Profesionalisme Nazhir dalam pemeliharaan dan mengembangkan ast-aset wakaf produktif (analisa terhadap peran Nazhir pengelolaan Wakaf pada Tabung wakaf Indonesia)

(1)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai bagian dari tugas akademis di Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat beriring salam semoga tercurah baginda Rasulullah SAW, yang telah memperjuangkan agama Islam dan keselamatan kaum muslimin serta memberikan tuntunan kepada umat manusia menuju akhlakul karimah. Pembawa syariat bagi seluruh manusia dalam setiap ruang dan waktu hingga akhir zaman.

Penulis berharap skripsi ini dapat memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana (S1) dalam bidang Ekonomi Islam dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dibalik kekurangan dan keterbatasannya, penulis merasa sangat bahagia atas terselesaikannya skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini tentunya ada banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi. Namun berkat semangat dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan tersebut dapat teratasi. Kebahagiaan tak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan yang terbaik


(2)

Akhirnya penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa dalam penyelesaiian skripsi ini, yaitu:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi

Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH, selaku Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Asep Saepuddin Jahar, MA, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan juga sebagai Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas segala saran, masukan, arahan serta bimbingannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan.

6. Pimpinan dan Staff Tabung Wakaf Indonesia, khususnya Ibu Fadilannisa, selaku Staff Divisi Fundraising yang telah banyak membantu penulis dalam mencari dan mengumpulkan data untuk penyelesaian skripsi ini.


(3)

dan cinta dan kasih sayang yang tak pernah pudar serta doa yang tak hentin-hentinya kepada Allah SWT. Senantiasa agar penulis meraih kesuksesan belajar dan prestasi gemilang, juga atas perjuangan mereka yang telah mendidik dan mengayomi serta mengajarkan makna kehidupan. Dan juga kepada seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dorongan dan dukungan moril maupun materil.

8. Dwi Lis Widarti, someone special bagi penulis, terima kasih atas dorongan

semangat dan motivasinya sehingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Seluruh teman-teman seperjuangan, Perbankan Syariah angkatan 2005, khusunya kelas B. terima kasih atas persahabatan yang terjalin dan dorongan semangat yang diberikan. Khusunya kepada Erik Lesmana, Zainal Arifin, terima kasih atas printer-nya. Abdul Fatah, Arif Hamdan, Sapar, Naidy, Iyoe, Faaiz, Syukri dan seluruh teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

10.Teman-teman alumni, Imam Syafii, Rizal Anshor, Febri Kasrilla, Bayu Musthafa Arief dan Hambali. Dan juga seluruh tema-teman IKAPDH dan SEMARI yang tidak dapat penilis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dorongan semangat, kritik dan sarannya.


(4)

Jazaa Kumullah Khairan Katsiraa.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta , 16 Oktober 2010 M 8 Dzulka’dah 1431 H

Penulis


(5)

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……… v

BAB I : PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 6

D. Metode Penelitian ……….. 7

E. Teknik Penulisan ………. 9

F. Studi Terdahulu ………. 9

G. Sistematika Penulisan ……… 11

BAB II : KONSEP WAKAF PRODUKTIF……… 13

A. Wakaf Produktif Dalam Perspektif Fiqih ……….. 13

1. Pengertian Wakaf Produktif ………. 13

a. Wakaf ………. 13

b. Produktif ………. 15

c. Wakaf Produktif ………. 16

2. Dasar Hukum Wakaf ……….... 18

3. Manfaat Wakaf Produktif ………. 21

B. Profesionalitas Nazhir Dalam Wakaf Produktif ………..……... 25

a. Pengertian Nazhir ………..…... 25


(6)

d. Pengangkatan Dan Pemberhentian Nazhir ………..…. 31

C. Pandangan Ulama Tentang Wakaf Produktif ……….… 35

1. Mazhab Hanafi ………. 36

2. Mazhab Maliki ………. 38

3. Mazhab Syafi’I ………. 38

4. Mazhab Hambali ……….. 39

5. Mazhab Lain ………. 40

6. Sayyid Sabiq ………. 41

BAB III : SISTEM ORGANISASI TABUNG WAKAF INDONESIA…... 43

A. Gambaran Tabung Wakaf Indonesia ……….. 43

1. Latara Belakang ……… 43

2. Bentuk Dan Badan Hukum Tabung Wakaf Indonesia ……. 44

3. Visi Dan Misi Tabung Wakaf Indonesia ……….. 44

4. Struktur Organisasi Tabung Wakaf Indonesia ………. 45

5. Program Wakaf Produktif Dan Sosial TWI ………. 46

a. Zamrud Waqf Foodcourt ……… 46

b. Depok Waqf Junction / Rumah Cahaya ………. 47

c. Countrywood Waqf Junction ………. 48

d. Layanan Kesehatan Cuma-Cuma ……….….. 50


(7)

vii

6. Peran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia di Masyarakat … 53

a. Pendekatan Produktif ………. 54

b. Pendekatan Non Produktif ………. 55

7. Sistem Pengelolaan Wakaf Dalam Tinjauan TWI ………… 54

B. Nazhir Dan Pengembangan Wakaf ……… 55

C. Tabung Wakaf Indonesia Dan Wakaf Produktif ……… 59

BAB IV : MANAJEMEN WAKAF PRODUKTIF DAN PERAN NAZHIR... 63

A. Peran Nazhir Tabung Wakaf Indonesia Dalam Penghimpunan Wakaf Produktif ……….… 63

B. Peran Nazhir Tabung Wakaf Indonesia Dalam Penambahan Aset Wakaf Produktif ………..………... 79

BAB V : PENUTUP………... 92

A. Kesimpulan ………. 92

B. Saran ………... 93

DAFTAR PUSTAKA ………. 94


(8)

PENGEMBANGAN ASET-ASET WAKAF PRODUKTIF

(Analisa Terhadap Peran Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf Pada Tabung Wakaf Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

SADAR RUKMANA NIM: 105046101611

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(9)

PENGEMBANGAN ASET-ASET WAKAF PRODUKTIF

(Analisa Terhadap Peran Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf Pada Tabung Wakaf Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

SADAR RUKMANA NIM. 105046101611

Pembimbing

ASEP SAEPUDDIN JAHAR, MA, P.hD. NIP. 196912161996031001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(10)

Peran Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf Pada Tabung Wakaf Indonesia), program strata 1 (S1), Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Tumbuh dan berkembangnya lembaga pengelolaan wakaf yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan hasilnya merupakan kabar yang sangat menggembirakan, terlebih setelah diterbitkannya undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf dan didukung dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf yang dikelola secara produktif. Namun ironisnya, banyak harta wakaf yang belum dikelola secara maksimal. Dikarenakan masih banyaknya nazhir atau lembaga wakaf yang belum profesional dalam menghimpun, mengelola dan menyalurkan hasil wakaf. Sehingga sasaran dan tujuan wakaf belum tercapai.

Berdasarkan fakta diatas maka penulis tertarik untuk membahas tentang peran nazhir profesional dalam penghimpunan dan proses penambahan aset wakaf produktif pada Tabung Wakaf Indonesia (TWI). Penelitain ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari pada data-data yang ada serta studi kepustakaan dari beberapa literatur lalu dianalisis lebih lanjut kemudian diambil suatu kesimpulan.

Kesimpulan penelitian ini adalah: Pertama, Peran nazhir profesional pada TWI sangatlah berperan dan berpengaruh terhadap proses penghimpunan harta benda wakaf. Terbukti harta yang terhimpun mengalami peningkatan, yakni pada tahun 2005 dana yang terhimpun sebesar Rp. 517.059.594, tahun 2006 sebesar Rp. 1.036.593.691, tahun 2007 sebesar Rp. 1.178.316.674, tahun 2008 sebesar Rp. 2.024.290.436, dan tahun 2009 sebesar Rp. 1.296.952.980 (mengalami penurunan dari tahun 2008). Sehingga total keseluruhan sebesar Rp. 6.053.213.375. Kedua, Peran nazhir profesional dalam proses penambahan aset wakaf sangat berpengaruh. Terbukti surplus yang diperoleh dari hasil investasi dan usaha s/d April 2010 sebesar Rp. 54.229.289 ditambah dengan penerimaan wakaf per 2 Juni 2010 sebesar Rp. 16.338.740.659. Jadi, total keseluruhan adalah Rp. 16.392.969.948.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut data yang ada di Departemen Agama Republik Indonesia sampai Oktober 2007, tanah wakaf yang ada di Indonesia berjumlah 366.595 lokasi, dengan luas tanah 2.686.536,565,68 M2.1 Apabila jumlah tanah wakaf di Indonesia ini dihubungkan dengan Negara yang saat ini sedang menghadapi berbagai krisis termasuk krisis ekonomi, sebenarnya jumlah tanah wakaf tersebut merupakan suatu potensi sumber daya ekonomi untuk lebih dikembangkan guna membantu menyelesaikan krisis ekonomi. Sayangnya tanah wakaf yang jumlahnya begitu banyak, pada umumnya pemanfaatannya masih bersifat konsumtif dan belum dikelola secara produktif.

Akan tetapi data mengenai jumlah seluruh aset wakaf yang sebenarnya di Indonesia belum diketahui secara akurat. Ini mengingat data-data tentang aset wakaf di Indonesia tidak terkoordinir dengan baik dan terpusat di institusi yang professional.2

Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan termasuk fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi

1

Profil Badan Wakaf Indonesia periode 2007-2010 Badan Wakaf Indonesia 2008, h.7. 2

Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan haji tahun 2006, h.60.


