Latar Belakang Masalah Perbandingan Motif Songket Palembang dengan Songket Batubara: Suatu Kajian Semiotik

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang kaya berbagai budaya. Setiap suku di Indonesia memiliki tradisi masing-masing. Bangsa adalah suatu komunitas etnik yang ciri-cirinya seperti memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama dan solidaritas tertentu. Bangsa juga merupakan doktrin etika dan filsafat, dan merupakan awal dari ideologi nasionalisme. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan menghasilkan budaya yang beraneka ragam. Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya Geertz, 1973a. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi, kebudayaan dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia atau sebagai pola-pola bagi kelakuan manusia. Sebagai salah satu bagian dari kebudayaan adalah suku bangsa. Suku didefinisikan sebagai sebuah golongan sosial dan menjadi identitas yang paling Universitas Sumatera Utara 2 mendasar dan umum serta terbentuk berdasarkan latar belakang tempat kelahiran maupun latar belakang keluarganya, serta digunakan sebagai acuan identitas suku bangsa atau kesukubangsaan. Boleh dikatakan suku ialah kelompok orang yang memiliki latar belakang budaya, sejarah dan nenek moyang yang sama. Suku Melayu Sumatera Timur mendiami beberapa daerah antara lain Kotamadya Medan, Kotamadya Binjai, Kotamadya Tebingtinggi, Kotamadya Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Labuhan Batu. Sedangkan lokasi penelitian penulis berada di daerah Batubara Desa Padang Genting yang terletak pada koordinat 28 °3’-28°26’ dan 99°19’LU 100 °03’BT. Ketinggiannya 0-1.500 meter di atas permukaan laut Simanjuntak, Bungaran. 2010:17 untuk lokasi kedua di Palembang kelurahan Ilir Barat terletak pada 2°59 ′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 358,55 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Indonesia kaya dengan beranekaragam kebudayaan daerah, diantaranya kain-kain khas daerah yang memiliki corak serta bahan khas dari daerah masing- masing. Sebagai bangsa Indonesia, tentu kita sangat bangga dengan aneka ragam kain daerah yang ada di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kain khas daerah yang berupa kain tenun. Seperti kain tenun songket Batubara, kain tenun songket Palembang. Walaupun sama-sama dibuat dengan cara ditenun, namun setiap daerah memiliki corak dan motif yang berbeda. Begitu pula dengan kain tenun songket Palembang dan kain tenun songket Batubara. Songket adalah jenis kain tenunan tradisional Melayu di Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan dengan benang emas dan perak dan pada Universitas Sumatera Utara 3 umumnya kain songket dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau dan cemerlang. Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti “mengait” atau “mencungkil”, kain tenun yang bersulam benang emasperak KBBI:956. Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya yaitu mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, kata songket juga berasal dari kata songka, peci khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dimulai dengan benang emas. Isitilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’. Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat acara-acara kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat kepala. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu. Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket. Beberapa kain songket tradisional Sumatera memiliki pola yang mengandung makna tertentu. Songket dibuat dengan melalui delapan tahapan sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan flora dan fauna lokal. Motif ini juga dinamai dengan kue lokal Melayu seperti seri kaya, wajik, dan tepung talam, yang merupakan favorit raja. Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa Universitas Sumatera Utara 4 menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak; maka, jadilah songket. Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Menurut tradisi Kelantan teknik tenun seperti ini berasal dari Utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam, yang kemudian berkembang ke Selatan di Pattani dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali, di Palembang dan Jambi, telah berlaku sejak zaman Sriwijaya. Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan songket paling masyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang emas di Sumatera terletak di pedalaman Jambi dan dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700- an masehi. Songket dikembangkan pada kurun waktu yang cepat di Sumatera. Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik di ukur dari segi kualitasnya, yang berjuluk “Ratu Segala Kain”. Songket eksklusif memerlukan antara satu sampai tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa Universitas Sumatera Utara 5 hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung. Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang mampu menguasai perdagangan di Selat Malaka pada zamannya. Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad XI setelah runtuhnya kerajaan Melayu memegang hegemoni perdagangan laut dengan luar negeri, di antara negara yang mempunyai hubungan dagang dengan kerajaan Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dan lain-lain. Keberadaan hegemoni perdagangan ini menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada masa itu. Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalur perdagangan Cina dan India membuat kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan perdagangan internasional. Gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun , memberikan nilai tersendiri dan menunjukan sebuah kebesaran dari orang-orang yang membuat kain songket. Apabila kita melihat rangkaian benang yang tersusun dan teranyam rapih lewat pola simetris, menunjukan bahwa kain ini dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk membuat kain bermutu, yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam desain. Kemampuan ini tidak semua orang mampu mengerjakannya, keahlian dan ketelitian mutlak diperlukan untuk membuat sebuah kain songket. Pengetahuan ini biasanya diperoleh dengan cara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 6 Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung dari Team Peneliti ITT Bandung dalam bukunya yang berjudul “Pengetahuan Barang Tekstil” 1977:209, mengatakan bahwa sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman prasejarah di Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu yang dibuat dari batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Di samping pakaian dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan menggunakan kulit binatang yang pada umumnya dipakai oleh laki-laki sebagai pakaian untuk upacara ataupun pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar. Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang menghasilkan berbagai kain tenun songket, dimana pada masa itu diperkirakan gemerlap warna kain tenun songket untuk para pejabat kerajaan khususnya untuk raja di berikan sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang kaya dengan emas dan berbagai logam mulia lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim kenegeri Siam Thailand untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali kekerajaan Sriwijaya, oleh para pengrajin benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam Thailand, India dan Tiongkok Cina. Perdagangan internasional membawa pengaruh besar dalam hal pengolahan kain tenun songket terutama dalam memadukan bahan yang akan digunakan sebagai kain songket. Kain tenun Universitas Sumatera Utara 7 songket untuk Raja dan keluarganya tentu memerlukan bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan yang menonjol dalam pembuatannya, sehingga menghasilkan sebuah kain tenun songket gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga. Indonesia termasuk negara yang dikenal sebagai pengekspor kain tenun. Salah satunya adalah kain tenun songket Batubara. Keunikan corak dan bahan kainnya menjadi salah satu daya tarik, kain ini diminati hingga ke luar negeri. Ketertarikan konsumen dengan industri kerajinan Songket Batubara, karena desain atau motif tenunan asal daerah tersebut memiliki nilai seni budaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu, banyak dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapore, Brunei Darussalam membeli songket tersebut. Usaha ini juga sudah dilakukan turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Warisan nenek moyang yang kemudian menjadi home industry. Saat ini kain tenunan songket Batubara tak hanya dipakai oleh suku Melayu saja, tetapi suku Batak pun mulai memakai songket. Di beberapa resepsi pernikahan masyarakat Batak, bukan ulos yang dipakai pengantin tetapi kain songket yang dipakai bersamaan dengan pakaian tradisional mereka. Songket Songket Batu Bara mempunyai keunikan tersendiri di bandingkan dengan ulos, mempunyai kualitas kain yang bagus karena menggunakan benang-benang pilihan seperti sutera, polyester, emas dan perak. Motif kainnya bervariasi yang lebih menampilkan kesan modern dan tidak ketinggalan zaman, kain yang digemari di Indonesia karena keunikannya adalah kain songket. Hal ini dapat dipandang mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi di kalangan masyarakat Karo, Batak Toba, Simalungun dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara 8 dilihat dari proses pembuatan kain tenun songket tersebut masih menggunakan alat tenun dari kayu dengan cara tradisional, namun tetap memiliki kualitas yang baik, dengan demikian songket ini tidak kalah dengan songket yang dihasilkan dengan mesin yang serba canggih saat ini. Kain tenun songket Batubara juga memiliki variasi motif yang unik seperti : Pucuk Rebung, Bunga Manggis, Bunga Cempaka, Pucuk Caul, Tolak Betikam, hingga Naga Berjuang menjadi motif yang menghiasi kain songket Batubara. Tenunan songket Batubara memiliki desain yang menarik dan nilai seni budaya yang cukup tinggi. Songket Batubara memiliki berbagai jenis warna seperti merah jambu, hijau- laut, kuning, merah hati, krem, merah muda dan kombinasi warna menarik lainnya seperti merah, biru, kuning, coklat, ungu, dan hijau. Kain songket Batubara ini di produki oleh para penenun yang terampil dan berbakat. sehingga songket yang di produksi berkualitas baik. Teknik dan proses pembuatan songket Palembang dan Batubara sebagai berikut: • Teknik Pembuatan Tenun Songket Pembuatan tenun songket Palembang pada dasarnya dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos dan tahap menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan.

a. Tahap Menenun Kain Dasar