Pemodelan data kesehatan Kabupaten Banyuwangi dengan regresi terboboti geografis

(1)

PEMODELAN DATA KESEHATAN KABUPATEN

BANYUWANGI DENGAN REGRESI TERBOBOTI

GEOGRAFIS

DINAR ARGA PRASETYO

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

ABSTRAK

DINAR ARGA PRASETYO. Pemodelan Data Kesehatan Kabupaten Banyuwangi dengan Regresi Terboboti Geografis. Dibimbing oleh BAMBANG SUMANTRI dan MOHAMMAD MASJKUR.

Analisis regresi adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dan mengambil kesimpulan tentang hubungan ketergantungan antara peubah respon dengan peubah penjelas, namun pemodelan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda kurang tepat digunakan karena pada kasus spasial seperti kesehatan dimana asumsi keacakan terlanggar yang disebabkan keragaman spasial. Regresi Terboboti Geografis (RTG) merupakan salah satu pendekatan titik yang efektif untuk mengatasi data yang memiliki masalah keragaman spasial. Pada dasarnya RTG membawa kerangka model regresi linier berganda sederhana menjadi model regresi terboboti dengan menggunakan pembobot fungsi kernel gaussian diperoleh model regresi linier dengan penduga parameter model yang bersifat lokal untuk setiap lokasi pengamatan. Model regresi terboboti geografis ternyata mampu menghasilkan nilai Akaike Information Criterion (AIC) lebih kecil serta dapat menjelaskan keragaman lebih besar daripada regresi linier berganda. Sedangkan dari uji F Fotheringham, Brundson dan Charlton diperoleh hasil bahwa model RTG ini lebih efektif dalam menggambarkan hubungan antara indeks kesehatan (Y) dengan fasilitas kesehatan (X1), kepadatan penduduk (X2) dan jumlah keluarga miskin (X3) pada taraf nyata 5%. Dari hasil

tersebut dibentuk peta tematik sebagai evaluasi terhadap program kesehatan sehingga menjadi acuan terhadap perbaikan sektor kesehatan.

Kata kunci : analisis regresi, regresi terboboti geografis, kernel gaussian, Akaike Information Criterion.


(3)

PEMODELAN DATA KESEHATAN KABUPATEN

BANYUWANGI DENGAN REGRESI TERBOBOTI

GEOGRAFIS

DINAR ARGA PRASETYO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(4)

Judul Skripsi : Pemodelan Data Kesehatan Kabupaten Banyuwangi dengan Regresi Terboboti Geografis.

Nama : Dinar Arga Prasetyo NRP : G14080088

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Bambang Sumantri Ir. Mohammad Masjkur, MS NIP. 195102281979031003 NIP. 196106081986011002

Tanggal Lulus :

Mengetahui : Ketua Departemen Statistika,

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.S. NIP. 196504211990021001


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala hidayah, karunia dan rahmatNya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan cahaya kebenaran bagi pengikutnya. Karya ilmiah ini berjudul

“Pemodelan Data Kesehatan Kabupaten Banyuwangi dengan Regresi Terboboti Geografis”. Semoga karya ilmiah ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang Statistika.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Ir. Bambang Sumantri dan Ir. Mohammad Masjkur, MS selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, saran, ilmu, dan nasehat kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Anang Kurnia, M.Si selaku penguji luar yang telah memberi saran dan arahan

kepada penulis.

3. Almarhumah Ibu penulis, Siti Ngaisah yang memberikan semangat, motivasi dan doa kepada penulis dari awal kuliah sampai beliau meninggal.

4. Bapak Endri Pujianto, adik Gilang Ardinata Prayoga serta Nur Hikmah yang selalu memberi dorongan, dukungan dan doa kepada penulis.

5. Bu Mar, Bu Tri serta seluruh staf TU Departemen Statistika IPB, yang telah sabar melayani penulis membuat berbagai surat keterangan dan mengingatkan prosedur kolokium, seminar dan ujian sidang.

6. Mas Anggi Afif Muzaki yang memberikan petunjuk tentang GIS.

7. Temen-temen satu pembimbing skripsi, Cella dan Dilla yang sama-sama berjuang.

8. Temen-temen satu perjuangan Yudha, Wawan, Syauqi, Rosyid, Vitor, Sidiq, Dhani, Anton, Tori, Dody, Panji, Andi, Nanang, terima kasih atas kebersamaanya selama ini.

9. Seluruh keluarga besar Statistika IPB khususnya kepada Statistika 45.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pemicu untuk bisa berkarya lebih baik di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2012


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 1 Februari 1990 dari pasangan Bapak Endri Pujianto dan Ibu Siti Ngaisah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 3 Sempu pada tahun 2002. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Genteng, Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Genteng. Pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ditempuh sejak diterima pada tahun 2008 di Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis mengambil minor Matematika Aktuaria dan Keuangan dari Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa, diantaranya Lare Blambangan IPB, Ikatan Mahasiswa Jawa Timur sebagai Kadiv Informasi dan Komunikasi serta aktif menjadi anggota Survey and Research Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta Periode Kepengurusan 2010 – 2011. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan yang lolos terdanai Dikti.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 1

Rumusan Masalah ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Indeks Kesehatan ... 1

Analisis Regresi Linier Berganda ... 1

Uji Asumsi Klasik ... 2

Uji Keragaman Spasial ... 2

Regresi Spasial ... 2

Regresi Terboboti Geografis... 3

Uji Ketergantungan Spasial ... 3

Pengujian Kebaikan Model ... 4

METODOLOGI ... 4

Data ... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Eksplorasi Data dan Analisis Deskriptif ... 5

Analisis Regresi Linier Berganda ... 5

Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda ... 5

- Kehomogenan Ragam dan Kebebasan Sisaan ... 6

- Kenormalan Sisaan ... 6

- Multikolinieritas ... 6

Analisis Regresi Terboboti Geografis... 6

- Uji Keragaman Spasial ... 6

- Penentuan Lebar Jendela ... 6

- Menghitung Matriks Pembobot ... 7

- Pendugaan Parameter RTG ... 7

Uji Ketergantungan Spasial ... 7

Pengujian Kebaikan Model ... 7

Interpretasi Penduga Parameter ... 8

KESIMPULAN DAN SARAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Pencar Indeks Kesehatan ... 5

Gambar 2. Diagram Pencar Sisaan Regresi Linier Berganda ... 6

Gambar 3. Diagram Pencar Sisaan Regresi Linier Berganda ... 6

Gambar 4. Diagram Penentuan Lebar Jendela ... 7

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Analisis Deskriptif ... 5

Tabel 2. Uji Signifikansi Masing-Masing Peubah ... 5

Tabel 3. Uji Signifikansi Masing-Masing Peubah ... 6

Tabel 4. Ringkasan Penduga Parameter RTG ... 7

Tabel 5. Pengujian Ketergantungan Spasial RTG Dengan Indeks Moran ... 7

Tabel 6. Perbandingan Nilai AIC ... 7

Tabel 7. Anova uji F Fotheringham, Brundson dan Charlton ... 8

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Iterasi Penentuan Lebar Jendela ... 12

Lampiran 2. Sintaks R untuk RTG ... 13

Lampiran 3. Penduga Parameter RTG ... 14

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Matriks Pembobot RTG ... 15

Lampiran 5. Peta Tematik Penduga b1 ... 16

Lampiran 6. Peta Tematik Penduga b2 ... 17


(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten dengan luas wilayah terbesar di Jawa Timur, memiliki berbagai kekayaan alam yang potensial seperti peternakan, pertambangan, perikanan, pariwisata dan pertanian. Namun ironis, kesehatan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi masih tergolong rendah hal ini terlihat dari indeks kesehatan di Kabupaten Banyuwangi masih dibawah rata-rata seluruh kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Timur lainnya (BPS, 2010).

