3. Berpenduduk maksimal 6000 jiwa
4. Daerah pengamatan berusia minimal 30 tahun
Sedangkan secara kuantitatif, penentuan daerah pengamatan dapat dilakukan dengan memperhitungkan jarak antardaerah pengamatan .penentuan daerah
pengamatan didasarkan pada jarak rata-rata antarsatuan daerah pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan. Jarak antarsatuan daerah
pengamatan tersebut rata-rata 20 km Mahsun, 1995:103.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalah yang telah dibuat.Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan, metode berkas isogloss, dan metode dialektometri.
Metode yang pertama adalah metode padan dengan teknik pilah unsur penentu. Metode ini digunakan untuk membedakan data apakah berbeda secara
fonologi atau beda leksikon. Metode padan tesebut diteruskan dalam metode padan artikulatoris. Apabila ditemukan data [bapak], [bapa], dan [ama
ŋ] ‘ayah’ akan dianalisis dengan menentukan bahwa [bapak] dan [bapa] adalah perbedaan
fonologi, sedangkan [ama ŋ] adalah perbedaan leksikon.
Metode yang kedua adalah metode berkas isoglos.Lauder dalam Mahsun 1995:124 menyatakan isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner
yang diterakan pada sebuah peta. Adapun batasan dari isoglos adalah membedakan daerah-daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan dengan
Universitas Sumatera Utara
daerah-daerah pengamatan lain yang juga memiliki gejala kebahasaan yang sama. Garis isogloss ini digunakan untuk mengelompokkan atau menentukan tiap titik
pengamatan apakah memiliki gejala bahasa yang sama atau tidak. Garis-garis isoglos yang membentuk satu berkas disebut dengan berkas
isoglos.Metode berkas isoglos pada penelitian dialektologi berusaha untuk memperlihatkan metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek dengan
mempertimbangkan kualitas dan kuantitas dari kumpulan isoglos yang mempersatukan dan membedakan daerah-daerah pengamatan. Adapun cara dalam
pembuatan isoglos yaitu: 1.
Membuat garis melengkung pada daerah pengamatan dalam peta. Garis tersebut berfungsi untuk menyatukan daerah-daerah yang memiliki gejala
kebahasaan yang sama serta membedakan daerah-daerah lain yang memiliki gejala bahasa yang sama.
2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas
3. Setiap perbedaan hanya dihitung satu isogloss, tanpa memperhatikannya
sebagai korespondensi atau variasi. Setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, kemudian diambil sebuah peta
dasar untuk membuat sebuah berkas isoglos.Pengelompokan isoglos yang kemudian disalin pada peta dasar itulah yang disebut dengan berkas isoglos.
Selain metode berkas isoglos, penelitian ini juga menggunakan metode dialektometri. Dialektometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk
melihat seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-
Universitas Sumatera Utara
tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut Revier dalam Mahsun, 1995:118. Rumus yang digunakan untuk
melihat statistik perbedaan atau persamaan itu adalah:
� × 100 �
= �
Keterangan: S: jumlah beda dengan daerah pengamatan
n : jumlah petakosa kata yang diperbandingkan d : jarak kosa kata dalam persentase
Setelah hasil dari perhitungan yang berupa persentase di atas diperoleh, kemudian dilanjutkan dengan menentukan hubungan antardaerah pengamatan
tersebut yaitu jika hasilnya 81 ke atas maka dianggap perbedaan bahasa, 51- 80 maka dianggap perbedaan dialek, 31-50 maka dianggap perbedaan
subdialek, 21-30 maka dianggap perbedaan wicara, dan jika dibawah 20 maka dianggap tidak ada perbedaan.
Pengihitungan dengan dialektometri dilakukan dengan dua cara yaitu segitiga antardaerah pengamatan dan permutasi antardaerah pengamatan. Penelitian ini
menggunakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan. Mahsun 1995:119 menyatakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan
dilakukan dengan beberapa ketentuan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Daerah yang diperbandingkan adalah daerah yang letaknya masing-masing
mungkin melakukan komunikasi. 2.
Daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi dihubungkan dengan garis yg membentuk segitiga-segitiga.
3. Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan,
sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain. Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pengamatan di atas dalam
dialektometri adalah sebagai berikut: 1.
Jika pada sebuah daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah yang
diperbandingkan, maka perbedaan itu dianggap tidak ada. 2.
Bila pada daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak terdapat suatu bentuk realisasi untuk suatu makna tertentu, maka dianggap ada perbedaan.
3. Jika daerah-daerah pengamtan yang diperbandingkan itu tidak memiliki
bentuk untuk merealisasikan suatu makna tertentu, maka daerah-daerah pengamatan itu dianggap sama.
4. Dalam penghitungan dialektometri pada bidang leksikon, perbedaan fonologi,
dan morfologi yang muncul harus dikesampingkan. 5.
Hasil penghitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta segitiga dialektometri.
Universitas Sumatera Utara
Melalui perhitungan tersebut kita dapat mengetahui apakah perbedaan pada bidang leksikon tersebut berupa perbedaan bahasa, perbedaan dialek, perbedaan
subdialek, perbedaan wicara, atau tidak ada perbedaan.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Bunyi
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam penelitian bahasa sebaiknya peneliti perlu mengetahui ilmu bunyi dan pemakaiannya.Jika seorang ingin
mempelajari bahasa kedua selain dari bahasa ibunya maka pengetahuan ilmu bunyi fonetik dan penggunaannya merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan. Pada tabel berikut akan diidentifikasikan bunyi yang ada dalam bahasa Batak Toba dan penggunaanya dalam kata
Tabel 1 Identifikasi Bunyi
Bunyi-bunyi Awal
Tengah Akhir
a → [a]
[aεk] ‘air’
[bagak] ‘cantik’
[sega] ‘rusak’
i → [i]
[ip ɔs]
‘kecoa’ [ti
ɔp] ‘pegang’
[halaki] ‘mereka’
u → [u]
[una ŋ]
‘jangan’ [mulak]
‘pulang’ [ulu]
‘kepala’ e
→ [ε] [εlεk]
‘bujuk’ [mεkkεl]
‘tertawa’ [marεndε]
‘bernyanyi’
Universitas Sumatera Utara