Model Kesalahan Pengukuran pada Regresi Terboboti Geografis dan Penerapannya pada Kasus Gizi Buruk di Jawa Timur

MODEL KESALAHAN PENGUKURAN PADA REGRESI
TERBOBOTI GEOGRAFIS DAN PENERAPANNYA PADA
KASUS GIZI BURUK DI JAWA TIMUR

IDA MARIATI HUTABARAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakaan bahwa disertasi berjudul Model Kesalahan
Pengukuran pada Regresi Terboboti Geografis dan Penerapannya pada Kasus Gizi
Buruk di Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Ida Mariati Hutabarat
NIM G161090041

RINGKASAN
IDA MARIATI HUTABARAT. Model Kesalahan Pengukuran pada Regresi
Terboboti Geografis dan Penerapannya pada Kasus Gizi Buruk Di Jawa Timur.
Dibimbing Oleh ASEP SAEFUDDIN, HARDINSYAH, ANIK DJURAIDAH dan
I WAYAN MANGKU.
Kesalahan pengukuran adalah kesalahan yang muncul manakala suatu nilai
dicatat tidak persis sama dengan nilai sebenarnya dalam kaitan dengan suatu
proses pengukuran. Kesalahan pengukuran dapat terjadi dari pengaruh desain
kuesioner, metode pengumpulan data, pewawancara dan responden. Dampak dari
kesalahan pengukuran adalah model yang dibangun tidak tepat atau tidak
mewakili populasi, penduga parameter menjadi bias dan tidak konsisten serta
menyebabkan penarikan kesimpulan yang salah
Tujuan utama penelitian ini adalah membentuk model regresi terboboti
geografis (RTG) dengan kesalahan pengukuran di kovariat yang diterapkan pada

data gizi buruk balita di Jawa Timur. Tujuan khusus penelitian ini, yaitu (1)
menentukan penduga parameter
(pengaruh tetap),
(pengaruh acak) dan
(komponen ragam) pada model RTG dengan kesalahan pengukuran dari model
dan
(2) mengkaji sifat-sifat asimtotik dari penduga
parameter yang dihasilkan pada tujuan pertama, (3) mengaplikasikan model yang
diperoleh dari tujuan pertama terhadap data gizi buruk di Provinsi Jawa Timur,
dan (4) membandingkan model RTG dengan mengabaikan kesalahan pengukuran
dan model dengan kesalahan pengukuran.
Metode yang digunakan untuk menduga parameter
dan
adalah
kemungkinan maksimum berkendala (restricted maximum likelihood/REML).
Perangkat lunak yang digunakan untuk pendugaan model regresi adalah R.3.0.2.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal
dari data Susenas 2010 pada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Peubah respon
yang digunakan adalah persentase balita penderita gizi buruk pada tiap
kabupaten/kota di Jawa Timur, dan sebagai kovariat adalah persentase penduduk

miskin. Indikator kebaikan model ditentukan dari nilai-nilai KTG, R2, dan AIC.
Hasil analisis diperoleh bahwa penduga parameter model RTG dengan
kesalahan pengukuran
untuk
penduga pengaruh tetap adalah
, penduga untuk pengaruh acak
adalah
dan penduga untuk komponen ragam
adalah

Sifat-sifat

asimtotik penduga
,
dan
model RTG dengan peubah penjelas
mengandung kesalahan pengukuran adalah
menyebar normal secara asimtotik,
dan , ,
berturut-turut adalah penduga yang konsisten bagi , ,

.
Berdasarkan aplikasi pada data persentase penderita gizi buruk di Provinsi
di Jawa Timur tahun 2010 dengan menggunakan model yang telah diperoleh,
menunjukkan bahwa model RTG dengan kesalahan pengukuran lebih baik
dibandingkan dengan model RTG. Indikator kebaikan model yang digunakan
berdasarkan nilai AIC yang terkecil. Model RTG dengan kesalahan pengukuran
dapat menurunkan nilai AIC dari 188.648 menjadi 187.972. Pengelompokkan
lokasi berdasarkan parameter
yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian

balita gizi buruk diperoleh bahwa wilayah yang saling berdekatan cenderung
membentuk satu kelompok. Dapat disimpulkan bahwa pendertita gizi buruk di
Jawa Timur dipengaruhi oleh aspek kewilayahan (spasial).
Kata kunci : kesalahan pengukuran, model regresi terboboti geografis, model
linear campuran, pembobot kuadrat ganda, gizi buruk

SUMMARY
IDA MARIATI HUTABARAT. Measurement Error Models in Geographical
Weighted Regression and Its Application on cases of Malnutrition at East Java.
Supervised by ASEP SAEFUDDIN, HARDINSYAH, ANIK DJURAIDAH and I

WAYAN MANGKU.
Measurement error is an error that appears when a value be recorded is not
exactly equal to the true value in terms of a measurement process. Measurement
errors can occur from the effects of questionnaire design, data collection methods,
the interviewer and the respondent. The impact of measurement error are a model
built is inaccurate or not representative of the population, parameter estimator
becomes biased and inconsistent, and causing incorrect inferences.
The main purpose of this study is to form Geographically Weighted
Regression (GWR) model with measurement error in explanatory variables were
applied to the data of malnutrition in toddlers in East Java. The specific purpose of
this study are : 1) to find parameter estimator
(fixed effect)
(random
effect) and
(variance component) on GWR model with measurement error of
model
and
, 2) examine the asymptotic properties of
the parameter estimators produced on purpose 1, 3) applying the model obtained
from objective 1 to the malnutrition data in East Java Province, and 4) to compare

the GWR model with measurement error and GWR model without measurement
error.
Methods used for estimating the parameter
and
is the restricted
maximum likelihood (REML). The analytical tool used to determine the
weighting matrix and the regression model is R.3.0.2 software. The data used in
this study is a secondary data taken from Susenas 2010 in 38 districts / cities in
East Java. Response variable used was the percentage of severely malnourished
toddlers in each district / city in East Java, and as covariate is the percentage of
poor. Indicator of the goodness of the model is determined by the MSE, R2, and
AIC values.
The results of this study are the parameter estimator of GWR model with
measurement error to estimate the fixed effect is
,
the
estimator
for
random
effect

is
and the estimator for variance component is
.
The asymptotic properties of estimator ,
and
from GWR model
with measurement error in explanatory variable is asymptotically normaly
distributed and , ,
, respectively, is consistent estimator for , ,
Based on the application of the percentage of severely malnourished data in
East Java in 2010 using a model that has been obtained, showed that GWR model
with measurement error is better than GWR model. Indicators of goodness model
used are the smallest AIC value. GWR models with measurement errors can raise
the average AIC value from 188.648 to 187. 972. Grouping location based on
parameters which have a significant effect to the incidence malnutrition

toddlers obtained that adjacent regions tend to form a group. It can be concluded
that malnutrition in East Java is influenced by aspects of territorial (spatial).
Keywords: measurement error, geographically weighted regression model, the
linear mixed model, bi-square weighting, malnutrition