Kesehatan adalah salah satu indikator terpenting yang membangun kesejahteraan masyarakat. Saat ini dengan semakin mudahnya akses pelayanan kesehatan di daerah seperti adanya jaminan kesehatan masyarakat, jaminan kesehatan daerah, atau yang terkini adalah jaminan persalinan, seharusnya tidak ada lagi masyarakat yang tidak tercakup dalam pelayanan kesehatan. Namun pada kenyataanya upaya pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum optimal. Sehingga masih sering terdengar kasus-kasus permasalahan kesehatan menimpa masyarakat Banyuwangi.

Kesehatan merupakan salah satu permasalahan spasial, dimana kondisi kesehatan satu kecamatan kemungkinan besar dipengaruhi oleh kecamatan lainnya, sehingga pemodelan dengan menggunakan regresi linier berganda kurang tepat jika digunakan karena pada kasus spasial asumsi keacakan terlanggar.

Pemodelan statistika yang memungkinkan dalam menganalisis hubungan antara peubah yang mengandung unsur spasial adalah regresi spasial, lebih khusus lagi dalam mengatasi masalah keragaman spasial yaitu dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression atau dikenal dengan Regresi Terboboti Geografis (RTG). RTG merupakan pemodelan dari pengembangan analisis regresi linier yang bersifat lokal untuk setiap wilayah pengamatan.

Perbedaan regresi linier berganda dengan RTG adalah model yang diperoleh dari regresi akan berlaku secara umum terhadap semua lokasi pengamatan, sedangkan RTG ini menggunakan pembobotan berdasarkan lokasi tiap-tiap pengamatan sehingga model yang diperoleh akan berlaku hanya untuk lokasi tersebut. Selain itu RTG cocok diterapkan untuk menganalisis data di daerah-daerah Indonesia yang terdiri dari daerah dengan

ragam yang besar (Saefuddin, Setiabudi, Achsani, 2011).

Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara membentuk model untuk memperhitungkan permasalahan keragaman spasial dalam data kesehatan Banyuwangi?

2. Bagaimana model RTG dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatan di Banyuwangi?

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Membentuk persamaan regresi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi indeks kesehatan di Kabupaten Banyuwangi. 2. Membentuk peta tematik sebagai evaluasi

terhadap program kesehatan sehingga menjadi acuan terhadap perbaikan sektor kesehatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Indeks Kesehatan

Menurut BPS pada buku Indikator Kesejahteraan Rakyat 2009, disebutkan kesejahteraan rakyat sangat dipengaruhi beberapa Indikator, yaitu : kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi dan perumahan dan lingkungan.

Indeks kesehatan adalah indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat (BPS, 2009). Menurut UU RI No. 23 tahun 1992, yang dimaksud dengan keadaan sehat adalah keadaan meliputi kesehatan badan, rohani (mental), sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas penyakit, cacat, dan kelemahan sehingga dapat hidup produktif secara sosial ekonomi.

Sementara itu dalam buku Indeks Pembangunan Manusia tahun 2011 yang diterbitkan BPS disebutkan tujuan dari Pembangunan Manusia di bidang kesehatan adalah untuk mencapai umur panjang yang sehat sehingga mampu mengoptimalkan kemampuan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga mencapai kehidupan yang layak. Peningkatan indeks kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku kesehatan, kemiskinan, kepadatan penduduk, pelayanan kesehatan dan keturunan.


(10)

2

Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi adalah metode analisis yang digunakan untuk menganalisis data dan mengambil kesimpulan yang bermakna tentang hubungan ketergantungan yang mungkin ada antara peubah respon dengan peubah penjelas (Draper & Smith, 1981).

Hubungan antara peubah-peubah di dalam analisis regresi dapat dituliskan dalam bentuk persamaan :

Y = Xβ + ε (1)

Dimana Y adalah vektor amatan yang berukuran (n 1), X adalah matriks berukuran (n p), β adalah vektor parameter yang berukuran (p 1), ε adalah vektor sisaan yang berukuran (n 1). Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Konsep dari metode ini adalah dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat, sehingga dugaan bagi vektor β yang dinyatakan ̂ dengan dapat dirumuskan sebagai berikut (Draper & Smith, 1981) :

̂ (2)

Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda

Kenormalan Sisaan

Uji Kolmogorov-Smirnov adalah salah satu metode yang digunakan untuk menguji kenormalan sisaan, menurut Romeu (2003), statistik uji untuk didasarkan pada nilai D yang didefinisikan sebagai berikut :

D = Supx[|Fn(X) – F0(Xi)|] (3)

(4)

Fn(x) adalah fungsi distribusi yang diperoleh dari proporsi data yang lebih kecil dari X(t) dari data dengan ukuran n. F0(X)

adalah fungsi sebaran kumulatif dari Xi.Nilai D ini selanjutnya dibandingkan dengan nilai D kritis pada tabel Kolmogorov-Smirnov untuk taraf nyata α dan keputusan tolak H0 jika D > Dα.

Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah salah satu masalah di dalam analisis regresi, yaitu karena adanya hubungan linier yang kuat antara peubah-peubah bebas. Cara mendeteksi multikolinieritas dilihat dari nilai Variance-Inflating Factor (VIF) dengan formula sebagai berikut (Gujarati, 2004) :

(5)

adalah nilai koefisien determinasi ketika Xk diregresikan dengan peubah penjelas lainnya untuk k=1,2,3. Jika nilai VIF lebih besar dari 10 maka dapat dikatakan terdapat multikolinearitas antarpeubah penjelas.

Uji Keragaman Spasial

Menurut Breusch dan Pagan (1979) metode statistik yang baik untuk mendeteksi keragaman spasial adalah :

BP = (∑ ) (∑ ) (∑ ) (6)

fi = (7) BP adalah nilai statistik uji Breusch-Pagan, e2i adalah kuadrat galat untuk

pengamatan ke-k dan Z adalah vektor Y berukuran (n 1) yang sudah dinormalbakukan untuk setiap pengamatan untuk i=1,2,3..24 sedangkan adalah ragam dari ei. Nilai BPakan mendekati sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas p, dimana p

adalah jumlah peubah penjelas. Keputusan tolak H0 jika BP .

