18 i.
Mencari sebab-sebab dalam diri sendiri ketika tidak menyukai seseorang. j.
Mencoba mencari sebanyak mungkin keterangan tentang seseorang sebelum melakukan penilaian terhadap orang itu. Jika kita mengetahui
mengapa seseorang mempunyai tingkah laku tertentu, maka kita akan dapat menilainya dengan lebih tepat dan bagaimanana sikap kita
terhadapnya akan menjadi lebih sesuai. k.
Mengingat setiap orang dipengaruhi oleh perasaan dan perilakunya. Berdasarkan
uraian tentang
upaya menumbuhkan
dan mengembangkan empati yang dikemukakan oleh Eisenberg 2002 pada
intinya harus dapat memahami perasaan orang lain dalam keadaan senang maupun sedih.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Empati
Menurut baumrind dalam Edwards, 2002 faktor yang mempengaruhi pola asuh salah satunya adalah pola asuh orangtua, pola
asuh orangtua dijelaskan dalam empat tipe pola asuh, antara lain : Pola Asuh orangtua
Pola asuh authoritatif adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.
Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua tipe ini juga
bersikap realistik terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orangtua tipe ini juga
19 memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Dampak pola asuh authoritatif akan menghasilkan karakteristik
anak - anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi permasalahan, mempunyai minat
terhadap hal-hal baru serta koperatif dan peduli terhadap orang lain serta mempunyai komunikasi yang efektif, empati terhadap sesama yang tinggi,
penerimaan sosial terhadap anak dan menumbuh kembangkan rasa percaya diri pada anak.
Berikutnya pola asuh otoriter, pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-
ancaman. Orangtua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Orangtua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam
komunikasi dan biasanya hanya bersifat satu arah. Dampak pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak
yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma, kurang
peduli dengan
lingkungan sekitar,
berkepribadian lemah, dan menarik diri dari lingkungan sosialnya sehingga anak dengan pola asuh otoriter kemampuan berempati terhadap
sesama kurang. Selanjutnya pola asuh permisif, pola asuh ini memberikan
pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orangtua
20 cenderung tidak menegur atau memperingatkan apabila anak sedang
berada dalam situasi yang salah, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orangtua tipe ini biasanya bersifat hangat,
sehingga seringkali disukai oleh anak. Dampak pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-
anak yang agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, kurang matang secara social dan kurang
menghargai orang lain. Hal itulah yang membuat anak cenderung sulit berempati terhadap orang lain.
Dari pola asuh authoritatif, otoriter, dan permisif, yang paling baik untuk mengajarkan dan menumbuhkan empati pada anak adalah tipe pola
asuh demokratis. Eisenberg
2002 menambahkanbeberapa
faktor yang
mempengaruhi proses perkembangan empati pada diri seseorang yaitu : A.
Kebutuhan Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi akan
mempunyai tingkat empati dan nilai prososial yang rendah, sedangkan individu yang memiliki kebutuhan afiliasi yang rendah akan mempunyai
tingkat empati yang tinggi. B.
Jenis Kelamin Perempuan mempunyai tingkat empati yang lebih tinggi daripada
laki-laki. Persepsi ini didasarkan ada kepercayaan bahwa perempuan lebih
nurturance
bersifat memelihara dan lebih berorientasi interpersonal
21 dibandingkan laki-laki. Untuk respon empati, mendapatkan hasil bahwa
anak perempuan lebih empatik dalam merespon secara verbal keadaan distress orang lain. Empati adalah merupakan ciri khas dari wanita yang
lebih peka terhadap emosi orang lain dan bisa lebih mengungkapkan emosinya dibandingkan laki-laki Koestner, 1990.
Kemampuan berempati akan semakin bertambah dengan
meningkatnya usia. Selanjutnya Koestner 1990 menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang semakin baik kemampuan empatinya
dikarenakan bertambahnya pemahaman perspektif. C.
Derajat Kematangan Psikis Empati juga dipengaruhi oleh derajat kematangan. Yang dimaksud
dengan derajat kematangan dalam hal ini adalah besarnya kemampuan seseorang dalam memandang, menempatkan diri pada perasaan orang lain
serta melihat kenyataan dengan empati secara proporsional
.
Derajat kematangan seseorang akan sangat mempengaruhi kemampuan empatinya
terhadap orang lain. Seseorang dengan derajat kematangan yang baik akan mampu untuk menampilkan empati yang tinggi pula.
D. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses melatih kepekaan diri terhadap rangsangan sosial yang berhubungan dengan empati dan sesuai dengan
norma, nilai atau harapan sosial. Sosialisasi memungkinkan seseorang
22 dapat mengalami empati artinya mengarahkan seseorang untuk melihat
keadaan orang lain dan berpikir tentang orang lain. Sosialisasi menjadi dasar penting dalam berempati karena dapat
melahirkan sikap empati pada anak, kepekaan sosial juga berpengaruh pada perkembangan empati anak terhadap lingkungan.
2.2 Pola Asuh Orangtua