Limpasan Koefisien limpasan LANDASAN TEORI

Tabel 3.2 Koefisien Aliran Tipe daerah aliran C Rerumputan : - Tanah pasir, datar, 2 - Tanah pasir, sedang, 2 – 7 - Tanah pasir, curam, 7 - Tanah gemuk, datar 2 - Tanah gemuk, sedang, 2 – 7 - Tanah gemuk, curam, 7 0,50 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 0,25 – 0,35 Perdagangan: - Daerah kota lama Daerah pinggiran 0,75 – 0,95 0,50 – 0,70 Perumahan : - Daerah single family - Multi unit terpisah - Multi unit tertutup - Suburban - Daerah apartemen 0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70 Industri : Daerah ringan Daerah berat 0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 Taman, kuburan 0,10 – 0,25 Tempat bermain 0,20 – 0,35 Halaman kereta api 0,20 – 0,40 Daerah tidak dikerjakan 0,10 – 0,30 Jalan : - Beraspal - Beton - batu 0,70 – 0,95 0,80 – 0,95 0,70 – 0,85 Sumber : Triatmodjo, 2008 Dalam perencanaan bangunan air pada suatu daerah pengaliran sungai sering di jumpai dalam perkiraan puncak banjir di hitung dengan metode yang sederhana dan praktis. Namun demikian, metode perhitungan ini dalam tehnik penyajianya memasukan faktor curah hujan, keadaan fisik dan sifat hidrolika daerah aaliran sehingga di kenal sebagai metode rational subarkah,1980 Menurut Triatmodjo 2008. Metode rasional banyak di gunakan untuk memperkirakan debit puncak yang di timbulkan oleh hujan deras pada daerah tangkapan, metode rasional di dasarkan pada persamaan berikut: Q = 0,278.C.I.A.......................3.3 Dengan: Q : Debit puncak I : Intensitas hujan mmjam A :Luas daerah tangkapan C :Koefisien aliran

E. Klasifikasi Jalan Raya

Klasifikasi jalan raya menunjukkan standar operasi yang dibutuhkan dan merupakan suatu bantuan yang berguna bagi perencana. Dalam buku Silvia Sukirman 1999 menurut fungsinya, jalan raya dapat di bagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Jalan Arteri Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan terutama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk akses dibatasi. 2. Jalan Kolektor Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Sesuai dengan Undang – undang tentang jalan, No. 13 tahun 1980 dan peraturan pemerintah No. 26 tahun 1985, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistem jaringan primer dan jaringan sekunder. Dengan demikian sistem jaringan primer terdiri dari : 1. Jalan Arteri Lokal Jalan arteri lokal adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri primer adalah : a Kecepatan rencana 60 kmjam. b Lebar badan jalan 8.0 m 2. Jalan Kolektor Primer Jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer diantaranya adalah: a Kecepatan rencana jalan 40 kmjam b Lebar badan jalan 7 m 3. Jalan Lokal Primer Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga dengan persil. Adapun persyaratan jalan lokal primer, yaitu : a Kecepatan rencana 20 kmjam b Lebar badan jalan 6 m Selanjutnya adalah sistem jaringan sekunder yang terdiri dari :

Dokumen yang terkait

TINJAUAN KINERJA INLET JALAN UNTUK MENGURANGI GENANGAN AKIBAT LIMPASAN HUJAN ( Studi Kasus: Model Inlet Bulat di Bahu Jalan Dengan Hambatan Rumput )

0 3 12

TINJAUAN KINERJA INLET JALAN UNTUK MENGURANGI GENANGAN AKIBAT LIMPASAN HUJAN ( Studi Kasus: Model Inlet Bulat di Bahu Jalan Dengan Hambatan Rumput )

5 25 59

TINJAUAN KINERJA INLET JALAN UNTUK MENGURANGI GENANGAN AKIBAT LIMPASAN HUJAN ( Studi Kasus: Model Inlet Persegi Panjang di Bahu Jalan dengan Hambatan Rumput )

1 4 57

Tinjauan Kinerja Inlet Jalan Untuk Mengurangi Genangan Akibat Limpasan Hujan (Studi Kasus : Model inlet bulat di bahu jalan)

1 5 70

TINJAUAN KINERJA INLET JALAN UNTUK MENGURANGI GENANGAN AKIBAT LIMPASAN HUJAN (Studi Kasus : Model inlet persegi panjang di bahu jalan)

1 12 66

TINJAUAN KINERJA INLET JALAN UNTUK MENGURANGI GENANGAN AKIBAT LIMPASAN HUJAN (Studi Kasus dengan Menggunakan Model Inlet Persegi pada Trotoar Jalan dengan Hambatan Batu Kerikil)

1 7 60

TINJAUAN KINERJA INLET JALAN UNTUK MENGURANGI GENANGAN AKIBAT LIMPASAN HUJAN (Studi Kasus dengan Menggunakan Model Inlet Persegi Panjang pada Bahu Jalan dengan Hambatan Batu Kerikil)

0 6 63

TINJAUAN KINERJA INLET JALAN UNTUK MENGURANGI GENANGAN AKIBAT LIMPASAN HUJAN (Studi Kasus dengan Menggunakan Model Inlet Persegi Panjang pada Trotoar Jalan dengan Hambatan Rumput)

0 4 70

PENGARUH PANJANG PIPA INLET TERHADAP KINERJA PADA POMPA HIDRAM Pengaruh Panjang Pipa Inlet Terhadap Kinerja Pada Pompa Hidram.

1 6 19

PENDAHULUAN Pengaruh Panjang Pipa Inlet Terhadap Kinerja Pada Pompa Hidram.

0 2 5