Regresi Spasial

Regresi spasial adalah suatu pemodelan untuk mengatasi adanya pengaruh spasial dalam peubah respon yang terjadi antara satu wilayah dengan wilayah lain. Pusat perhatian dalam regresi spasial ada 2 yaitu, ketergantungan dan keragaman spasial (Fotheringham, 1999).

Menurut Fotheringham (2002) secara umum regresi spasial dapat dituliskan dalam bentuk persamaan :

Yi = β0 + + εi (8)

Yi merupakan peubah tak bebas, (ui,vi)

menyatakan koordinat, u adalah derajat lintang dan v adalah derajat bujur dari titik ke-i. adalah peubah bebas ke-k dari titik ke-i,

merupakan parameter ke-k yang akan diduga pada titik ke-i, εi adalah nilaisisaaan regresi antara peubah bebas dengan peubah respon dan i merupakan merupakan titik dalam ruang di mana pengamatan pada Y dan X


(11)

3

Regresi Terboboti Geografis

Geographically Weighted Regression atau Regresi Terboboti Geografis merupakan salah satu pendekatan titik yang efektif untuk mengatasi data yang memiliki masalah keragaman spasial. Pada dasarnya RTG membawa kerangka model regresi linier sederhana menjadi model regresi terboboti (Fotheringham, 2002).

Penaksiran parameter pada metode RTG ini memerlukan matriks pembobot, dimana pemberian bobot pada data sesuai dengan kedekatan titik lokasi pengamatan ke-i (Fotheringham, 2002). Untuk membentuk matriks pembobot diperlukan fungsi pembobot yang dipengaruhi oleh ukuran ketertanggaan (neighborhood size) yang disebut bandwidth

atau lebar jendela, Rujukan mengenai fungsi pembobot yang terbaik sampai saat ini masih sangat terbatas, namun menurut Prasetyawan (2011), pembobot yang optimum pada RTG adalah menggunakan fungsi pembobot kernel gaussian dimana:

Wj(i)= exp [ ] (9) dij adalah jarak lokasi ke-i menuju lokasi ke-j untuk i,j=1,2,3...24 dengan lebar jendela b

yaitu nilai parameter penghalus fungsi yang nilainya selalu positif, dimana lebar jendela, yang digunakan adalah yang dapat meminimumkan validasi silang. Menurut Fotheringham (2002) Secara umum validasi silang dapat dirumuskan sebagai berikut :

CV = ∑ ̂ (10) Dengan ̂ adalah nilai dugaan Y dengan pengamatan ke-i dihilangkan dari proses prediksi dan lebar jendela optimum (b) akan diperoleh dengan proses iterasi sampai diperoleh CV yang minimum.

RTG adalah model regresi linier yang menghasilkan penduga parameter model yang bersifat lokal untuk setiap lokasi pengamatan. penduga parameter pada lokasi ke-i ̂ (i) dirumuskan sebagai berikut :

̂(i) = ( Wj(i)X)-1 Wj(i)Y (11) Wj(i) adalah matriks pembobot spasial

(spatial weighting) ke-j dari titik lokasi ke-i

yang berupa matriks diagonal berukuran (n n), dimana diagonalnya ditentukan oleh kedekatan pengamatan lokasi ke-i dengan lokasi ke-j untuk i=1,2,3...24 dan j=1,2,3...24 menggunakan fungsi pembobot kernel

gaussian. Y adalah vektor amatan yang berukuran (n 1), X adalah matriks berukuran (n p)

Koefisien Determinasi Lokal

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur proporsi keragaman atau variasi total di sekitar nilai tengah ( ̅) yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Untuk menghitung koefisien determinasi lokal (R2) pada model RTG (Fotheringham, 2002) :

R2 = (TSSw – RSSw)/TSSw (12)

TSSw adalah jumlah kuadrat total dari RTG dan RSSw adalah jumlah kuadrat sisaan dari RTG, didefinisikan sebagai berikut :

∑ ̅ (13)

∑ ̂ (14)

Dengan Wij adalah matriks pembobot

untuk data ke-j untuk titik regresi ke-i untuk

i=1,2,3...24 dan j=1,2,3...24. Pemilihan model terbaik dengan nilai koefisien determinasi terbesar

Uji Ketergantungan Spasial

Adanya ketergantungan spasial atau autokorelasi spasial di dalam sisaan RTG dapat mengakibatkan hasil yang tidak valid terhadap inferensi RTG Leung, Mei dan Zhang (2000) diacu pada Mei (2004). Metode statistik untuk memeriksa ketergantungan spasial dalam RTG salah satunya dengan menggunakan Indeks Moran (I ) yaitu :

∑ ∑ ̅ ̂ ̂

̂ (15)

̂ ̂ ̂ ̂ ̂ (16)

̂ adalah nilai dugaan sisaan RTG, ̅ adalah matriks pembobot spasial yang didefinisikan sebagai matriks kedekatan spasial atau kedekatan antarunit geografis dimana pengamatan yang diamati dengan menggunakan metode pembobot ratu catur. Hipotesis yang diuji sebagai berikut :

H0 : (Tidak ada autokorelasi spasial)

H1 : (Terdapat autokorelasi spasial) Statistik Uji Moran (Bonham dan Carter, 1994):


(12)

4

̅

(18)

Var(I ̅ ̅ ( ̅ ) ( ̅ )

(19)

adalah nilai harapan Moran, Var(I) adalah nilai ragam Moran, adalah matriks

hat berukuran (n p) dari peubah penjelas, sedangkan M adalah matriks selisih dari matriks identitas dikurangi matriks hat (I-H), dan d dinotasikan sebagai (n-k)(n-k-2), dengan

n adalah jumlah lokasi pengamatan, dan k

adalah jumlah parameter.

Pengujian Kebaikan Model Akaike Information Criterion (AIC)

Salah satu pendekatan untuk memilih model terbaik adalah menggunakan Akaike Information Criterion (AIC). Model terbaik adalah model dengan nilai AIC terkecil dengan perhitungan sebagai berikut (Fotheringham, 2002) :

AIC ̂ + tr(S) (20)

̂ (21)

S adalah matriks hat yang mentransformasi vektor Y menjadi vektor ̂ ̂ = SY, RSS adalah jumlah kuadrat sisaan dan n adalah banyaknya pengamatan dengan n = 24.

ANOVA Pengujian Model

Menurut Fotheringham (1999) untuk menguji kebaikan model RTG dengan regresi linier berganda menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan rumus sebagai berikut :

FHit =

(22)

(23)

(24)

(25)

RSSOLS adalah nilai jumlah kuadrat galat dari model regresi linier berganda,

RSSGWRadalah nilai jumlah kuadrat galat dari model model RTG, dengan z adalah nilai 0 atau 1, jika 0 untuk model regresi biasa, jika 1 untuk model regresi terboboti geografis.

v1 merupakan besaran derajat bebas dari

perhitungan n-p-1-d1 sedangkan d1 adalah

besaran derajat bebas dimana d1

, dengan H adalah

matriks hat dari model yang mentransformasi vektor ̂ dari nilai Y pengamatan.

