Penentuan Harga Pokok Produksi Usaha Penggemukan Sapi (Studi Kasus Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah)

(1)

(Studi Kasus Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah)

Oleh Amalia Karina

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui; (1) harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar dengan menggunakan metode full costing, (2) harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar dengan menggunakan metode variable costing, (3) pendapatan usaha penggemukan sapi milik Kastamar, serta (4) harga pokok penjualan daging sapi pada jagal. Penelitian dilaksanakan dengan metode studi kasus pada usaha penggemukan sapi milik Kastamar, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa populasi ternak sapi di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah merupakan populasi sapi terbanyak di Provinsi Lampung, dan di lokasi penelitian tersebut belum melakukan perhitungan harga pokok produksi. Metode analisis data yang digunakan adalah metode harga pokok produksi full costing, dan metode harga pokok produksi variable costing. Hasil penelitian menunjukkan: (1) harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar menggunakan metode full costing pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 40.369/kg, Rp 40.082/kg, dan Rp 41.854/kg, (2) harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar menggunakan metode variable costing pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 38.115/kg, Rp 37.946/kg, dan Rp 39.481/kg, (3) pendapatan usaha penggemukan sapi milik Kastamar pada periode I, II, III adalah Rp 43.795.082, Rp 52.404.082, dan Rp 41.866.082, (4) harga pokok penjualan pemotongan sapi pada jagal pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 112.182/kg, Rp 111.632/kg, dan Rp 112.724/kg.

Kata Kunci: full costing, harga pokok produksi, harga pokok penjualan, penggemukan sapi, variable costing


(2)

By Amalia Karina

ABSTRACT

This research aims to find out; (1) cost of goods production business of fattening cattle belonging to Kastamar by using the full costing methods, (2) cost of goods production of fattening cattle belonging to the Kastamar effort by use of variable costing methods, (3) revenues fattening cattle belonging to the Kastamar, and (4) the cost of goods sold beef on butcher. The research was carried out with the method of case study on fattening cattle Kastamar, Terbanggi Besar sub district, Lampung Tengah district. Location determination research done deliberately (purposive) with the consideration that the population of cattle in Terbanggi Besar sub district, Central Lampung district was the largest cattle population in the province of Lampung, and in the location of such research has not made any calculation of the cost of goods production. Methods of data analysis methods used were cost of goods production of full costing methods, and cost of goods production of variable costing methods. The results showed: (1) the cost production of fattening cattle owned Kastamar using full costing method in period I, II, and III was Rp 40.369/kg, Rp 40.082/kg, and Rp 41.854/kg, (2) the cost production of fattening cattle owned Kastamar using variable costing method in

period I, II, and III was Rp 38.115/kg, Rp 37.946/kg, and Rp 39.481/kg, (3) income Kastamar fattening cattle belonging to the period I, II , III was Rp

43.795.082, Rp 52.404,082, and Rp 41.866.082, (4) cost of goods sold at a slaughterhouse cattle slaughtering in the period I, II, and III was Rp 112.182/kg, Rp 111.632/kg, and Rp 112.724/kg.

Key words: beef cattle, cost of goods sold, cost of productions, full costing, variable costing


(3)

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI

(Studi Kasus Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah)

Oleh

Amalia Karina

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

Nama lvlahasiswa :

{nelta

(gntnc

Nomor Pokok lv{ahasiswa : 09 1402303 I

di Kecamatan Terbenggi Besar, Kabupaten Lempung Tengah)

Jurusan Fakultas

Dr.Ir.

R

NIP I

: Agribisnis

\

*

r".

rr.

Fembri:$3i,

M.s.

:Pertaffin

-

-1?-MEIYYETUJUI

l.

Komisi Pembimbihg

2. Ketua Jurusan

-lr.Adia

NrP 19620613198fi31022Nugraha, M.S.


(5)

t.

Tim P.enguji

Kfiia

Sekretatis

'' /'

/-a

./ -..q4.

/at

'tJr.

{dia

Nugrahe

tttr$

," ,/'

: Dn Ir. R. Emung Ismonor ll{.P;

\r.

\\

\\

Dekan Fakultas Pertanian'*

---,

-aS

.nPf,r#''

l:

Tanggal tulus Ujian Skripsi :27 Februari 2015

6H

TL E!.6I

t

--, qHF:J

g$9 *515t

Q

Abbas Zaker,ia, M.S. 198702 I 001


(6)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada hari Jumat pukul 15.00 WIB tanggal 08 Mei 1992 dari pasangan Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. dan Ibu Hj. Dra. Herlina, terlahir sebagai anak pertama dari 3 bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat taman kanak-kanak di TK UNILA pada tahun 1997, tingkat sekolah dasar di SD Negeri 1 Labuhan Ratu pada tahun 2003, tingkat sekolah menengah pertama di SMP Negeri 8 Bandar Lampung pada tahun 2006, dan tingkat sekolah menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Lampung Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Selama menjadi mahasiswa Universitas Lampung penulis melakukan kegiatan Home Stay pada bulan Januari 2010 di Desa Bandar Sribawono Kabupaten Lampung Timur. Pada bulan Januari 2012 penulis melaksanakan Praktek Umum di PT. Indokom Citra Persada, dan dilanjutkan Kuliah Kerja Nyata di Desa Way Urang Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran pada bulan Juli 2012. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian.


(7)

SAN WACANA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Harga Pokok Produksi Usaha Penggemukan Sapi (Studi Kasus Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah)” dengan baik. Shalawat serta salam penulis

sanjungkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, kerabat, dan pengikutnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuatan laporan penelitian ilmiah berikutnya. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P.selaku dosen pembimbing pertama, yang selalu meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta arahan selama penulis melakukan turun lapang dan penyusunan skripsi. 2. Ir. Adia Nugraha, M.S. selaku pembimbing kedua yang tanpa lelah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sejak awal hingga akhir dalam menyusun skripsi.


(8)

4. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S. selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Bapak Kastamar selaku pemilik usaha penggemukan sapi yang telah bersedia memberikan izin dan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian. 8. Kedua orangtuaku tercinta, Drs. Zulkarnain, M.Si. dan Hj. Dra. Herlina, serta

kedua adikku tersayang, Fadila Guswina dan Atika Sarah yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, dukungan, dan pengertiannya selama ini yang tidak akan tergantikan oleh apapun.

9. Wahyudi, terimakasih atas perhatian, motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis sampai saat ini.

10. Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu yang selalu ada saat suka dan duka, Meilia Anggraini, Maftuhatul Hidayah, Denisa Ratu Balqis,

Khairunnisa Noviantari, dan Gama Ayu Siswandari.