(12)

sosial khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan wakaf produktif, maka wakaf sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan dapat terealisasi secara optimal.3

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa, salah satu kendala atau hambatan yang dihadapi dalam pengelolaan dan pemberdayaan harta benda wakaf sehingga menjadikannya produktif adalah kurang maksimalnya peran nadzir.4 Namun demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil harta wakaf, maka keberadaan nadzir profesional sangat di butuhkan, bahkan menempati pada peran sentral. Sebab di pundak nadzirlah tanggung jawab dan kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.

Memang terlalu banyak contoh pengelolaan harta wakaf yang dikelola oleh nadzir yang sebenarnya tidak mempunyai kemampuan memadai, sehingga harta wakaf tidak berfungsi secara maksimal, bahkan sering membebani dan tidak memberi manfaat sama sekali kepada sasaran wakaf. Untuk itulah profesionalisme nadzir menjadi ukuran yang paling penting dalam pengelolaan

3

Profil badan Wakaf Indonesia, h.8. 4

Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam tahun 2006, h.48.


(13)

wakaf jenis wakaf apapun. Kualifikasi profesionalisme nadzir wakaf di Indonesia masih tergolong tradisional yang kebanyakan mereka menjadi nadzir lebih karena kepercayaan dari masyarakat, sedangkan kemampuan manajerial dalam mengelola wakaf masih sangat lemah.5

Sedemikian pentingnya kedudukan nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf bagi mauquf ‘alaih sangat bergantung pada nazhir wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan kepadanya.6

Pada umumnya, para ulama telah bersepakat bahwa kekuasaan nazhir wakaf hanya terbatas pada pengelolaannya wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang dikehendaki wakif.

Asaf A.A. Fyzee berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Dr. Uswatun Hasanah bahwa kewajiban nazhir adalah mengerjakan segala sesuatu yang layak untuk mengelola dan menjaga harta. Sebagai pengawas wakaf, nazhir dapat memperkerjakan beberapa wakil atau pembantu untuk menyelenggarakan urusan-urusan yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Oleh karena itu, nazhir dapat berupa nazhir perseorangan, organisasi, maupun badan hukum.

Nazhir yang berkewajiban mengawasi dan memelihara wakaf tidak boleh menjual, menggadaikan, atau menyewakan harta wakaf kecuali diizinkan oleh

5

Ibid, h.49. 6

FiqihWakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI 2006. h. 69.


(14)

pengadilan. Ketentuan ini sesuai dengan masalah kewarisan dalam kekuasaan kehakiman yang memiliki wewenang untuk mengontrol kegiatan nazhir.7

Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif, yang pertama harus dilakukan adalah perlunya pembentukan suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola wakaf. Struktur organisasi yang baik dan modern itu jika seluruh potensi kelembagaan berjalan sebagaimana mestinya dan ada mekanisme kontrol yang baik.8

Selain itu juga memiliki standar operasional pengelolaan wakaf yang baik. Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak.9

Pada saat ini pengelolaan wakaf secara produktif telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 43 ayat 2 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.10 Sistem pengelolaan dan pengembangan wakaf dalam UU tersebut diatur pada Bab V yaitu tentang pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.

7

Ibid, h. 70. 8

Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggraan haji Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, 2004, h.106.

9

Ibid, 107. 10

Undang-Undang Nomor 41 Tentang Wakaf Dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaanya, Departemen Agama Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Tahun 2007.


(15)

Dalam UU tersebut juga diatur mengenai kewajiban nazhir, prinsip yang digunakan serta pelaksanaan pengelolaannya.

Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya (Pasal 42 Bab V).

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir sebagaimana di maksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah (Pasal 43 ayat 1).

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan secara produktif (Pasal 43 ayat 2).11

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan mengkaji tentang profesionalisme nazhir dalam mengelola dan megembangkan wakaf yang dilakukan secara produktif di Tabung Wakaf Indonesia. Maka penulis mengambil judul “Profesionalisme Nazhir Dalam Pemeliharaan Dan Pengembangan Aset-Aset Wakaf Produktif (Analisa Terhadap Peran Nazhir Dalam Pengelolaan Wakaf Pada Tabung Wakaf Indonesia).

B. Pembatasan Dan Perumusah Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak melebar dan lebih terarah, maka penulis membatasi pembahasan ini hanya pada bagaimana profesionalitas nazhir dalam penghimpunan dan pengembangan aset-aset

11


(16)

wakaf yang ada, sehingga aset wakaf tersebut dapat bertambah hasilnya dan menjadi lebih produktif lalu hasilnya dapat disalurkan kepada yang membutuhkan sesuai dengan peruntukan dan tujuan wakaf.

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimanakah peran profesionalisme nazhir dalam penghimpunan aset wakaf produktif pada Tabung Wakaf Indonesia?

b. Bagaimanakah peran profesionalisme nazhir dalam penambahan aset wakaf produktif pada Tabung Wakaf Indonesia?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui seberapa besar peran profesionalisme nazhir dalam penghimpunan aset wakaf produktif pada Tabung Wakaf Indonesia. b. Mengetahui peran profesionalisme nazhir dalam penambahan aset wakaf

produktif pada Tabung Wakaf Indonesia. 2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

1). Sebagai tambahan literatur terutama yang berkaitan dengan masalah wakaf khususnya wakaf produktif.

2). Sebagai kontribusi pemikiran bagi lembaga pengelola wakaf umumnya, dan khususnya lembaga yang mengelola wakaf produktif.


(17)

3). Menambah wawasan keilmuan ekonomi Islam tentang ekonomi kerakyatan melalui wakaf.

4). Bagi penulis, diharapkan dapat menambah dan memberikan pengetahuan lebih mengenai wakaf serta mengkaji dan mengembangkan penelitian tentang wakaf, khususnya wakaf produktif.

b. Manfaat Praktis

Agar dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang wakaf yang sejauh ini belum mengenal betul apa itu wakaf. Sehingga harta wakaf itu dapat dimaksimalkan dan menjadikannya produktif.

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu metode penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis dari sumber-sumber yang diperoleh. Lalu dianalisis lebih lanjut kemudian diambil suatu kesimpulan. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip oleh Lexy J. Maleong yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.12

12

Lexy J. Maleong, Metode Penelitian kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda karya, 2000, cet. Ke-11, h.3.


(18)

2. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Tabung Wakaf Indonesia, yang berlokasi di Komplek Perkantoran Margaguna No. 11, Jl. Radio Dalam Raya, Jakarta Selatan. Telp. 021 7211035. E-mail: kontak@tabungwakaf.com, Website: www.tabungwakaf.com.

3. Sumber Data

Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan pihak yang menjadi objek penelitian dalam hal ini adalah Tabung Wakaf Indonesia yaitu dengan Staff Fundraising Ibu Fadilannisa. Data skunder, yaitu merupakan sumber data pendukung yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a). Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan (Library Research) yaitu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisis data-data dari literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti baik berupa buku, jurnal, majalah, artikel dan lain-lain.

b). Studi Lapangan

Studi lapangan (Field Research) yaitu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan (hasil


(19)

wawancara). Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan salah seorang Staff Divisi Fundraising TWI yaitu Ibu Fadilannisa. Dengan mengangkat isu yaitu peran nazhir dalam pengelolaan wakaf yang dilakukan TWI. 5. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis Deskriptif yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis membaca, memepelajari, memahami dan kemudian menguraikan semua data yang diperoleh lalu membuat analisa-analisa komprehensif sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

E. Teknik penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.

F. Studi Terdahulu

Penulis Arifin, Mahasiswa Program Studi Peradilan Agama,

Jurusan Al Ahwal Syahsiyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006

judul Efektivitas Nazir Dalam Pengelolaan Dan Pemanfaatan Harta Wakaf (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Tapak


(20)

Sunan Condet Balekambang Jakarta Timur)

Jenis Penelitian Penelitian menggunakan metode Kualitatif, menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan cara:

observasi, wawancaran dan dokumentasi.

Hasil Penelitian 1. Sistem pengelolaan harta wakaf di Pondok Pesantren Tapak Sunan masih menggunakan sistem lama (tradisional) dengan kata lain belum menggunakan sistem modern yang dapat mengefektifkan dan memberdayakan harta wakaf yang ada saat ini agar lebih produktif. Hal ini terlihat dengan hasil yang dicapai dari harta wakaf yang dikelola saat ini belum maksimal.

2. Pengelolaan harta wakaf di Pondok Pesantren Tapak Sunan sudah efektif, karena sudah sesuai dengan tujuan wakif ketika mewakafkan hartanya. Akan tetapi hasilnya belum dapat diberikan secara maksimal kepada yang membutuhkan, seperti fakir miskin, anak terlantar, orang jompo dan lain sebagainya, dikarenakan masih minimnya hasil produktif yang didapat oleh Pondok Pesantren Tapak Sunan.


(21)

optimal, namun harta wakaf yang dikelola sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh para santri, guru, pengurus, dan masyarakat sektar. Khususnya dari segi pendidikan, karena memang tujuan wakif mewakafkan hartanya untuk pengembngan ilmu dan pembinaan umat.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, teknik penulisan, studi terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II KONSEP WAKAF PRODUKTIF DAN PROFESIONALITAS NAZHIR. Bab ini membahas tentang wakaf produktif dalam perspektif fikih, pengertian wakaf produktif, dasar hukum wakaf produktif, manfaat wakaf produktif, profesionalitas nazhir dalam pengelolaan wakaf produktif, pengertian nazhir, syarat nazhir, fungsi


(22)

dan tugas nazhir, pengangkatan dan pemberhentian nazhir dan pandangan ulama tentang wakaf produktif.