Nilai FHit akan mendekati sebaran F dengan

Fα (v12/v2, ) dimana

dan v2 = n-p

. Nilai FHit yang besar akan

mendukung keputusan ditolaknya H0 dengan tingkat signifikansi α yaitu FHit > Fα(v12/v2, ) yang artinya Model RTG lebih baik dalam menggambarkan suatu hubungan antarpeubah respon dengan peubah penjelas daripada regresi linier berganda, dan sebaliknya jika FHit kecil akan mendukung

diterimanya H0 yang berarti model RTG dan regresi linier berganda sama efektifnya dalam menjelaskan hubungan anar peubah.

METODOLOGI

Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diterbitkan BPS kabupaten Banyuwangi yaitu Banyuwangi dalam angka tahun 2011 dan sensus penduduk tahun 2010. Untuk unit amatan yang digunakan adalah kecamatan yang ada di Banyuwangi yang terdiri dari 24 kecamatan.

Koordinat titik di setiap kecamatan yang digunakan untuk mendapatkan jarak antar kecamatan sebagai pembobot diperoleh dari data primer menggunakan perangkat Global Positioning System (GPS) yaitu Garmin 60 csx

dengan tingkat akurasi sebesar 2 - 4 meter.

Data yang digunakan sebagai peubah respon (Y) adalah Indeks Kesehatan Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yang merupakan salah satu indikator yang menunjukan kualitas kesehatan Kabupaten Banyuwangi. Sebagai peubah bebas adalah banyaknya fasilitas kesehatan menurut kecamatan (X1), kepadatan

penduduk (X2), jumlah keluarga miskin (X3),

Indeks Pembangunan Manusia (X4), jumlah

rumah tangga yang menggunakan jamban tanpa tangki septiktank (X5), jumlah rumah

tangga yang menggunakan air bersih untuk masak/minum (X6).

Metode

Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan analisis regresi linier berganda 1.1. Melakukan eksplorasi data


(13)

5

1.2. Melakukan pendugaan parameter ̂ menggunaan Metode Kuadrat Terkecil.

1.3. Pemeriksaan asumsi klasik regresi linier berganda

- Uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan sisaan. - Melihat VIF (Variance-Inflating

Factor) untuk melihat ada tidaknya multikolinieritas, jika ada VIF>10

2. Melakukan analisis Regresi Terboboti Geografis (Geographically Weighted Regression)

2.1. Melakukan Uji Breusch-Pagan

untuk melihat keragaman spasial 2.2. Menentukan validasi silang untuk

mendapat lebar jendela optimum. 2.3. Menghitung matriks pembobot

Wj(i) untuk i=1,2,3...24 dan j=1,2,3...24 dengan menggunakan fungsi kernel gaussian.

2.4. Menduga parameter ̂ (i) untuk membentuk model RTG.

3. Melakukan Uji Ketergantungan Spasial

4. Melihat Kebaikan Model

4.1 Melihat kebaikan model dengan melihat R2 dan AIC.

4.2 Melakukan uji F Fotheringham, Brundson dan Charlton.

5. Membentuk peta tematik setiap kecamatan menggunakan untuk setiap parameter.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data dan Analisis Deskriptif

Gambar 1 : Diagram Pencar Indeks Kesehatan

Eksplorasi data bertujuan untuk melihat struktur data sebelum dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa tidak ditemukan pencilan dan indeks kesehatan mengikuti distribusi normal.

Kemudian secara deskriptif dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Analisis Deskriptif IndeksKesehatan

Mean Var Min Q1 Med Q3 Max 69.52 21.66 59.67 65.89 70.1 72.76 82.9

Berdasarkan Tabel 1 diketahui rata-rata dari indeks kesehatan kabupaten banyuwangi sebesar 69.52 yang artinya rata-rata hidup yang akan dijalani oleh bayi yang lahir pada tahun 2010 adalah selama 69 tahun dengan nilai keragaman sebesar 4.654. Dapat dilihat pula untuk besarnya rata-rata (69.52) hampir sama dengan besarnya median (70.1) yang artinya data menyebar normal.

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk melakukan pemilihan peubah penjelas dimana peubah penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap peubah respon pada taraf nyata 5% yang digunakan, dengan cara melihat nilai-p untuk masing-masing peubah penjelas, jika nilai-p kurang dari nilai taraf nyata maka dapat dinyatakan bahwa H0 ditolak yang berarti peubah penjelas tersebut berpengaruh linier terhadap peubah respon, kemudian peubah penjelas yang berpengaruh nyata tersebut digunakan untuk analisis yang lebih lanjut, maka pada Tabel 2 dapat dilihat peubah yang berpengaruh adalah banyaknya fasilitas kesehatan tiap kecamatan (X1),

kepadatan penduduk (X2), dan jumlah

keluarga miskin (X3).

Tabel 2 : Uji Signifikansi masing-masing peubah

Peubah Koefisien Nilai-p VIF

Kons 69.53 0.016*

X1 -0.00998 0.003* 2.501 X2 -1.002 0.017* 5.004 X3 0.00601 0.003* 1.989

X4 0.099 0.804 4.674

X5 0.000747 0.212 1.999 X6 0.0000337 0.756 2.378

Keterangan *: signifikan pada taraf nyata 5%

Setelah mendapatkan peubah penjelas yang berpengaruh terhadap respon, kemudian peubah-peubah tersebut diregresikan kembali dengan peubah respon, dengan cara yang sama seperti analisis sebelumnya yaitu dengan


(14)

6

melihat nilai-p yang kurang dari nilai taraf nyata (5%), pada Tabel 3 dapat dilihat masing-masing peubah penjelas signifikan terhadap taraf nyata sebesar 5% dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 71.8 %. Model regresi linier berganda ini berlaku secara global untuk semua wilayah yang diamati.

Tabel 3 : Uji Signifikansi masing-masing peubah

Peubah Koefisien Nilai-p VIF

Kons 75.336 0.000* X1 -0.735 0.019* 1.503

X2 0.00593 0.000* 1.302

X3 -0.000847 0.001* 1.228

Keterangan *: signifikan pada taraf nyata 5%

Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda

Kehomogenan Ragam dan Kebebasan Sisaan

Pemeriksaan kehomogenan ragam sisaan dilakukan secara eksplorasi dengan melihat diagram pencar antara pengamatan dengan sisaan, dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa sisaan memiliki lebar jendela yang relatif sama mengindikasikan adanya kesamaan ragam sisaan atau sisaan homogen.

Pemeriksaan kebebasan sisaan dilakukan dengan cara yang sama, dapat dilihat pada Gambar 2 bahwa sisaan tidak menyebar dengan pola tertentu sehingga dinyatakan sisaan saling bebas atau tidak ada autokorelasi antar sisaan.