11. Teman-teman seperjuangan Citra, Feby, Peni, Novi, Meta, Mitha, Lia, Ocing, Dea, Pepi, Wayan, Willy, Rinal, Mamet, Adam, Hilman dan seluruh teman-teman Agribisnis 2009 the times that we have, I’ll keep like a photograph. 12. Mbak Ayi, Mbak Iin, Mas Buchori, Mas Boim, Mas Kardi, serta rekan-rekan


(9)

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Februari 2015


(10)

Halaman

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan Penelitian 7

C. Kegunaan Penelitian 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9

A. TINJAUAN PUSTAKA 9

1. Asal-usul Sapi 9

2. Jenis Sapi 10

3. Usaha Penggemukan Sapi 12

4. Akuntansi Biaya 25

5. Pengertian dan Penggolongan Biaya 26

6. Harga Pokok Produksi 29

7. Tujuan Harga Pokok Produksi 30

8. Biaya Bahan Baku 30

9. Biaya Tenaga Kerja 30

10.Biaya Tidak Langsung 31

11.Metode Penentuan Harga Pokok Produksi 31

12.Harga Pokok Penjualan 32

13.Metode Penyusutan Anuitas 33

14.KajianPenelitianTerdahulu 33

B. KERANGKA PEMIKIRAN 35

III. METODE PENELITIAN 39

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional 39


(11)

IV. GAMBARAN UMUM, HASIL DAN PEMBAHASAN 48

A. Gambaran Umum 48

1. Kabupaten Lampung Tengah 48

2. Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar 50

B. Tahapan Usaha Penggemukan Sapi 53

1. Pemilihan Bibit/Sapi Bakalan 53

2. Penempatan Sapi 54

3. Pemberian Pakan 55

4. Pemeliharaan Kesehatan Sapi 56

5. Pemasaran Sapi Potong 57

6. Peralatan 58

C. Analisis Harga Pokok Produksi Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar 60

1. Biaya Sapi Bakalan 61

2. Biaya Tenaga Kerja 62

3. Biaya Tidak Langsung 63

4. Harga Pokok Produksi Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar 68

5. Pendapatan 72

D. Harga Pokok Penjualan 73

1. Biaya Sapi Potong 74

2. Biaya Tenaga Kerja 75

3. Biaya Tidak Langsung 75

4. Harga Pokok Penjualan Daging Sapi Pada Jagal 78

V. KESIMPULAN DAN SARAN 80

A. Kesimpulan 80

B. Saran 80

DAFTAR PUSTAKA 82


(12)

Tabel Halaman

1. Populasi ternak di Provinsi Lampung tahun 2008-2012 2

2. Produksi daging sapi di Provinsi Lampung tahun 2008-2012 3

3. Rata-rata harga hasil ternak sapi di Provinsi Lampung tahun 2012 4

4. Jumlah populasi ternak di Provinsi Lampung tahun 2012 5

5. Harga pokok produksi menggunakan metode full costing 44

6. Harga pokok produksi menggunakan metode variable costing 45

7. Harga pokok penjualan 45

8. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Tengah, tahun 2007 – 2011 50

9. Biaya sapi bakalan usaha penggemukan sapi milik Kastamar 61

10. Biaya tenaga kerja usaha penggemukan sapi milik Kastamar 62

11. Biaya bahan pendukung usaha penggemukan sapi milik Kastamar 64

12. Biaya transportasi usaha penggemukan sapi milik Kastamar 65

13. Biaya lain-lain usaha penggemukan sapi milik Kastamar 66

14. Biaya penyusutan anuitas usaha penggemukan sapi milik kastamar 67

15. Investasi dan biaya pembelian kembali usaha penggemukan sapi milik Kastamar 67

16. Harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar menggunakan metode full costing 70

17. Harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar menggunakan metode variable costing 70

18. Pendapatan usaha penggemukan sapi milik Kastamar 73

19. Produksi sapi potong pada jagal 74

20. Biaya sapi potong pada jagal 74

21. Biaya tenaga kerja pemotongan sapi pada jagal 75

22. Biaya pakan pemotongan sapi pada jagal 76

23. Biaya transportasi pemotongan sapi pada jagal 77

24. Investasi dan biaya pembelian kembali sapi pada jagal 76


(13)

A.Latar Belakang

Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena mayoritas penduduk Indonesia memperoleh pendapatan utamanya dari sektor ini. Sektor pertanian mencakup beberapa sektor, di antaranya adalah subsektor

peternakan. Subsektor peternakan merupakan penyedia bahan pangan hewani di Indonesia. Peluang untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia melalui subsektor peternakan sangat besar, karena peluang pasar baik di dalam maupun luar negeri semakin baik.

Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2009), pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil pendapatan, memperluas lapangan kerja, serta memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat di perdesaan. Tujuan utama dalam mengembangkan usaha peternakan adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya peternak, mendorong diversifikasi pangan, pengembangan penerimaan devisa negara, dan menciptakan lapangan kerja, karena jumlah penduduk yang semakin bertambah.

Kenaikan pendapatan dan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan akan daging, oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan akan gizi terutama kebutuhan


(14)

protein seperti daging dan susu bagi masyarakat menjadi penting. Hal tersebut menyebabkan konsumsi terhadap hasil-hasil peternakan semakin meningkat, terutama konsumsi terhadap daging sapi yang semakin bertambah (Sudarmono dan Sugeng, 2009).

Daging sapi adalah jenis protein yang sangat digemari oleh masyarakat di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung. Untuk memenuhi konsumsi

masyarakat terhadap kebutuhan daging sapi, perlu diperhatikan ketersediaan sapi. Populasi sapi di Provinsi Lampung khususnya sapi potong, meningkat dari tahun ke tahun, karena daging sapi memiliki nilai jual yang tinggi. Sapi potong sebagai penghasil daging, merupakan komoditas utama dalam peternakan untuk

mendorong potensi pengembangan peternakan secara keseluruhan seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi ternak di Provinsi Lampung tahun 2008-2012 (ekor)

No. Tahun Sapi Perah Sapi

Potong Kerbau Kuda Kambing Domba 1. 2. 3. 4. 5. 2008 2009 2010 2011 2012 263 221 140 201 346 425.526 463.032 496.066 742.776 778.050 40.016 42.346 42.983 33.124 34.626 197 771 168 181 237 1.012.605 1.015.700 1.050.330 1.090.647 1.159.543 66.812 59.241 57.236 58.047 59.955

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2012

Berdasarkan Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa peningkatan populasi sapi potong setiap tahun, dapat dikembangkan dengan cara melakukan usaha penggemukan sapi. Keunggulan mengembangkan usaha penggemukan sapi, antara lain pemeliharaan sapi lebih mudah, mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan, tahan terhadap penyakit, dan siklus produksi yang relatif pendek.


(15)

Menurut Santosa, dkk (2013), usaha penggemukan sapi lebih banyak

dikembangkan oleh peternak dengan skala besar dan perusahaan. Selama ini peternakan sapi potong di kalangan rakyat hanya dijadikan sebagai kegiatan sampingan yang lebih berorientasi pada tabungan. Jarangnya peternak yang melakukan usaha penggemukan sapi sebagai mata pencaharian utama, menyebabkan produksi daging sapi di Provinsi Lampung fluktuatif namun cenderung menurun seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi daging sapi di Provinsi Lampung tahun 2008-2012 (kg)

No. Jenis daging 2008 2009 2010 2011 2012

1. 2. 3. 4. 5. Sapi Kerbau Kambing Domba Ayam Buras 1.067.005 41.807 544.584 23.073 1.790 1.069.412 55.605 545.769 23.081 1.675 952.741 55.629 154.381 51.200 1.989 1.006.125 34.545 217.775 61.190 1.959 988.324 39.417 240.578 61.250 1.481 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2012

Berdasarkan Tabel 2, produksi daging sapi yang fluktuatif namun cenderung menurun, dikhawatirkan dapat menyebabkan kelangkaan daging sapi di masa yang akan datang. Peternak kecil kurang termotivasi untuk melakukan usaha penggemukan sapi, karena akses ke pasar sulit dan modal yang dimiliki sedikit. Impor daging sapi yang dilakukan pemerintah, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan permintaan daging sapi, hanya membuat para pemilik usaha

penggemukan sapi lesu untuk melanjutkan usaha penggemukan sapi. Hal ini menyebabkan usaha pemerintah melakukan impor daging sapi untuk mengatasi kelangkaan daging sapi menjadi sia-sia dan hanya menyebabkan harga daging sapi meningkat. Tabel 3 menyajikan rata-rata harga daging sapi beberapa tingkatan penjual di Provinsi Lampung.


