PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI ( Glycine max (L) Merril ) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER

(1)

ABSTRACT

ESTIMATION OF WATER REQUIREMENT AND CROP COEFFICIENT (Kc) OF SOYBEAN ( Glycine max (L) Merril ) VARIETY OF

TANGGAMUS WITH LYSIMETER By

TIA YULIAWATI

Soybean plays an important role in economy of indonesia that it is the raw material of tempe. However; a problem is arise because unbalance between the production and consumption. The price of soybean has made farmers not willing to cultivate soybean. Other problem is complexity of the soybean cultivation, and especialy for water scarcity. Therefore; water requirement of soybean needs to be seriously calculated. The aims of this research was to to determine the water requirement of soybean by measuring evapotranspiration of local varieties of soybean directly by using lysimeter. This research was conducted at the Integrated Field Laboratory University of Lampung and Laboratory of Water and Land Resources Engineering of Agriculture Biological Engineering of Department of Agriculture, University of Lampung starting from 4 November 2013 to Jan 20 2014. Field observations were carried out with two 2 x 3 meters lysimeter, one to measure the crop evapotranspiration (ETc) of Tanggamus variety and the other one was used to measure the grass evapotranspirationas as standard evapotranspiration (potential). The results showed that the total water requirement of soybean (ETc) for Tanggamus is 490.02 mm with the total per-growth phase each 80.3; 72.2; 234.5 and 102.5 mm. Crop coefficients (Kc) of soybean in the early growth phase, active vegetative, fertilization or seed pod filling and maturity for Tanggamus are found to be 0:48; 0.69; 0.9; 0.78.


(2)

ABSTRAK

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI ( Glycine max (L) Merril ) VARIETAS

TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER Oleh

TIA YULIAWATI

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Namun, permasalahan yang baru-baru ini terjadi adalah ketersediaan kedelai yang terus-menerus berkurang. Produksi kedelai yang tidak seimbang seiring bertambahnya jumlah dan kebutuhan penduduk merupakan salah satu penyebab kelangkaan komoditi kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembudidayaan tanaman kedelai adalah kebutuhan air tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan air tanaman kedelai dengan cara mengukur evapotranspirasi tanaman kedelai varietas lokal secara langsung dengan menggunakan lysimeter. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung terhitung mulai tanggal 4 November 2013 – 20 Januari 2014. Pengamatan lapangan dilakukan pada dua bangunan lysimeter yaitu untuk mengukur evapotranspirasi tanaman (ETc) kedelai varietas Tanggamus dan yang satu petak ditanami rumput sebagai evapotranspirasi standar (potensial) dengan ukuran 2 x 3 meter. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa total kebutuhan air tanaman kedelai (ETc) varietas Tanggamus adalah 490.02 mm dengan total ETc per-fase berturut-turut adalah 80.3; 72.2; 234.5 dan 102.5 mm. Nilai koefisien tanaman kedelai (Kc) pada fase pertumbuhan awal, vegetatif aktif, pembuahan atau pengisian polong dan kematangan berturut-turut adalah 0.48; 0.69; 0.9; 0.78.


(3)

(4)

0

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI (Glycine max (L) Merril ) VARIETAS

TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER (Skripsi)

Oleh

TIA YULIAWATI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Skema lysimeter ... 6

2. Diagram alir penelitian ... 18

3. Model lahan tanaman kedelai pada lysimeter ... 20

4. Grafik ETo per-stadia selama masa pertumbuhan kedelai ... 25

5. Grafik ETc dengan metode lysimeter dan Kc FAO berdasarkan rekomendasi FAO ... 26

6. Grafik perbandingan evapotranspirasi tanaman (ETc) varietas tanggamus dan berdasarkan rekomendasi FAO ... 27

7. Kc kedelai varietas tanggamus diukur dengan lysimeter dan Kc rekomendasi FAO ... 30

8. Grafik tinggi tanaman selama pertumbuhan tanaman kedelai ... 33

9. Grafik jumlah daun selama pertumbuhan tanaman kedelai ... 34

10. Grafik indeks luas daun selama pertumbuhan tanaman kedelai ... 35

11. Grafik jumlah polong selama pertumbuhan tanaman kedelai ... 36

12. Grafik berat berangkasan atas pada lysimeter dan petak lapang... 37

13. Grafik berat berangkasan bawah pada lysimeter dan petak lapang ... 38

14. Grafik jumlah biji pada lysimeter dan petak lapang ... 39

15. Grafik berat kering biji pada lysimeter dan petak lapang ... 40

Lampiran 16. Pengambilan sampel tanah ... 55

17. Sampel tanah ... 55

18. Pengukuran sampel tanah ... 56


(6)

vi

20. Varietas tanggamus minggu ke-1 ... 57

21. Varietas tanggamus minggu ke-2 ... 58

22. Varietas tanggamus minggu ke-5 ... 58

23. Lysimeter dan petak lapang minggu ke-5 ... 59

24. Varietas tanggamus minggu ke-8 ... 59

25. Varietas tanggamus minggu ke-10 ... 60


(7)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 Kedelai ... 8

2.2 Kebutuhan Air Tanaman ... 11

2.3 Koefisien Tanaman (Kc) ... 12

2.4 Evapotranspirasi ... 14

III. METODELOGI PENELITIAN 17

3.1 Waktu dan Tempat ... 17

3.2 Alat dan Bahan ... 17


(8)

ii

3.3.1 Analisis Sifat Fisik Tanah ... 19

3.3.2 Persiapan Lahan ... 19

3.3.3 Pemeliharaan Tanaman ... 20

3.3.4 Pengambilan Data ... 21

3.4 Analisis Data ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24

4.1 Pengukuran Evapotranspirasi Standar (ETo) ... 24

4.2 Pengukuran Evapotranspirai Tanaman (ETc) ... 25

4.2.1 Evapotranspirai Tanaman dari Lysimeter Rumput dan Kc FAO . 25

4.2.2 Evapotranspirai Tanaman (ETc) dari Lysimeter ... 26

4.3 Penentuan Koefisien Tanaman (Kc) Kedelai ... 29

4.4 Periode Pertumbuhan Kedelai ... 32

4.4.1 Tinggi Tanaman ... 33

4.4.2 Jumlah Daun ... 34

4.4.3 Indeks Luas Daun (ILD) ... 35

4.4.4 Jumlah Polong ... 36

4.4.5 Berat Berangkasan Atas ... 37

4.4.6 Berat Berangkasan Bawah ... 38

4.4.7 Jumlah Biji ... 39

4.4.8 Berat Kering Biji ... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA 44


(9)

T 11

iii DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Deskripsi beberapa varietas kedelai ... 9