Gambar 2 : Diagram pencar sisaan regresi linier berganda

Kenormalan Sisaan

Pemeriksaan kenormalan sisaan dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov dengan nilai-p

(>0.150) lebih besar dari taraf nyata sebesar 5% (0.05) maka diperoleh keputusan tidak tolak H0 pada taraf nyata 5% yang artinya sisaan menyebar normal. Kemudian secara

eksploratif dapat dilihat pada diagram pencar pada Gambar 3, pada Gambar 3 terlihat bahwa tebaran sisaan mengikuti garis lurus yang dapat diartikan bahwa sisaan menyebar normal.

Gambar 3 : Diagram pencar sisaan regresi linier berganda

Multikolinearitas

Pada pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance-Inflating Factor

(VIF), pada Tabel 3 dapat terlihat bahwa untuk masing – masing parameter nilai VIF kurang dari 10, maka dapat dikatakan tidak ada multikolinieritas pada masing-masing peubah.

Analisis Regresi Terboboti Geografis

Uji Keragaman Spasial

Uji untuk mendeteksi keragaman spasial digunakan uji Breusch-Pagan, diperoleh nilai BP sebesar 8.1967 dengan nilai-p sebesar 0.04212 maka dapat disimpulkan tolak H0

pada taraf nyata sebesar 5%, yang artinya bahwa model regresi linier berganda dengan peubah respon indeks kesehatan (Y) dan peubah penjelas banyaknya fasilitas kesehatan (X1), kepadatan penduduk (X2) dan jumlah

keluarga miskin (X3) memiliki keragaman

spasial (Spatial Heterogeneity), maka regresi terboboti geografis dapat dilakukan untuk mengatasi keragaman spasial.

Penentuan lebar jendela

Penentuan lebar jendela dilakukan dengan mencari nilai validasi silang. lebar jendela optimum adalah lebar jendela yang menyebabkan nilai validasi silang minimum. penentuan validasi silang menggunakan iterasi dengan metode Golden Section Search. Pada penelitian ini iterasi menggunakan bantuan perangkat lunak R 2.15. Setelah dilakukan proses iterasi diperoleh nilai lebar jendela optimum sebesar 80.67548 km yang artinya jarak antar kecamatan yang nilainya kurang dari 80.67548 km memberikan pengaruh yang


(15)

7

lebih besar dibandingkan dengan jarak antar kecamatan yang nilainya lebih dari 80.67548 km. Secara grafis penentuan lebar jendela optimum dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 : Diagram pencar untuk lebar jendela

Menghitung matriks pembobot Wj(i)

Pembentukan matriks pembobot dilakukan dengan menggunakan fungsi pembobot kernel gaussian, dimana setiap lokasi dianggap memberi pengaruh terhadap lokasi data yang diamati, sehingga pembobot tidak ada yang bernilai nol. Matriks pembobot yang digunakam adalah matriks diagonal dengan setiap elemen matriksnya tidak sama untuk masing - masing lokasi pengamatan.

Wj(i) = exp [ ] Wj(i) adalah matriks pembobot daerah ke-i

dengan jarak sejauh titik i ke titik j, sedangkan

dij adalah jarak lokasi ke-i menuju lokasi ke-j.

Pendugaan Parameter RTG

Hasil dari pemodelan RTG adalah penduga parameter untuk setiap lokasi pengamatan. Penduga parameter untuk masing-masing lokasi pengamatan dapat dilihat pada lampiran 3 sedangkan ringkasan penduga parameter RTG untuk keseluruhan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 : Ringkasan penduga parameter RTG

Penduga ̂ Med

Min Max

Kons 75.039 75.384 75.239

b1 -0.769 -0.704 -0.740

b2 0.00616 0.00629 0.00624 b3 -0.000865 -0.000841 -0.000853

Uji Ketergantungan Spasial

Uji ketergantungan spasial digunakan untuk melihat apakah sisaan dari model RTG mengandung autokorelasi spasial, karena menurut Leung, Mei dan Zhang (2000) adanya ketergantungan spasial di dalam sisaan RTG dapat mengakibatkan hasil yang tidak valid terhadap inferensi RTG. Untuk mendeteksi ketergantungan spasial dilakukan dengan menggunakan indeks Moran. Hasil pengujian Indeks Moran dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 : Pengujian ketergantungan spasial RTG dengan Indeks Moran.

Indeks

Moran E(I) Var(I) Zhitung Ztabel

-0.2004 -0.081 0.1122 -1.064 1.96

Pada Tabel 5 diperoleh nilai indeks Moran

adalah -0.20044 dengan nilai harapan Moran

sebesar -0.081 dan ragam Moran sebesar (0.1122). untuk pengujian ketergantungan spasial (spatial dependency) seperti pada persamaan (17) diperoleh nilai Zhitung sebesar ( -1.0644) maka statistik ujinya adalah |-1.0644| < Ztabel (1.96) maka dapat diputuskan tidak tolak H0 yang artinya tidak ada ketergantungan spasial pada taraf nyata 5%, Menurut Anselin (2003) yang dimaksud dengan tidak terdapat ketergantungan spasial, adalah (1) Terjadi keacakan spasial, atau (2) Nilai yang diamati dalam suatu lokasi tertentu tidak tergantung pada lokasi yang berdekatan. Berdasarkan pengujian tersebut maka hasil yang tidak valid terhadap inferensi RTG karena pengaruh ketergantungan spasial dapat dihilangkan.

Pengujian Kebaikan Model

Kriteria yang dilakukan untuk melihat kebaikan model regresi terboboti geografis adalah dengan melihat nilai koefisien Akaike Information Criterion (AIC). Nilai dari kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 : Perbandingan nilai AIC Kriteria Model Regresi

Berganda RTG

AIC 112.343 110.2413

Pada kriteria AIC, model yang baik adalah model dengan nilai AIC dengan nilai terkecil, karena semakin kecil nilai AIC maka semakin kecil pula informasi yang hilang akibat model. Pada tabel 4 dapat terlihat bahwa nilai AIC dari RTG (110.2413) lebih kecil dari nilai AIC regresi linier berganda (112.343), dari kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa regresi

290 292 294 296 298 300 302

0 50 100

Ni lai V al idasi Si lang Lebar Jendela


(16)

8

terboboti geografis (RTG) lebih baik daripada regresi linier berganda pada kasus data kesehatan di Kabupaten Banyuwangi.

ANOVA Pengujian Model

Untuk menguji tingkat keefektifan model regresi terboboti geografis dengan regresi linier berganda dilakukan pengujian melalui

analysis of variance (ANOVA) dengan uji F

Fotheringham, Brundson dan Charlton. Hasil pengujian ANOVA dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 : Anova uji F Fotheringham, Brundson dan Charlton.

SK DB JK KT F

Regresi linier 20 134.05

Improvement 0.13 2.990 21.7 3.30

RTG 19.8 131.06 6.59

Hipotesis dari uji F Fotheringham, Brundson dan Charlton adalah model regresi terboboti geografis sama efektifnya dalam menggambarkan suatu hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas, sedangkan hipotesis pembandingnya berarti model regresi terboboti geografis lebih efektif dalam menggambarkan hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas.