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL KESALAHAN PENGUKURAN PADA REGRESI
TERBOBOTI GEOGRAFIS DAN PENERAPANNYA PADA
KASUS GIZI BURUK DI JAWA TIMUR

IDA MARIATI HUTABARAT

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor

pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Aji Hamim Wigena, M.Sc
Dr Ir Kusman Sadik, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof Dr Budi Nurani R, MS
Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS

Judul Disertasi

Nama
NIM

:


Model Kesalahan Pengukuran pada Regresi Terboboti
Geografis dan Penerapannya pada Kasus Gizi Buruk di
Jawa Timur
: Ida Mariati Hutabarat
: G161090041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Asep Saefuddin, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Hardinsyah, MS
Anggota

Dr Ir Anik Djuraidah, MS
Anggota

Prof Dr Ir I Wayan Mangku, MSc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 05 Juni 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa di surga, karena kasih
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Model
Kesalahan Pengukuran pada Regresi Terboboti Geografis dan Penerapannya
pada Kasus Gizi Buruk di Jawa Timur” dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa
hormat kepada komisi pembimbing : Prof Dr Ir Asep Saefuddin, MSc, Prof Dr Ir
Hardinsyah, MS, Dr Ir Anik Djuraidah, MS, serta Prof Dr Ir I Wayan Mangku,
MSc, yang telah memberikan saran, arahan, kesabaran, pengertian dalam
membimbing penulis sampai selesainya karya ilmiah ini.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada bapak dan ibu dosen statistika
yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan arahan selama mengikuti
perkuliahan, serta staf administrasi departemen statistika dan pascasarjana IPB
yang telah membantu kelancaran dalam penyelesaian disertasi.
Penulis menghanturkan terima kasih kepada Dr Ir I Made Sumertajaya,
MSi selaku Ketua Program Studi S3 Statistika, Dr Anang Kurnia,SSi, MSi selaku
Ketua Departemen Statistika yang menjadi pimpinan sidang tertutup, Dr Ir Sri
Nurdiati,MSc selaku Dekan FMIPA yang menjadi pimpinan sidang terbuka, Prof
Dr Ir Marimin,MSc selaku Sekretaris Program Doktor, Dr Ir Aji Hamim Wigena,
M.Sc dan Dr Ir Kusman Sadik, M.Si sebagai penguji pada sidang tertutup, serta
Prof Dr Budi Nurani R, MS dan Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS sebagai penguji
pada sidang terbuka.
Penulis juga menghanturkan terima kasih kepada pimpinan di Universitas
Cenderawasih Papua atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan studi, kepada pimpinan Institut Pertanian Bogor yang telah
memberikan kesempatan untuk studi di program studi statistika IPB, serta terima
kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, atas Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) melalui Sekolah
Pascasarjana IPB.
Penulis Ungkapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada
segenap keluarga terutama kedua orang tua (P. Hutabarat,T.Simanjuntak), mertua
(A. Siahaan (alm), P. Manurung), suami tercinta (Simon Siahaan (alm),dan anakanakku tersayang (Dessy, Fajar dan Hasian), serta seluruh keluarga besar Siahaan
dan Hutabarat atas perhatian, doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Terima kasih juga kepada teman-teman S2 Statistika dan S2 Terapan,
Mahasiswa S3 atas diskusi, motivasi, bantuan dan kebersamaannya (khususnya
Budi Santoso, MSi yang selalu siap membantu dalam membuat peta tematik).
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan karya ilmiah penulis selanjutnya. Harapan penulis semoga karya ilmiah
ini bermanfaat untuk banyak pihak yang terkait.
Bogor, Maret 2014
Ida Mariati Hutabarat

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Kebaruan (Novelty)
Sistematika Penulisan Disertasi

1
1
5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Model Regresi Linear
Model Regresi Linear dengan Kesalahan Pengukuran
Eksplorasi Data Spasial
Model Regresi Terboboti Geografis
Lebar Jendela (Bandwidth) Optimum
Matriks Pembobot
Pemilihan Model Terbaik
Kerangka Pemikiran Penelitian

8
8
9
12
19
28
30
32
32

PENDUGAAN PARAMETER REGRESI TERBOBOTI
GEOGRAFIS DENGAN KESALAHAN PENGUKURAN
Pendugaan Parameter
Sifat-sifat Asimtotik

34
35
40

MODEL REGRESI DENGAN KESALAHAN PENGUKURAN
PADA KASUS GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR
Data dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Lebar Jendela dan Matriks Pembobot
Eksplorasi Data Spasial
Model Regresi dan Model Kesalahan Pengukuran Kejadian Balita Gizi
Buruk di Jawa Timur
Model RTG dan RTG dengan Kesalahan Pengukuran Kejadian
Balita Gizi Buruk di Jawa Timur

45
46
47
49
51
56
58

PEMBAHASAN UMUM

64

KESIMPULAN DAN SARAN

68

DAFTAR PUSTAKA

69

LAMPIRAN

72

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.

Nilai lebar jendela (bandwidth) optimum untuk setiap
kabupaten/kota

50

Tabel 4.2.

Perbandingan dugaan RTG

51

Tabel 4.3.

Pengelompokkan kemiripan kabupaten di Jawa Timur
berdasarkan peubah balita penderita gizi buruk

54

Tabel 4.4.

Nilai dan nilai- LISA balita penderita gizi buruk di
Jawa Timur

55

Tabel 4.5.

Uji pengganda Lagrange

55

Tabel 4.6.

Pendugaan parameter model regresi dengan kesalahan
pengukuran

56

Analisis ragam model regresi dengan kesalahan
pengukuran

56

Perbandingan model linear tanpa dan dengan kesalahan
pengukuran

56

Tabel 4.7.
Tabel 4.6.
Tabel 4.8.

Perbandingan model linear dan model kesalahan
pengukuran
58

Tabel 4.9.
Tabel 4.10.

Ringkasan statistik parameter model RTG
pembobot fungsi kernel adaptif kuadrat ganda

dengan

Ringkasan statistik parameter model RTG dengan
kesalahan pengukuran dengan pembobot fungsi kernel
adaptif kuadrat ganda

59

59

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.

Otokorelasi spasial

13

Gambar 2.2.

Plot pencaran Moran

16

Gambar 2.3.

Ilustrasi lebar jendela kernel tetap

29

Gambar 2.4.

Ilustrasi lebar jendela kernel adaptif

29

Gambar 2.5.

Alur kerangka pemikiran disertasi

33

Gambar 4.1.