BAB III SISTEM ORGANISASI TABUNG WAKAF INDONESIA. Bab ini membahas tentang gambaran lembaga Tabung Wakaf Indonesia, nazhir dan pengembangan wakaf dan Tabung Wakaf Indonesia dan wakaf produktif.

BAB IV MANAJEMEN WAKAF PRODUKTIF DAN PERAN NAZHIR. Pada bab ini membahas tentang peran profesionalisme nazhir Tabung Wakaf Indonesia dalam penghimpunan aset wakaf produktif dan peran profesionalisme nazhir Tabung Wakaf Indonesia dalam penambahan hasil wakaf produktif.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari penulis.


(23)

BAB II

KONSEP WAKAF PRODUKTIF DAN PROFESIONALITAS NAZHIR

A. Wakaf Produktif Dalam Perspektif Fikih 1. Pengertian Wakaf Produktif

a. Wakaf

Menurut bahasa, wakaf berasal dari kata bahasa arab Waqafa yang

berarti menahan atau berhenti ditempat.1 Kata waqafa – yaqifu – waqfan

sama artinya dengan habasa – yahbisu – tahbisan. 2 Sedangkan secara

syara’ bahwa wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya

dijalan Allah.3

Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf. Dikatakan menahan, juga karena manfaat dan hasilnya ditahan dan dilarang bagi siapa pun selain dari orang-orang yang termasuk berhak atas wakaf tersebut.4

Dalam bukunya, Mustafa Edwin Nasution mengatakan bahwa wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada

1

Farid Wadjdy, dan Mursyid. Wakaf dan kesejahteraan umat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.h.33

2

Fiqih Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyaraakt Islam Departemen Agama RI, Jakarta: 2006, h. 1

3

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, Jilid 4, Cet. Pertama Mei 2006, h.423.

4

Mundzir Qahaf, ManajemenWakafProduktif, Penerjemah : Muhyiddin Mas Rida, Jakarta: Khalifa, 2005, h. 45.


(24)

seseorang atau nazhir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai dengan syariat Islam.5

Secara term arti wakaf juga dikemukakan sebagai berikut:

و

ﺮ ا

:

ا

و

ةاﺮ ا

يا

لﺎ ا

فﺮ و

ﺎ و

ﷲا

Artinya : Wakaf menurut syara’ yaitu menahan zatnya (asal) dan memperguanakan hasilnya, yakni menahan benda dan mempergunakan manfaatnya di jalan Allah.6

Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan” atau “larangan”. Sehingga kata Waqf (Jama’ : Auquf) digunakan dalam Islam untuk maksud

“pemilikan dan pemeliharaan” harta benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang ditetapkan dengan maksud mencegah penggunaan harta wakaf tersebut di luar tujuan khusus yang telah ditetapkan tersebut.

Dalam perspektif ekonomi, wakaf dapat didefinisikan sebagai pengalihan dana (aset lainnya) dari keperluan konsumsi dan menginvestasikannya ke dalam aset produktif yang menghasilkan pendapatan untuk konsumsi di masa yang akan datang baik oleh individual atau pun kelompok.7

Dr. Mundzir Qahf mendefinisikan dengan bahasa kontemporer “wakaf adalah penahanan harta, baik muabbad (untuk selamanya) atau

5

Mustafa Edwin Nasution, Dkk, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Jakarta:Kencana, 2007, h. 215

6

Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press, 1999, h. 23

7


(25)

muaqqat (sementara), untuk dimanfaatkan, baik harta tersebut maupun

hasilnya, secara berulang-ulang untuk suatu tujuan kemaslahatan umum atau khusus”.

Dalam bagian lain Qahaf mengistilahkan “ wakaf dalam artian umum dan menurut pengertian realitasnya adalah menempatkan harta dan aset produktif terpisah dari tasharruf (pengelolaan) pemilikannya secara

langsung terhadap harta tersebut serta mengkhususkan hasil atau manfaatnya untuk tujuan kebijakan tertentu, baik yang bersifat perorangan, sosial, keagamaan maupun kepentingan umum.

Sedangkan dalam redaksi Undang-Undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 Bab I pasal I huruf a, menyebutkan sebagai berikut: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah”.8

b. Produktif

Produktif (kata sifat yang berasal dari kata product) bisa diartikan

sebagai proses operasi untuk menghasilkan barang atau jasa yang maksimum dengan modal yang minimum.9 Sedangkan kata produktif dalam

8

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaanya, h. 3.

9

Sadono Sukirno, PengantarTeoriMikroEkonomi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1997, cet ke-7, h. 202.


(26)

Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sesuatu yang banyak mendatangkan hasil.10

c. Wakaf produktif

Wakaf produktif, yaitu wakaf yang bisa mendatangkan hasil atau pertambahan nilai. Pada dasarnya wakaf itu produktif dalam arti harus menghasilkan karena wakaf dapat memenuhi tujuannya jika telah menghasilkan dimana hasilnya dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya (mauquf alaih). wakaf produktif dalam arti mendatangkan aspek ekonomi

dan kesejahteraan masyarakat.11

Munculnya Undang-Undang Nomor 41 tentang Wakaf adalah titik terang perwakafan di Indonesia. Menurut undang-undang ini secara tersurat telah membagi harta benda wakaf kepada benda wakaf bergerak dan tidak bergerak. Benda tidak bergerak meliputi tanah, bangunan, tanaman, satuan rumah susun dan lain-lain. Sedangkan benda wakaf bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan lain sebagainya.12 Adapun nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Jadi menurut undang-undang ini secara tersirat arti produktif adalah pengelolalaan harta wakaf sehingga dapat memproduksi

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1988, h. 702.

11

Pkesinteraktif.com, diakses tanggal 10 agustus 2010 12


(27)

sesuai untuk mencapai tujuan wakaf, baik benda tidak bergerak maupun benda bergerak.

Wakaf produktif yang dipelopori Badan Wakaf Indonesia adalah menciptakan aset wakaf yang benilai ekonomi, termasuk dicanangkannya Gerakan Nasional Wakaf Uang oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 Januari 2010. Wakaf uang sebagai fungsi komoditi selain fungsi nilai tukar, standar nilai, alat saving adalah untuk dikembangkan dan

hasilnya disalurkan untuk memenuhi peruntukannya

Wakaf produktif, berarti bahwa wakaf yang ada memperoleh prioritas utama ditujukan pada upaya yang lebih menghasilkan.13

Wakaf juga kerap diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Di antara benda bergerak yang ramai diperbincangkan adalah wakaf yang dikenal dengan istilah cash waqf.Cash

waqf diterjemahkan dengan wakaf tunai atau wakaf uang. Ialah wakaf yang

dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.14

13

http://one.indoskripsi.com, diakses tanggal 21 Juli 2010. 14

Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI , Jakarta,:2008, h.1.


(28)

2.Dasar Hukum Wakaf a. Al Qur’an

Wakaf tidak secara tegas dan jelas disebutkan dalam Al Quran, namun ada beberapa ayat yang dipandang sebagai landasan dalam perwakafan. Berikut dalil yang menjadi dasar disyariatkannya wakaf:

“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

(QS : Al Hajj : 77)

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS : Ali Imran : 92)

☺⌧


(29)

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS : Al Baqarah : 261).15

“Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS : Al An’am : 165).

b. Hadits

ﻰ ا

ةﺮ ﺮه

نا

لﻮ ر

ﷲا

ﷲا

و

لﺎ

:

اذا

تﺎ

ا

مدا

ﻄ ا

ا

ث

:

ﺔ ﺪ

ﺔ رﺎ

,

وا

,

وا

ﺪ و

ﻮ ﺪ

)

اور

(

.

Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim).

ا

ﻰ ر

ﷲا

ﺎ ﻬ

نا

بﺎﻄﺨ ا

بﺎ ا

ﺎ را

ﺮ ﺨ

,

ﻰ ﺎ

ا

ﷲا

و

ﺮ ﺎ

ﺎﻬ

,

لﺎ

:

لﻮ ر

ﷲا

,

ﻰ إ

15

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama, 2006), h.11.


(30)

“Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk

.

Umar berkata : Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadakau? Rasulullah menjawab : Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak diwariskan dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar : Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil atau tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim).

Dalam sebuah hadits lain disebutkan :

ا

لﺎ

:

لﺎ

ﷲا

و

نا

اﺎ ا

ﻰ ا

ﺮ ﺨ

ا

ﺎه

ا

ﻰ ا

ﺎﻬ

تدراﺪ

نا

قﺪ ا

ﺎﻬ

,

لﺎ

ﻰ ا

ﷲا

و

:

ﻰ ا

ﺎﻬ ا

و

ﺎﻬ ﺮ

)

اور

يرﺎﺨ ا

و

(

Dari Ibnu Umar, Ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Muhammad saw, saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta yang paling saya kagumi seperti itu, tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi saw, mengatakan kepada Umar : tahanlah (jangan di jual, hibah atau wariskan) asal (pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah. (HR. Bukhari dan Muslim).16

16

Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia,

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2008, h.19


(31)

3. Manfaat Wakaf Produktif

Hasil pengelolaan dana wakaf produktif dapat dimanfaatkan secara lebih luas dalam rangka kesejahteraan masyarakat banyak. Jika selama ini aspek kesejahteraan masyarakat kurang atau bahkan tidak tertangani secara memadai oleh pemerintah, dana-dana yang dihasilkan dari pengelolaan wakaf produktif dapat membantu meringankan tugas-tugas negara, minimal untuk kalangan umat Islam sendiri. Lebih-lebih kondisi riil umat Islam Indonesia yang menduduki jumlah mayoritas sampai saat ini masih jauh dari sejahtera.17

Oleh karena itu dana-dana segar yang didapatkan dari hasil pemberdayaan wakaf produktif tersebut tidak hanya untuk kepentingan yang selalu terkait dengan ibadah secara sempit seperti bangunan masjid, musalla, makam, pondok pesantren dan lain-lain, tapi juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sosial yang lebih luas dan menyeluruh. Pemahaman lama yang menempatkan pemanfaatan dari benda wakaf hanya untuk ibadah yang bersifat formil harus sudah ditinggalkan. Karena aspek kesejahteraan itu sendiri memiliki variable yang sangat luas. Variabel-variabel tersebut meliputi

17

Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI tahun 2008, h. 71


(32)

pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan pengembangan ekonomi melalui pemberdayaan usaha kecil dan menengah.

