40≥ Ν >6,20

12,60≥ Ν >9,40

N >12,60

4.15 Prevalensi Diare 10 Ν ≤114 229≥ Ν >114 276≥ Ν >229 346≥ Ν >276 N >346

4.16 Prevalensi Hepatitis 4.17 Indeks Pembangunan Gender 4.18 Indeks Pemberdayaan Gender 4.19 Angka Harapan Lama Sekolah 4.17 Angka kesakitan

100 5. Partisipasi

ekonomi

3 5.1 Kebijakan pusat tentang partisipasi ekonomi *

20 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

5.2 Kebijakan daerah tentang partisipasi ekonomi

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00 2,00< Ν ≤3,00 1,00< Ν ≤2,00 Ν ≤1,00

5.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) (%)

30 N >71 64< Ν ≤71 57< Ν ≤64 50< Ν ≤57 Ν ≤50

5.4 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan (%)

20 N >61 52< Ν ≤61 43< Ν ≤52 35< Ν ≤43 Ν ≤35

5.5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Laki-Laki (%)

10 N >80 75< Ν ≤80 70< Ν ≤75 65< Ν ≤70 Ν ≤65

5.6 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) (%) 5.7 Setengah Pengangguran

5.8 Tingkat Pengangguran Terbuka

80


(1)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH TANGGUH RAWAN 100

Militer 9. Kebijakan Pertahanan

5 9.1 Kebijakan Militer *

100 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 100

10. 10 10.1 Kebijakan Sistem Pertahanan Semesta

(Sishanta) * 20

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 10.2 Kebijakan Komponen Cadangan *

20 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 10.3 Kebijakan Komponen Pendukung *

20 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 10.4 Kebijakan Pemberdayaan Wilayah

Pertahanan * 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 10.5 Kebijakan Mobilisasi-Demobilisasi *

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 10.6 Kebijakan Penetapan Keadaan Darurat

20 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 80

11. 11.1 Kebijakan pusat tentang Bela Negara*

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00

11.2 Sistem Bela Negara * 50 N >7 6< Ν ≤7 5< Ν ≤6 4< Ν ≤5 Ν ≤4

11.3 Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Bela

Negara * 50

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

100

12. 12.1 Kebijakan pusat tentang Kekuatan TNI *

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 12.2 Tingkat kesiapan TNI AD * 30 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

12.3 Tingkat kesiapan TNI AL * 30 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

12.4 Tingkat kesiapan TNI AU * 30 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

90 Kekuatan

TNI

10 Sistem

Pertahanan Semesta

Bela Negara


(2)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH TANGGUH RAWAN 13.

Kemam-puan TNI

10 13.1 Kebijakan pusat tentang Kemampuan TNI *

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 13.2 Kemampuan Peringatan Dini * 20 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.3 Kemampuan Cegah Tangkal * 0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.4 Kemampuan Penindakan * 0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.5 Kemampuan Rehabilitasi, Stabilisasi,

Rekonstruksi * 0

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.6 Kemampuan menghadapi ancaman * 0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.7 Kemampuan teknologi intelijen * 5 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.8 Kemampuan human intelijen * 5 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.9 Kemampuan kerjasama intelijen * 5 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.10 Kemampuan komando pengendalian *

0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50 13.11 Kemampuan perang elektronik (yang

didalamnya terdapat: ESM, ECM, ECCM) * 5

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.12 Kemampuan mobilitas tempur (untuk

mobilitas darat) * 5

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.13 Kemampuan mobilitas tempur (untuk

mobilitas laut) * 5

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.14 Kemampuan mobilitas tempur (untuk

mobilitas udara) * 5

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.15 Kemampuan pemukul (striking force)

Angkatan Darat (Kostrad, Kopassus) * 5

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.16 Kemampuan pemukul (striking force) Angkatan Laut (Korvet, Fregate, Destroyer, Kapal Selam) *

5

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

13.17 Kemampuan pemukul (striking force) Angkatan Udara (Pesawat Tempur, Pembom) *

5


(3)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH TANGGUH RAWAN 13.18 Kemampuan pertahanan udara (Radar) *