Peta administratif wilayah kabupaten/kota di Jawa
Timur

48

Persebaran persentase balita penderita gizi buruk di
Jawa Timur

48

Persebaran persentase penduduk miskin di Jawa
Timur

49

Plot pencaran Moran balita penderita gizi buruk di
Jawa Timur

53

Kemiripan daerah untuk peubah balita penderita gizi
buruk di Jawa Timur berdasarkan plot pencaran
Moran

53

Gambar 4.6.

Plot kuantil-kuantil normal dari galat

57

Gambar 4.7.

Plot antara dugaan dengan galat

58

Gambar 4.8.

Plot
model RTG dan RTG dengan kesalahan
pengukuran

60

Plot
model RTG dan RTG dengan kesalahan
pengukuran

60

Pengelompokkan parameter
model RTG yang
berpengaruh signifikan terhadap kejadian balita gizi
buruk

61

Pengelompokkan parameter
model RTG dengan
kesalahan pengukuran yang berpengaruh signifikan
terhadap kejadian balita gizi buruk

61

Plot komponen ragam galat
model RTG dan
RTG dengan kesalahan pengukuran

62

Plot nilai Akaike’s Information Criterion (AIC)
model RTG dan RTG dengan kesalahan pengukuran

62

Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.

Gambar 4.9.
Gambar 4.10.

Gambar 4.11.

Gambar 4.12.
Gambar 4.14.

DAFTAR LAMPIRAN

Data persentase penderita gizi buruk, persentase
rumah tangga miskin (observed) dan dugaannya

72

Koordinat lintang dan bujur tiap kabupaten /kota di
Provinsi Jawa Timur

73

Matriks jarak antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Timur (dalam kilometer)

74

Matriks pembobot untuk setiap kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Timur

81

Lampiran 5.

Penduga parameter model RTG

88

Lampiran 6.

Penduga parameter model RTG dengan kesalahan
pengukuran

89

Penduga ragam sisaan
AIC dari model RTG

90

Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4..

Lampiran 7.
Lampiran 8.

, R-Square

dan

dan
Penduga ragam sisaan
, R-Square
AIC dari model RTG dengan kesalahan pengukuran

91

Lampiran 9.

Sintaks program R 3.0.2

92

Lampiran 10.

Penurunan rumus

96

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kesalahan pengukuran adalah kesalahan yang muncul ketika suatu nilai
dicatat tidak persis sama dengan nilai sebenarnya dalam kaitan dengan suatu
proses pengukuran. Nilai sebenarnya dari kovariat diwakilkan oleh suatu nilai
yang didapat melalui suatu proses pengukuran yang belum tentu sesuai dengan
nilai sebenarnya. Sebagai contoh di dalam aplikasi ekonomi yang berkaitan
dengan masalah pendapatan. Jika responden yang diwawancara tidak bisa
menyebutkan pendapatannya secara tepat, maka hasil catatan penelitian akan
lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai yang sebenarnya (Lee 2009). Dalam
bidang kedokteran, misalnya dalam mengukur tekanan darah sistolik (systolic
blood pressure/SBP), yang dikenal memiliki variasi harian dan musiman yang
kuat. Ketika mengukur SBP, berbagai sumber kesalahan dapat terjadi seperti
kesalahan alat rekaman dan kesalahan administrasi (Carroll et al. 2006).
Kasus lain bisa dijumpai di dalam studi gizi (Prentice & Sheppard 1995),
kesalahan pengukuran timbul akibat ketidaktepatan dalam mengukur asupan gizi,
seperti asupan lemak yang menggunakan instrumen konvensional yaitu dengan
mengingat kembali makanan yang dimakannya selama 24 jam. Selain itu dalam
studi kesehatan lingkungan yaitu dalam mengukur tingkat polusi udara, misalnya,
particulate matter (PM) atau ozon (O3). Daerah yang sulit untuk diukur tingkat
polusi udaranya sering dihampiri dengan menggunakan jarak dari situs tercemar
atau dengan menggunakan ukuran di beberapa situs pemantauan (Carroll et al.
1997).
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengukuran, Biemer et al.
(1991) mengidentifikasi empat sumber utama kesalahan pengukuran, yaitu dari
desain kuesioner, metode pengumpulan data, pewawancara dan responden.
Berdasarkan pendugaan parameter kurva regresi,

Fuller (1987) menyatakan

bahwa kesalahan pengukuran berpengaruh terhadap kemiringan (slope) dari kurva
regresi. Caroll et al. (2006) menyatakan bahwa kesalahan pengukuran dapat
menyebabkan bias dalam penduga regresi dan dapat juga menyebabkan model

2

yang dibangun tidak tepat atau tidak mewakili populasi. Kehadiran kesalahan
pengukuran menyebabkan penduga parameter menjadi bias dan tidak konsisten
serta menyebabkan penarikan kesimpulan yang salah (Chen et al. 2011 ). Dalam
mengatasi masalah tersebut maka digunakan model kesalahan pengukuran
(measurement error models).
Peubah dalam model kesalahan pengukuran ada tiga, yaitu peubah yang
menyatakan data hasil pengamatan yang diperoleh dari proses pengukuran,
peubah yang menyatakan data sesungguhnya yang tidak diketahui, dan peubah
kesalahan pengukuran. Secara matematis untuk regresi sederhana modelnya dapat
dituliskan sebagai berikut:
(1.1)
dengan

adalah peubah yang menyatakan hasil pengamatan yang disebut dengan

peubah pengganti (surrogate),

adalah peubah yang tidak teramati (latent

variable), dan adalah kesalahan pengukuran yang diasumsikan menyebar normal
dengan nilai harapan 0 dan ragam

.

Pendekatan yang digunakan untuk menduga kurva regresi berdasarkan
model regresi (1.1), yaitu pendekatan parametrik dan nonparametrik. Pendekatan
parametrik merupakan pendekatan yang sering digunakan untuk menduga kurva
regresi. Namun pendekatan parametrik memiliki keterbatasan untuk menduga
pergerakan data yang tidak diharapkan. Jika salah satu asumsi dari pendekatan
parametrik tidak dipenuhi, maka kurva regresi dapat diduga dengan menggunakan
metode regresi nonparametrik.
Penelitian yang berkaitan dengan model regresi parametrik dengan adanya
kesalahan pengukuran telah banyak dibahas, di antaranya Carroll et al. (1996) dan
Fuller & Hidiroglou (1978). Kesalahan pengukuran akan berpengaruh terhadap
koefisien regresi. Dalam regresi sederhana, besaran koefisien regresi lebih besar
dibandingkan bila dihitung tanpa menggunakan model kesalahan pengukuran.
Hal ini disebabkan oleh adanya faktor koreksi dari ragam kesalahan.
Model regresi nonparametrik dengan kesalahan pengukuran di antaranya
telah dikembangkan oleh Fan & Truong (1993) yaitu menduga parameter model
kesalahan pengukuran dengan metode dekonvolusi kernel.