2. Penandaan fase pertumbuhan vegetatif kedelai ... 10

3. Penandaan fase pertumbuhan reproduktif kedelai ... 11

4. Nilai koefisien konsumtif (Kc) pada beberapa tanaman ... 13

5. Sifat fisik tanah ... 19

6. Total evapotranspirasi tanaman (ETc) pada lysimeter dan FAO ... 27

7. Rata-rata harian evapotranspirasi tanaman (ETc) pada lysimeter ... 27

8. Nilai koefisien tanaman (Kc) pada lysimeter ... 30

9. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada lysimeter dan petak lapang... 33

10. Hasil pengamatan jumlah daun pada lysimeter dan petak lapang... 34

11. Hasil pengamatan indeks luas daun pada lysimeter dan petak lapang ... 35

12. Hasil pengamatan jumlah polong pada lysimeter dan petak lapang ... 36

13. Hasil pengamatan berat berangkasan atas ketika panen ... 37

14. Hasil pengamatan berat berangkasan bawah ketika panen ... 38

15. Hasil pengamatan jumlah biji ketika panen ... 39

16. Hasil pengamatan berat kering biji ... 40

Lampiran 17. Data pengamatan evapotranspirasi acuan (ETo) rumput pada lysimeter .... 48

18. Perhitungan ETo rumput per-stadia ... 50

19. Perhitungan ETc dari ETo rumput lysimeter dan Kc FAO ... 50

20. Data pengamatan evapotranspirasi tanaman (ETc) varietas tanggamus pada lysimeter ... 51


(10)

iv 21. Perhitungan evapotranspirai tanaman (ETc) varietas tanggamus pada

lysimeter ... 53

22. Perhitungan Kc varietas tanggamus pada lysimeter ... 53

23. Data pengamatan kadar air tanah gravimetrik pada lysimeter ... 54


(11)

(12)

(13)

(14)

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata

padanya ‘Jadilah!’ maka jadilah ia. Maka mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya

kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nya kamu dikembalikan.

(Yasin : 82:83).

“Satu-satuya masalah dengan mimpi adalah bahwa kita terlalu menikmatinya dan

lupa mewujudkannya”

Everyone is a genius. But if you judge a fish on its ability to climb a tree, it will live

its whole life believing that is stupid.

(A Einstein)

The moment one gives close attention to anything, even a blade of grass, it becomes

a mysterious awesome, indescribably magnificent world in itself.

(Henry Miller)

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu

kegagalan kegagalan berikutnya tanpa harus kehilangan semangat.


(15)

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah atas nilai-Nya yang tidak dapat diuraikan , nikmat dan

anugerah-Nya yang tidak dapat terhitung serta ilmu-Nya yang tidak dapat

dibatasi oleh apapun.

Teruntuk keluargaku tercinta

Bapak dan Ibu tersayang

Adikku Dea Dwi Lestari dan Tio Manggala Putra

Dan seluruh keluarga besar Soedihono

Kupersembahkan karya kecil ini

sebagai wujud rasa cinta kasih dan kesungguhan

Terima kasih atas semua do’a, perhatian, semangat

dan motivasi

yang telah diberikan selama ini

Serta

Almamater Tercinta

Teknik PertanianUniversitas Lampung

2010


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Juli 1992, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Gigih Bijaksono dan Ibu Purwiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Kartika II-28 Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung pada tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 1998 - 2004. Sekolah

Menengah Pertama (SMP) penulis selesaikan di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2004 - 2007, dan selanjutnya menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2007 - 2010.

Pada Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui tes SNMPTN. Selama menjadi mahasiswi, penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi selama 4 tahun. Penulis pernah menjabat menjadi Anggota Departemen Dana dan Usaha (DANUS) di Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) pada periode 2011-2012 dan menjadi Asisten Dosen Riset Operasional pada semester genap tahun ajaran 2013 – 2014.


(17)

Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di Parung Farm, Bogor

dengan judul “Mempelajari Budidaya Bayam Hijau dengan Sistem Aeroponik di Parung Farm Bogor” selama 30 hari mulai tanggal 1 Juli 2013 sampai dengan 3 Agustus 2013. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Banjarejo, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu selama 40 hari mulai tanggal 20 Januari 2014 sampai dengan 3 Maret 2014.

Pada akhir tahun 2014, penulis berhasil menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dengan skripsi yang berjudul

“Pendugaan Kebutuhan Air Tanaman dan Nilai Koefisien Tanaman (Kc) Kedelai (Glycine Max (L) Merril ) Varietas Tanggamus Dengan Metode Lysimeter”.


(18)

SANWACANA

Puji syukur Alhamudillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ” PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (Kc) KEDELAI ( Glycine max (L) Merril ) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulis, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Tumiar K.Manik, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan bersedia memberikan bimbingan, motivasi, saran, serta kritik dalam proses penyelesian skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. R.A Bustomi Rosadi, M.S., selaku Dosen Pembimbing kedua atas kesediaannya memberikan bimbingan, masukan, saran dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(19)

3. Ahmad Tusi, S.TP., M.Si., selaku Dosen Penguji Utama pada ujian skripsi serta selaku dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas motivasi, kritik, masukan dan saran dalam proses perkuliahan dan penyelesian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan, membimbing, mendukung, menasehati, dan tak henti-hentinya memotivasi. Adikku Dea Dwi Lestari dan Tio Manggala Putra untuk semua bantuan dan dukungannya. Keluarga besar penulis yang terkasih, om, tante dan semua sepupu-sepupuku. Terima kasih atas dukungan, semangat, bantuan, dan doa yang selalu terucap untuk keberhasilan penulis.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang selalu menjadi motivasi dan semangat dalam menjalankan kuliah.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan dan arahan yang telah diberikan. Serta Keluarga Besar Teknik Pertanian,

Angkatan 2007, 2008, 2009, 2011, 2012 dan 2013.

Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan Saudara-saudara, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 9 September 2014 Penulis


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi pertanian tersebut sangat besar, namun masih diperlukan penanganan yang baik agar kebutuhan pangan tercukupi, terjangkau, aman dan merata. Permasalahan yang baru-baru ini terjadi adalah ketersediaan kedelai. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi kedelai nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2012 yang terus-menerus mengalami penurunan.

Menurut Badan Pusat Statistik (2013) perkembangan produksi kedelai nasional mencapai 974.521 ribu ton di tahun 2009; 907.03 ribu ton di tahun 2010; 851.29 ribu ton di tahun 2011 dan 843.15 ribu ton di tahun 2012. Data ini membuktikan bahwa produksi kedelai nasional mengalami penurunan yang cukup drastis, sehingga mengakibatkan kelangkaan komoditi kedelai dan akhirnya memicu terjadinya impor kedelai dan kenaikan harga.

