BAB 5 PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi
diperoleh 100 responden yang menjawab kuisioner penelitian ini. Dari 100 responden tersebut, sebanyak 79 mengetahui definisi pencabutan gigi suatu
prosedur bedah yang dilakukan dengan tang, elevator, atau penekanan trans alveolar, hal ini
merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang alveolus
.
Sebanyak 70 responden juga memahami definisi pencabutan gigi ideal
sebagai tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi terjadinya efek samping atau komplikasi yang tidak
diharapkan pada waktu pencabutan gigi . Sebanyak 93 responden mengetahui
instruksi pasca pencabutan yang harus diberikan, agar solat pasca pencabutan gigi
dapat pulih dan mencegah terjadinya komplikasi .
2, 23
Pengetahuan responden mengenai faktor yang mempengaruhi pencabutan gigi tergolong dalam kategori cukup yaitu sebesar 54. Hal ini menunjukkan bahwa
responden telah mengetahui etiologi komplikasi pencabutan gigi yang dapat terjadi
karena faktor lokal maupun sistemik seperti oral hygiene yang buruk, infeksi atau pengalaman operator
di kedokteran gigi dimana pengetahuan ini membantu operator untuk menghindari dari komplikasi pencabutan gigi yang mungkin terjadi.
2
Pengetahuan responden terhadap komplikasi pencabutan gigi sudah tergolong baik, yaitu 97.Komplikasi pencabutan gigi ini terbagi atas kasus fraktur mahkota,
fraktur alveolar, fraktur tuberositas maxillaris, fraktur mandibular, fraktur gigi antagonis, laserasi gingiva, perforasi sinus, dry socket dan perdarahan. Hal ini
tergolong pada kategori baik karena seorang mahasiswa kepanitraan klinik sebaiknya mengetahui tentang komplikasi pencabutan gigi agar penanganan yang wajar dapat
dilakukan .
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini mendapatkan sebesar 98 responden mengetahui cara penanganan untuk komplikasi terbanyak yaitu kasus fraktur mahkota gigi.Alasan
mengapa fraktur mahkota gigi menjadi komplikasi yang tertinggi diketahui oleh responden adalah bervariasi.Gigi yang sudah rapuh, lubang yang dalam, atau adanya
tambalan dapat menyebabkan terjadinya fraktur mahkota gigi pada saat melakukan pencabutan gigi.Selain itu, faktor operator juga sangat berperan dalam terjadinya
kasus fraktur mahkota gigi.Operator biasanya kurang tepat mengaplikasikan tang pada gigi, misalnya tang di aplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar gigi, atau
dengan sumbu panjang tang yang tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Bila operator memilih tang dengan ujung terlalu lebar dan hanya memberikan ‘kontak 1
titik’ gigi dapat pecah. Bila tangkai tang tidak dipegang dengan kuat, ujung tang dapat terlepas dari akar dan mematahkan mahkota gigi. Pemberian tekanan berlebihan
bisa menyebabkan fraktur mahkota gigi.Selain itu, posisi operator yang salah juga dapat menyebabkan terjadinya fraktur mahkota gigi.Salah posisi dalam melakukan
pencabutan gigi dapat menyulitkan operator sehingga kemungkinan terjadinya fraktur mahkota gigi sangat besar. Pemilihan tang yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan
gigi mudah fraktur. Sebanyak 89 responden mengetahui cara penanganan untuk kasus yang kedua terbanyak yaitu komplikasi fraktur tulang alveolar yang disebabkan
oleh anatomi akar gigi yang menyulitkan tindakan pencabutan gigi, seperti akar gigi yang bengkok, terlalu besar, akar gigi dengan sementosis, atau disebabkan oleh
terjepitnya tulang alveolar. Kurangnya pengetahuan operator akan bentuk akar gigi yang akan dicabut juga sangat berperan dalam kasus ini. Oleh karena itu, rontgen foto
sangat diperlukan sebelum melakukan tindakan pencabutan gigi untuk mengetahui keadaan tulang alveolar gigi yang akan dicabut. Hasil Penelitian ini, mendekati hasil
penelitian yang dilakukan Eka Priana pada tahun 2013 di Makassar yang menemukan prevalensi komplikasi pencabutan gigi yang tertinggi adalah fraktur
mahkota dan fraktur akar. Menurut penelitian Eka,persentase terjadinya komplikasi fraktur mahkota yaitu 16,8 atau sebanyak 21 kasus dari 215 sampel penelitian,
sedangkan persentase terjadinya fraktur akar sebanyak 13,6 atau sebanyak 17 kasus
Universitas Sumatera Utara
dan ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan fraktur mahkota dan fraktur akar
menjadi komplikasi yang tertinggi, yaitu posisi operator yang tidak tepat dalam melakukan pencabutan gigi dapat menyulitkan operator sehingga kemungkinan
terjadinya fraktur mahkota gigi sangat besar. Keadaan gigi yang sangat kuat juga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya fraktur mahkota pada gigi.Selain itu
operator terkadang mencabut gigi saat gigi tersebut belum diluksasi secara sempurna .
Kasus fraktur pada akar gigi dapat disebabkan varisasi anatomi akar gigi dapat menyulitkan tindakan pencabutan gigi, seperti akar gigi yang bengkok, ukuran akar
gigi yang terlalu besar, hypersementosis, adanya granuloma pada ujung akar gigi, dan juga keadaan akar gigi yang sudah rapuh dikarenakan karies. Akar yang mengalami
dilaserasi atau akar yang dirawat endodontik sering mengharuskan dilakukannya
perubahan pada rencana pencabutan, biasanya dimulai dari prosedur pencabutan menggunakan tang closed method sampai melakukan pembukaan flap open
method . Apabila sesudah dilakukan pencabutan menggunakan tang dengan tekanan
terkontrol dan tidak terjadi luksasi dan dilatasi alveolus, ini menunjukkan perlunya dilakukan pembedahan.