Penduga yang

diperoleh rata-rata kekonvergenannya sangat lambat. Selain itu, Carroll et al.

3

(1999) telah melakukan penelitian untuk menduga parameter pada model
kesalahan pengukuran dengan metode spline dimodifikasi. Hasil yang diperoleh
adalah fungsi W (nilai pengamatan) berkorelasi tinggi dan fungsi dugaannya tidak
stabil.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada model regresi nonlinear
dengan kesalahan pengukuran antara lain : Stefanski & Carroll (1985) pada model
regresi logistik tentang perkembangan penyakit jantung. Dalam penelitiannya
mereka memperkenalkan sebuah penduga bias-adjusted.

Stefanski (1988)

melakukan penelitian pada model linear terampat (GLM). Hasil dari metode
komputasi yang ditawarkan adalah plot informatif, disebut measurement error
trace yang menggambarkan grafik pengaruh kesalahan pengukuran dari parameter
yang diduga. Nakamura (1992) menduga parameter pada model Hazard
proportional.
Menurut Li et al. (2009) data spasial rentan terhadap kesalahan pengukuran
pada kovariat, sehingga penelitian untuk model regresi spasial dengan kesalahan
pengukuran mulai berkembang, karena dalam penerapannya terdapat peubah yang
tidak dapat diukur secara langsung atau tidak dapat diukur secara tepat sesuai
dengan nilai sebenarnya serta berpengaruh secara spasial.

Dalam penelitian

model spasial linear campuran, Li et al. (2009) menggunakan model conditional
auto-regressive (CAR). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa penduga naïve
dari koefisien regresi menurun dan komponen ragam meningkat jika kesalahan
pengukuran diabaikan.
Berbagai cara untuk menganalisis data spasial, selain CAR, salah satu
metode untuk menganalisisnya adalah model regresi terboboti geografis/RTG
(geographically weighted regression) (Fotheringham et al. 2002).

RTG

merupakan pengembangan dari model regresi linear klasik. Pada model regresi
linear hanya dihasilkan penduga parameter yang berlaku secara global, sedangkan
dalam model RTG dihasilkan penduga parameter model yang bersifat lokal untuk
setiap lokasi pengamatan.
Komponen yang mendasar dan diperlukan dari model regresi spasial adalah
matriks pembobot. Matriks pembobot pada dasarnya merupakan matriks yang
menggambarkan hubungan/kedekatan antar lokasi.

Pada penelitian Li et al.

4

(2009) untuk model CAR, matriks pembobot spasial yang digunakan merupakan
matriks ketergantungan spasial (contiguity), yang

menggambarkan kedekatan

suatu daerah berdasarkan ketergantungan spasial biner. Pada matriks contiguity,
nilai 1 menunjukkan daerah yang bertetanggaan satu sama lain dan nilai 0 tidak
bertetangga. Berbeda dengan CAR, pada model RTG matriks pembobot yang
digunakan adalah matriks pembobot yang besarnya tergantung pada kedekatan
antar lokasi pengamatan. Jika semakin dekat suatu lokasi, maka bobot
pengaruhnya akan semakin besar.
Aplikasi dalam bidang kesehatan, kovariat sering sulit diukur secara
langsung atau tidak dapat diukur secara tepat sesuai dengan nilai sebenarnya.
Kovariat sering dikumpulkan dari sampel survei kecil di masing-masing wilayah
dan rata-rata sampel digunakan sebagai penduga untuk nilai agregat populasi
yang sebenarnya, seperti persentase perokok di dalam satu kabupaten (Xia &
Carlin 1998).

Demikian juga dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS) yang dilaksanakan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Susenas dirancang untuk

memenuhi kebutuhan data yang berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia, khususnya yang berhubungan dengan karakteristik
sosial ekonomi.

Pengumpulan data dari sampel rumah tangga yang terpilih

dilakukan melalui wawancara

tatap muka antara petugas survei (pencacah)

dengan responden. Data yang dikumpulkan antara lain menyangkut aspek
pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran rumah tangga sebulan adalah semua biaya yang dikeluarkan
rumah tangga selama sebulan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi untuk semua
anggota rumah tangga. Pengeluaran ditanyakan selama seminggu yang lalu yang
selanjutnya dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata (BPS 2011). Hal ini
bisa terjadi bias, pada saat responden tidak mampu merinci segala pengeluarannya
selama satu minggu. Selanjutnya BPS menggunakan rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan untuk menghitung Head Count Index (HCI).

HCI adalah

persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan. Penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin (BPS 2008).

5

Salah satu dampak dari kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah
kesehatan dan kekurangan nutrisi. Asupan zat gizi dari konsumsi makanan yang
direpresentasikan melalui pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi status gizi.

Kejadian gizi buruk pada suatu

wilayah diduga berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Kondisi geografis, sosial
budaya, dan ekonomi akan berbeda antara wilayah yang satu dengan wilayah
yang lain.

Faktor geografis merupakan salah satu penyebab kesenjangan status

gizi antar wilayah. Faktor geografis berpengaruh pada mobilitas penduduk dan
akses masyarakat terhadap pangan, pelayanan gizi dan kesehatan primer maupun
rujukan.

Dengan demikian penderita gizi buruk

merupakan peubah yang

memiliki efek spasial.
Berdasarkan uraian di atas, maka kovariat persentase penduduk miskin yang
mempengaruhi status gizi memiliki efek spasial dan mengalami kesalahan
pengukuran. Metode pemodelan statistik dengan memperhitungkan faktor spasial
bila terjadi kesalahan pengukuran di dalam kovariat diperlukan. Metode RTG
dengan kesalahan pengukuran diharapkan mampu menghasilkan model yang
spesifik di tiap wilayah sehingga semakin informatif dan aplikatif.
Berdasarkan perkembangan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka hal
yang menjadi perhatian peneliti adalah bagaimana penduga parameter model
kesalahan pengukuran pada RTG, sifat-sifat asimtotik dari penduga dan
bagaimana penerapannya pada kasus gizi buruk di Jawa Timur.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan penduga parameter pada model RTG dengan kesalahan
pengukuran.
2. Mengkaji sifat-sifat asimtotik dari penduga parameter yang dihasilkan.
3. Mengaplikasikan model yang diperoleh dari tujuan 1 pada kasus gizi buruk di
Provinsi Jawa Timur.
4. Membandingkan model RTG dengan mengabaikan kesalahan pengukuran dan
model dengan kesalahan pengukuran.

6

Kebaruan (Novelty)
Model kesalahan pengukuran yang telah dilakukan selama ini berkaitan
dengan model regresi parametrik, nonparametrik, dan model spasial linear.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Li et al. (2009) yang menggunakan
model CAR untuk pengaruh ketergantungan spasial, penelitian ini

mengkaji

pendugaan parameter model RTG untuk pengaruh keragaman spasial.