Sebagai suatu lembaga keagamaan, di samping berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, wakaf juga berfungsi sosial. Dalam fungsinya sebagai ibadah, wakaf diharapkan menjadi bekal bagi kehidupan wakif (pemberi wakaf) dihari akhirat karena pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan.

Adapun dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam pembangunan. Peranannya dalam pemerataan kesejahteraan di kalangan umat dan penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu sasaran wakaf.

Dengan demikian, jika wakaf dikelola dengan baik maka akan sangat menunjang pembangunan, baik di bidang ekonomi, agama, sosial, budaya, politik maupun pertahanan keamanan. Di berbagai negara yang perwakafannya sudah berkembang dengan baik, wakaf merupakan salah satu pilar ekonomi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Negara yang sangat berpengalaman dalam mengembangkan wakaf, antara lain Mesir dan Turki. Wakaf di Mesir dikelola oleh Badan Wakaf Mesir yang berada di bawah Wizaratul Auqaf. Salah satu di antara kemajuan yang

telah dicapai oleh Badan Wakaf Mesir adalah berperannya harta wakaf dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Pengelolaannya dilakukan dengan cara


(33)

menginvestasikan harta wakaf di bank Islam dan berbagai perusahaan, seperti perusahaan besi dan baja. Dengan dikembangkannya wakaf secara produktif, wakaf di Mesir dapat dijadikan salah satu lembaga yang diandalkan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umat.

Di samping Mesir, masih ada beberapa negara yang mengelola wakaf secara produktif, salah satunya adalah Turki. Di Turki, wakaf dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf. Dalam mengembangkan wakaf, pengelola melakukan investasi di berbagai perusahaan, antara lain: Ayvalik and Aydem Olive Oil Corporation; Tasdelen Healthy Water Corporation; Auqaf Guraba Hospital; Taksim Hotel (Sheraton); Turkish Is Bank; Aydin Textile Industry; Black Sea Copper Industry; Contruction and Export/Import Corporation; Turkish Auqaf Bank.18

Hasil pengelolaan wakaf itu kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan kepentingan sosial lainnya.

Sementara di Indonesia, saat ini kemiskinan dan pengangguran masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Walaupun pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan, namun kebijakan pemerintah itu belum mampu mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan merupakan persoalan yang

18

Uswatun Hasanah, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat,

http://republika.co.id:8080/berita/52971/wakaf_untuk_kesejahteraan_umat, Diakses Tanggal 10 Agustus 2010


(34)

menakutkan, yang dapat merajalela dan berpengaruh kepada sistem kehidupan yang lebih makro, sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus dilenyapkan.

Kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat sebenarnya tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Untuk menghadapi masalah kemiskinan tersebut, sebenarnya dalam Islam ada beberapa lembaga yang potensial untuk dikembangkan untuk mengatasi kemiskinan, salah satu di antaranya adalah wakaf. Untuk menghadapi masalah kemiskinan tersebut, sebagaimana pengalaman Mesir dan Turki sudah seharusnya kita mengembangkan wakaf produktif.

Sudah selayaknya bangsa Indonesia umumnya dan umat Islam khususnya menyambut baik kehadiran Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf karena Benda wakaf yang diatur dalam undang-undang tentang wakaf ini tidak dibatasi benda tidak bergerak saja, melainkan juga benda-benda bergerak lainnya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam termasuk wakaf uang dan surat berharga.

Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari manfaat wakaf ini, diantaranya: Pertama, harta benda yang diwakafkan dapat tetap terpelihara dan


(35)

tangan karena secara prinsip barang wakaf tidak tidak boleh ditassarrufkan,

apakah itu dalam bentuk menjual, dihibahkan atau diwariskan.19

Kedua, pahala dan keuntungan bagi si wakif akan tetap mengalir

walaupun suatu ketika ia telah meninggal dunia, selagi benda wakaf itu masih ada dan dimanfaatkan. Ketiga, manfaat wakaf merupakan salah satu sumber

dana yang sangat penting manfaatnya bagi kehidupan agama dan umat.

Jadi, manfaat dari hasil wakaf yang dapat dirasakan oleh mauquf alaih

adalah tersedianya berbagai sarana yang dihasilkan dari hasil pengelolaan wakaf, di antaranya adalah pada bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang pelayanan sosial dan bidang pengembangan usaha kecil dan menengah.

B. Profesionalitas Nazhir Dalam Wakaf Produktif 1. Konsep Nazhir

a. Pengertian Nazhir

Meskipun dalam fikih tradisional para ulama tidak memasukkan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun nazhir merupakan unsur yang sangat penting karena berkembang tidaknya suatu perwakafan sangat ditentukan nazhir.

Nazhir berasal dari kata bahasa Arab nadzaro – yandzuru – nadzron

yang mempunyai arti menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi.

19


(36)

Adapun nazhir adalah isim fa’il dari kata nazoro yang kemudian dapat

diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pengawas atau penjaga.20

Sedangkan nazhir wakaf atau bisa disebut nazhir adalah orang atau pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas harta wakaf, baik mengurus, mengembangkan, memelihara, dan mendistribusikan hasilnya kepada orang yang berhak menerimanya.

Muhammad Daud Ali dalam bukunya “Sistem Ekonomi Islam, Zakat

dan Wakaf” mengatakan bahwa nazhir wakaf adalah orang atau badan yang

memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya.21

Dengan demikian, nazhir berarti orang yag berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya. Nazhir mengerjakan segala kemungkinan harta itu tumbuh dengan baik dan kekal.

20

Mustafa Edwin Nasution, Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai; Inovasi Financial Islam, Peluang Dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, (Jakarta: PSTTI-UI, 2006), h. 63

21

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, Jakarta:UI-Press, 2006, h. 91


(37)

Adapun pengertian nazhir dalam redaksi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.22

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, tampak bahwa nazhir sebagai pihak yang bertugas memelihara dan mengurusi wakaf mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya benda wakaf tergantung dari nazhir itu sendiri. Oleh karena itu, agar benda atau harta wakaf dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka harta itu harus dijaga dan dikembangkan sesuai dengan manfaatnya.

b. Syarat Nazhir

Pada dasarnya, siapapun dapat menjadi nazhir asalkan orang itu cakap dalam melakukan tindakan hukum. Namun, mengingat tujuan wakaf ialah menjadikan harta wakaf sebagai sumber dana yang produktif tentu saja memerlukan nazhir yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab. Adapun syarat-syarat nazhir, baik perseorangan, organisasi maupun badan hukum adalah sebagai berikut:

1. Perseorangan

22

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya, Departemen Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Tahun 2007, h. 3


(38)

Perseorangan hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:

a. Warga Negara Indonesia b. Beragama Islam

c. Dewasa d. Amanah

e. Mampu secara jasmani dan rohani, dan

f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum23 2. Organisasi

Organisasi hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:

a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan, dan

b. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.24

3. Badan Hukum

Badan hukum hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:

23

Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi Dan Keuangan Syariah Kontemporer, h.240

24

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf , Departemen Agama, Jakarta, h. 67


(39)

a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan

b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan

perundang-undangan yang berlaku, dan

c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.25 Selain syarat-syarat pribadi sebagai nazhir, nazhir profesional juga harus memiliki syarat-syarat berikut:

1. Syarat Moral

a. Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syariah maupun perundang-undangan negara RI.

b. Jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses pengelolaan dan pentassarrufan kepada sasaran wakaf.

c. Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha. d. Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan.

e. Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual. 2. Syarat Manajemen

a. Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership.

b. Visioner.

25

Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi Dan Keuangan Syariah Kontemporer, h.241


(40)

c. Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan pemberdayaan.

d. Profesional dalam bidang pengelolaan harta. e. Ada masa bakti nazhir.

f. Memiliki program kerja yang jelas. 3. Syarat Bisnis

a. Mempunyai keinginan.

b. Mempunyai pengalaman dan atau siap untuk dimagangkan.

c. Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya

enterpreneur.26

c. Fungsi Dan Tugas Nazhir

Dalam UU Nomor 41 tentang Wakaf Pasal 9, Nazhir meliputi perseorangan, organisasi atau badan hukum. Tugasnya, mengelola dan mengembangkan wakaf sesuai dengan peruntukannya, yaitu berkenaan dengan melakukan pengadministrasian harta benda wakaf; mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan

26

Direktorat pemberdayaan wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Tahun 2006, h. 52


(41)

peruntukannya; mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.27

Tugas nazhir yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan ini membutuhkan kemampuan yang sesuai dengan potensi dan peruntukan wakaf. Dalam hal pengadministrasian menuntut kecakapan hukum dari seorang nazhir, tugas pengelolaan dan pengembangan menuntut keterampilan (skill) dan kemampuan menejerial nazhir untuk mencapai tujuan wakaf, sedangkan pengawasan dan pelaporan menuntut kemampuan audit dari seorang nazhir agar dapat menghitung dan mengkalkulasi hasil pengelolaan harta wakaf.28

Dengan kata lain, nazhir berkewajiban menjalankan pengelolaan resiko (manajemen resiko) terhadap harta benda wakaf yang dipercayakan wakif kepadanya. Manajemen resiko merupakan pilar penting dalam tata kelola organisasi yang baik atau Good Corporate Governanace, yang mutlak

harus diterapkan dalam pelaksanaan Badan Wakaf Indonesia.29 Nazhir mempunyai tugas :

1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf

2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkannya

27

HM. Cholis Nafis, Menggagas Nazhir Wakaf Yang Profesinal, AntarNews.com, Diakses Tanggal 10 Agustus 2010.