2, 9, 26
Gambaran pengetahuan responden untuk cara penanganan kasuskomplikasi perdarahan adalah sebanyak 87 dimana dalam penelitian ini
perdarahan primer terjadi ketika adatrauma pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari rusaknya
pembuluh darah. Menurut Woodruff 1974, perdarahan primer terjadi pada 24 jam pertama setelah trauma. Perdarahan ini dapat terjadi akibat pergeseran bekuan darah
yang menyebabkan
meningkatnya tekanan
darah sehingga
terjadinya perdarahan.Perdarahan sekunderdapat jugadisebabkan karena adanya infeksi
dan
pasien tidak diperkenankan untuk berkumur-kumur selama 6 jam setelah operasi, karena berkumur akan menghancurkan bekuan darah, terutama bekuan darah yang
belum sempurna terbentuk dan akan mengakibatkan perdarahan.Perdarahan dari gingiva dapat dikontrol dengan menjahit tepi lukadan apabila perdarahan bersumber
dari tulang maka soket diisi dengan oxidized cellulose gauzedan kemudian dijahit,Kemudian kasa yang besar ditempatkan diatas soket kemudian dilakukan
Universitas Sumatera Utara
tekanan sampai perdarahan berhenti. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Lande R et al yang menggambarkan prevalensi komplikasi pencabutan di RSGM PSPDG FK UNSRAT yaitu perdarahan sebesar 4,54, perdarahan yang
terjadi dalam penelitian ini sangat sedikit. Perdarahan dapat terjadi karena trauma berlebihan pada jaringan lunak pasien.Perdarahan yang terjadi pada penelitian ini
adalah jenis perdarahan primer dimana perdarahan yang terjadi saat terputusnya pembuluh darah dikarenakan kecelakaan atau operasi. Perdarahan ini berlangsung 4-5
menit.
9, 26
Pengetahuan responden tentang cara penanganan kasus fraktur gigi bersebelahansebanyak 85dimana gigi bersebelahan bisa pecah atau fraktur bila gigi
yang akan dicabut diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang membentur gigi tersebut.Teknik pencabutan yang terkontrol dapat mencegah kejadian ini dan restorasi
sementara yang bersifat individual dapat dilakukan untuk menangani kasus ini.Hal ini sesuai dengan teori menurut
Howe GL 2005 dimana restorasi sementara seperti mahkota prostetik atau inlay dapat dilakukan pada kasus fraktur gigi bersebelahan.
Keempat kasus ini merupakan komplikasi pencabutan gigi yang paling banyak ditemukan pada kuesioner yang dijawab responden selama penelitian dan termasuk
dalam kategori pengetahuan yang baik.
9
Hasil penelitian ini mendapatkan sebesar 69 responden mengetahui cara penanganan untuk kasus komplikasi fraktur tuberositas alveolaris, 67 responden
mengetahui cara penanganan untuk komplikasi laserasi gingiva, sebanyak 54 responden mengetahui cara penanganan untuk komplikasi perforasi sinus dan sebesar
51 responden mengetahui cara penanganan untuk komplikasi fraktur mandibular. Hal ini mungkin disebabkan walaupun responden menemui kasus komplikasi tesebut
di klinik tapi masih kurangnya pengetahuan responden mengenai teori jenis komplikasi pencabutan gigi tersebut menyebabkan pengetahuan responden termasuk
dalam kategori cukup untuk jenis kasus komplikasi di atas. Gambaran pengetahuan responden tentang cara penanganan untuk kasus
komplikasi dry socket, hanya sebesar 30. Hasil penelitian ini termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
kategori kurang.Minimalnya pengetahuan responden mengenai penanganan untuk kasus komplikasi dry socket mungkin karena responden jarang mendapatkan kasus
komplikasi dry socketdi klinik.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka et al mengenai
prevalensi komplikasi pencabutan gigi di RSGM PSPDG- FK UNSRAT.Hasilnya menunjukkan bahwa komplikasi pencabutan gigi
berupa dry socket tidak terjadi selama penelitian. Hasil studi MacGreoger 1968 yang
melaporkan insiden dry socket lebih tinggi terjadi pada wanita akibat dari penggunaan kontrasepsi oral dankurangnyairigasi saat dokter gigi melakukan tindakan
pencabutan. Gerakan menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah pencabutan juga dapat mengganggu dan merusak bekuan darah.
25
Pada hasil penelitian ini, didapatkan gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteran klinik departmen bedah mulut RSGMP FKG USU tentang cara
penanganan komplikasi pencabutan gigi yang dapat terjadi pada pasien yang dilakukan pencabutan. Sebanyak 31 termasuk dalam kategori memiliki
pengetahuan yang baik mengenai teori cara penanganan komplikasi pencabutan gigi, sedangkan 60 responden termasuk dalam kategori pengetahuan cukup dan sebesar
9 responden termasuk dalam kategori pengetahuan kurang Tabel 4. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Henk S et al. tentang
pengetahuan penanganan komplikasi pencabutan gigi di 56 Universitas Fakultas Kedokteran Gigi di seluruh Eropah pada 1,249 mahasiswa kedokteran gigi dengan 36
pertanyaan online mengenai pengetahuan penanganan komplikasi pencabutan gigi seperti teori pencabutan gigi, penggunaan alat dan teknik dalam pencabutan gigi dan
kesediaan mahasiswa dalam menangani komplikasi pencabutan gigi. Hasil penelitian tersebut, didapat sebanyak 60 responden menjawab pertanyaan dengan memuaskan
dimana termasuk dalam kategori cukup.
27
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN