56
5.1 “KIBAR AKBAR TERBESAR DI LASEM DAN TIONGKOK KECIL
DI PULAU JAWA” a.
Struktur Makro
Struktur makro meliputi elemen tematik atau topik. Topik menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari
komunikator ketika melihat atau memandang peristiwa sehingga
peristiwa tersebut dimunculkan dengan judul “Kibar Akbar Terbesar di Lasem dan Tiongkok kecil di Pulau Jawa”.
Gagasan Van Dijk ini didasarkan pada pandangan ketika komunikator meliput suatu peristiwa
dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mentalpikiran tertentu. Kognisi atau mental ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang
dimunculkan dalam berita. Karena topik disini dipahami sebagai mental atau kognisi dari komunikator, tidak mengherankan jika semua elemen
dalam berita mengacu dan mendukung topik dalam berita. Eriyanto 2001: 235
Penggunaan kata ‘kibar’ memberikan satu asumsi pada suatu perayaan yang memiliki eksistensi yang diakui bahkan menjadi
pusat, seperti pada saat bagaimana kondisi Indonesia yang dijajah dan bagaimana
pahlawan dengan
semangat juang
berperang dan
‘mengibarkan’ bendera
merah putih
sebagai lambang
untuk memperjuangkan adanya pengakuan atas eksistensi negara Indonesia,
sehingga penggunaan kata ‘kibar’ meliputi makna ‘keberadaan’, ‘eksistensi’, ‘pengakuan’. Sedangkan kata ‘akbar’ memiliki makna
‘besar’, ‘penting’. Penggunaan kata ‘terbesar’ dimaknai bahwa perayaan besar ini ‘paling besar’, ‘paling meriah’, ‘paling megah’ yang pernah ada
di kota Lasem. Sedangkan penggunaan kata ‘Tiongkok kecil di Pulau Jawa’
mengenai kota Lasem, memberikan satu gambaran bahwa Lasem
57 memiliki budaya Tionghoa yang sangat kental dan yang menjadi ciri
khas dari kota ini. Sedikit menilik sejarah dari kota Lasem, ternyata Lasem memiliki sejarah yang sangat penting karena kedatangan etnis
Tionghoa di Indonesia di awali dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho yang berasal dari Tiongkok sebagai penyebar agama Islam di Indonesia,
mendarat pertama kali di kota Lasem pada Tahun 1413. Salah satu anggota dari rombongan Laksamana Cheng Ho yaitu
Bi Nang Un ingin tinggal di Lasem untuk menyebarkan Agama Islam diantara penduduk
asli, yang kemudian disusul dengan kedatangan etnis Tionghoa lainnya.
1
Sejarah ini menjadi suatu dasar mengapa masyarakat Lasem dapat hidup secara rukun dengan etnis Tionghoa tanpa adanya kesenjangan dan
perbedaan agama dan etnis, hal ini dikarenakan Cheng Ho yang seorang Tionghoa merupakan tokoh penting bagi masyarakat Lasem yang
mayoritas memeluk agama Islam, sehingga eksistensi dan keberadaan budaya dan agama Tionghoa dapat berkembang di tengah masyarakat
Lasem dan menjadi bagian dari kota Lasem tanpa menimbulkan konflik. Peristiwa pada kondisi masyarakat Lasem yang begitu harmonis
merupakan realita pengecualian dibandingkan kelaziman, yang dijelaskan oleh Coppel 1994 bahwa hal ini dikarenakan peranan kolonial Belanda
yang dengan giat menghalang-halangi penyeberangan perbatasan etnis. Tidak ada prosedur yang dilembagakan yang memungkinkan seorang
penduduk Tionghoa dapat melepaskan diri dari golongan menengah Timur Asing dan menjadi warga penduduk pribumi, tapi hal ini
merupakan pengecualian bagi masyarakat Lasem dikarenakan hubungan antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Lasem telah terjalin dengan
baik dan telah bersatu sebelum kedatangan Belanda pada Tahun 1596. Dari sejarah mengenai kota Lasem dan makna dari topik dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan etnis Tionghoa sangat diakui keberadaannya bahkan dianggap penting bagi kota Lasem dikarenakan
1
Toer, Pramoedya Ananta 1996, Arus Balik, Hasta Mitra, Jakarta.
58 etnis Tionghoa sudah dianggap menjadi bagian dari masyarakat Lasem
sehingga membuktikan segala bentuk prasangka dan stereotipe yang muncul pada etnis Tionghoa dan masyarakat Indonesia sebenarnya tidak
terlepas dari sejarah. Sejarah yang baik akan membawa hubungan yang baik begitu juga sebaliknya sejarah yang buruk akan membawa hubungan
yang buruk yang dimana hubungan yang buruk dengan munculnya stereotipe dan prasangka tidak terlepas dari sejarah wacana yang
dibentuk oleh penguasa. Beranjak dari pemahaman ini, dapat diketahui pemilihan Kota
Lasem oleh Metro Xin Wen merupakan upaya pengkonstruksian wacana yang dibangun oleh Metro TV atas keberadaan etnis Tionghoa di
Indonesia. Topik merupakan hal penting penanda keberpihakan media terhadap kelompok tertentu. Dengan kata lain, pemilihan topik tentang
masyarakat Lasem dengan sudut pandang tertentu akan menunjukkan kepentingan media atas kelompok tersebut. Metro TV melalui Metro Xin
Wen tampaknya memiliki agenda dalam pemilihan topik tentang Lasem. Bukan tema tentang bagaimana konflik latent yang terbangun di
masyarakat Indonesia tentang keberadaan masyarakat Tionghoa, yang bisa saja konstruksi media akan menyudutkan kelompok minoritas
tersebut. Namun justru sebaliknya, dipilihlah topik mengenai kota Lasem yang dikenal dengan keharmonisan interaksi antar etnis.
Interaksi yang harmonis dibuktikan dengan adanya asimilasi pada batik Lasem dan perayaan kibar akbar, sehingga wacana yang diangkat
oleh Metro Xin Wen mengenai kota Lasem bermaksud untuk memberikan kesadaran bagi seluruh khalayak bahwa permasalahan serta
konflik yang berkepanjangan mengenai etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia sampai pada konteks kekinian sangat berkaitan erat
dengan wacana penguasa pada masa lampau, sehingga upaya pengkonstruksian wacana ini dapat memberikan satu perenungan dan
kesadaran bagi kedua pihak untuk bisa menghilangkan seluruh stereotipe
59 dan prasangka buruk hasil dari wacana masa lampau untuk bisa
menciptakan kehidupan pluralisme yang harmonis untuk kemajuan bangsa dan negara.
b. Super Struktur