5 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50 75

14. 14.1 Kebijakan pusat tentang Kemampuan OMSP

(Operasi Militer Selain Perang) * 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 14.2 Kerangka Hukum Tugas Perbantuan untuk

OMSP * 30

N >7 6< Ν ≤7 5< Ν ≤6 4< Ν ≤5 Ν ≤4

14.3 Pedoman teknis pelaksanaan OMSP * 30 N >7 6< Ν ≤7 5< Ν ≤6 4< Ν ≤5 Ν ≤4

14.4 Kesiapan TNI untuk OMSP * 40 N >7 6< Ν ≤7 5< Ν ≤6 4< Ν ≤5 Ν ≤4

14.5 Koordinasi Sipil-Militer * 0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

100 15. Gelar TNI 5 15.1 Kebijakan pusat tentang Gelar TNI *

0 N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 15.2 Susunan bertempur (Order of Battle) dengan

komponen utama AD, AL, AU dan komponen cadangan *

0

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

15.3 Gelar Kekuatan AD * 0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

15.4 Gelar Kekuatan AL * 0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

15.5 Gelar Kekuatan AU * 0 N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

15.6 Teknologi Alutsista AD * 0 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30

15.7 Teknologi Alutsista AL * 0 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30

15.8 Teknologi Alutsista AU * 0 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30

15.9 Jenis Alutsista AD * 0 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30

15.10 Jenis Alutsista AL *

0 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30 15.11 Jenis Alutsista AU *

0 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30 Kemampuan

OMSP (Operasi Militer Selain Perang)


(4)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH TANGGUH RAWAN 15.12 Usia Alutsista AD *

5 Ν ≤5 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 20≥ Ν >15 N >20 15.13 Usia Alutsista AL *

5 Ν ≤5 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 20≥ Ν >15 N >20 15.14 Usia Alutsista AU *

5 Ν ≤5 10≥ Ν >5 15≥ Ν >10 20≥ Ν >15 N >20 15.15 Teknologi pendukung alutsista TNI AD *

5 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30 15.16 Teknologi pendukung alutsista TNI AL *

5 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30 15.17 Teknologi pendukung alutsista TNI AU *

5 N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30 15.18 Jumlah dan jenis alat sistim pertahanan

(pendukung alutsista) AD * 5

N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30

15.19 Jumlah dan jenis alat sistim pertahanan

(pendukung alutsista) AL * 5

N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30

15.20 Jumlah dan jenis alat sistim pertahanan

(pendukung alutsista) AU * 5

N >80 65< Ν ≤80 50< Ν ≤65 30< Ν ≤50 Ν ≤30

45 Keamanan

Internal

16. Kepolisian Nasional

5 16.1 Kebijakan di bidang kepolisian berupa

undang-undang dan Peraturan Kapolri * 100

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 100

17. 6 17.1 Kebijakan pusat tentang Postur Kepolisian

Nasional * 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 17.2 Rasio Polisi per 1000 penduduk

50 N >2,70 2< Ν ≤2,70 1,30< Ν ≤2 1< Ν ≤1,30 Ν ≤1 17.3 Persentase Anggaran Kepolisian berbanding

PDB * 5

N >5 4< Ν ≤5 3< Ν ≤4 1< Ν ≤3 Ν ≤1

17.4 Persentase Anggaran Kepolisian Daerah

berbanding PDRB 20

N >5 4< Ν ≤5 3< Ν ≤4 1< Ν ≤3 Ν ≤1

Postur Kepolisian Nasional


(5)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH TANGGUH RAWAN 17.5 Tingkat Pertumbuhan Anggaran Kepolisian

per tahun 25

N >10 7< Ν ≤10 3< Ν ≤7 1< Ν ≤3 Ν ≤1

100

18. 6 18.1 Kebijakan pusat tentang Kondisi terjaminnya

keamanan dan ketertiban * 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 18.2 Kebijakan daerah tentang Kondisi

terjaminnya keamanan dan ketertiban 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 18.3 Rasio keberhasilan penanganan kasus