(16)

Tabel 3. Rata-rata harga hasil ternak sapi di Provinsi Lampung tahun 2012

No. Jenis Komoditas Satuan Harga di tingkat

Produsen Grosir Pengecer 1. Daging Sapi Has Rp/Kg 75.000 80.000 85.000 2. Daging Sapi Bistik Rp/Kg 75.000 80.000 85.000 3. Daging Sapi Murni Rp/Kg 75.000 80.000 85.000

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2012

Fluktuasi harga daging sapi yang tinggi harusnya merupakan peluang bagi para pemilik usaha penggemukan sapi, baik peternak berskala kecil, menengah, maupun skala besar untuk dapat mengembangkan usahanya. Para pemilik usaha penggemukan sapi dapat membantu pemerintah dalam meningkatan produksi daging sapi, terutama menyediakan daging sapi yang berkualitas sesuai dengan kemampuan, atau daya beli masyarakat, sehingga harga daging sapi dapat lebih terkendali.

Pengetahuan tentang biaya produksi sangat diperlukan bagi para pemilik usaha penggemukan sapi. Biaya produksi usaha penggemukan sapi merupakan penentu keberhasilan usaha baik dalam skala besar maupun kecil. Pengalokasian biaya produksi yang tepat dan efisien, merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan daya saing usaha. Pemilik usaha penggemukan sapi harus meminimalkan biaya produksi yang dikeluarkan, agar mendapatkan keuntungan maksimal.

Pengendalian biaya produksi yang tepat, dapat membantu pemilik usaha menentukan strategi penetapan harga. Biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam suatu periode, dapat digunakan dalam penentuan harga pokok produksi. Penentuan harga pokok produksi, akan memudahkan dalam


(17)

produksi. Harga pokok produksi berkaitan dengan laba yang diperoleh suatu usaha penggemukan sapi. Semakin kecil harga pokok produksi, maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Ketelitian dalam penentuan harga pokok produksi, akan memberikan manfaat terhadap penentuan harga jual yang akan berpengaruh terhadap pendapatan usaha penggemukan sapi.

Harga pokok produksi didapatkan dari jumlah keseluruhan biaya produksi. Biaya produksi secara umum terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung. Salah satu unit usaha penggemukan sapi di Lampung Tengah adalah usaha penggemukan sapi milik Kastamar, yang merupakan usaha tradisional milik Pak Kastamar. Jumlah sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah lebih banyak dibandingkan kabupaten lainnya , sehingga Kabupaten Lampung Tengah merupakan daerah yang memiliki potensi yang baik untuk menjalankan usaha penggemukan sapi seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah populasi ternak di Provinsi Lampung, tahun 2012 (ekor)

No. Kabupaten/Kota Sapi Perah Sapi Potong Kerbau

1. Lampung Barat 133 22.708 1.537

2. Tanggamus 104 5.981 2.155

3. Lampung Selatan 42 116.954 2.289

4. Lampung Timur 0 159.779 6.828

5. Lampung Tengah 0 294.430 7.792

6. Lampung Utara 0 34.870 1.957

7. Way Kanan 0 35.544 1.674

8. Tulang Bawang 0 29.297 3.819

9. Pesawaran 0 19.072 1.972

10. Pringsewu 0 15.744 2.889

11. Mesuji 0 10.655 114

12. Tulang Bawang Barat 10 25.220 638

13. Bandar Lampung 0 1.817 394

14. Metro 57 5.979 574


(18)

Usaha penggemukan sapi milik Kastamar didirikan sejak tahun 1998 oleh Pak Kastamar. Usaha penggemukan sapi milik Kastamar memiliki 40 ekor sapi bakalan setiap periodenya. Periode penggemukan yang dilakukan usaha

penggemukan sapi milik Kastamar sebanyak tiga kali dalam satu tahun. Jenis sapi bakalan yang banyak digemukkan adalah sapi PO (peranakan ongole), sapi

limousin, dan sapi simmental.

Pemeliharaan yang sederhana dan membutuhkan waktu singkat, membuat usaha penggemukan sapi milik Kastamar bertahan, karena keuntungan yang diperoleh lebih cepat. Pemilik harus memperhitungkan dengan tepat biaya produksi yang dikeluarkan, agar keuntungan yang didapatkan usaha penggemukan sapi milik Kastamar dapat terus berlangsung. Biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam suatu periode, dapat digunakan dalam penentuan harga pokok produksi.

Usaha penggemukan sapi milik Kastamar selama ini belum melakukan

perhitungan harga pokok produksi. Usaha penggemukan sapi milik Kastamar hanya menghitung biaya-biaya yang membutuhkan pengeluaran kas, seperti biaya listrik, biaya air, dan biaya sapi bakalan. Penentuan harga pokok produksi sangat penting dalam penentuan harga jual. Harga jual dibentuk sesuai dengan struktur biaya produksi atau harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi yang tepat dapat berguna bagi pemilik untuk merumuskan kebijakan, dan pengembangan usaha karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Untuk mencapai pendapatan yang optimal, usaha penggemukan sapi milik Kastamar harus mengefisiensikan biaya-biaya yang dikeluarkan, sehingga akan didapat


(19)

harga pokok produksi yang rendah.

Metode perhitungan harga pokok produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode full costing dan metode variable costing. Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang menghitung semua unsur biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya tidak langsung baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya menghitung biaya produksi yang berperilaku variable ke dalam harga pokok produksinya (Mulyadi, 2012).

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pokok dalam penelitian, yaitu:

1. Berapa harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar dengan menggunakan metode full costing?

2. Berapa harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar dengan menggunakan metode variable costing?

3. Berapa pendapatan yang diperoleh usaha penggemukan sapi milik Kastamar? 4. Berapa harga pokok penjualan daging sapi pada jagal?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian bertujuan untuk:

1. Mengetahui harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar dengan menggunakan metode full costing.

2. Mengetahui harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar dengan menggunakan metode variable costing.


(20)

3. Mengetahui pendapatan yang diperoleh usaha penggemukan sapi milik Kastamar.

4. Mengetahui harga pokok penjualan daging sapi pada jagal.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan dapat berguna bagi:

1. Pemerintah dan instansi terkait, sebagai informasi dalam penentuan kebijakan mengenai usaha penggemukan sapi.

2. Peternak, sebagai informasi dan masukan untuk pengembangan usaha penggemukan sapi.


(21)

A. Tinjauan Pustaka

1. Asal-usul Sapi

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), sapi di Indonesia, seperti sapi Madura, sapi Jawa dan sapi Sumatera, berasal dari hasil persilangan antara ongole (Zebu) dan Bos sondaicus. Sapi ongole (Zebu) adalah sapi dengan populasi terbanyak di antara jenis sapi yang lain. Sapi ongole pertama kali didatangkan dari India ke Pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1897. Semenjak saat itu, Pulau Sumba dijadikan tempat pembiakan sapi ongole. Dalam perkembangan lebih lanjut, dan dalam rangka perbaikan mutu ternak sapi potong di Jawa, sapi jawa dikawinsilangkan dengan sapi ongole yang keturunannya hingga saat ini dikenal dengan nama sapi PO (peranakan ongole).