Sistematika Penulisan Disertasi
Secara

keseluruhan

disertasi

ini

dirancang

menjadi

enam

bab.

Pendahuluan disajikan dalam Bab 1. Pada Bab 2 berisi tinjauan ulang mengenai
analisis regresi, regresi dengan kesalahan pengukuran dan regresi terboboti
geografis beserta pendugaan parameternya.
Salah satu dari model statistika yang sering digunakan dalam pemecahan
suatu permasalahan adalah model regresi linear. Model regresi linear merupakan
sebuah model yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar peubah.
Hubungan tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan yang
menghubungan peubah respon (Y) dengan satu atau lebih kovariat (X).
Jika peubah X tidak dapat diamati secara langsung atau tidak dapat diukur
langsung (diukur tanpa kesalahan) maka akan timbul masalah kesalahan
pengukuran. Kehadiran kesalahan pengukuran menyebabkan penduga parameter
menjadi bias dan tidak konsisten serta menyebabkan penarikan kesimpulan yang
salah.

Dalam mengatasi masalah tersebut maka digunakan model kesalahan

pengukuran.
Pada dasarnya, adanya aspek spasial merupakan hal yang lazim terjadi
antara satu lokasi dengan lokasi yang lain. Pada beberapa kasus, peubah respon
yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di lokasi yang
berbeda, terutama

lokasi yang berdekatan. Hubungan spasial dalam peubah

respon akan menyebabkan pendugaan menjadi tidak tepat karena tidak
terpenuhinya asumsi keacakan galat. Hal ini disebabkan keragaman suatu lokasi
dipengaruhi lokasi sekitarnya. Dalam mengatasi masalah tersebut diperlukan

7

suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar lokasi ke dalam
model, sehingga model yang digunakan salah satunya adalah model RTG.
Pada Bab 3 dilakukan kajian terhadap model RTG dengan kesalahan
pengukuran melalui pendekatan model linear campuran yaitu dalam pendugaan
parameter serta sifat-sifat asimtotik dari penduga. Pada Bab 4 dibahas tentang
aplikasi terhadap model dengan menggunakan kasus gizi buruk di Provinsi Jawa
Timur. Selanjutnya pembahasan secara umum dipaparkan dalam Bab 5,
sedangkan berbagai temuan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk
kesimpulan dan saran pada Bab 6.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Model Regresi Linear
Salah satu dari model statistika yang sering digunakan dalam pemecahan
suatu permasalahan adalah model regresi linear. Model regresi linear merupakan
sebuah model yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar peubah.
Hubungan

tersebut

dapat

diekspresikan

dalam

bentuk

persamaan

yang

menghubungan peubah respon (Y) dengan satu atau lebih kovariat (X). Jika
peubah respon hanya dihubungkan dengan satu kovariat, maka akan menghasilkan
persamaan regresi linear sederhana, sedangkan jika

kovariat yang digunakan

lebih dari satu, maka akan menghasilkan persamaan regresi linear berganda.
Model regresi linear secara umum diformulasikan dalam bentuk matriks
sebagai berikut (Draper dan Smith 1998):
)

,

(2.1)

dengan
=

vektor peubah respon berukuran

=

matriks rancangan berukuran

=

vektor parameter berukuran

=

vektor galat acak berukuran

Pendugaan parameter model regresi menggunakan metode kuadrat terkecil
(MKT). Metode MKT digunakan dengan tujuan meminimumkan jumlah kuadrat
galat.

Pendugaan parameter model didapat dari persamaan sebagai berikut

(Draper & Smith 1998).
.
Pengujian hipotesis terhadap parameter dilakukan secara serentak maupun
parsial. Uji serentak dilakukan untuk mengetahui pengaruh kovariat terhadap
peubah respon secara bersama-sama menggunakan uji F, sedangkan uji parsial
dilakukan untuk mengetahui masing-masing kovariat yang berpengaruh secara
nyata terhadap peubah respon.

9

Model Regresi Linear dengan Kesalahan Pengukuran
Perbedaan antara model regresi linear dan model regresi linear dengan
kesalahan

pengukuran

terletak

pada

kovariat.

Dalam

model

kesalahan

pengukuran, kovariat tidak diketahui atau merupakan peubah acak yang memiliki
sebaran tertentu sedangkan dalam regresi linear kovariat dianggap tetap atau tidak
memiliki sebaran

tertentu.

Perbedaan

antara

kedua

model tersebut juga

ditunjukkan dalam pendugaan parameter serta dalam penggunaan asumsi.
Bentuk model regresi linear sederhana ditulis sebagai berikut:

Jika peubah

(2.2)

).

,

tidak dapat diamati secara langsung atau tidak dapat diukur secara

tepat, maka regresinya disebut sebagai regresi dengan kesalahan pengukuran.
Sebagai pengganti

maka diamatilah sebuah peubah Z. Dalam hal ini, telah

terjadi kesalahan pengukuran terhadap
disebut sebagai galat pada peubah

. Kesalahan pengukuran inilah yang

Model kesalahan pengukurannya adalah:
(2.3)

).

,

Dari persamaan (2.2) dan (2.3) model regresinya menjadi

(2.4)
Pada model (2.4) terlihat bahwa model kesalahan pengukuran memiliki bentuk
yang serupa dengan model regresi klasik. Asumsi yang digunakan adalah:

dengan,

artinya “menyebar normal dan saling bebas” dan

adalah matriks diagonal dengan elemen yang diberikan pada diagonal matriks
tersebut, serta diasumsikan

diketahui (Fuller 1987). Nilai harapan

, karena

adalah:

, maka

atau
(2.5)

10

Nilai harapan dari persamaan (2.3) adalah

atau
.

(2.6)

Sehingga vektor rata-rata dari peubah acak

Kemudian

dan

adalah

ragam Y, ragam Z, dan peragam (Z,Y)

dapat ditentukan sebagai

berikut:

atau

dan

atau

dan peragam (Y,Z) adalah

karena

dan

saling bebas maka

, sehingga

.
Dengan demikian, matriks peragam

dari

peubah acak Y dan peubah acak Z

adalah

(2.7)

11

Pendugaan

parameter

regresi menggunakan

metode

momen,

dengan cara

mengganti momen populasi yang tidak diketahui pada ruas kiri persamaan (2.7)
dengan

penduga

contohnya

untuk

mendapatkan

sistem persamaan

dalam

parameter yang tidak diketahui (Fuller 1987).
Dengan menggantikan momen populasi dari persamaan (2.7) dengan momen
contoh, diperoleh:
i)
,
sehingga

ii)

sehingga

(2.8)

iii)
atau

sehingga

Dengan mensubsitusi persamaan (2.6) ke
harapan dari peubah

sehingga

adalah:

persamaan (2.5), maka nilai

12

(2.9)
Selanjutnya dapat dilakukan pendugaan nilai Xi berdasarkan nilai Zi.
Misalkan asumsi dari galat pada model persamaan untuk satu peubah terpenuhi
maka, persamaan dapat ditulis:
(2.10)

Persamaan (2.10) disajikan dalam bentuk model regresi linear klasik, dimana
adalah peubah yang belum diketahui yang akan diduga. Dengan demikian,
penduga tak bias linear terbaik bagi

diberikan dengan generalisasi penduga

kuadrat terkecil. Hasil akhir pendugaan diperoleh nilai

sebagai berikut:
(2.11)

Dengan

,

matriks peragam dari

,

(Fuller 1987).