Berdasarkan ANOVA pada Tabel 7 diperoleh nilai F-hitung Fotheringham, Brundson dan Charlton sebesar 3.3027 dibandingkan dengan Ftabel dengan taraf nyata

sebesar 5% yang diperoleh dari F5% (v1 2

/v2,

) yaitu F5% (4.313869, )

sebesar 2.71 yang berarti FHit lebih besar

daripada F5% sehingga diperoleh keputusan

tolak H0 yang berarti model regresi terboboti geografis lebih efektif dalam menggambarkan hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelas daripada regresi linier berganda pada taraf nyata 5%.

Berdasarkan kedua uji tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan unsur spasial pada regresi linier berganda menyebabkan regresi terboboti geografis lebih baik dari regresi linier berganda. Untuk mempermudah interpretasi model RTG, maka penduga parameter setiap daerah disajikan dalam bentuk visual yaitu menggunakan peta tematik untuk setiap penduga parameter masing - masing kecamatan.

Interpretasi Penduga Parameter

Hasil dari model regresi linier berganda maupun regresi terboboti geografis tidak ada perbedaan dalam hal interpretasi, dimana penduga parameter yang bernilai negatif

menunjukan peubah bebasnya berkontribusi negatif terhadap peubah respon, sebaliknya jika penduga parameter yang bernilai positif menunjukan peubah bebasnya berkontribusi positif terhadap peubah respon.

Untuk mempermudah interpretasi tiap penduga parameter maka dibagi menjadi 3 bagian yaitu rendah, sedang dan tinggi. Untuk penduga parameter b1 yaitu fasilitas kesehatan

dapat dilihat pada peta tematik pada lampiran 5, bagian 1 dengan nilai berkisar (0.769 -0.751) yaitu Kecamatan Bangorejo, Tegalsari, Gambiran, Genteng, Glenmore, Siliragung, Pesanggaran, dan Kalibaru yang berarti setiap penambahan 10 fasilitas kesehatan di kecamatan-kecamatan tersebut nilai indeks kesehatan di kecamatan-kecamatan tersebut akan berkurang sebesar (7.5 - 7.6), untuk bagian 2 yaitu dengan rentang nilai (0.749 -0.730) yaitu Kecamatan Sempu, Cluring, Purwoharjo, Singojuruh, Tegaldlimo, Srono, Songgon, Muncar, Rogojampi, dan Licin yang berarti setiap penambahan 10 fasilitas kesehatan untuk kecamatan-kecamatan tersebut akan mengurangi nilai indeks kesehatan untuk setiap kecamatan tersebut sebesar (7.3 – 7.4), sedangkan untuk bagian 3 dengan nilai berkisar (-0.729 - -0.704) yaitu kecamatan Kabat, Glagah, Giri, Banyuwangi, Kalipuro dan Wongsorejo, yang berarti setiap penambahan 10 fasilitas kesehatan di kecamatan-kecamatan tersebut akan mengurangi nilai indeks kesehatan sebesar (7

– 7.2).

Penduga parameter b1 berkontribusi negatif

terhadap peubah respon di masing-masing kecamatan, padahal seharusnya fasilitas kesehatan bisa menyumbang kontribusi secara positif terhadap indeks kesehatan tetapi pada kenyataanya memberikan kontribusi negatif, hal ini dapat terjadi karena fasilitas kesehatan di masing- masing kecamatan tidak dimanfaatkan dengan baik atau pelayanan pada fasilitas-fasilitas tersebut kurang memadai, oleh sebab itu perlu adanya tindak lanjut untuk mengatasi keanehan-keanehan pada fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut sehingga tidak menyebabkan indeks kesehatan berkurang.

Untuk penduga parameter b2 yaitu

kepadatan penduduk, dapat dilihat pada peta tematik pada lampiran 6, bagian 1 dengan nilai berkisar antara (0.00616 - 0.00623) yang berarti penambahan setiap 1000 jiwa/km2 akan menaikan nilai indeks kesehatan sebesar (6.16

– 6.23), yaitu Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Songgon, Licin, Banyuwangi, Glagah, dan Kabat. Pada bagian 2 dengan nilai


(17)

9

berkisar antara (0.00624 - 0.006251) yang berarti penambahan setiap 1000 jiwa/km2 akan menaikan nilai indeks kesehatan sebesar (6.24

– 6.25), yaitu Kecamatan Rogojampi, Singojuruh, Sempu, Kalibaru, Glenmore, Srono, Genteng, dan Gambiran, sedangkan pada bagian 3 dengan nilai berkisar antara (0.00625 - 0.00629) yang berarti penambahan setiap 1000 jiwa/km2 akan menaikan nilai indeks kesehatan sebesar (6.25 – 6.29), yaitu pada Kecamatan Muncar, Cluring, Tegalsari, Bangorejo, Purwoharjo, Tegaldlimo, Siliragung dan Pesanggaran.

Kepadatan penduduk memberikan kontribusi positif terhadap indeks kesehatan, hal ini bisa terjadi mungkin karena semakin banyak manusia yang tinggal dalam suatu kecamatan akses jalan menuju tempat berobat semakin bagus, bisa juga diasumsikan bahwa semakin banyak manusia yang tinggal dalam suatu daerah maka akan semakin banyak pula jasa-jasa kesehatan seperti tempat praktik dokter, bidan dan apotek.

Untuk penduga parameter b2 yaitu

kepadatan penduduk, dapat dilihat pada peta tematik pada lampiran 7, bagian 1 dengan nilai berkisar antara (-0.00086 - -0.000857) yang berarti penambahan setiap 10.000 jiwa akan mengurangi nilai indeks kesehatan sebesar (8.57 – 8.6). Kecamatan dengan nilai penduga b3 terkecil yaitu Kecamatan Giri, Sempu,

Banyuwangi, Wongsorejo, Kalipuro, Rogojampi, Songgon dan Licin artinya kedelapan daerah tersebut harus melakukan upaya yang lebih dibandingkan kecamatan lainya dalam mengurangi jumlah keluarga miskin dalam meningkatkan indeks kesehatan, untuk bagian 2 dengan nilai berkisar antara (-0.000856 - -0.000851) yang berarti penambahan setiap 10.000 jiwa akan mengurangi nilai indeks kesehatan sebesar (8.51 – 8.56) yaitu Kecamatan Tegalsari, Gambiran, Muncar, Glagah, Singojuruh, Kabat, Glenmore dan Bangorejo. Sedangkan untuk bagian 3 dengan nilai berkisar antara (-0.00085 - -0.000841) yang berarti penambahan setiap 10.000 jiwa akan mengurangi nilai indeks kesehatan sebesar (8.41 – 8.5) kecamatan dengan nilai penduga b3 terbesar yaitu Cluring, Tegaldlimo,