Sapi di Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi ongole, sapi PO (peranakan ongole), dan sapi madura. Sapi-sapi tersebut mempunyai sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan). Sapi Bali, sapi PO, sapi Madura, dan sapi brahman adalah sapi yang penyebarannya sudah merata (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).


(22)

2. Jenis Sapi

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), peternak yang maju pasti akan selalu mengikuti perkembangan dunia peternakan, khususnya perkembangan bangsa sapi potong. Peternak yang ingin meningkatkan mutu sapi perlu mengetahui bangsa-bangsa sapi baik di luar maupun di dalam Indonesia. Peternak yang telah berpengalaman di lapangan cukup banyak akan lebih mampu menilai dan membandingkan sapi yang satu dengan yang lainnya. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis sapi potong.

a. Sapi Bali

Sapi Bali merupakan sapi hasil keturunan dari sapi liar. Sapi bali memiliki bulu yang halus, pendek, dan mengkilat. Warna bulu sapi Bali ketika muda berwarna cokelat yang kemudian akan menghitam. Sapi bali dapat mencapai bobot badan jantan dewasa antara 350 – 400 kg, dan betina dewasa antara 250 -300 kg (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

b. Sapi Madura

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), sapi Madura merupakan sapi hasil persilangan Bos indicus (Zebu) dan Bos sondaicus (banteng). Daerah penyebaran sapi Madura adalah Madura dan Jawa Timur. Sapi Madura termasuk sapi tipe pedaging dan pekerja. Sapi Madura memiliki bulu berwarna merah bata. Sapi Madura memiliki tanduk yang pendek, beragam, dan melengkung. Sapi Madura memiliki berat badan 350 kg, dan tinggi rata-rata 118 cm.


(23)

c. Sapi PO (Peranakan Ongole)

Sapi PO memiliki ciri tubuh lebih kecil. Sapi PO memiliki warna bulu yang bervariasi, tetapi umumnya berwarna putih keabu-abuan. Sapi PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi pekerja. Tinggi sapi PO jantan berkisar 150 cm dengan berat badan mencapai 600 kg, sedangkan tinggi sapi PO betina berkisar 135 cm dengan berat badan 450 kg (Muktiani, 2011).

d. Sapi Brahman

Menurut Santosa, dkk (2012), sapi brahman berasal dari India. Ciri khas sapi brahman adalah memiliki ponok besar dan berkulit longgar, serta memiliki gelambir di bawah leher sampai perut. Sapi brahman memiliki warna bulu bervariasi yaitu, abu-abu muda, merah, dan hitam. Bobot sapi brahman jantan berkisar antara 800 – 1000 kg, sedangkan bobot sapi brahman betina sekitar 500 – 700 kg.

e. Sapi Simmental

Muktiani (2011) menyatakan bahwa sapi simmental adalah sapi yang berasal dari jenis sapi Bos taurus. Sapi simmental merupakan tipe sapi perah dan sapi

pedaging. Sapi simmental memiliki warna bulu cokelat kemerahan, pada bagian wajah dan lutut ke bawah sampai ujung ekor berwarna putih. Sapi simmental jantan dewasa mampu mencapai berat badan sekitar 1.000 kg, sedangkan sapi simmental betina dewasa mampu mencapai berat badan sekitar 800 kg.


(24)

f. Sapi Limousin

Menurut Santosa, dkk (2012), penampilan sapi limousin nampak sangat berotot, bulunya berwarna merah keemasan. Sapi limousin merupakan sapi potong berukuran sedang dengan bobot dewasanya rata-rata 589 kg. Keunggulan sapi limousin adalah pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga termasuk jenis sapi tipe besar.

3. Usaha Penggemukan Sapi

a. Pemilihan Sapi Bakalan

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), pemilihan sapi sebagai calon bibit pengganti ataupun calon penggemukan sering dirasa sulit. Peternak memerlukan pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan yang cukup, serta kriteria dasar.

Kriteria dasar tersebut meliputi jenis dan sifat genetis, bentuk luar, dan kesehatan sapi.

(1) Jenis dan Sifat Genetis Sapi

Untuk memilih sapi bakalan, peternak sapi potong pasti memilih jenis sapi potong unggul yang sudah populer, seperti hereford, aberdeen angus, beefmaster,

charolais, dan sebagainya, karena persentase hasil karkas sapi-sapi tersebut lebih dari 60%, sedangkan jenis lokal kurang dari 60%. Iklim setempat terkadang dirasa tidak menunjang untuk menggemukan jenis sapi potong tersebut, sehingga peternak akan memilih sapi potong jenis lokal, seperti sapi Bali, sapi Madura, dan sapi ongole, walaupun persentase karkasnya kurang dari 60%. Sapi lokal


(25)

Sapi impor masih harus berjuang menghadapi lingkungan yang baru, disamping tuntutan hidup di dalam pemenuhan pakan juga cukup tinggi (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

(2) Bentuk Fisik Sapi

Setelah peternak memilih dan menentukan jenis sapi bakalan yang akan

digemukkan, peternak perlu memperhatikan bentuk luar sapi tersebut. Sapi yang bentuk luarnya bagus umumnya hasil akhirnya pun bagus. Ciri-ciri atau bentuk luar sapi potong yang baik adalah:

a. Ukuran badan besar yang memungkinkan sapi mampu menampung jumlah makanan yang banyak.

b. Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah, dan belakang serasi, garis badan atas dan bawah sejajar.

c. Paha sampai pergelangan penuh berisi daging. d. Dada lebar dan dalam serta menonjol ke depan.

e. Kaki besar, pendek dan kokoh (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

(3) Kesehatan Sapi

Sapi yang bentuk luarnya memenuhi persyaratan tidak akan berarti jika tidak sehat. Untuk mengetahui kesehatan sapi, akan diuraikan keadaan tubuh, sikap dan tingkah laku, pernapasan, denyut jantung, pencernaan, dan pandangan sapi yang sehat.

(a) Keadaan Tubuh Sapi

Sapi yang sehat keadaan tubuhnya tampak bulat berisi dengan kulit lemas, mudah dilipat, apabila dilepas lipatannya cepat merata kembali. Bulunya licin dan


(26)

mengkilat. Selaput lendir mulut dan gusi berwarna merah muda, lidah mudah bergerak secara bebas. Ujung hidung bersih, basah dan dingin. Suhu seluruh permukaan tubuh sama. Suhu tubuh yang normal untuk anak sapi adalah 39,5oC - 40oC, sedangkan untuk sapi dewasa adalah 38oC - 39,5oC (Sudarmono dan

Sugeng, 2008).