Eksplorasi Data Spasial
Eksplorasi data spasial fokus pada pengenalan karakteristik dari data
geografis dan lebih spesifik lagi pada otokorelasi spasial (spatial autocorrelation)
dan keragaman spasial (spatial heterogeneity) (Anselin 1995).

Anselin (1995)

menyampaikan bahwa eksplorasi data spasial merupakan suatu kumpulan teknik
untuk menggambarkan dan memvisualisasikan sebaran spasial, mengindentifikasi
lokasi yang sejenis atau pencilan spasial, menentukan pola dari hubungan spasial
(spatial association), berkelompok atau hotspot dan menduga pola lain dari
keragaman spasial.
Pola hubungan spasial dalam data geografis terdiri dari dua metode, yaitu
global dan lokal. Metode global adalah analisis pola hubungan spasial pada skala
yang luas untuk melihat sebaran data, apakah terbentuk berkelompok (cluster),
menyebar (dispersed), atau acak (random).

Metode yang digunakan disebut

13

sebagai Moran’s I atau Indeks Moran.

Metode lokal adalah kuantifikasi

otokorelasi spasial dalam wilayah yang lebih kecil dibandingkan global.

Metode

yang digunakan adalah local Moran’s I atau Local Indicator of Spatial
Autocorrelation (LISA).
Indeks Moran
Otokorelasi Spasial adalah suatu korelasi antara peubah dengan dirinya
sendiri atau dapat juga diartikan ukuran kemiripan dari objek dalam suatu ruang.
Permulaan

dari

keacakan

spasial

berkelompok, menyebar, atau acak.

mengindikasikan

pola

spasial

seperti

Otokorelasi spasial positif mengindikasikan

lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan cenderung berkelompok.
Otokorelasi spasial negatif mengindikasikan lokasi yang berdekatan mempunyai
nilai yang berbeda dan cenderung menyebar, dan tidak ada otokorelasi spasial
mengindikasikan pola lokasi acak (Lee & Wong 2001).

korelasi spasial positif

korelasi spasial negatif

tidak berkorelasi (acak)
Gambar 2.1 Otokorelasi spasial
Pengukuran

otokorelasi

spasial

untuk

menggunakan metode Moran’s I (Indeks Moran).

data

spasial dapat

dihitung

Perhitungan otokorelasi spasial

menggunakan Indeks Moran dengan matriks pembobot W adalah sebagai berikut:

14

(2.12)
dengan
=

indeks Moran

=

nilai peubah pada lokasi ke-

=

nilai peubah pada lokasi ke-

=

rata-rata dari peubah

=

elemen dari matriks pembobot antara lokasi-

=

banyaknya lokasi

dan lokasi-

(Lee & Wong 2001).
Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan Indeks Moran berkisar antara -1
sampai 1. Nilai indeks moran nol mengindikasikan tidak berkelompok (acak),
indeks moran bernilai positif mengindikasikan otokorelasi spasial yang positif
yang berarti lokasi yang berdekatan mempunyai karakteristik yang mirip dan
cenderung berkelompok, dan indeks moran bernilai negatif mengindikasikan
otokorelasi spasial negatif yang berarti lokasi yang berdekatan mempunyai
karakteristik yang berbeda (Pfeiffer et al. 2008).
Menurut Anselin (1995) interpretasi dari Indeks Moran dapat diringkas sebagai
berikut:
a. Otokorelasi spasial positif, ditunjukkan oleh:
yaitu penggelompokkan spasial nilai tinggi atau rendah.
b. Otokorelasi spasial negatif, ditunjukkan oleh:
yaitu berbentuk papan catur.
Pengujian hipotesis terhadap parameter I dapat dilakukan sebagai berikut.
Hipotesis nol dari otokorelasi spasial adalah:
; Tidak terdapat otokorelasi

spasial, artinya nilai yang diamati

dalam suatu lokasi tidak tergantung pada lokasi yang berdekatan
(keacakan spasial).

15

Hipotesis altematif spatial autocorrelation adalah:
; Terdapat otokorelasi

spasial positif, artinya nilai yang sama

cenderung berkelompok dalam satu lokasi, penggelompokkan
spasial berlaku untuk nilai tinggi atau rendah.

Lokasi yang

berdekatan mirip.
;

Terdapat otokorelasi

spasial negatif, artinya lokasi yang ber-

dekatan tidak mirip dan membentuk pola visual seperti papan
catur.
Menurut Lee & Wong (2001) statistik uji dari Indeks Moran

diturunkan

dalam bentuk statistik peubah acak normal baku. Hal ini didasarkan pada Teorema
Limit Pusat yaitu untuk

yang besar dan ragam diketahui maka

akan

menyebar normal baku sebagai berikut:

dengan

adalah indeks Moran,

adalah nilai statistik uji Indeks Moran,

adalah nilai ekspektasi indeks Moran

, dan

adalah nilai

ragam dari indeks Moran.

dengan

Pengujian ini akan menolak hipotesis nol jika nilai
positif)

atau

(otokorelasi negatif).

(otokorelasi

Otokorelasi spasial positif

megindikasikan bahwa antar lokasi pengamatan memiliki keeratan hubungan.
Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA)
Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) diperkenalkan oleh
Anselin (1995) dan memberikan suatu cara untuk menilai tingkatan pola spasial
lokal, di samping itu dapat juga digunakan sama seperti Moran Scatterplot.

16

Pengidentifikasian koefisien otokorelasi secara lokal dalam pengertian
menemukan korelasi spasial pada setiap lokasi dapat digunakan Indeks Moran.
Berbeda dengan Indeks Moran yang dijelaskan sebelumnya yang merupakan
indikasi dari otokorelasi secara global, Indeks Moran pada LISA mengindikasikan
otokorelasi secara lokal. LISA mengidentifikasi bagaimana hubungan antara suatu
lokasi pengamatan terhadap lokasi pengamatan yang lainnya. Adapun indeksnya
adalah sebagai berikut (Lee & Wong 2001).

dan

dan

merupakan deviasi dari nilai harapan,

adalah nilai standar deviasi dari

Pengujian terhadap parameter

.

dapat dilakukan sebagai berikut:

H0 : tidak ada otokorelasi spasial
H1 : terdapat otokorelasi spasial.
Statistik uji yang digunakan adalah:

dengan

merupakan indeks LISA,

merupakan nilai statistik uji indeks LISA,

merupakan nilai ekspektasi indeks LISA, dan
ragam dari indeks LISA.

dan

dengan

merupakan nilai

17

.