Kalibaru, Bangorejo, Siliragung, Srono, Pesanggaran dan Genteng yang berarti kedelapan kecamatan tersebut adalah kecamatan yang paling bagus dalam mengatasi permasalahan pengurangan indeks kesehatan berdasarkan kemiskinan, karena itu upaya-upaya yang telah dilakukan dalam

meningkatkan indeks kesehatan harus dipertahankan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Model regresi terboboti geografis merupakan model regresi linier berganda yang memasukan unsur spasial untuk mengatasi keragaman spasial, selain itu model RTG ini mampu menghasilkan nilai AIC terkecil serta dapat menjelaskan keragaman lebih besar dari regresi linier berganda dan dari uji F Fotheringham, Brundson dan Charlton diperoleh hasil bahwa model RTG ini lebih efektif dalam menggambarkan hubungan antara indeks kesehatan (Y) dengan fasilitas kesehatan (X1), kepadatan penduduk

(X2) dan jumlah keluarga miskin (X3) pada

taraf nyata 5%. Sehingga inferensi dari masing-masing penduga parameter untuk tiap kecamatan diharapkan mampu memecahkan permasalahan kesehatan di kabupaten Banyuwangi.

Saran

Sebagai saran pada penelitian ini untuk mendapatkan hasil yang lebih baik daripada RTG digunakan pendekatan metode dengan pembobot jarak tempuh (waktu), menggunakan iterasi penentuan lebar jendela dengan metode Akaike Information Criterion

(AIC), membangun selang kepercayaan untuk RTG, menggunakan metode ekstensi dari RTG yaitu regresi terboboti geografis campuran (RTGC) serta menambah peubah penjelas yang mempengaruhi indeks kesehatan sehingga mendapatkan hasil pemodelan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

BAPEDA Banyuwangi. 2011. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi. Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi.

Bivand R.S, Pebesma E.J, Gomez-Rubio V. 2008. Applied Spatial Data Analysis With R. Springer Science and Business Media, LLC. NY. ISBN 978-0-387-78170-9. BPS. 2009. Indeks Kesehatan Rakyat 2009.

Buku II:Jawa. BPS. JAKARTA

BPS. 2009. Indeks Pembangunan Manusia 2011. BPS. JAKARTA

BPS. 2011. Kabupaten Banyuwangi dalam Angka 2011. Kerjasama Badan


(18)

10

Perencanaan Pembangunan dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. Breusch T.S, Pagan A.R. 1979. Econometrica:

A Simple Test For Heteroscedasticity and Random Coefficient Variation. Vol. 47, No. 5.

Bonham G, F, Carter A.R. 1994. Geographics Information System for Geoscientist. Pergamon, New York.

Draper N.R, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Applied Regression Analysis.

Fotheringham A.S, Rogerson P.A, 1999. The Sage Handbook of Spatial Analysis. John Wiley & Sons, LTD: England.Chapter 13 243-253.

Fotheringham A.S, Brundson C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted Regression, The Analysis of Spatially Variying Relationship. John Wiley & Sons, LTD: England. ISBN 0-471-49616-2.

Gujarati D. 2004. Basic Econometrics : Fourth Edition. New York: The Mcgraw-Hill/Irvin.

Leung Y, Mei C L, Zhang W X, 2000b, "Testing for spatial autocorrelation among the residuals of the geographically weighted regression" Environment and Planning A 32 871-890

Mei C L, 2004 Geographically Weighted Regression Technique For Spatial Data Analysis. School of Science, Xi'an Jiaotong University.

Romeu JL, 2003. Kolmogorov-Smirnov : A Goodness of Fit Test for Small Samples. Selected Topics in Assurance Related Technologies volume 10, Number 6. Kurnia A, Utami Dyah S. 2006. Pendekatan

Statistika Untuk Pemetaan Kemiskinan di Jawa Barat. Forum Statistika dan Komputasi. ISSN 0853-8115 Vol.11 No.2 (2006), pp : 28-36.

Saefuddin A, Nur Andi S, Noer Azam A. 2011. On Comparisson between Ordinary Weighted Regression and Geographically Weighted Regression: With Application to Indonesian Poverty Data. European Journal os Scientific Research. Euro Journal Publishing, Inc. ISSN 1450-216X Vol.57 No.2 (2011), pp.275-285


(19)

11


(20)

12

Lampiran 1 : Hasil Iterasi Penentuan Lebar Jendela

Iterasi Lebar Jendela

Nilai Validasi Silang

Iterasi Lebar Jendela

Nilai Validasi Silang 1 30.86518 299.6671 17 80.639032 291.9223 2 49.89105 293.202 18 80.652982 291.9221 3 61.64968016 292.4016 19 80.661622 291.9219 4 59.62561943 292.4943 20 80.666932 291.9219 5 68.91692543 292.1543 21 80.670222 291.9218 6 73.40832477 292.0477 22 80.672262 291.9218 7 76.18415939 291.9939 23 80.673522 291.9218 8 77.89971644 291.9644 24 80.674292 291.9218 9 78.95999474 291.9474 25 80.674772 291.9217 10 79.61528373 291.9373 26 80.675072 291.9217 11 80.02027313 291.9313 27 80.675252 291.9217 12 80.27056276 291.9276 28 80.675372 291.9217 13 80.42525253 291.9253 29 80.675442 291.9217 14 80.5208624 291.924 30 80.675482 291.9217 15 80.57995231 291.9231 31 80.675482 291.9217 16 80.61646226 291.9226


(21)

13

Lampiran 2 : Sintaks R untuk RTG

> hope<-read.table("D:/tes/hope.csv",sep=";",header=TRUE) > attach(hope)

> library(spgwr) > library(zoo) > library(lmtest)

> Ols<-lm(Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data=hope) > bptest(Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data=hope)

> col.bw<-gwr.sel(Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data=hope, coords=cbind(hope$x,hope$y), longlat=TRUE)

>gwr<-gwr(formula = Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data = hope, coords = cbind(hope$x, hope$y), bandwidth = col.bw, hatmatrix = TRUE, longlat = TRUE)

> anova(col.gauss,approx=TRUE)

> map<-SpatialPointsDataFrame(data=hope, coords=cbind(x, y)) > names(map)

> colours<-c("dark blue", "blue", "red", "dark red")

> spplot(map, "inkes", cuts=quantile(Indeks), col.regions=colours, cex=0.3) > spplot(map, "inkes", cuts=quantile(Indeks), col.regions=colours, cex=0.6) > plot(Indeks ~ Fasilitas, data=map)

> plot(Indeks ~ Kepadatan, data=map) > plot(Indeks ~ Gakin, data=map) > model1<-lm(inkes ~ fas, data=map) > abline(model1, col="red")

> model1

> sig.map = SpatialPointsDataFrame(map, data.frame(t)) > t

> colours=c("green","red","green") > breaks=c(min(t),-4,4,max(t))

> spplot(sig.map, cuts=breaks, col.regions=colours, cex=c(0.3,1,0.3)) > bot<-read.table("D:/skripsi/bobot.csv",sep=",",header=TRUE) > library(spdep)