28

Ibid. 29

Republika Online, Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif, diakses tanggal 9 juni 2010.


(42)

3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf

4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia30

Dalam melaksanakan tugas, nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. Dalam rangka pembinaan, nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.31

d. Pengangkatan Dan Pemberhentian Nazhir

Pengangkatan nazhir merupakan suatu yang sangat penting dalam perwakafan walaupun para Ulama tidak menjadikan nazhir sebagai rukun dalam wakaf, namun pengangkatan nazhir itu perlu supaya harta wakaf dapat terjaga dengan baik. Oleh karena itu, maka di dalam sistem perwakafan di Indonesia dijelaskan dan ditentukan posisi nazhir sebagai pemelihara dan pengurus benda wakaf atau harta wakaf dan Undang-Undang wakaf juga menjadikan bahwa nazhir merupakan salah satu unsur penting dan perwakafan dianggap tidak sah apabila tidak ada nazhir.

Dalam Undang-Undang wakaf dijelaskan bahwa pengangkatan dan pemberhentian nazhir ada perbedaan antara nazhir perseorangan, organisasi dan badan hukum.

Dalam pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa nazhir perseorangan ditunjuk oleh wakif dengan memenuhi persyaratan menurut undang-undang.32 Nazhir

30

Bab 1 pasal 11 Undang-Undang No. 41 tentang Wakaf, Departemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2007, h.9.

31

Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi Dan Keuangan Syariah Kontemporer, Universitas Muhammadiyyah Surakarta, Surakarta: 2008, h.241


(43)

perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat menjadi nazhir. Nazhir perseorangan itu harus didaftarkan pada menteri yang bersangkutan dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat. Jika di daerah itu tidak terdapat Kantor Urusan Agama, maka pendaftaran dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat atau Kantor Departemen Agama atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia di Provinsi/Kabupaten/Kota.

Salah seorang dari nazhir perseorangan tersebut harus bertempat tinggal di kecamatan atau daerah dimana harta wakaf berada. Hal ini dimaksudkan agar harta wakaf itu dapat lebih terkontrol oleh nazhir.

Kemudian berhentinya nazhir perseorangan dari kedudukannya adalah disebabkan apabila: meninggal dunia, berhalangan tetap pada daerah dimana harta wakaf berada, mengundurkan diri dan/atau diberhentikan oleh BWI. Berhentinya salah seorang nazhir perseorangan tidak mengakibatkan berhenti pula nazhir perseorangan lainnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai nazhir.

Untuk nazhir organisasi, pengangkatannya harus didaftarkan terlebih dahulu pada Menteri yang bersangkutan dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat. Syarat menjadi nazhir organisasi adalah harus bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.

32

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya, Departemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Tahun 2007, h. 64.


(44)

Adapun pengurus organisasi itu harus memenuhi syarat sebagaimana nazhir perseorangan dan salah seorang pengurus organisasi tersebut harus juga berdomisili di Kabupaten/Kota tempat harta wakaf berada.33

Nazhir organisasi berhenti, bubar atau dibubarkan adalah sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan. Apabila salah seorang nazhir yang diangkat oleh nazhir organisasi meninggal dunia, mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai nazhir, maka nazhir yang bersangkutan harus diganti.

Adapun prosedur penggantiannya adalah organisasi itu harus melaporkannya kepada KUA setempat atau KUA terdekat untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian tersebut.

Kemudian nazhir badan hukum. Dalam pendirian dan pengangkatannya harus didaftarkan terlebih dahulu pada Menteri yang bersangkutan dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat atau yang terdekat. Nazhir badan hukum juga harus bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam. Syarat dari pengurus nazhir badan hukum juga harus memenuhi sebagaimana persayaratan nazhir perseorangan dan juga salah seorang dari pengurus itu harus berdomisili di Kabupaten/Kota dimana harta wakaf itu berada.

33


(45)

Nazhir badan hukum dapat diberhentikan apabila dakal kurun waktu 1 (satu) tahun sejak Akta Ikrar Wakaf (AIW) tidak melaksanakan tugasnya, artinya nazhir itu tidak mengurus dan mengelola harta wakaf yang diserahkan wakif, maka kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian nazhir.34

Nazhir profesional harus membuat laporan secara berkala kepada Menteri yang bersangkutan dan BWI mengenai kegiatan perwakafan yang dilakukannya. Adapun masa bakti nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali. Untuk pengangkatan kembali nazhir itu dilakukan oleh BWI, dengan ketentuan adalah apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai dengan ketetntuan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.

C. Pandangan Ulama Tentang Wakaf Produktif

Secara tekstual, penjelasan tentang wakaf tidak terdapat dalam Al Quran dan as-Sunnah, namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber hukum Islam tersebut. Di dalam Al Quran sering menyatakan konsep wakaf dengan ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq) demi kepentingan

34


(46)

umum. Sedangkan dalam hadits sering kita temui ungkapan wakaf dengan ungkapan habs (tahan).

Semua ungkapan yang ada di Al Quran dan al Hadits senada dengan arti wakaf ialah penahanan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta dimaksudkan untuk

mendapatkan keridhaan Allah SWT. Benda yang diwakafkan harus bersifat tahan lama dan tidak mudah musnah. Harta yang diwakafkan kemudian menjadi milik Allah, dan berhenti dari peredaran (transaksi) dengan tidak boleh diperjual belikan, tidak boleh diwariskan dan tidak boleh dihibahkan.35

Wakaf menurut para Ulama Imam Mazhab merupakan suatu perbuatan sunnat untuk tujuan kebaikan, seperti membantu pembangunan sektor keagamaan baik pembangunan segi material maupun untuk pembangunan spiritual. Sebagiamana halnya zakat, wakaf merupakan income dana umat Islam yang

sangat potensial bila dikembangkan. Sebagai contoh Mesir telah berhasil memprogram wakaf sejak seribu tahun yang lalu.

Bagi ulama Imam Mazhab, persoalan wakaf mereka sepakat mengatakan bahwa itu termasuk amal jariyah.36 Namun yang menjadi polemik mereka dan pengikutnya adalah permasalahan pemahaman terhadap wakaf itu sendiri. Apakah harta wakaf yang telah diberikan si wakif masih menjadi miliknya atau lepas

35

Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Departemen Agama RI Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf , Jakarta 2006. H.31-32

36

Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat Press, Ciputat: 2005, h. 74.


(47)

seketika saat ia menyerahkan kepada mauquf ‘alaih (penerima wakaf)? Seperti

permasalahan ini, kita coba melihat pokok-pokok yang menjadi sisi perbedaan bagi mereka dari pendapat masing-masing mereka ini.

Sebagai bahan komperatif, perlu dikemukakan pendapat masing-masing Imam Mazhab sekitar persoalan wakaf, sehingga memperjelas prinsip yang mereka pakai. Berikut ini diuraikan masing-masing pendapat imam mazhab : 1. Mazhab Hanafi

Menurut pendapat Abu Hanifah maka harta yang telah diwakafkan menurut mazhab ini tetap berada pada milik wakif dan boleh ditarik kembali oleh si wakif. Jadi harta itu tidak berpindah hak milik, hanya hasil manfaatnya yang diperuntukkan pada tujuan wakaf. Dalam hal ini Imam Abu Hanifah memberikan pengecualian pada tiga hal, yakni wakaf masjid, wakaf yang ditentukan keputusan Pengadilan dan wakaf wasiat. Selain tiga hal tersebut yang dilepaskan hanya hasil manfaatnya saja bukan benda itu secara utuh.37

Terhadap wakaf masjid, yaitu apabila seseorang mewakafkan hartanya untuk kepentingan masjid, atau seseorang membuat pembangunan dan diwakafkan untuk masjid, maka status wakaf di dalam masalah ini ada. Karena diwakafkan seseorang untuk masjid, maka secara spontan itu berpindah menjadi milik Allah dan tanggallah kekuasaan si wakif dalam kasus ini.

37


(48)

Wakaf yang ditentukan keputusan pengadilan, yaitu bila terjadi suatu sengketa tentang harta wakaf yang tak dapat ditarik lagi oleh orang yang mewakafkannya atau ahli warisnya. Kalau pengadilan memutuskan bahwa harta itu menjadi harta wakaf. Terangkatlah khilafiyah setelah adanya putusan

hakim.

Abu Hanifah menjelaskan, dengan diwakafkannya suatu harta bukan berarti menjadi suatu keharusan untuk lepasnya pemilikan wakif, oleh sebab itu bolehlah rujuk dan mengambil kembali wakaf itu. Boleh pula menjualnya, karena menurut Abu Hanifah bahwa wakaf sama halnya dengan barang pinjaman dan sebagiamana halnya dalam soal pinjam-meminjam, si pemilik tetap memiliki, boleh menjual dan memintanya kembali, seperti ‘ariyah.38

Argumentasi lain yang dijadikan Abu Hanifah sebagai alasan bahwa harta wakaf yang telah diwakafkan tetap menjadi milik wakif dengan menganalogikan dan menyamakannya dengan Sa’ibah seperti yang terdapat

dalam surat Al-Maidah ayat 103, dan ini sangat dilarang Allah SWT. Kedua argumen inilah menurut Abu Hanifah bahwa wakaf sebagai akad tabarru’.