Pengujian ini akan menolak hipotesis nol jika

Plot Pencaran Moran (Moran Scatterplot)
Lee & Wong (2001) menyebutkan bahwa plot pencaran Moran adalah
salah satu cara untuk menginterpretasikan statistik Indeks Moran. Plot pencaran
Moran merupakan alat untuk melihat hubungan antara nilai pengamatan yang
sudah

distandarisasi

dengan

nilai

harapan

daerah

tetangga

yang

telah

distandarisasi. Ilustrasi lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.2.

LH

LL

HH

Kuadran II

Kuadran I

Kuadran III

Kuadran IV

HL

Gambar 2.2 Plot pencaran Moran
Perobelli & Haddad (2003) menyebutkan bahwa plot pencaran Moran
dibagi atas empat kuadran yang cocok untuk empat pola kumpulan spasial lokal
antar lokasi yang bertetangga.
High

(HH),

Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut High-

menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai pengamatan tinggi

dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai pengamatan tinggi.

Kuadran II

(terletak di kiri atas) disebut Low-High (LH), menunjukkan lokasi dengan
pengamatan

rendah

tapi dikelilingi lokasi dengan nilai pengamatan tinggi.

Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut Low-Low (LL), menunjukkan lokasi
dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi lokasi yang juga mempunyai nilai
pengamatan rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah) disebut High-Low
(HL), menunjukkan lokasi dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh
lokasi dengan nilai pengamatan rendah.
Lokasi yang terletak di kuadran HH dan LL akan cenderung mempunyai
nilai otokorelasi spasial yang positif (cluster) berarti kelompok lokasi ini
mempunyai nilai yang mirip.

Lokasi yang terletak di kuadran HL dan LH akan

18

cenderung

mempunyai nilai otokorelasi spasial yang

negatif yang berarti

kelompok lokasi ini mempunyai nilai yang tidak mirip.

Uji Pengganda Lagrange
Efek spasial yaitu ketergantungan spasial terjadi akibat adanya korelasi
antar lokasi. Efek ketergantungan spasial, yaitu ketergantungan lag dan sisaan
spasial dapat diuji dengan menggunakan beberapa metode uji pengganda lagrange
(Lagrange Multiplier/LM).
Adapun metode LM yang akan digunakan dihitung menggunakan rumus berikut:
a. Model Regresi Spasial Lag (SAR)
(tidak ada ketergantungan lag spasial)
(ada ketergantungan lag spasial)
Statistik LM yang digunakan untuk model Regresi Spasial Lag adalah sebagai
berikut:

dengan

dan

adalah vektor sisaan dari model regresi klasik berukuran

diperoleh dari model regresi klasik, dan
model regresi klasik,

,

adalah kuadrat tengah sisaan dari

menyatakan operasi teras matriks yaitu penjumlahan

elemen diagonal suatu matriks (Anselin 1988).

Keputusan tolak

jika nilai statistik uji LM lebih besar dari

. Jika

dilakukan

ditolak maka model

regresi spasial yang dibuat adalah model SAR.
b. Model Regresi Spasial Error (SEM)
(tidak ada ketergantungan sisaan spasial)
(ada ketergantungan sisaan spasial).
Statistik LM yang digunakan untuk model Regresi Spasial Error adalah sebagai
berikut:

19

dengan

adalah vektor sisaan dari model regresi berukuran

dan

menyatakan operasi teras matriks yaitu penjumlahan elemen diagonal suatu
matriks (Anselin 1988). Keputusan tolak
. Jika

LM lebih besar dari

dilakukan jika nilai statistik uji

ditolak maka model regresi spasial yang

dibuat adalah model SEM.

Uji Keragaman Spasial
Keheterogenan ragam spasial juga perlu diuji. Galat yang digunakan
dalam pengujian ini adalah galat yang diperoleh dari model regresi berganda
dengan

unit

pengamatannya

berupa

wilayah.

Uji yang

digunakan

dalam

mendeteksi keheterogenan ragam menurut Anselin (1988) dapat dilakukan dengan
uji Breusch-Pagan (BP).

Secara khusus, Breusch & Pagan (1979) mengusulkan

suatu bentuk generik homoskedastisitas yang dinyatakan dalam bentuk persamaan
berikut (Arbia 2006):

dengan nilai
satu, dan

bernilai nol

,

adalah konstanta regresi bernilai

adalah kovariat ke-2 sampai ke- . Berdasarkan kriteria

tersebut, hipotesis uji kehomogenan ragam adalah sebagai berikut:
(homoskedastisitas)
minimal ada satu

(heteroskedastisitas).

Statistik Uji BP adalah sebagai berikut:

dengan

Jika

tidak ditolak maka kehomogenan ragam terpenuhi sehingga
.

Nilai BP menyebar khi-kuadrat dengan derajat bebas
jumlah kovariat. Keputusan tolak

jika

, dimana
(Arbia 2006).

merupakan

20

Ketidakmampuan

mengakomodasi informasi apabila

terjadi keragaman

spasial akan menghasilkan nilai dugaan parameter regresi yang bias dan hilangnya
kemampuan dalam menjelaskan fenomena data yang sebenarnya. Model regresi
terboboti geografis adalah metode statistik yang digunakan untuk menganalisis
data yang memiliki efek keragaman spasial (Fotheringham et al. 2002).

Model Regresi Terboboti Geografis
Model regresi terboboti geografis

(RTG)

adalah suatu model yang

dikembangkan oleh Fotheringham et al. (2002) dari model regresi sederhana
menjadi

model regresi terboboti untuk

Heterogenitas yang dimaksud

menganalisis

heterogenitas

spasial.

adalah suatu keadaan di mana pengukuran

hubungan (measurement of relationship) di antara peubah berbeda-beda antara
lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya.

Heterogenitas spasial terjadi apabila

satu kovariat yang sama memberikan respon yang tidak sama pada lokasi yang
berbeda di dalam satu lokasi penelitian (Yu & Wei 2005).
(2006),

RTG

Menurut Shi et al.

semakin sering digunakan dalam analisis data yang berhubungan

dengan heterogenitas spasial.
Model RTG merupakan pengembangan dari model regresi global di mana
ide dasarnya diambil dari regresi nonparametrik (Mei 2005). Model ini merupakan
model regesi linear lokal (locally linear regression) yang menghasilkan penduga
parameter model yang bersifat lokal untuk setiap titik atau lokasi di mana data
tersebut dikumpulkan. Dalam model RTG, peubah respon
peubah acak

y

yang merupakan

kontinu diprediksi dengan kovariat yang masing-masing koefisien

regresinya bergantung pada lokasi di mana data tersebut diamati.
Dalam regresi klasik, nilai parameter diasumsikan sama untuk semua titik
lokasi pengamatan, sehingga penduga parameter yang dihasilkan juga bersifat
tunggal dan diberlakukan untuk semua lokasi.

Berbeda dengan regresi yang tidak

memperhatikan faktor lokasi, dalam RTG sangat memperhatikan lokasi sehingga
analisis ini seringkali dilanjutkan dengan pemetaan dan dapat didekati dengan
sistem informasi geografis (Geographic Information System/GIS).
Model RTG dapat ditulis sebagai berikut (Fotheringham et al. 2002):

21

(2.13)
dengan
=

nilai pengamatan peubah respon ke-

=

nilai pengamatan kovariat

=

nilai intersep model regresi RTG

=

koefisien regresi

=

menyatakan titik koordinat (lintang,bujur) lokasi

=

galat pengamatan ke-

pada pengamatan ke-

dimana

).

Dalam pengujian hipotesis asumsi yang digunakan dalam model RTG
et al. 2000) adalah galat

diasumsikan saling bebas, identik dan

mengikuti sebaran normal dengan nilai harapan nol dan ragam
(

.

(Leung

konstan

Asumsi ini adalah asumsi yang biasanya digunakan secara

teoritis dalam analisis regresi (Leung et al. 2000).

Dalam metodologi pendugaan

parameter regresi lokal biasanya digunakan untuk mencari penduga yang biasnya
sangat kecil. Dalam konteks inilah bias dari penduganya

dapat diabaikan.

Pendugaan model RTG merupakan pendugaan model regresi lokal (Leung et al.
2000).

Pendugaan Parameter Model RTG
Pendugaan

parameter

model

RTG

diperoleh

menggunakan

metode kuadrat terkecil terboboti (weighted least square) dengan memberikan
pembobot yang berbeda untuk setiap lokasi dimana data diamati.

Pemberian

bobot ini sesuai dengan Hukum I Tobler: “Everything is related to everything else,
but near thing are more related than distant things”
berhubungan

satu dengan yang lainnya,

Segala sesuatu saling

tetapi sesuatu yang dekat lebih

mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh” (Anselin 1988). Sehingga pada
model RTG diasumsikan bahwa daerah yang dekat dengan lokasi pengamatan ke-i
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penduga parameternya dari pada

22

adalah matriks

daerah yang lebih jauh. Misalkan
pembobot spasial lokasi

ke-

yang nilai elemen-elemen diagonalnya ditentukan

oleh kedekatan pengamatan (lokasi) ke- dengan lokasi lainnya (lokasi ke- ) maka
persamaan (2.13) menjadi:

maka

Jika
harapan nol dan ragam

akan mengikuti sebaran normal dengan nilai

sehingga:
(2.14)

Pendugaan parameter model diperoleh dengan meminimumkan jumlah kuadrat
galat dari persamaan (2.14) sebagai berikut:

Misalkan:

.

Matriks pembobotnya merupakan matriks diagonal yang menunjukkan pembobot
yang bervariasi dari setiap prediksi paramater pada lokasi

yang diformulasikan

sebagai berikut:

W ui , vi

wi1
0

0

0
wi 2

0

 0
 0 .
 
 win

Penyelesaian persamaan di atas dalam bentuk matriks adalah:

(2.15)

23

dan hasilnya disamakan

Jika persamaan (2.15) diturunkan terhadap

dengan nol maka diperoleh penduga parameter model RTG:

(2.16)
Pendugaan parameter model RTG pada persamaan (2.16) untuk setiap lokasinya
adalah

lokasi contoh, maka dugaan ini merupakan dugaan setiap

Jika terdapat

baris dari matriks lokal parameter seluruh lokasi dan matriksnya adalah sebagai
berikut:
0

β

0

0

u1 , v1
u 2 , v2

u n , vn

1
1

1

u1 , v1
u 2 , v2

u n , vn






Setelah diperoleh penduga
pada persamaan (2.16).

p
p

p

u1 , v1
u 2 , v2
.

u n , vn

maka dicari sifat-sifat dari penduga

Sifat ketakbiasan dari penduga diperoleh dengan cara

berikut:

(Leung et al. 2000)
Pembuktian di atas menunjukkan bahwa penduga
tak bias bagi

.

merupakan penduga

24

dengan

harus sekecil mungkin agar

merupakan penduga yang efisien.
(2.17)

Karena

merupakan

penduga

tak

bias

bagi

dan

sehingga dapat dikatakan bahwa
penduga yang konsisten.

merupakan

Jadi, dapat ditunjukkan bahwa dugaan

terhadap

parameter-parameter telah memenuhi kriteria dugaan yaitu tidak bias, efisien, dan
konsisten.
Misalkan
.

adalah elemen baris ke-i dari matriks

Maka nilai prediksi untuk y pada lokasi pengamatan

dapat diperoleh

dengan cara sebagai berikut:

Prediksi untuk seluruh pengamatan dapat dituliskan sebagai berikut:

dengan

(2.18)

maka

25

Matriks I adalah matriks identitas berukuran

.

Nilai Jumlah Kuadrat Galat (JKG) adalah

(2.19)
Persamaan (2.19) juga dapat dimodifikasi dengan memperhatikan asumsi-asumsi
pada model RTG yaitu:

(2.20)

Ragam dari galatnya yaitu

(2.21)

.
Dari persamaan (2.20) dan (2.21) maka persamaan (2.19) dapat dimodifikasi
menjadi:

.

26

(2.22)

Dari persamaan (2.22) diperoleh bahwa
penduga

dan diperoleh

yang tak bias adalah:

Pengujian Hipotesis Model RTG
Pengujian hipotesis pada model RTG terdiri dari pengujian kesesuaian
model RTG dan pengujian parameter model. Pengujian kesesuaian model RTG
(goodness of fit) dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
dan
(tidak ada perbedaan yang nyata antara model regresi linear dan RTG).

(ada perbedaan yang nyata antara model regresi linear dan RTG)
dengan

parameter model RTG dan

parameter model regresi linear.

Penentuan statistik uji berdasarkan pada JKG yang diperoleh masingmasing di bawah H0 dan H1 . Di bawah kondisi H0 , berarti sama saja dengan
menurunkan JKG untuk regresi linear pada persamaan (2.2). Nilai JKG untuk
regresi linear menggunakan metode MKT adalah sebagai berikut:

dengan

yang bersifat idempoten.

27

Di bawah kondisi H1 , koefisien regresi