> bobot <-as.matrix(bot) > moran_test(skrip$y,bobot)


(22)

14

Lampiran 3 : Penduga Parameter RTG

No Kecamatan b0 b1 b2 b3 Sisaan R2

1 Pesanggaran 75.384 -0.768 0.006290 -0.000859 1.979 0.762 2 Siliragung 75.346 -0.760 0.006282 -0.000859 -2.611 0.763 3 Bangorejo 75.306 -0.753 0.006269 -0.000857 -0.213 0.763 4 Purwoharjo 75.274 -0.746 0.006269 -0.000861 -0.543 0.764 5 Tegaldlimo 75.243 -0.739 0.006272 -0.000865 0.659 0.765 6 Muncar 75.211 -0.734 0.006258 -0.000862 -2.726 0.765 7 Cluring 75.272 -0.747 0.006262 -0.000857 2.158 0.764 8 Gambiran 75.291 -0.751 0.006258 -0.000853 -1.006 0.763 9 Tegalsari 75.319 -0.757 0.006265 -0.000854 -1.391 0.763 10 Glenmore 75.318 -0.758 0.006249 -0.000847 -0.723 0.762 11 Kalibaru 75.365 -0.769 0.006248 -0.000841 2.496 0.761 12 Genteng 75.288 -0.751 0.006253 -0.000852 1.619 0.763 13 Srono 75.220 -0.736 0.006251 -0.000858 1.146 0.764 14 Rogojampi 75.188 -0.731 0.006240 -0.000856 -0.893 0.765 15 Kabat 75.174 -0.729 0.006232 -0.000855 -5.290 0.765 16 Singojuruh 75.235 -0.741 0.006240 -0.000851 -1.098 0.764 17 Sempu 75.274 -0.749 0.006245 -0.00085 -1.535 0.763 18 Songgon 75.199 -0.736 0.006214 -0.000844 2.903 0.763 19 Glagah 75.166 -0.728 0.006222 -0.000851 1.170 0.764 20 Licin 75.174 -0.730 0.006217 -0.000848 3.351 0.764 21 Banyuwangi 75.131 -0.720 0.006219 -0.000854 1.842 0.765 22 Giri 75.133 -0.721 0.006213 -0.000851 -4.091 0.765 23 Kalipuro 75.113 -0.718 0.006200 -0.000848 -1.079 0.765 24 Wongsorejo 75.039 -0.704 0.006167 -0.000843 4.374 0.764


(23)

15

Lampiran 4 : Contoh Perhitungan Matriks Pembobot RTG

* nilai pembobot untuk setiap baris (kecamatan) kemudian disusun secara diagonal menjadi matriks pembobot untuk setiap kecamatan.


(24)

16


(25)

17


(26)

18


(1)

Lampiran 2 : Sintaks R untuk RTG > hope<-read.table("D:/tes/hope.csv",sep=";",header=TRUE) > attach(hope) > library(spgwr) > library(zoo) > library(lmtest)

> Ols<-lm(Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data=hope) > bptest(Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data=hope)

> col.bw<-gwr.sel(Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data=hope, coords=cbind(hope$x,hope$y), longlat=TRUE)

>gwr<-gwr(formula = Indeks~Fasilitas+Kepadatan+Gakin, data = hope, coords = cbind(hope$x, hope$y), bandwidth = col.bw, hatmatrix = TRUE, longlat = TRUE)

> anova(col.gauss,approx=TRUE)

> map<-SpatialPointsDataFrame(data=hope, coords=cbind(x, y)) > names(map)

> colours<-c("dark blue", "blue", "red", "dark red")

> spplot(map, "inkes", cuts=quantile(Indeks), col.regions=colours, cex=0.3) > spplot(map, "inkes", cuts=quantile(Indeks), col.regions=colours, cex=0.6) > plot(Indeks ~ Fasilitas, data=map)

> plot(Indeks ~ Kepadatan, data=map) > plot(Indeks ~ Gakin, data=map) > model1<-lm(inkes ~ fas, data=map) > abline(model1, col="red")

> model1

> sig.map = SpatialPointsDataFrame(map, data.frame(t)) > t

> colours=c("green","red","green") > breaks=c(min(t),-4,4,max(t))

> spplot(sig.map, cuts=breaks, col.regions=colours, cex=c(0.3,1,0.3)) > bot<-read.table("D:/skripsi/bobot.csv",sep=",",header=TRUE) > library(spdep)

> bobot <-as.matrix(bot) > moran_test(skrip$y,bobot)


(2)

Lampiran 3 : Penduga Parameter RTG

No Kecamatan b0 b1 b2 b3 Sisaan R2

1 Pesanggaran 75.384 -0.768 0.006290 -0.000859 1.979 0.762

2 Siliragung 75.346 -0.760 0.006282 -0.000859 -2.611 0.763

3 Bangorejo 75.306 -0.753 0.006269 -0.000857 -0.213 0.763

4 Purwoharjo 75.274 -0.746 0.006269 -0.000861 -0.543 0.764

5 Tegaldlimo 75.243 -0.739 0.006272 -0.000865 0.659 0.765

6 Muncar 75.211 -0.734 0.006258 -0.000862 -2.726 0.765

7 Cluring 75.272 -0.747 0.006262 -0.000857 2.158 0.764

8 Gambiran 75.291 -0.751 0.006258 -0.000853 -1.006 0.763

9 Tegalsari 75.319 -0.757 0.006265 -0.000854 -1.391 0.763

10 Glenmore 75.318 -0.758 0.006249 -0.000847 -0.723 0.762

11 Kalibaru 75.365 -0.769 0.006248 -0.000841 2.496 0.761

12 Genteng 75.288 -0.751 0.006253 -0.000852 1.619 0.763

13 Srono 75.220 -0.736 0.006251 -0.000858 1.146 0.764

14 Rogojampi 75.188 -0.731 0.006240 -0.000856 -0.893 0.765

15 Kabat 75.174 -0.729 0.006232 -0.000855 -5.290 0.765

16 Singojuruh 75.235 -0.741 0.006240 -0.000851 -1.098 0.764

17 Sempu 75.274 -0.749 0.006245 -0.00085 -1.535 0.763

18 Songgon 75.199 -0.736 0.006214 -0.000844 2.903 0.763

19 Glagah 75.166 -0.728 0.006222 -0.000851 1.170 0.764

20 Licin 75.174 -0.730 0.006217 -0.000848 3.351 0.764

21 Banyuwangi 75.131 -0.720 0.006219 -0.000854 1.842 0.765

22 Giri 75.133 -0.721 0.006213 -0.000851 -4.091 0.765

23 Kalipuro 75.113 -0.718 0.006200 -0.000848 -1.079 0.765


(3)

Lampiran 4 : Contoh Perhitungan Matriks Pembobot RTG

* nilai pembobot untuk setiap baris (kecamatan) kemudian disusun secara diagonal menjadi matriks pembobot untuk setiap kecamatan.


(4)

(5)

(6)