Produksi kedelai yang tidak seimbang seiring bertambahnya jumlah dan kebutuhan penduduk merupakan salah satu penyebab kelangkaan komoditi kedelai. Menurut Suprapto (1999) penurunan hasil produksi kedelai disebabkan oleh banjir, hujan terlalu besar pada saat panen, serangan hama, persaingan


(21)

2

dengan rerumputan, tingginya intensitas guna lahan menjadi daerah pemukiman dan kekeringan. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai maka perlu adanya

peningkatan dalam produktivitas yaitu dengan cara teknologi pembudidayaan yang lebih baik ataupun dengan perluasaan penanaman. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembudidayaan tanaman kedelai adalah kebutuhan air

tanaman.

Di lahan beririgasi atau di lahan sawah kebutuhan air pertanaman kedelai yang diusahakan setelah padi lebih terjamin. Akan tetapi, ketersediaan air untuk pertanaman kedelai akan menjadi masalah jika intensitas pertanaman padi dalam setahun ditingkatkan, sehingga menyebabkan penurunan produksi kedelai.

Penyebab kemerosotan luas tanam dan panen kedelai adalah ketersediaan air yang tidak terjamin (Fagi dan Tangkuman, 1985). Oleh karena itu, kebutuhan air tanaman kedelai perlu diketahui agar pemberian air lebih efektif dan efisien serta memberikan hasil panen yang baik.

Kebutuhan air tanaman sama dengan kehilangan air persatuan luas yang

diakibatkan oleh penguapan pada tanaman ditambah dengan hilangnya air melalui penguapan permukaan tanah. Karena itu, kebutuhan air tanaman bagi satu

rumpun tanaman sama dengan banyaknya air yang hilang akibat evapotranspirasi dalam satu satuan waktu (Fagi dan Tangkuman, 1985). Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu bagian penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam badan-badan air, tanah dan tanaman. Apabila kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat diketahui, maka kebutuhan air pada areal luas dapat dihitung.


(22)

3

Laju evapotranspirasi dapat dihitung dan diestimasi dengan berbagai metode atau dapat juga diukur secara langsung. Pengukuran evapotranspirasi secara langsung dilakukan dengan alat yang dinamakan lysimeter. Sedangkan, beberapa metode pendugaan yang dapat digunakan adalah metode Penman Monteith, metode Blaney-Cridle, metode Jensen-Haise, metode Hagereaves, metode Thorntwaite, metode Panci Evaporasi dan metode Radiasi (Hansen et al., 1992).

Metode pendugaan yang direkomendasikan oleh FAO adalah Penman Monteith, tetapi metode ini dikembangkan di negara Sub-tropis dan membutuhkan banyak unsur iklim dalam perhitungannya. Karena Indonesia merupakan negara Tropis dan di tiap-tiap daerah memiliki ciri iklim yang berbeda-beda, maka diperlukan adanya data lokal yang tepat untuk mengestimasi evapotranspirasi yang terjadi pada tanaman kedelai di daerah Lampung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan air tanaman kedelai dengan cara mengukur

evapotranspirasi tanaman kedelai varietas lokal secara langsung dengan menggunakan lysimeter.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menduga evapotranspirasi tanaman (ETc) kedelai varietas Tanggamus. 2. Menghitung nilai koefisien tanaman (Kc) varietas Tanggamus dengan metode

lysimeter.

3. Membandingkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai varietas Tanggamus pada lysimeter dan petak lapang.


(23)

4

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai koefisien tanaman (Kc) untuk menduga kebutuhan air pada tanaman kedelai, sehingga dapat menjadi dasar rekomendasi bagi penentuan jadwal tanam.

1.4 Kerangka Pemikiran

Tanaman kedelai merupakan tanaman daerah Sub-Tropis yang dapat beradaptasi baik di daerah Tropis. Kedelai dapat tumbuh dengan baik dengan kelembaban rata-rata 65%. Kedelai sebaiknya ditanam pada bulan-bulan yang agak kering, tetapi air tanah masih cukup tersedia untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2013).

Konsumsi air tanaman kedelai sangat bergantung terhadap iklim, pengelolaan tanah atau lahan, dan lamanya pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air tanaman dapat diartikan sebagai banyaknya air yang hilang dari lahan pertanaman setiap satuan luas dan satuan waktu, yang digunakan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (transpirasi) dan dievaporasikan dari permukaan tanah, sehingga pada prinsipnya kebutuhan air tanaman adalah evapotranspirasi (Jumin, 2008).

Mengetahui kebutuhan air merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

produktivitas tanaman kedelai di lahan kering melalui pengaturan pengairan yang baik. Kebutuhan air dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh


(24)

5

tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal (Asdak, 1995).

Secara definisi, ETo adalah evapotranspirasi dimana keadaan permukaan tertutup oleh rumput setinggi 8 – 15 cm, memiliki daun hijau yang secara sempurna menutup permukaan tanah, terbebas dari hama atau penyakit dan memiliki air yang berkecukupan sedangkan ETc adalah jumlah air yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi (Asdak,1995).

Jumlah air yang diperlukan setara dengan kebutuhan untuk evapotranspirasi tanaman (ETc). Untuk menghitung evapotranspirasi tanaman (ETc) dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya :

1. Dengan menduga ETo dari rumput hijau yang ditanam dalam lysimeter dengan tinggi yang seragam, bisa tumbuh aktif, secara lengkap menaungi permukaan tanah dan tidak kekurangan air (Hansen et. al., 1992 ), kemudian ETc didapat dengan mengalikan ETo dengan Kc.

2. Dengan mengukur evapotranspirasi tanaman (ETc) secara langsung dengan menggunakan lysimeter yang ditanami tanaman tertentu.

Metode lysimeter merupakan metode langsung yang digunakan untuk mengukur evapotranspirasi tanaman (ETc). Lysimeter atau tangki dibuat disesuaikan dengan keadaan alamiah (keadaan lingkungan sekitar) (Hansen et. al., 1992). Unsur yang diamati pada lysimeter adalah besarnya input dan output air yang berlangsung pada sebidang tanah yang bervegetasi. Lysimeter yang akan digunakan yaitu tipe drainase (drainage type).


(25)

6

Pada lysimeter, air masuk dan air keluar dapat dihitung, karena vegetasi dan tanah terkurung dalam lysimeter, air masuk dapat diketahui dengan mengukur curah hujan dan air yang ditambahkan (air siraman), sedangkan air yang keluar adalah air perkolasi (Asdak, 1995).

Sumber : www.llansadwrn-wk.co.uk

Gambar 1. Skema lysimeter

Nilai evapotranspirasi acuan (ETo) didapat dari evapotranspirasi yang terjadi pada rumput sedangkan evapotranspirasi tanaman (ETc) didapat dari metode lysimeter, sehingga dari nilai tersebut koefisien konsumtif tanaman (Kc) dapat dihitung. Koefisien konsumtif tanaman (Kc) dapat diartikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotaranspirasi tanaman dengan evaporasi acuan tanaman pada


(26)

7

kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Kc = ������………. (1) Keterangan :

Kc = koefisien konsumtif tanaman

ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari) ETo = evapotranspirasi acuan (mm/hari)

Manfaat dengan mengetahui nilai koefisien konsumtif tanaman (Kc) adalah dapat menduga kebutuhan air tanaman pada tempat yang tidak memiliki data iklim yang lengkap. Selain itu, digunakan untuk mengatur jadwal tanam kedelai di lahan kering (Manik, dkk., 2010).


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kedelai

Kedelai merupakan tanaman yang menghendaki tanah yang gembur dan kaya akan humas atau bahan organik agar dapat tumbuh dengan baik. Tanah berpasir dapat ditanami kedelai asal air dan unsur hara untuk pertumbuhannya cukup. Kedelai juga dapat tumbuh di tanah agak masam tetapi pH yang terlalu rendah akan menimbulkan keracunan bagi tanaman karena kelebihan Al dan Fe. pH tanah yang cocok berkisar antara 5,8 – 7 (Suprapto, 1999).

Karena Indonesia memiliki distribusi hujan yang berbeda-beda, maka waktu tanam kedelai perlu diperhatikan. Pedoman waktu tanam yang baik untuk kedelai disesuaikan dengan resiko yang paling kecil dan biaya pemeliharaan yang dapat ditekan. Penanaman yang dilakukan pada musim hujan akan merugikan

pertumbuhan karena serangan penyakit dan hambatan dalam pengolahan lepas panen.

Kedelai memiliki beberapa varietas unggul untuk tiap daerah. Berikut merupakan beberapa deskripsi kedelai yang tahan terhadap kekeringan.


(28)

9

Tabel 1. Deskripsi beberapa varietas kedelai

Keterangan Varietas Kaba Varietas Wilis Varietas Tanggamus

Tahun dilepas 22 Oktober 2001 21 Juli 1983 22 Oktober 2001 Hasil rata-rata 2,13 ton/ha 1,6 ton/ha 1,22 ton/ha Asal Silang ganda 16 Seleksi keturunan Hibrida

Warna hipokitil Ungu Ungu Ungu

Warna epikotil Hijau Hijau Hijau

Warna Bunga Ungu Ungu Ungu

Warna kulit Kuning Kuning Kuning

Warna polong Coklat Coklat tua Coklat

Warna hilum Coklat Coklat tua Coklat tua

Bentuk biji Lonjong Oval pipih Oval

Tipe tumbuh Determinit Determinit Determinit

Umur berbunga 35 hari ± 39 hari 35 hari

Umur panen 85 hari 85–90 hari 88 hari

Tinggi tanaman 64 cm ± 50 cm 67 cm

Bobot 100 biji 10,37 g ± 10 g 11,0 g

Ukuran biji Sedang Sedang

Kandungan protein 44,0% 37,0% 44,5%

Kandungan lemak 8,0% 18,0% 12,9%

Pengusul Muchlish A, dkk Sumarno, dkk. Muchlish Adie, dkk

Sumber : Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, 2004.

Di Lampung, kedelai pada tempat-tempat tertentu ditanam sampai tiga kali dalam setahun. Tanam pertama pada bulan September, pada permulaan musim hujan, tanam kedua pada bulan Februari-Maret dan tanam ketiga pada bulan Juni-Juli (Suprapto, 1999).

Fase pertumbuhan tanaman kedelai terdiri dari fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif dihitung sejak tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai


(29)

10

saat mulai berbunga. Perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon, sedangkan penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang berbentuk pada batang utama. Fase pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji (Adisarwanto, 2007). Tipe pertumbuhan tanaman kedelai ada dua macam yaitu tipe ujung batang melilit (indeterminate) dimana ujung batang tidak berakhir dengan rangkaian bunga dan tipe batang tegak (determinate) dimana ujung batang berakhir dengan rangkaian bunga (Andrianto dan Indarto, 2004).

Berikut merupakan deskripsi dari fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai.

Tabel 2. Penandaan fase pertumbuhan vegetatif kedelai

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan

VE Stadia pemunculan Kotiledon muncul ke permukaan tanah

VC Stadia kotiledon Daun unfoliolat berkembang, tepi daun tidak menyentuh tanah V1 Stadia buku pertama Daun terbuka penuh pada buku

unfoliolat

V2 Stadia buku kedua Daun trifoliolat terbuka penuh pada buku kedua di atas buku unfoliolat V3 Stadia buku ketiga Pada buku ketiga batang utama

terdapat daun yang terbuka penuh Vn Stadia buku ke-n Pada buku ke-n, batang utama telah

terdapat daun yang terbuka.


(30)

11

Tabel 3. Penandaan fase pertumbuhan reproduktif kedelai

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan

R1 Mulai berbunga Munculnya bunga pertama pada buku manapun pada batang utama

R2 Berbunga penuh Bunga terbuka penuh pada satu atau dua buku paling atas pada batang utama dengan daun yang telah terbuka penuh

R3 Mulai berpolong Polong telah terbentuk dengan panjang 0,5 cmpada salah satu buku batang utama

R4 Berpolong penuh Polong telah mempunyai panjang 2cm pada salah satu buku teratas pada batang utama

R5 Mulai pembentukan biji

Ukuran biji dalam polong mencapai 3mm pada salah satu buku batang utama

R6 Biji penuh Setiap polong pada batang utama telah berisi biji satu atau dua

R7 Mulai masak Salah satu warna polong pada batang utama telah berubah menjadi cokelat kekuningan atau warna masak R8 Masak penuh 95% jumlah polong telah mencapai

warna polong masak

Sumber : Adisarwanto, 2007.

2.2 Kebutuhan Air Tanaman

Konsumsi air tanaman kedelai sangat bergantung terhadap iklim, pengelolaan tanah atau lahan, dan lamanya pertumbuhan tanaman. Musim, waktu tanam, varietas kedelai, kerakteristik tanah, teknik bercocok tanam, dan ketersediaan air mempengaruhi kerapatan daun, koefisien tanaman, dan evapotranspirasi.


(31)

12

Kebutuhan air tanaman kedelai di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 640– 750 mm selama pertumbuhan kedelai, namun di daerah tropis curah hujan sebanyak 200 – 300 mm telah cukup guna pertumbuhan kedelai ( Fagi dan Tangkuman, 1985).