2. Mazhab Maliki

Mazhab Malik berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta

38


(49)

tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.39

Menurut interpretasi Malikiyah, tidak terputus hak si wakif terhadap harta yang diwakafkannya. Yang terputus itu hanyalah dalam hal bertasarruf.

3. Mazhab Syafi’i

Menurut Syafi’i, harta yang diwakafkan terlepas dari si wakif atau menjadi milik Allah dan berarti menahan harta untuk selama-lamanya. Menurutnya juga, wakaf tidak boleh ditentukan jangka waktunya, sebagaimana yang dibolehkan Maliki. Disyaratkan benda yang tahan lama dan tidak cepat habisnya. Alasannya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar tentang tanah di Khaibar. Imam Syafi’i memahami tidakan Umar mensedeqahkan hartanya dengan tidak menjual, mewariskan dan menghibahkan, juga sebagai Hadits karena Nabi melihat tindakan Umar itu dan Rasulullah ketika itu hanya diam. Maka diamnya Rasul dapat ditetapkan sebagai hadis taqriry, walaupun telah didahului oleh hadis qauly.

Syafi’i juga tidak membolehkan harta wakaf itu untuk di sedekahkan, dijual, diwariskan dan dihibahkan.40

4. Mazhab Hambali

Menurut Ahmad bin Hanbal, wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif. Wakif tidak boleh melakukan apa saja

39

Fiqif Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, jakarta: 2006, h. 2.

40


(50)

terhadap harta yang diwakafkan. Harta wakaf tidak dapat diwariskan dan

wakif tidak dapat melarang mauquf ‘alaih dalam hal penyaluran hasil wakaf

selama disalurkan sesuai tujuannya.

Selanjutnya Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa wakaf terjadi karena dua hal. Pertama, karena kebiasaan (perbuatan) bahwa dia itu dapat

dikatakan mewakafkan hartanya. Seperti seseorang mendirikan mesjid, kemudian mengizinkan orang shalat di dalamnya secara spontanitas bahwa ia telah mewakafkan hartanya itu menurut kebiasaan (‘urf). Walaupun secara

lisan ia tidak menyebutkannya, dapat dikatakan wakaf karena sudah kebiasaan.

Kedua, dengan lisan baik dengan jelas (sarih) atau tidak. Atau ia

memakai kata-kata habastu, wakaftu, sabaltu, tasadaqtu, abdadtu, harramtu.

Bila menggunakan kalimat seperti ini maka ia harus mengiringinya dengan niat wakaf. Bila telah jelas seseorang mewakafkan hartanya, maka si wakif tidak mempunyai kekuasaan bertindak atas benda itu dan juga menurut Hambali tidak bisa menariknya kembali. Hambali menyatakan, benda yang diwakafkan itu harus benda yang dapat dijual, walaupun setelah jadi wakaf tidak boleh dijual dan harus benda yang kekal zatnya karena wakaf bukan untuk waktu tertentu, tapi buat selama-lamanya.


(51)

Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf ‘alaih,

maskipun mauquf ‘alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda

wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.41

Dari beberapa definisi yang dipaparkan oleh para ulama, wakaf dapat diartikan melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif kepada

mauquf ‘alaih dan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan

(sosial) yang mana harta wakaf tersebut dilarang menjualnya, menghibahkannya, dan mewariskannya atau lain sebagainya.

Menukar dan mengganti benda wakaf, dalam penalaran ulama, terdapat perbedaan antara benda wakaf yang berbentuk masjid dan bukan masjid. Yang bukan mesjid dibedakan lagi menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Terhadap benda wakaf yang berbetuk masjid, selain Ibn Taimiyyah dan sebagian Hanabalah sepakat menyatakan terlarang menjualnya. Sementara terhadap benda wakaf yang tidak berupa mesjid, selain mazhab Syafi'iyah membolehkan menukarnya, apabila tindakan demikian memang benar-benar sangat diperlukan.42

41

Fiqihwakaf, (Jakarta, Direkorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2006), cet-4, h.2

42

Candra Boy Seroza, Wakaf Dalam Pandangan Ulama Fikih Dan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, dari http://one.indoskripsi.com, diakses tanggal 9 juni 2010.


(52)

Namun mereka berbeda dalam menentukan persyaratannya. Ulama Hanafiyah membolehkan penukaran benda wakaf tersebut dalam tiga hal:

Pertama, apabila wakif memberi isyarat akan kebolehan menukar tersebut

ketika ikrar. Kedua, apabila benda wakaf itu tidak dapat lagi dipertahankan.

Ketiga, jika kegunaan benda pengganti wakaf itu lebih besar dan lebih

bermanfaat.

Ulama Malikiyah juga menentukan tiga syarat, yaitu: Pertama, wakif

ketika ikrar mensyaratkan kebolehan ditukar atau dijual. Kedua, benda wakaf

itu berupa benda bergerak dan kondisinya tidak seusai lagi dengan tujuan semula diwakafkan. Ketiga, apabila benda wakaf pengganti dibutuhkan untuk

kepentingan umum, seperti pembangunan mesjid, jalan raya dan sebagainya.43 6. Sayyid Sabiq

Tidak sah mewakafkan barang yang rusak dengan pemanfaatannya seperti, lilin, makanan, uang dan sesuatu yang cepat rusak seperti, bau-bauan dan tumbuh-tumbuhan aromatik. Juga tidak diperbolehkan mewakafkan sesuatu yang tidak boleh dijual belikan seperti, barang tanggungan, anjing, babi dan binatang buas lainnya.44

43

Ibid.

44

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, Jilid 4, Cet. Pertama Mei 2006, h.423.


(53)

Adapun sesuatu yang sah untuk diwakafkan aialah tanah, perabot yang bisa dipindahkan, mushaf, kitab, senjata dan binatang.45

45

Ini merupakan mazhab mayoritas ulama Abu Hanifah, Abu Yusuf dan satu riwayat dari Malik berpendapat bahwa tidak sah mewakafkan suatu binatang.


(54)

BAB III

SISTEM ORGANISASI TABUNG WAKAF INDONESIA

A. Gambaran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia

1. Latar Belakang

Pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan secara terus menerus menurut kita untuk mencari alternatif solusi yang dapat mendorongnya lebih cepat. Salah satu alternatif solusi itu adalah mobilisasi dan optimalisasi peran wakaf secara efektif dan professional.

Tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga amil zakat, terlebih setelah lahinya UU tentang zakat dan UU tentang wakaf, membuktikan bahwa peran dan potensi umat dalam pembangunan sangatlah potensial. Demikian juga dengan keberadaan lembaga wakaf.

Oleh karenanya, secara pasti dibutuhkan peran nazhir wakaf yang amanah dan professional sehingga penghimpunan, pengelolaan dan pengalokasian dana wakaf menjadi optimal. Meski saat ini kebutuhan akan adanya nazhir wakaf masih belum mendapat perhatian utama dari umat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, pada tanggal 14 Juli 2005, Dompet Dhuafa mendirikan Tabung Wakaf Indonesia yang berperan dalam memberikan sosialisasi, edukasi, dan advokasi wakaf, serta mengelola harta wakaf dari masyarakat maupun institusi.1

1


(55)

2. Bentuk dan Badan Hukum Tabung Wakaf Indonesia

Sesuai dengan UU RI No. 41 tahun 2004, Tabung Wakaf Indonesia (adalah nazhir wakaf) berbentuk badan hukum, dan karenanya persyaratan yang akan dipenuhi adalah:

a. Pengurus badan hukum Tabung Wakaf Indonesia ini memenuhi persyaratan sebagai nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 (1) UU wakaf no. 41 tahun 2004.

b. Badan hukum ini adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Badan hukum ini bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam.

d. Tabung Wakaf Indonesia merupakan badan unit atau badan otonom dari dan dengan landasan badan hukum Dompet Dhuafa Republika, sebagai sebuah badan yayasan yang telah kredibel dan memenuhi persyaratan sebagai nazhir wakaf sebagaiamana dimaksud UU wakaf tersebut.2

3. Visi dan Misi Tabung Wakaf Indonesia Visi

Menjadi lembaga wakaf berorientasi global yang mampu menjadikan wakaf sebagai salah satu pilar kebangkitan ekonomi umat yang berbasiskan sistem ekonomi berkeadilan.