kejahatan konvensional (crime clearance) 10

N >80 70< Ν ≤80 55< Ν ≤70 40< Ν ≤55 Ν ≤40

18.4 Rasio keberhasilan penanganan kejahatan

transnasional (crime clearance) 8

N >80 70< Ν ≤80 55< Ν ≤70 40< Ν ≤55 Ν ≤40

18.5 Rasio keberhasilan penanganan kejahatan terhadap kekayaan negara (crime clearance) 8

N >80 70< Ν ≤80 55< Ν ≤70 40< Ν ≤55 Ν ≤40

18.6 Rasio keberhasilan penanganan kejahatan yang berimplikasi kontijensi (crime clearance)

8

N >80 70< Ν ≤80 55< Ν ≤70 40< Ν ≤55 Ν ≤40

18.7 Rasio jumlah penduduk yang mempunyai risiko peristiwa kejahatan per 1000 penduduk

9

Ν ≤1 2≥ Ν >1 3≥ Ν >2 4≥ Ν >3 N >4

18.8 Rasio jumlah penduduk yang mempunyai risiko peristiwa kejahatan per waktu / crime clock (dalam detik)

9

N >8.000 6.000< Ν ≤8.000

4.000< Ν ≤6.000

2.000< Ν ≤4.000

Ν ≤2.000

18.9 Kesiapan aparat Kepolisian di perbatasan

negara 3

N >120 86< Ν ≤120 53< Ν ≤86 20< Ν ≤53 Ν ≤20

18.10 Kesiapan aparat TNI Angkatan Darat di

perbatasan darat 0

Ν ≤5 20≥ Ν >5 40≥ Ν >20 60≥ Ν >40 N >60 18.11 Kesiapan aparat TNI Angkatan Laut dalam

penegakan hukum di laut 0

N >4 3< Ν ≤4 2< Ν ≤3 0< Ν ≤2 Ν ≤0

Kondisi terjaminnya keamanan dan k t tib


(6)

TANGGUH TANGGUH TANGGUH TANGGUH RAWAN 18.12 Kesiapan aparat TNI Angkatan Udara dalam

penegakan hukum di udara 0

N >80 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 50< Ν ≤60 Ν ≤50

18.13 Kesiapan aparat Polisi Hutan di wilayah

perbatasan 0

N >7 5< Ν ≤7 3< Ν ≤5 1< Ν ≤3 Ν ≤1

55

19. 0 19.1 Kebijakan pusat tentang Kondisi tertib dan

tegaknya hukum * 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 19.2 Kebijakan daerah tentang Kondisi tertib dan

tegaknya hukum 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00 19.3 Efektivitas Penegakan hukum oleh Aparat

Kepolisian 0

N >80 60< Ν ≤80 40< Ν ≤60 20< Ν ≤40 Ν ≤20

19.4 Efektivitas Pelayanan oleh Aparat Kepolisian

0 N >75 60< Ν ≤75 35< Ν ≤60 20< Ν ≤35 Ν ≤20 0

20 5 20.1 Kebijakan pusat tentang Kondisi

terselenggaranya perlindungan, pelayanan,

dan pengayoman masyarakat * 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00

20.2 Kebijakan daerah tentang Kondisi terselenggaranya perlindungan, pelayanan,

dan pengayoman masyarakat 0

N >4,00 3,00< Ν ≤4,00

2,00< Ν ≤3,00

1,00< Ν ≤2,00

Ν ≤1,00

20.3 Rasio Dukungan Anggaran Kepolisian (%)

30 N >90 80< Ν ≤90 70< Ν ≤80 60< Ν ≤70 Ν ≤60 20.4 Rasio kegiatan kerja sama intelijen

kepolisian 0

N >80 70< Ν ≤80 55< Ν ≤70 40< Ν ≤55 Ν ≤40

20.5 Rasio jumlah polisi masyarakat terhadap

jumlah desa/kelurahan (%) 30

N >100 80< Ν ≤100 60< Ν ≤80 40< Ν ≤60 Ν ≤40

60

Kondisi tertib dan tegaknya hukum

Kondisi terseleng-garanya perlindu-ngan, pelayanan, dan pengayo-man masya-rakat