Menurut Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (2013) pengairan tanaman harus mencapai kapasitas lapang, terutama pada awal pertumbuhan vegetatif, pertumbuhan polong dan saat pengisian biji, sebab kekeringan pada saat-saat tersebut dapat mengakibatkan merosotnya produksi. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong.

Menurut hasil penelitian Oktaviani, dkk. (2013) rata-rata evapotranspirasi tanaman kedelai yang ditanam pada bulan Oktober 2011 – Januari 2012 pada tahap awal tumbuh, tahap perkembangan, tahap pertengahan dan tahap penuaan berturut-turut adalah 4.24 mm/hari; 4.80 mm/hari; 6.08 mm/hari; 5.51 mm/hari dan total ETc selama periode tumbuh tanam adalah 473.80 mm/hari dengan total curah hujan 317.2 mm sedangkan menurut hasil penelitian Manik, dkk. (2010) laju evapotranspirasi tanaman kedelai tertinggi adalah 20 mm/minggu atau 3 mm/hari.

Hidayat, dkk. (2006) mengatakan bahwa analisis neraca air dan penentuan waktu tanam ditentukan berdasarkan tingkat ketersediaan air tanah dasarian. Hal ini menunjukkan bahwa evapotranspirasi sangat diperlukan dalam analisis neraca air. Analisis neraca air dapat digunakan dalam penentuan jadwal tanam yang baik serta sebagai acuan dalam menentukan alternatif komoditas dan perkiraan awal waktu tanam pada lahan-lahan yang tidak memilki jaringan irigasi.


(32)

13

2.3 Koefisien Tanaman (Kc)

Musim dan tingkat pertumbuhan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya nilai Kc. Oleh sebab itu, erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo). Berikut merupakan nilai koefisien tanaman dari berbagai tanaman.

Tabel 4. Nilai koefisien konsumtif (Kc) pada beberapa tanaman

Crop Kc ini1 Kc mid Kc end

Maximum Crop Height

(h) (m)

Broccoli 0.7 1.05 0.95 0.3

Brussel sprout 0.7 1.05 0.95 0.4

Cabbage 0.7 1.05 0.95 0.4

Carrots 0.7 1.05 0.95 0.3

Cauliflower 0.7 1.05 0.95 0.4

Celery 0.7 1.05 1.00 0.6

Garlic 0.7 1.00 0.70 0.3

Lettuce 0.7 1.00 0.95 0.3

Spinach 0.7 1.00 0.95 0.3

Soy beans - 1.15 0.5 0.5 – 1.0

Sumber : Allen et al., 1998.

Berdasarkan pada hasil penelitian Oktaviani, dkk. (2013) nilai Kc berturut-turut untuk tanaman kedelai adalah sebesar 0.98; 1.12; 1.26; 1.10. Sedangkan menurut Manik, dkk. (2012) Kc tanaman kedelai adalah 0.36 pada V1, 0.42 pada fase V2, 0.76 pada fase V3, 0.68 pada fase R1, 1.10 pada fase R3, 0.78 pada fase R5 dan 0.21 pada fase R6.


(33)

14

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Bamber and Mc Glinchey (2003) terdapat perbedaan nilai ETc yang diperoleh dari penggunaan nilai Kc FAO untuk mengkonfirmasi nilai kebutuhan pada tanaman tebu. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian lokasi dan kondisi cuaca yang berbeda untuk menghitung nilai Kc.

Pada penelitian Consoli et. al. (2006) mengemukakan hal yang sama yaitu perbedaan nilai Kc yang didapatkan dengan nilai Kc yang disarankan oleh FAO untuk tanaman jeruk yang dihitung pada 4 kebun jeruk di California. Nilai Kc yang didapat lebih besar dibandingkan nilai Kc FAO 24 dan FAO 56.

2.4 Evapotranspirasi

Menurut Usman (2004) hasil analisis dari penelitian yang telah dilakukan pada 5 stasiun klimatologi di Provinsi Jawa Barat menghasilkan nilai yang beragam tentang pengaruh iklim pada metode pendugaan evapotranspirasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepekaan evapotranspirasi terhadap perubahan iklim sangat bervariasi menurut tempat dan waktu, terutama pada metode yang

memperlihatkan respon yang sangat besar terhadap suhu.

Berbeda dengan penelitian Mujiharjo (2002) yang mengatakan bahwa adanya hubungan linier yang relatif erat antara metode Blaney Cridle dan metode Penman, sedangkan tidak adanya hubungan antara metode Panci Evaporasi dan metode Penman jika dilihat dari ETp harian yang dalam perhitungannya

menggunakan menggunakan data di Stasiun Kuro Tidur, Bengkulu selama 16 tahun terakhir, mulai dari tahun 1985 sampai tahun 2000.


(34)

15

Ortega et.al. (2004) mengemukakan bahwa estimasi pendugaan evapotranspirasi yang didasarkan pada persamaan Penman Monteith cenderung lebih tinggi pada siang hari dan rendah pada malam hari. Hal ini disebabkan waktu siang yang lebih panjang dibandingkan waktu malam hari. Namun model Penman Monteith ini cukup baik digunakan untuk skala harian pada tanaman kedelai untuk semua musim tanam dan jenis kondisi atmosfer.

Penelitian lain di Marathwada, India membandingkan metode Panci Evaporasi dengan metode Penman-Monteith dalam menghitung ETo, metode Panci Evaporasi adalah yang paling cocok untuk wilayah semi-arid (Gundekar et.al., 2007). Sedangkan Singandhupe and Sethi (2005) mengatakan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dari enam metode pendugaan evapotranspirasi yang digunakan, metode Hagrevess adalah yang paling cocok dibandingkan dengan metode Penman-Monteith, metode Penman modifikasi, metode Radiasi, metode Panci Evaporasi dan metode Blaney Criddle. Namun jika dibandingkan dengan pengukuran langsung dengan menggunakan lysimeter lebih cocok untuk tanaman gandum di lingkungan semi-arid di Rahuri, India. Hasil penelitian lain memberikan alternatif untuk stasiun yang tidak memiliki lysimeter dapat

menggunakan metode Panci Evaporasi dengan mempertimbangkan iklim yang tersedia (Runtunuwu, dkk., 2008).

Lain halnya dengan Parisi et.al. (2009) yang melakukan penelitian di sebuah peternakan di Milano University yang terletak di Carnedo, Italy. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa adanya kedekatan nilai perhitungan


(35)

16

adanya persamaan data yang diambil dengan menggunakan lysimeter dan data iklim harian yang didapat dari stasiun meterologi.