2

Dompet Dhuafa Republika, Profil Tabung Wakaf Indonesia, (Jakarta : Tabung Wakaf Indonesia, 2006)


(56)

Misi

Mendorong pertumbuhan ekonomi umat serta optimalisasi peran wakaf dalam sektor sosial dan ekonomi produktif.3

4. Struktur Organisasi Tabung Wakaf Indonesia

PRESIDEN DIREKTUR DOMPET DHUAFA

DEWAN PEMBINA DEWAN SYARIAH

DIREKTUR TWI

PROGRAM & GRANT

MANAGEMENT FUNDRAISING

SUPPORTING HRD, GA, legal & Finance

STAFF STAFF STAFF

3


(57)

Dewan Syariah : Prof. KH. M. Amin Suma

Bobby Herwibowo

Izzudin Abdul Manaf, Lc. MA

Dewan Pembina : Parni Hadi

Eri Sudewo

S. Sinansari Ecip

Didin Hafidhuddin

Rahmad Riyadi

Haidar Bagir

Houtman Z. Arifin

Erry Riyana Hardjapamekas

Presiden direktur

Dompet dhuafa : Ismail A. Said

Direktur

Tabung Wakaf Indonesia : Veldy V. Armita Manager Program &

Grant Management : Hendra Jatnika

Manager Fundraising : Noviati Endang Mustaqimah

Manager Keuangan : Mekar Susestyojati

Manager HRD & Legal : Destria Merryana A.4 5.Program Wakaf Produktif dan Program Sosial TWI

Terdapat enam buah program wakaf produktif dan program sosial yang dicanangkan oleh Tabung Wakaf Indonesia, diantaranya ialah:

a. Zamrud Waqf Foodcourt5

Dengan program ini, TWI ingin membuka ruang usaha bagi para pedagang kecil, sekalugus mendayagunakan harta wakaf. Jadi, ada dua manfaat yang didapat dari program ini. Pertama, para pedagang kecil

4

Brosur Tabung Wakaf Indonesia, Terdapat Juga Dalam Website Tabungwakaf.com. 5


(58)

memperoleh ruang usaha yang strategis dan baik. Kedua, harta wakaf yang diamanahkan oleh para wakif kepada TWI akan mendatangkan surplus. Surplus inilah yang nantinya disalurkan untuk mereka yang membutuhkan. Dengan demikian aset wakaf ini akan menghasilkan manfaat yang lestari, dan pahala yang abadi. Pembangunan foodcourt, selain memanfaatkan aset Dompet Dhuafa yang masih ‘tidur’, juga dalam rangka membina pedagang kecil agar tak menajdi ‘gelandangan di negeri sendiri’.

Foodcourt sendiri bukan sekedar nama. Sesuai namanya, diatas

lahan tersebut akan disediakan tempat parkir dengan kapasitas 4-5 buah mobil dan 15-20 motor. Juga disediakan mushalla dan toilet yang terjaga kebersihannya. Adapun lokasi Zamrud Foodcourt ini terletak di RT. 000 RW. 00, Cimuning – Mustika Jaya Kota Bekasi, luas tanah 252 meter persegi.

b. Depok Waqf Junction / Rumah Cahaya

Depok Waqf Junction (DWJ) berlokasi di Jl. Keadilan, Kecamatan Sukmajaya-Depok, di atas tanah wakaf dari Bapak Agus Murdianto. 6

Awalnya Depok Waqf Junction adalah perpustakaan bertajuk Rumah Cahaya (Rumah baCA dan mengHAsilkan karYA) yang membuka program pelatihan menulis untuk masyarakat. Oleh TWI, Rumah Cahaya ini dipugar menjadi dua lantai dan dikombinasikan dengan aset properti.

6


(59)

Lantai pertama dipugar menjadi 3 buah toko yang akan disewakan. Sedangkan lantai kedua diperuntukkan untuk ruang perpustakaan dan pelatihan menulis.

Hasil sewa dari lantai pertama atau yang disebut surplus wakaf dari DWJ akan disalurkan untuk pendanaan program sosial di perpustakan Rumah Cahaya serta program pendidikan untuk kaum dhuafa.7

c. Countrywood Waqf Junction

Countrywood Waqf Junction (CWJ) adalah sebuah wahana niaga sekaligus kegiatan sosial dan merupakan kawasan ekonomi terpadu yang akan didirikan di atas tanah wakaf dari Ibu Eni Nuraeni. CWJ terdiri dari area komersial dan area sosial.

Area komersial berupa pertokoan, foodcourt, serta lahan parkir. Sedangkan area sosial berupa mushalla, playground, serta lahan terbuka untuk berjualan para pedagang kaki lima.

Masyarakat yang dibidik untuk menikmatinya adalah kalangan menegah bawah. Keluarga yang ingin rekreasi, tanpa takut segalanya dikomersilkan. CWJ adalah amanah dari seorang wakif tanah kepada Tabung Wakaf Indonesia.

Keuntungan dari kegiatan produktif di CWJ ini, akan menjadi sedekah jariyah yang akan disalurkan sesuai dengan amanat para wakif

7


(60)

untuk program kesehatan, pendidikan berkualitas untuk kaum dhuafa, Smart Ekselensia Indonesia dan program pemberdayaan dhuafa lainnya.

Sesuai dengan konsep wakaf Rasulullah SAW, yang menghendaki agar benda wakaf pun menghasilkan surplus, maka wahana niaga diharapkan sebagai ‘mesin uang’ untuk operasional kegiatan sosial, yang bisa berbentuk bantuan biaya pendidikan, kesehatan, dapur umum, atau santunan sosial lainnya. Penyaluran surplus niaga ini langsung dilakukan langsung oleh TWI ataupun melalui jejaring yayasan Dompet Dhuafa lainnya.

Salah satu program rutin yang diselenggarakan di CWJ Tabung Wakaf Indonesia-Dompet Dhuafa adalah pasar Sabtu-Ahad bagi PKL dan UKM, dengan tanpa dipungut biaya sewa, dan terbuka untuk setiap orang. Program ini akan dikelola bersama Baitul Mal Nusantara (BMN) dan menjadi bagian dari Festifal Hari Pasaran Nusantara (HPN) yang telah berlangsung di kota-kota Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta.

Pembangunan CWJ Dompet Dhuafa merupakan wujud dari visi dan misi TWI Dompet Dhuafa untuk menjadikan gerakan wakaf produktif dan wakaf terpadu sebagai pilar pemerataan kesejahteraan masyarakat.

CWJ ini berada di Jl. Menjangan Raya, RT. 001/03, Pondok Ranji – Ciputat Timur, Kabupaten Tangerang. Dengan luas tanah : 845 m2 .


(61)

d. Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC)8

Melihat tingginya kebutuhan kaum dhuafa akan layanan kesehatan yang bermutu dan memadai, Tabung Wakaf Indonesia menyalurkan surplus wakaf untuk program kesehatan dengan bekerja sama dengan layanan kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa Republika.

LKC merupakan klinik kesehatan yang diperuntukkan khusus untuk kaum dhuafa. Sejak awal berdirinya tahun 2004 hingga saat ini, LKC telah membiayai secara penuh layanan kesehatan kepada 62.000 member yang berasal dari kaum dhuafa secara gratis.

Ke depan TWI juga menyalurkan surplus wakaf untuk Rumah Sehat Terpadu (RST). RST merupakan model pelayanan kesehatan masyarakat dhuafa terpadu, dengan fasilitas yang lengkap dan memadai.

Program kesehatan kaum dhuafa ini berupa mini rumah sakit dengan pelayanan 24 jam.

1) Unit gawat darurat 2) Rawat jalan 3) Apotek 4) Rawat inap 5) Poli gigi

6) Poli kandungan 7) Dokter spesialis

8


(62)

8) Konsultasi gizi 9) Aksi luar gedung 10)Bina ruhani pasien

LKC ini beralamat di Ciputat Mega Mall Blok D-01 Jl. Ir. H. Juanda No. 34 Ciputat Tangerang.

e. SMART Ekselensia Indonesia (SMART EI)

Untuk program pendidikan, TWI mengalirkan manfaat wakaf kepada SMART Ekselensia Indonesia (SMART EI). SMART EI merupakan sekolah akselerasi SMP dan SMA yang ditempuh selama 5 tahun. Siswa yang bersekolah disini adalah hasil seleksi dari seluruh Indonesia. Mereka yang lolos seleksi adalah anak-anak yang cerdas dari keluarga dhuafa.

SMART EI telah tercatat sebagai lembaga pendidikan yang tak kalah dengan sekolah unggulan yang ada.9 Sekolah ini juga dirancang secara khusus untuk menampung anak dari kaum dhuafa yang mempunyai potensi.

SMART EI juga memiliki beberapa keuggulan lain yaitu, memadukan sistem kurikulum Islam dan umum, dan target alumni SMART EI adalah mendapatkan beasiswa kedalam dan luar negeri.

9


(63)

f. Rumah Cahaya

Rumah Cahaya atau Rumah Baca ini merupakan perpustakaan sekaligus pusat berkarya tulis. Tabung Wakaf Indonesia mengalokasikan surplus wakaf ini salah satunya untuk menjaga keberlangsungan Rumah Baca. Dan dari sini anak-anak yang tidak mampu bisa menikmati bacaan berkualitas sekaligus mengasah kemampuan sastranya.

Rumah cahaya sendiri sebelumnya merupakan aset sosial, dimana di dalamnya masyarakat difasilitasi untuk gemar membaca dan dilatih untuk mengahsilkan karya. Dengan konsep wakaf terpadu yang digulirkan TWI, kini Rumah Cahaya bertransformasi menjadi Depok Waqf Junction (DWJ). DWJ terdiri dari aset sosial dan aset produktif. Aset sosial yakni Rumah Baca posisinya berada di lantai 2, sementara aset produktif berupa properti sarana niaga yang siap disewakan kepada masyarakat.10

Rumah Baca sendiri masih akan dikelola bersama Forum Lingkar Pena (FLP). FLP inilah yang akan memanfaatkan gedung lantai dua Rumanh Cahaya untuk kegiatan baca dan pelatihan menulis untuk masyarakat.

Secara ekonomi. Lokasi DWJ sesungguhnya sangat strategis, dikelilingi oleh perumahan (arah Timur dan Barat), 10 meter dari arah Jalan Keadilan (sebelah Timur), 250 meter dari arah Pasar Tradisional Musi (Barat), serta banyaknya sekolah seperti SMU 2 Depok, SMU Budi

10


(64)

Utomo, SMU Yapemri, dan SMP 03 Depok. Bagi masyarakat, khususnya warga Depok, yang tertarik dan membutuhkan tempat untuk usaha, boleh menjenguk kondisi DWJ. Ada tiga toko yang akan disewakan. Dua toko seluas 4x5 m2 yang menghadap Jl. Musi Raya, dan satu toko seluas 8x10 m2 yang menghadap Jl. Keadilan.11

Persyaratan untuk menyewa sangat mudah. Selain setuju dengan harga sewa,ada hal-hal yang harus dipatuhi antara lain: usaha tidak boleh berbau atau bertujuan maksiat, tidak melanggar hukum atau merugikan orang lain.