(b) Sikap dan Tingkah Laku Sapi

Sapi yang sehat kelihatan tegap. Keempat kaki memperoleh titik berat sama. Sapi yang terus menerus tiduran memberikan kesan bahwa sapi tersebut sakit atau mengalami kelelahan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

(c) Pernapasan

Sapi sehat bernapas dengan tenang dan teratur. Akan tetapi sapi yang ketakutan, lelah akibat kerja berat, atau kondisi telalu panas, pernapasannya menjadi lebih cepat. Begitu pula sapi yang sedang tiduran, pernapasannya lebih cepat daripada sapi yang sedang berdiri. Jumlah pernapasan sapi bisa diperhitungkan yaitu, untuk anak sapi 30 kali/menit, dan untuk sapi dewasa 10-30 kali/menit (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

(d) Pencernaan Sapi

Sapi yang sehat akan memamahbiak dengan tenang sambil istirahat atau tiduran. Setiap gumpalan pakan dikunyah 60-70 kali dan dalam waktu 24 jam akan diulangi 6-8 kali. Sapi yang sehat nafsu makan dan minumnya cukup besar. Pembuangan kotoran dan air kencing berjalan lancar dan teratur. Apabila terjadi gangguan pencernaan, gerakan perut besar dan proses untuk memamahbiak pun terhenti (Sudarmono dan Sugeng, 2008).


(27)

b. Pakan

Muktiani (2011), berpendapat bahwa modal utama peternak sapi agar dapat gemuk dan menghasilkan produk yang maksimal adalah pemberian pakan. Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga sapi. Semakin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan kepada sapi, semakin besar pula tenaga yang ditimbulkan. Pemberian makanan yang bernutrisi baik akan mampu memberikan cadangan energi yang berbentuk daging dalam tubuh sapi. Berikut ini merupakan kelompok pakan untuk sapi.

(1) Hijauan

Hijauan berupa makanan sapi yang berasal dari alam, yaitu rumput-rumputan. Hijauan yang berkualitas baik berupa rumput unggul atau campuran rumput dengan hijauan kacang-kacangan umumnya sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup sapi. Hijauan juga mampu memenuhi pertumbuhan dan reproduksi sapi secara normal sehingga pada pemeliharaan sapi dianjurkan lebih banyak menggunakan hijauan. Hijauan yang dianjurkan untuk pemeliharaan sapi yaitu antara 85 – 100%. Hijauan yang diberikan kepada sapi seharusnya

memperhatikan hijauan yang unggul. Tentu saja pemberian hijauan yang unggul ini dapat meningkatkan hasil produksi daging sapi (Muktiani, 2011).

(2) Pakan Penguat

Pakan penguat merupakan makanan tambahan untuk sapi selain makanan

hijauan. Pakan penguat dapat diberikan pada saat musim kemarau atau saat pakan hijauan sulit dicari. Pakan penguat terdiri dari dedak padi, onggok, dan ampas tahu (Muktiani, 2011).


(28)

(3) Pakan Tambahan

Makanan tambahan dapat diberikan kepada sapi untuk menambah nutrisi dan meningkatkan produksi sapi. Makanan tambahan untuk sapi antara lain adalah vitamin, mineral, dan urea. Sumplemen khusus yang sering diberikan kepada sapi adalah Viterna Plus, POC NASA, dan Hormonik. Produk ini pada umumnya menggunakan teknologi asam amino yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi. Caranya yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sapi (Muktiani, 2011).

(4) Pemberian Pakan

Pemberian pakan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara pengembalaan, kreman, dan kombinasi cara pertama dan kedua. Pengembalaan dilakukan dengan cara melepas sapi di padang rumput. Pemberian pakan dengan pengembalaan biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat pengembalaan cukup luas. Proses pengembalaan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam perhari. Pemberian pakan dengan cara kreman dapat diberikan dengan cara dijatah. Pakan dicari oleh pekerja, dan diperlukan 10% dari berat badan sapi. Pemberian pakan kombinasi pengembalaan dan kreman dibagi menjadi tiga, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase (Muktiani, 2011).

c. Bangunan Kandang

Kandang memiliki fungsi untuk melindungi sapi dari panas, hujan, angin dan mencegah sapi dari serangan penyakit. Selain itu, kandang juga berfungsi untuk memudahkan pemberian pakan dan minum, serta melindungi dari pencurian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pembuatan kandang untuk usaha


(29)

peternakan sapi intensif adalah persyaratan, tipe kandang, bagian-bagian kandang, dan peralatan kandang.

(1) Persyaratan Lokasi (a) Ketersediaan Sumber Air

Setiap makhluk hidup memerlukan air, begitu pula sapi potong. Selain untuk keperluan minum yang relatif cukup banyak, air dalam usaha penggemukan sapi potong juga diperlukan untuk memandikan ternak dan menjaga sanitasi. Air tersebut bisa diperoleh dengan membuat sumur atau sumber artesis lain. Air juga dapat dipasok dari pihak lain, misalnya dari perusahaan air minum. Syarat air untuk menunjang usaha peternakan sapi potong adalah tidak berbau, tidak berwarna, jernih, bebas dari limbah industri berbahaya, dan tidak mengandung bibit penyakit (Santosa dkk, 2012).

(b) Toporafi

Istilah topografi mengacu pada struktur, ketinggian permukaan, dan profil tanah. Untuk mendirikan kandang sapi potong, profil tanah sebaiknya datar dan

strukturnya berpori supaya penyerapan air berlangsung baik, sehingga tidak terjadi penggenangan. Lokasi kandang harus lebih tinggi dari wilayah sekitarnya untuk memudahkan drainase. Peternakan juga harus jauh dari permukiman agar masyarakat tidak terganggu oleh bau yang mungkin ditimbulkan dari kegiatan peternakan (Santosa dkk, 2012).

(c) Lingkungan

Lingkungan memiliki peran terhadap kesehatan dan pertumbuhan sapi.


(30)

Umumnya sapi lokal lebih tahan terhadap lingkungan beriklim panas. Sapi impor yang berasal dari negara subtropis, dapat tumbuh baik di tempat dengan kondisi lingkungan yang sejuk. Usahakan lingkungan kandang bersih dari polusi udara dan tidak pernah terjangkit penyakit menular berbahaya (Santosa dkk, 2012).

(2) Tipe Kandang

Tipe kandang sapi yang akan dibangun oleh peternak tergantung pada lokasi peternakan, jumlah sapi yang diternakkan, dan selera peternak itu sendiri. Terdapat dua tipe kandang usaha penggemukan sapi di Indonesia, yaitu tipe kandang tunggal dan tipe kandang ganda. Tipe kandang tunggal merupakan kandang dengan posisi sapi diletakkan sebaris atau satu jajaran. Kandang tunggal biasanya dibuat untuk pemeliharaan sapi potong dengan jumlah maksimum 10 ekor. Tipe kandang ganda sesuai untuk pemeliharaan sapi dengan jumlah lebih dari 10 ekor. Sapi ditempatkan dalam dua baris atau dua jajaran saling

berhadapan (face to face) atau saling membelakangi (tail to tail). Di antara dua jajaran tersebut, dibuat jalur untuk pekerja yang akan melakukan pemeliharaan atau perawatan sapi (Santosa dkk, 2012).

(3) Bagian-bagian Kandang (a) Lantai

Lantai kandang harus dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan kemiringan sekitar 2% ke arah selokan di belakangnya, sehingga memudahkan penampungan kotoran dan pakan yang berjatuhan. Lantai dapat berupa tanah yang dipadatkan atau lantai yang dicor menggunakan adukan semen dan pasir. Ukuran lantai diperhitungkan untuk seekor sapi, panjang 210 cm dan lebar 145


(31)

cm untuk sapi lokal, dan untuk sapi impor panjang 210 cm dan lebar 150 cm (Santosa dkk, 2012).

(b) Dinding

Fungsi dinding pada kandang sapi di antaranya agar sapi tidak lepas (keluar kandang), melindungi dari hawa dingin dan terpaan angin kencang, serta menahan keluarnya panas dari tubuh sapi pada malam hari. Dinding kandang dibuat tinggi pada daerah yang memiliki empat musim. Bahan yang digunakan sebagai dinding bisa berupa tembok beton, papan, kayu, bambu, dan bilik bambu. Jika

menggunakan papan, gunakan papan kayu dengan lebar 20 cm dan ketebalan 3 cm. Ketinggian dinding kandang sapi sekitar 1,5 meter. Prinsip ketinggian dinding adalah pertukaran udara lancar, tetapi angin kencang tidak menerobos masuk (Santosa dkk, 2012).

(c) Kerangka

Kerangka kandang sapi harus kuat, terbuat dari beton, pipa besi, kayu atau bambu. Jika menggunakan bambu, sebaiknya pilih bambu yang sudah tua. Olesi

permukaan bambu dan kayu dengan menggunakan tir atau oli agar tidak dimakan rengat (Santosa dkk, 2012).

(d) Atap

Atap kandang sapi berfungsi melindungi dari guyuran air hujan dan terik

matahari. Atap juga berfungsi mempertahankan suhu dan kelembaban di dalam kandang. Bahan apapun bisa digunakan sebagai atap asalkan bisa menahan panas, seperti asbes, genting, sirap, rumbia, atau seng. Atap kandang sapi bisa berbentuk V terbalik (gable), tenda (shape), atau monitor. Untuk daerah panas dianjurkan


(32)

menggunakan atap berbentuk monitor karena atap bentuk ini bisa menurunkan suhu di dalam kandang, asalkan udara mengalir lancar. Ketinggian atap juga termasuk salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Jika atap terbuat dari genting dan berada di dataran rendah, maka ketinggiannya sekitar 4,5 meter. Jika kandang berada di dataran tinggi, ketinggian atap sebaiknya sekitar 4 meter. Atap yang terbuat dari asbes dan berada di dataran rendah, ketinggiannya sekitar 4 meter, sedangkan atap yang berada di dataran tinggi, ketinggian atap sebaiknya sekitar 3,5 meter (Santosa dkk, 2012).

(e) Lorong

Lorong atau gang di dalam kandang berfungsi sebagai area lalu lintas peternak dalam merawat sapi. Lorong mempermudah peternak dalam memberikan pakan dan minum, membersihkan sisa pakan dan membuang kotoran dari kandang. Lorong biasanya dibuat selebar 1-1,5 meter. Letak lorong disesuaikan tipe kandang. Jika kandangnya bertipe ganda berisi dua jalur, lorong dibuat di tengah-tengah, sedangkan jika kandang bertipe tunggal, lorong ditempatkan di sisi kandang dekat pakan untuk memudahkan dalam pemberian pakan (Santosa dkk, 2012).

(f) Selokan

Fungsi selokan adalah untuk pembuangan kotoran. Selokan biasanya dibuat dengan lebar 40 - 50 cm dan kedalaman bagian ujung awal 10 cm dan bagian akhir tidak lebih dari 30 cm, agar urin dan air dapat mengalir di selokan dengan lancar. Selokan dibuat di dalam kandang di bagian ekor sapi, baik itu dikandang tunggal maupun kandang ganda (Santosa dkk, 2012).


(33)

(g) Bak Pakan dan Minum

Peternakan besar dengan kandang pemanen dari tembok beton, tempat pakan biasanya dibuat dari bahan semen dengan lebar 60 cm, kedalaman 60 cm, dan panjang sama dengan lebar tempat ternak. Idealnya, bak pakan dan minum dibuat dengan perbandingan 2:1, jika panjang bak pakan satu meter, maka panjang bak air minum setengah meter. Sisi tempat pakan dan minum ini harus dibuat agak bulat, tidak tajam sehingga tidak akan melukai mulut sapi. Peternakan kecil dengan kandang semi permanen, bak pakan biasanya dibuat dari kayu atau bambu dengan dasar rapat agar pakan tidak mudah tercecer. Sementara itu, tempat minum biasanya menggunakan ember plastik hitam. Tempat minum ini biasanya sekaligus digunakan untuk memberikan pakan konsentrat (Santosa dkk, 2012).

(h) Peralatan Kandang

Beberapa peralatan kandang yang diperlukan dalam pemeliharaan sapi potong adalah:

(1) Sekop, gunanya untuk mengaduk-aduk pakan, serta mengambil atau membuang kotoran.

(2) Sapu lidi, berguna untuk membersihkan lantai kandang.

(3) Ember, untuk mengambil air minum dan memandikan sapi. Sebaiknya terbuat dari bahan antikarat, misalnya plastik.

(4) Kereta dorong, berguna untuk mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah, dan rumput ke tempat pembuangan.

(5) Sikat, gunanya untuk menggosok badan ternak waktu dimandikan dan untuk membersihkan lantai kandang.


(34)

(7) Garu kecil, untuk membersihkan sisa pakan dan kotoran di dalam kandang (Santosa dkk, 2012).

d. Penyakit Sapi

(1) Cacing Pita

Gejala sapi yang terserang cacing pita diantaranya bobot badan menurun, lesu, dan pucat. Untuk mencegah serangan cacing pita, sebaiknya tidak memberikan rumput segar yang langsung disabit dari ladang, karena dikhawatirkan

mengandung telur cacing pita. Sapi yang terlanjur terserang dapat diobati dengan obat cacing Anthelimintic sesuai dengan dosis yang tertera di kemasannya

(Santosa dkk, 2012).

(2) Diare

Diare pada sapi disebabkan oleh beberapa faktor fisiologis atau infeksi penyakit. Faktor fisiologis yang menyebabkan diare diantaranya perubahan lingkungan ternak, perubahan pakan, perpindahan ternak, perubahan cuaca, dan pergantian pemeliharaan (Santosa dkk, 2012).

(3) Penyakit Mulut dan Kuku

Penyakit mulut dan kuku disebabkan oleh virus Aphtae epizootica. Gejala umum penyakit ini adalah munculnya demam yang sering tidak terdeteksi karena berlangsung cepat. Penularan penyakit biasanya lewat kontak secara langsung antara penderita dengan sapi-sapi yang sehat. Untuk pencegahan, kandang dan semua peralatan diupayakan selalu bersih (Santosa dkk, 2012).