Sedangkan Manik, dkk. (2012) dalam papernya mengungkapkan bahwa pendugaan laju evapotranspirasi yang dihitung dari data klimatologi pada dua stasiun yang ada di Lampung yaitu stasiun Branti dan stasiun Klimatologi Masgar tidak menghasilkan pendekatan yang erat dengan perhitungan laju

evapotranspirasi dari panci evaporasi. Hal ini diduga karena pengamatan penurunan muka air pada panci evaporasi kurang teliti. Karena model Penman Monteith direkomendasikan oleh FAO, maka model ini tetap dianjurkan untuk menduga kebutuhan air tanaman pada tempat-tempat yang tidak memiliki laju evaporasi. Namun, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pendekatan yang tepat untuk menduga laju evaporasi sehingga perencanaan irigasi dan pengaturan jadwal tanam akan lebih tepat.


(36)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dua bangunan lysimeter untuk mengukur evapotranspirasi tanaman (ETc) dan

yang satu petak ditanami rumput sebagai evapotranspirasi standar (potensial) dengan ukuran 2 x 3 meter. Selain itu, kedelai juga ditanam di sekeliling lysimeter (petak lapang).

2. Ombrometer di stasiun pengamat iklim Laboratorium Lapangan Terpadu. 3. Varietas kedelai yang digunakan yaitu Tanggamus.


(37)

18

3.3 Pelaksanaaan Penelitian

Gambar 1. Diagram alir penelitian Persiapan Bahan dan Lahan

Data pertumbuhan dan perkembangan tanaman Data curah hujan pada

Ombrometer

Penanaman Pengumpulan Data

Pembuatan draft laporan Data air siraman dan air perkolasi

pada lysimeter

Analisis Data MULAI


(38)

19

3.3.1 Analisis Sifat Fisik Tanah

Adapun analisis sifat fisik tanah meliputi :

 Tekstur Tanah

 Kapasitas Lapang

 Titik Layu Permanen Tabel 1. Sifat fisik tanah

Uraian Keterangan

Tekstur Tanah Liat

Kerapatan isi (g/cm3) 1,41

Kapasitas Lapang (% volume) 39,1

Titik Kritis (% volume) 30,7

Titik Layu Permanen (% volume) 22,3

Sumber : Balai Penelitian Tanah, Bogor,2013.

3.3.2 Persiapan Lahan

a. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul. Pengolahan tanah dilakukan sampai kedalam 15 – 20 cm.

b. Pembuatan Alur Tanam

Tanah yang telah digemburkan, dibuat alur dengan jarak tanam 20 x 40 cm. Jumlah tanaman dalam tiap lysimeter adalah 54 tanaman.


(39)

20

Gambar 2. Model lahan tanaman kedelai pada lysimeter c. Penanaman Benih

Benih kedelai yang akan digunakan sebelum ditanam direndam dalam air selama 10 menit dengan tujuan untuk merangsang percepatan pertumbuhan kotiledon. Setelah itu, dipilih benih yang tenggelam. Benih kedelai ditanam antara 2-3 cm dalam tanah. Benih yang ditanam pada tiap lubang sebanyak 2 buah, setelah benih berumur 2 minggu, dilakukan penjarangan menjadi satu tanaman dalam tiap lubang.

40 cm

20 cm

2 m


(40)

21

3.3.3 Pemeliharaan Tanaman

a. Pemberian Pupuk

Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, KCl, dan NPK dengan dosis KCl 50 kg – 100 kg/ha, dan Urea 50 kg/ha. NPK 75 kg – 200 kg/ha, atau setara dengan 30-60 g/lysimeter, Urea 30 g/lysimeter, dan NPK 45-120 g/lysimeter. Pupuk diberikan setelah pengolahan tanah dilakukan atau sebelum penanaman benih. Pupuk diberikan dengan cara disebar secara merata keseluruh bagian tanah dalam lysimeter.

b. Pemberantasan Gulma

Penyiangan dilakukan saat gulma tumbuh disekitar tanaman. Pemberian

insektisida juga dilakukan disesuaikan dengan keperluan, yaitu menurut intensitas serangan atau populasi hama. Penyemprotan insektisida pada tanaman dilakukan apabila terdapat tanda-tanda terserang penyakit sehingga tanaman bebas dari serangan hama dan dapat berkembang dengan baik.

3.3.4 Pengambilan Data

a. Data ETc dengan Menggunakan Lysimeter

 Mengukur Curah Hujan

Data curah hujan didapat dari stasiun pengamat iklim Laboratorium Lapangan Terpadu menggunakan alat yang bernama Ombrometer. Curah hujan diukur setiap pagi hari. Data yang didapat merupakan data curah hujan hari


(41)

22

 Mengukur Pemberian Air Irigasi

Irigasi diberikan setiap pagi hari sesuai jumlah air yang dibutuhkan dalam tiap lysimeter. Volume irigasi yang dihasilkan, dihitung sesuai tinggi irigasi (mm) dengan rumus :

I(mm) = � (dm 3)... (3) Keterangan :

I (mm) = irigasi (mm)

i (dm3) = air irigasi yang ditambahkan (dm3) A = luas permukaan yang diirigasi (dm2)

 Mengukur air perkolasi

Air perkolasi dihitung dari jumlah air yang tertampung dalam wadah. Air yang tertampung dalam wadah diamati dan dihitung setiap pagi hari. Air yang tertampung akan diukur dengan menggunakan gelas ukur, sehingga dapat dihitung berapa banyak air perkolasinya dengan satuan mm.

 Mengukur Kadar Air Tanah

Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan cara gravimetrik. Pengukuran kadar air tanah dilakukan pada setiap awal dan fase pertumbuhan. Pada metode ini kandungan air dalam tanah (kelengasan tanah) dinyatakan dalam persen berat air (dalam tanah tersebut) terhadap berat tanah kering (kering oven, 100-110oC). Adapun tahap-tahap yang dilakukan yaitu mengambil tiga sampel tanah pada tiap lysimeter, lalu dioven selama 1 x 24 jam lalu timbang (berat kering). Rumus yang digunakan yaitu :

% KA = − �


(42)

23

Keterangan : KA = Kadar Air

BB = Berat Basah (gram) BK = Berat Kering (gram) b. Data Tanaman

 Parameter tanaman dilakukan dengan pengukuran pada 5 sample tanaman pada ysimeter dan petak lapang.

 Tinggi Tanaman (cm), diukur mulai dari pangkal batang pada permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi (titik tumbuh) dan dilakukan 1 minggu sekali.

 Jumlah daun per tanaman (helai) dan dilakukan 1 minggu sekali selama fase vegetatif.

 Indeks luas daun (cm2) diukur sesuai dengan jumlah tanaman, tiap daun dalam tiap tanaman dicari luasnya, lalu dijumlahkan, setelah itu dibagi jumlah daun pada tanaman tersebut.

 Jumlah polong (buah), yaitu dihitung mulai dari keluarnya polong pertama pada fase generatif sampai panen.