Dan Rumah Cahaya ini berlokasi di Jl. Keadilan, Kecamatan Sukmajaya-Depok.12

6. Peran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia di Masyarakat

Hadirnya Tabung Wakaf Indonesia (TWI), merupakan fase penting dari pelayanan yang dilakukan lewat institusi-institusi otonom yang lahir dari Dompet Dhuafa. Sejumlah institusi otonom yang terpilih dalam dua karakter kelembagaan, yakni yang sosial (charity) maupun yang produktif, pada tahap penguatannya setidaknya sampai kurun lima tahun mendatang, memerlukan dukungan finansial yang tidak kecil. Maka TWI hadir mewadahi segenap ikhtiar penggalangan dana wakaf tunai yang peruntukkannya terarah pada penguatan lembaga otonom maupun jejaring Dompet Dhuafa.

11

Ibid. 12


(65)

Pada perjalanannya hingga saat ini, seluruh lembaga otonom maupun jejaring tersebut memang dapat berjalan dengan simultan karena suntikan dana yang diperoleh tidak hanya dari pemasukan zakat, infak dan shadaqah yang selama ini juga dikembangkan oleh Dompet Dhuafa pada momen-momen Ramadhan, namun dana itu juga didapat dari wakaf tunai hasil peneglolaan dan pengembangan TWI selama ini. Sehingga semakin banyak dana wakaf tunai yang diperoleh TWI, maka dengan sendirinya akan semakin bertambah pula para dhuafa yang dapat terberdayakan melalui program-program sosial pemberdayaannya.

7. Sistem Pengelolaan Wakaf Dalam Tinjauan TWI

Dalam melakukan kewajibannya selaku nazhir, Tabung Wakaf Indonesia harus melakukan pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf yang dihimpunnya sesuai denga fungsi, tujuan dan peruntukannya dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu bahwa nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya.13 Dimana pengelolaan yang dilakukan oleh Tabung Wakaf Indonesia berdasarkan dua pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan produktif

Yaitu pengelolaan harta benda wakaf untuk hal-hal yang bersifat produktif dan menghasilkan keuntungan. Diatur dalam pasal 43 ayat 2

13

Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 42 BAB V UU RI No. 41 tahun 2004 tentang wakaf.


(66)

bahwa pengelolaan harta benda wakaf dilakukan secara produktif. Contoh : pembuatan rumah sakit komersial dari dana wakaf, keuntungan dari rumah sakit sepenuhnya untuk kegiatan kemaslahatan umat.

2. Pendekatan non produktif

Yaitu pengelolaan harta benda wakaf untuk hal-hal yang bersifat tidak menghasilkan keuntungan (non produktif). Contoh : pembuatan sekolah gratis untuk dhuafa, seluruh dana wakaf terkumpul digunakan untuk kegiatan tersebut.

B. Nazhir Dan Pengembangan Wakaf

Pada dasaranya, siapa pun dapat juga menjadi nazhir sepanjang ia bisa melakukan tindakan hukum. Tetapi karena tugas nazhir menyangkut harta benda yang manfaatnya harus disampaikan pada pihak yang berhak menerimanya, jabatan nazhir harus diberikan kepada orang yang memang mampu menjalankan tugas itu.14

Adapun orang yang paling berhak menentukan nazhir menurut para ulama adalah wakif. Alasannya, wakiflah yang paling dekat dengan hartanya. wakif

tentunya berharap harta yang diwakafkan bermanfaat terus-menerus, sehingga ia harus memilih orang yang memang mampu mengurus dan memelihara harta

14

Mustafa Edwin Nasution, Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai; Inovasi Financial Islam, Peluang Dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, (Jakarta: PSTTI-UI, 2006), h. 63


(67)

wakaf. Jika wakif tidak menunjuk nazhir disaat ia melakukan ikrar wakaf, yang berhak mengangkat nazhir adalah hakim.

Setiap kegiatan nazhir terhadap harta wakaf harus dalam pertimbangan kesinambungan harta wakaf untuk mengalirkan manfaatnya untuk kepentingan maukuf ‘alaih.

Dalam kitab fikih masalah nazhir ini dibahas dengan judul “al-Wilayat ‘Ala al-Waqf’ artinya penguasaan terhadap wakaf atau pengawasan terhadap

wakaf. Orang yang diserahi atau diberi kekuasaan atau diberi tugas untuk mengawasi harat wakaf itulah yang disebut nazhir atau mutawalli. Dengan demikian nazhir berarti orang yang berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya, memeliharanya, dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yang berhak menerimanya. 15

Nazhir sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi wakaf mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Sedemikian pentingnya kedudukan nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf itu bagi mauquf ‘alaih sangat bergantung pada nazhir wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nazhir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanahkan kepadanya. Pada umumnya ulama sepakat bahwa kekuasaan nazhir wakaf terbatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang dikehendaki wakif. Asaf A. A. Fyzee berpendapat bahwa kewajiban nazhir adalah mengerjakan segala sesuatu yang layak untuk menjaga

15


(1)

93

di daerah, dan mencipta image bahwa wakaf merupakan salah satu instrumen yang berpotensi membangkitkan ekonomi umat Islam di daerah.

2. Membuat mitra-mitra daerah yang berbasis sosial-ekonomi untuk menghimpun dana wakaf di daerah dan mendistribusikannya ke daerah-daerah tertinggal demi tercipta keadilan sosial ekonomi yang merata dan manfaat wakaf dapar terasa di daerah. Dan TWI menjadi lembaga yang mengembangkan dan membangun potensi lokal daearah-daerah tertinggal. 3. Memperluas program produktif TWI pada sektor real investment untuk

investasi-investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah misalnya, investasi mudharabah, investasi musyarakah, investasi ijarah dan investasi murabahah. Agar memaksimalkan hasil wakaf.


(2)

94

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Karim dan terjemahannya

Ali , Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, UI Press, Jakarta: 2006

Brosur Tabung Wakaf Indonesia, Terdapat Juga Dalam Website Tabungwakaf.com Dompet Dhuafa Republika, Profil Tabung Wakaf Indonesia, Jakarta : Tabung Wakaf

Indonesia, 2006

Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2008.

Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2008.

Fiqih Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal

Bimbingan Masyarakat Islam 2006.

Strategi Pengembangan Wakaf Tunai Di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam 2006.

Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji 2004.

Bunga Rampai Perwakafan, Pedoman Pengelolaan Dan Pengembangan Wakaf, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf 2006.

Pedoman Pengelolaan Dan Pengembangan Wakaf, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf 2006.


(3)

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Jakarta Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, 2006

Halim, Abdul. Hukum Perwakafan di Indonesia, , Ciputat: Ciputat Press 2005

Hasanah, Uswatun. Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, http://republika.co.id:8080/berita/52971/wakaf_untuk_kesejahteraan_umat. Irmansyah,http://www.facebook.com/topic.php?uid=73681087334&topic=15686,

Manajemen Fundraising Dalam Penghimpunan Dana Wakaf, Pusat Pengembangan Wakaf Daarut Tauhiid,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, 1988

Majalah Wakaf Tabung Wakaf Indonesia Edisi 05, Tahun III, 1431 H.

Maleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000, cet. Ke-11

Nafis, HM. Cholis, Menggagas Nazhir Wakaf Yang Profesinal, AntarNews.com, Diakses Tanggal 10 Agustus 2010

Nasution, Mustafa Edwin dan Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai; Inovasi Financial Islam, Peluang Dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, Jakarta: PSTTI-UI, 2006

Nasution, Mustafa Edwin Dkk, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Jakarta:Kencana, 2007

Profil Badan Wakaf Indonesia periode 2007-2010 Badan Wakaf Indonesia 2008 Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif, Penerjemah : Muhyiddin Mas Rida,

Jakarta: Khalifa, 2005

Republika Online, Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif,

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, Jilid 4 Cet. Pertama Mei 2006.


(4)

96

Seroza, Candra Boy, Wakaf Dalam Pandangan Ulama Fikih Dan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, dari http://one.indoskripsi.com

Siregar, Mulya E. Peran Nazhir Dalam Implementasi Wakaf Uang, Makalah disampaikan pada seminar tanggal 28 Oktober 2009 di Jakarta.

Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1997, cet ke-7

Sholahuddin, Muhammad dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi Dan Keuangan Syariah Kontemporer, Universitas Muhammadiyyah Surakarta, Surakarta: 2008

Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Republika, Jembatan itu Bernama Wakaf, Jakarta : TWI, 2006

Undang-Undang Nomor 41 Tentang Wakaf Dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaanya, Departemen Agama Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Tahun 2007.

Usman, Suparman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press, 1999.

Utama, Bey Sapta, dari http://republika.co.id:808/berita/36559/Aspek_Menejemen_ Risiko_dalam_Pengembangan_Wakaf_Produktif.

Wadjdy, Farid dan Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat, Filantropi islam yang Hampir Terlupakan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2007

Wawancara Pribadi dengan Ibu Fadilannisa, Jakarta 2 Agustus 2010 http://one.indoskripsi.com

http://hendrakholid.net/blog/2010/03/16. www.forumzakat.org

www.tabungwakaf.com www.pkesinteraktif.com


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

Sadar Rukmana