(35)

e. Penggemukan Sapi

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), penggemukan sapi yang paling banyak diminati para peternak hingga saat ini adalah penggemukan dengan cara kreman. Penggemukan dengan cara kreman dilakukan dengan cara:

(1) Bakalan yang digunakan adalah bakalan jantan umur 1-2 tahun. (2) Bakalan dalam kondisi kurus, tetapi sehat.

(3) Sapi yang dipelihara ditempatkan terus-menerus di dalam kandang siang dan malam, tanpa diberi kesempatan keluar untuk digembalakkan ataupun kerja. (4) Pakan yang diberikan terdiri dari rumput, dedaunan dan jerami, serta pakan

penguat berupa umbi kayu yang dilumatkan terlebih dahulu dengan cara direndam ke dalam air mendidih.

(5) Sisa-sisa pakan yang terdiri dari berbagai macam jerami dimanfaatkan sebagai alas lantai. Setelah bercampur dengan kotoran dan urine beberapa lapis, kemudian diambil, dibersihkan dan dikumpulkan di tempat

penampungan yang pada waktunya digunakan sebagai pupuk organis, untuk usaha tani mereka.

(6) Lama penggemukan, dibedakan antara penggemukan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Jangka pendek berlangsung 4 bulan dari bakalan umur 2 tahun. Jangka menengah berlangsung 4-7 bulan dari bakalan umur 1-2 tahun dan penggemukan jangka panjang berlangsung lebih dari 7 bulan, dari bakalan umur 1 tahun.


(36)

f. Panen

Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2009), sapi yang sudah siap dipotong harus dijaga sedemikian rupa jangan sampai sapi tersebut terluka. Bobot badan sapi yang siap dijual minimal sapi lokal 250 kg, dan persilangan atau impor minimal 350 kg.

(1) Pemotongan

Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum pemotongann. Ternak sapi harus bersih, bebas dari kotoran yang dapat mencemari daging. Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang diderita diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara tuntas (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

(2) Pengulitan

Pengulitan pada sapi yang disembelih dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi dibersihkan dari daging, lemak, noda darah, atau kotoran yang menempel (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

(3) Pengeluaran Jeroan

Sapi yang sudah dikuliti, isi perut atau yang sering disebut dengan jeroan juga dikeluarkan dengan cara menyayat daging pada bagian perut sapi (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

(4) Pemotongan Karkas

Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kanan dan karkas tubuh bagian kiri. Karkas dipotong menjadi subbagian leher, paha depan, paha


(37)

belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

4. Akuntansi Biaya

a. Pengertian Akuntansi Biaya

Akutansi biaya merupakan bagian dari dua tipe akuntansi, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan alat yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas perencanaan dan

pengendalian, memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta membuat keputusan-keputusan yang bersifat rutin maupun strategis (Widilestariningtyas, 2012).

b. Tujuan Akuntansi Biaya

Menurut Mulyadi (2012), akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu: (1) Penentuan Harga Pokok Produk

Agar tujuan penentuan harga pokok produk dapat terpenuhi, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan, dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk. Biaya yang dikumpulkan dan disajikan adalah biaya yang terjadi di masa lalu atau historis.

(2) Pengendalian Biaya

Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan produk. Setelah biaya yang

seharusnya ini ditetapkan, akuntansi bertugas untuk membantu apakah pengeluaran biaya sesungguhnya telah terkendali atau tidak.


(38)

(3) Pengambilan Keputusan Khusus

Akuntansi untuk pengambilan keputusan khusus menyajikan biaya masa yang akan datang (future cost). Untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam

pengambilan keputusan, akuntansi biaya mengembangkan konsep informasi biaya untuk pengambilan keputusan, seperti biaya kesempatan (oportunity cost), biaya hipotesis (hypothetical cost), biaya tambahan (incremental cost), biaya

terhindarkan (avoidable cost), dan pendapatan yang hilang (forgone revenue).

5. Pengertian dan Penggolongan Biaya

a. Pengertian Biaya

Biaya adalah nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan untuk memperoleh manfaat. Beban dapat didefinisikan sebagai aliran keluar terukur dari barang atau jasa, yang kemudian dibandingkan dengan pendapatan untuk menentukan laba

(Widilestariningtyas, 2012).

b. Penggolongan Biaya

Menurut Mulyadi (2012) dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya

dikenal konsep: ” different cost for different purposes”. Biaya dapat digolongkan menurut:

(1) Obyek pengeluaran

Dengan cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran biaya merupakan dasar penggolongan biaya.


(39)

(2) Fungsi pokok perusahaan.

Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur mengelompokkan biaya menjadi dua yaitu:

(a) Biaya produksi, dibagi menjadi tiga kategori yaitu biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya tidak langsung.

(b) Biaya non produksi, yaitu:

- Biaya penjualan dan marketing, termasuk semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya marketing meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka penjualan, komisi penjualan, gaji untuk bagian penjualan, biaya gudang produk jadi. - Biaya administrasi meliputi biaya eksekutif, organisasional, dan klerikal

yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contohnya adalah kompensasi eksekutif, akuntansi umum, sekretariat, public relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan administrasi umum organisasi secara keseluruhan.

(3) Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.

Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:

(a) Biaya langsung adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan. Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat diidentifikasikan kepada obyek atau pusat biaya tertentu.


(40)

Contohnya adalah biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung. (b) Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah

ke objek biaya yang bersangkutan. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan pada obyek atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa obyek atau pusat biaya. Contohnya adalah biaya overhead pabrik, gaji manajer.

(4) Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

(a) Biaya variable

Biaya variable adalah biaya yang jumlahnya berubah secara proporsional terhadap perubahan tingkat aktivitas. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, unit yang dijual, kilometer, jam kerja, dan sebagainya. Contohnya adalah biaya bahan langsung, biaya listrik, telepon dan air, biaya bahan bakar. Biaya variable memiliki karakteristik sebagai berikut:

(1) Biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding (proporsional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variable, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variable.

(2) Pada biaya variable, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan, jadi biaya satuan konstan.


(41)

(b) Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa

terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Tidak seperti biaya variable, biaya tetap tidak dipengaruhi oleh perubahan aktivitas. Sebagai konsekuensinya, pada saat level aktivitas naik atau turun, total biaya tetap konstan kecuali jika dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar seperti perubahan harga. Contohnya adalah biaya tenaga kerja, biaya penyusutan mesin. Biaya tetap memiliki karakteristik sebagai berikut:

(1) Biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.

(2) Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.

6. Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2012), harga pokok produksi merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, selain itu harga pokok produksi juga

digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Namun karena pembuatan produk tersebut bertujuan mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (persediaan produk jadi), maka pengorbanan bahan baku tersebut, yang berupa biaya bahan baku, akan membentuk harga pokok produksi. Setiap perusahaan yang dilakukan penghitungan harga pokok produk mempunyai tujuan yang ingin dicapainya.


(42)

7. Tujuan Harga Pokok Produksi

Adapun tujuan dari penghitungan harga pokok produk adalah:

(a) Untuk memberikan bantuan guna mendekati harga yang dapat dicapai. (b) Untuk menilai harga-harga yang dapat dicapai atau ditawarkan dari

pendirian ekonomi perusahaan itu sendiri.