 Berat berangkasan atas (gram), berat berangkasan bawah (gram) serta jumlah biji (biji) dihitung pada saat panen.

 Berat kering biji (gram) dihitung pada saat panen.

3.4 Analisis Data

Data perhitungan dan pengamatan yang diperoleh akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk table dan grafik.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Total kebutuhan air tanaman kedelai (ETc) untuk varietas Tanggamus adalah

490.02 mm air dengan total ETc per-fase berturut-turut adalah 80.3 ; 72.2; 234.5 dan 102.5.

2. Nilai koefisien tanaman kedelai (Kc) untuk varietas Tanggamus pada fase pertumbuhan awal, vegetatif aktif, pembuahan atau pengisian polong dan kematangan biji berturut-turut adalah 0.48; 0.69; 0.9; 0.78.

3. Kc FAO yang dibandingkan dengan Kc yang didapat dari lysimeter memiliki nilai yang lebih rendah pada fase pertumbuhan awal, hampir sama pada fase namun lebih tinggi pada fase pembuahan dan mendekati pada stadia akhir pertumbuhan (kematangan biji). Hal tersebut menunjukkan kedelai lokal membutuhkan lebih banyak air di awal pertumbuhan dibandingkan yang diprediksi FAO.

4. Tanaman di dalam lysimeter tumbuh lebih baik jika dibandingkan dengan petak lapang. Ini membuktikan bahwa tanaman kedelai tetap lebih baik jika kebutuhan air tersedia.


(44)

43

5.2 Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan varietas yang berbeda serta waktu penelitian pada bulan yang berbeda dan pada tempat yang berbeda untuk membandingkan nilai evapotranspirasi tanaman dan nilai koefisien tanamannya agar lebih akurat.


(45)

44

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2007. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Swadaya. Jakarta. 170 hlm.

Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998.Crop Evapotranspiration: Guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and Drainage Paper 56, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, 300 p.

Andrianto, T.T dan N.Indarto, N. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Absolut. Yogyakarta. 134 hlm.

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013.http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 9 September 2013.

Balai Penelitian Tanah. 2013. Hasil Analisis Contoh Fisika Tanah. Laboratorium Ilmu Tanah. Bogor.

Bamber, N.G.I dan M.G., Mc.Glinchey. 2003. Crop Coeffiicients and water-use Estimates For Sugarcane Based on Long-term Bowen Ratio Energy Balance Measurements. Field Crops Research. 83:125-138.

Consoli, S, N. O’Conell, dan R. Snyder. 2006. Estimation of Evapotranspiration of Different-Sized Navel-Orage Tree Orchards Using Energy Balance. Journal of Irrigation and Drainage Engineering. 1(2):132.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2004. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi kedelai.

Fagi, A.M dan F.Tangkuman. 1985. Pengolahan Air untuk Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Sukamandi. 119 hlm.


(46)

45 Gundekar, H.G, U.M Khodke, dan S. Sarkar. 2008. Evaluation of Pan Coefficient

for Reference Crop Evapotranspiration For Semi-arid Region. Irrig Sci 26 :169-175.

Hansen, V.E, O.W. Israelsen, O.W.Israelsen, G.E.Stringham diterjemahkan oleh E.P.Tachyan, dan Soetjipto. 1992. Dasar – dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta. 407 hlm

Hidayat, T, Y. Koesmaryono, dan A. Pramudia. 2006. Analisis Neraca Air Dalam Penentuan Potensi Musim Tanam Tanaman Pangan di Provinsi Banten. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Jurnal

Floratek. 2:55-62.

Jumin, H.S. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT. Grafindo Persaja. Jakarta. 78 hlm. Islami, T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP :

Semarang Press. Semarang. 242 hlm.

Linsley, R.K. dan J.B. Franzini. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta. 107 hlm.

Manik, T. K., R. B. Rosadi, A. Karyanto, dan A. I. Pratya. 2010. Pendugaan Koefisien Tanaman untuk Menghitung Kebutuhan Air dan Mengatur Jadual Tanam Kedelai di Lahan Kering. Jurnal Agrotropika. 15(2):78-84.

Manik, T. K., R. B. Rosadi, dan A. Karyanto. 2012. Evaluasi Metode Penman-Monteith dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ETo)di Dataran Rendah Propinsi Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian. 26(2):121-128.

Mujiharjo, S. 2002. Perbandingan Keeratan danBentuk Hubungan

Evapotranspirasi Potensial(ETp) Harian Dengan ETp Bulanan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 4(1):42-48.

Oktaviani, S. Triyono, dan N. Haryono. 2013. Analisi Neraca Air Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr.) pada Lahan Kering. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 2(1):7-16.

Ortega-Farias, S, A. Olioso, R. Atntonioletti, dan N. Brisson. 2004. Evaluation of the Penman-Monteith Model for Estimating Soybean Evapotranspiration. Irrig Sci 23:1-9.

Parisi, S, L.Mariani, G.Cola dan T.Maggiore.2009. Miny-Lysimeter

Evapotrannspiration Measurements On Suburba Environment. Italian Journal of Agrometeorology. (3):13-16.


(47)

46 Perkins, D. 2006. Use And Construction A Lysimeter To Measure

Evapotranspiration. http:/www.llansadwrn-wx.co.uk/evap/lysim.html. Diakses tanggal 10 Oktober 2013.

Runtunuwu, E., H. Syahbudin dan A. Pramudia. 2008. Validasi Model Pendugaan Evapotranspirasi:Upaya Melengkapi Sistem Database Iklim Nasional. Jurnal Tanah dan Iklim 27. 9(2):165-171.

Sanjaya, P. 2014. Penentuan Model Pendugaan dan Pengukuran Langsung ETo

dan Kc Untuk Penentuan Jadwal Tanam Tanaman Kedelai. Tesis. Jurusan

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Singandhupe, R.B dan R.R Sethi. 2005. Estimation of Reference

Evapotranspiration and Crop Coefficient in Wheat Under Semi-Arid Environment in India. Archieves of Agronomy and Soil Science. 51(6):619-631.

Suprapto, Hs. 1999. Bertanam Kedelai. Jakarta. Swadaya. 80 hlm.

Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa MetodePendugaan Evapotranspirasi Potensial Terhadap Perubahan Iklim. Jurnal Natur Indonesia. 6(2): 91-98.


(1)

Keterangan : KA = Kadar Air

BB = Berat Basah (gram) BK = Berat Kering (gram)

b. Data Tanaman

 Parameter tanaman dilakukan dengan pengukuran pada 5 sample tanaman pada ysimeter dan petak lapang.

 Tinggi Tanaman (cm), diukur mulai dari pangkal batang pada permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi (titik tumbuh) dan dilakukan 1 minggu sekali.

 Jumlah daun per tanaman (helai) dan dilakukan 1 minggu sekali selama fase vegetatif.

 Indeks luas daun (cm2) diukur sesuai dengan jumlah tanaman, tiap daun dalam tiap tanaman dicari luasnya, lalu dijumlahkan, setelah itu dibagi jumlah daun pada tanaman tersebut.

 Jumlah polong (buah), yaitu dihitung mulai dari keluarnya polong pertama pada fase generatif sampai panen.

 Berat berangkasan atas (gram), berat berangkasan bawah (gram) serta jumlah biji (biji) dihitung pada saat panen.

 Berat kering biji (gram) dihitung pada saat panen.

3.4 Analisis Data

Data perhitungan dan pengamatan yang diperoleh akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk table dan grafik.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Total kebutuhan air tanaman kedelai (ETc) untuk varietas Tanggamus adalah

490.02 mm air dengan total ETc per-fase berturut-turut adalah 80.3 ; 72.2; 234.5 dan 102.5.

2. Nilai koefisien tanaman kedelai (Kc) untuk varietas Tanggamus pada fase pertumbuhan awal, vegetatif aktif, pembuahan atau pengisian polong dan kematangan biji berturut-turut adalah 0.48; 0.69; 0.9; 0.78.

3. Kc FAO yang dibandingkan dengan Kc yang didapat dari lysimeter memiliki nilai yang lebih rendah pada fase pertumbuhan awal, hampir sama pada fase namun lebih tinggi pada fase pembuahan dan mendekati pada stadia akhir pertumbuhan (kematangan biji). Hal tersebut menunjukkan kedelai lokal membutuhkan lebih banyak air di awal pertumbuhan dibandingkan yang diprediksi FAO.

4. Tanaman di dalam lysimeter tumbuh lebih baik jika dibandingkan dengan petak lapang. Ini membuktikan bahwa tanaman kedelai tetap lebih baik jika kebutuhan air tersedia.


(3)

5.2 Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan varietas yang berbeda serta waktu penelitian pada bulan yang berbeda dan pada tempat yang berbeda untuk membandingkan nilai evapotranspirasi tanaman dan nilai koefisien tanamannya agar lebih akurat.


(4)

44

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2007. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Swadaya. Jakarta. 170 hlm.

Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998.Crop Evapotranspiration: Guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and Drainage Paper 56, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, 300 p.

Andrianto, T.T dan N.Indarto, N. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Absolut. Yogyakarta. 134 hlm.

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013.http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 9 September 2013.

Balai Penelitian Tanah. 2013. Hasil Analisis Contoh Fisika Tanah. Laboratorium Ilmu Tanah. Bogor.

Bamber, N.G.I dan M.G., Mc.Glinchey. 2003. Crop Coeffiicients and water-use Estimates For Sugarcane Based on Long-term Bowen Ratio Energy Balance Measurements. Field Crops Research. 83:125-138.

Consoli, S, N. O’Conell, dan R. Snyder. 2006. Estimation of Evapotranspiration

of Different-Sized Navel-Orage Tree Orchards Using Energy Balance. Journal of Irrigation and Drainage Engineering. 1(2):132.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2004. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi kedelai.

Fagi, A.M dan F.Tangkuman. 1985. Pengolahan Air untuk Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Sukamandi. 119 hlm.


(5)

45

Gundekar, H.G, U.M Khodke, dan S. Sarkar. 2008. Evaluation of Pan Coefficient for Reference Crop Evapotranspiration For Semi-arid Region. Irrig Sci 26 :169-175.

Hansen, V.E, O.W. Israelsen, O.W.Israelsen, G.E.Stringham diterjemahkan oleh E.P.Tachyan, dan Soetjipto. 1992. Dasar – dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta. 407 hlm

Hidayat, T, Y. Koesmaryono, dan A. Pramudia. 2006. Analisis Neraca Air Dalam Penentuan Potensi Musim Tanam Tanaman Pangan di Provinsi Banten. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Jurnal

Floratek. 2:55-62.

Jumin, H.S. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT. Grafindo Persaja. Jakarta. 78 hlm. Islami, T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP :

Semarang Press. Semarang. 242 hlm.

Linsley, R.K. dan J.B. Franzini. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta. 107 hlm.

Manik, T. K., R. B. Rosadi, A. Karyanto, dan A. I. Pratya. 2010. Pendugaan Koefisien Tanaman untuk Menghitung Kebutuhan Air dan Mengatur Jadual Tanam Kedelai di Lahan Kering. Jurnal Agrotropika. 15(2):78-84.

Manik, T. K., R. B. Rosadi, dan A. Karyanto. 2012. Evaluasi Metode Penman-Monteith dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ETo)di Dataran Rendah Propinsi Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian. 26(2):121-128.

Mujiharjo, S. 2002. Perbandingan Keeratan danBentuk Hubungan

Evapotranspirasi Potensial(ETp) Harian Dengan ETp Bulanan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 4(1):42-48.

Oktaviani, S. Triyono, dan N. Haryono. 2013. Analisi Neraca Air Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L] Merr.) pada Lahan Kering. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 2(1):7-16.

Ortega-Farias, S, A. Olioso, R. Atntonioletti, dan N. Brisson. 2004. Evaluation of the Penman-Monteith Model for Estimating Soybean Evapotranspiration. Irrig Sci 23:1-9.

Parisi, S, L.Mariani, G.Cola dan T.Maggiore.2009. Miny-Lysimeter

Evapotrannspiration Measurements On Suburba Environment. Italian Journal of Agrometeorology. (3):13-16.


(6)

46

Perkins, D. 2006. Use And Construction A Lysimeter To Measure

Evapotranspiration. http:/www.llansadwrn-wx.co.uk/evap/lysim.html. Diakses tanggal 10 Oktober 2013.

Runtunuwu, E., H. Syahbudin dan A. Pramudia. 2008. Validasi Model Pendugaan Evapotranspirasi:Upaya Melengkapi Sistem Database Iklim Nasional. Jurnal Tanah dan Iklim 27. 9(2):165-171.

Sanjaya, P. 2014. Penentuan Model Pendugaan dan Pengukuran Langsung ETo dan Kc Untuk Penentuan Jadwal Tanam Tanaman Kedelai. Tesis. Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Singandhupe, R.B dan R.R Sethi. 2005. Estimation of Reference

Evapotranspiration and Crop Coefficient in Wheat Under Semi-Arid Environment in India. Archieves of Agronomy and Soil Science. 51(6):619-631.

Suprapto, Hs. 1999. Bertanam Kedelai. Jakarta. Swadaya. 80 hlm.

Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa MetodePendugaan Evapotranspirasi Potensial Terhadap Perubahan Iklim. Jurnal Natur Indonesia. 6(2): 91-98.