(c) Untuk menilai penghematan dari proses produksi. (d) Untuk menilai barang yang masih dikerjakan.

(e) Untuk penetapan yang terus-menerus dan anlisis dari hasil perusahaan (Mulyadi, 2012).

8. Biaya Bahan Baku

Semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk

menempatkannya dalam keadaan siap untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan baku yang dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur pembelian saja. Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli (harga yang tercantum dalam faktur pembelian) ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap untuk diolah (Mulyadi, 2012).

9. Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Biaya tenaga kerja merupakan salah


(43)

satu biaya konversi, disamping biaya tidak langsung, yang merupakan salah satu biaya untuk mengubah bahan baku menjadi produk jadi (Mulyadi, 2012).

10. Biaya Tidak Langsung

Biaya produksi yang termasuk dalam biaya tidak langsung dikelompokkan menjadi beberapa golongan berikut:

(a) Biaya bahan pendukung, yaitu bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produks jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut.

(b) Biaya reparasi dan pemeliharaan, yaitu biaya suku cadang, biaya bahan habis pakai, dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan, dan pemeliharaan emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan ekuipmen, dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik (Mulyadi, 2012).

11.Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, dengan dua pendekatan, yaitu secara full costing dan variable costing (Mulyadi, 2012).

a. Full Costing

Full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan seluruh unsur biaya pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik tetap maupun variable.


(44)

Seluruh biaya pada metode full costing dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya tidak langsung tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual, dan baru dianggap sebagai biaya apabila produk jadi tersebut sudah dijual (Mulyadi, 2012).

b. Variable Costing

Variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variable ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung variable. Dalam metode variable costing, biaya tidak langsung tetap diberlakukan sebagai periode cost dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, karena biaya tidak langsung tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian, biaya tidak langsung tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya (Mulyadi, 1991).

12. Harga Pokok Penjualan

Harga adalah nilai hasil akhir dari faktor produksi yang digunakan. Harga pokok penjualan adalah gambaran jumlah pengorbanan yang harus dijadikan

pengorbanan oleh produsen pada waktu pertukaran barang dan jasa. Harga pokok penjualan diperoleh dengan membandingkan total seluruh biaya dengan total volume produk yang dihasilkan. Tujuan perhitungan harga pokok penjualan adalah sebagai dasar penetapan harga dipasar, untuk menetapkan pendapatan yang


(45)

diperoleh pada proses pertukaran barang atau jasa dan sebagai alat untuk penilaian efisiensi diproses produksi (Mulyadi, 2012).

13. Metode Penyusutan Anuitas

Menurut Ibrahim (2009), anuitas adalah suatu rangkaian pembayaran dengan jumlah yang sama besar pada setiap interval. Besar kecilnya jumlah pembayaran pada setiap interval tergantung pada jumlah pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga. Tingkat bunga pada setiap interval tergantung pada interval bunga majemuk yang dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan, maupun setiap tahun.

Metode anuitas sebenarnya identik dengan perhitungan annuity yang didasarkan pada nilai asset atau original cost sebagai present value. Untuk mengatasi harga, baik sebagai akibat kenaikan inflasi maupun sebagai perubahan teknologi

disediakan dana cadangan sebesar 18% dari nilai asset pada setiap tahun. Sebaliknya, dengan menggunakan metode penyisihan dana (singking fund

method), sebenarnya sama dengan melakukan deposito di bank pada setiap tahun, dan pada akhir umur ekonomis aset dana ini digunakan sebagai dana untuk membeli asset baru (Ibrahim, 2009).

14. Kajian PenelitianTerdahulu

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laisa (2013), tentang analisis harga pokok produksi dan strategi pengembangan industri pengolahan ikan teri nasi kering di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung adalah harga pokok produksi pada industri pengolahan ikan teri pada musim angin Barat


(46)

adalah Rp 43.330,15, pada musim angin Normal adalah Rp34.269,58, dan harga pokok produksi pada musim angin Timur adalah Rp31.180,36. Perbedaan harga jual tersebut dipengaruhi ketersediaan bahan baku pada setiap musim.

Samsul (2013), melakukan penelitian tentang perbandingan harga pokok produksi full costing dan harga pokok produksi variable costing untuk harga jual CV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode full costing memiliki angka nominal jauh lebih tinggi dalam perhitungan harga pokok produksi daripada metode variable costing, karena dalam perhitungan harga pokok produksi pada metode full costing memasukkan semua akun biaya baik yang berjenis

variable maupun tetap.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sinaga (2008), tentang analisis penentuan harga pokok produksi susu segar, menunjukkan bahwa metode full costing akan lebih baik digunakan jika pihak perusahaan ingin mendapatkan laba jangka panjang, sedangkan metode variable costing hanya dapat digunakan untuk menentukan laba jangka pendek, sehingga hanya bermanfaat untuk membuat keputusan jangka pendek yaitu untuk mengetahui titik impas (break even point). Metode variable costing hanya memasukkan biaya yang sifatnya variabel.

Hendri (2013), melakukan penelitian tentang analisis harga pokok produksi dengan metode full costing dan penentuan harga jual pada CV. Anugerah Genteng Manado. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelemahan dalam

perhitungan harga pokok produksi perusahaan yaitu kalkulasi harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan lebih tinggi daripada harga pokok produksi setelah dievaluasi. Perusahaan sebaiknya memasukan biaya penyusutan gedung


(47)

pabrik, biaya penyusutan mesin dan peralatan, dan biaya asuransi dalam perhitungan harga pokok produksi, agar perhitungan harga pokok produksi dan penentuan harga pokok produk menjadi lebih tepat.

Setiawan dan Edisone (2008), melakukan penelitian tentang penerapan

perhitungan harga pokok produksi dalam kaitannya dengan pelaporan keuangan pada PT Alas Seni Kreasi Industri. Hasil penelitian menunjukkan harga pokok produksi sangat penting di dalam penyajian laporan keuangan, karena merupakan dasar untuk memberikan penilian terhadap pos persediaan pada neraca. Nilai persediaan yang tercantum dalam laporan harga pokok produksi harus sesuai dengan nilai persediaan yang tercantum pada neraca. Ketepatan penyajian laporan keuangan sangat penting dan berguna bagi pembaca laporan keuangan, karena jika laporan keuangan yang disajikan tepat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

B. Kerangka Pemikiran

Usaha penggemukan sapi milik Kastamar merupakan usaha tradisional milik Pak Kastamar. Usaha penggemukan sapi milik Kastamar didirikan sejak tahun 1998 oleh Pak Kastamar. Usaha penggemukan sapi milik Kastamar memiliki 40 ekor sapi bakalan setiap periodenya. Periode penggemukan yang dilakukan usaha penggemukan sapi milik Kastamar sebanyak tiga kali dalam satu tahun. Jenis sapi bakalan yang banyak digemukkan adalah sapi PO (peranakan ongole), sapi

limousin, dan sapi simmental. Usaha penggemukan sapi milik Kastamar menjual sapi potong ke wilayah Jakarta, dan Bogor.


(48)

Pemeliharaan yang sederhana dan membutuhkan waktu singkat, membuat usaha penggemukan sapi milik Kastamar bertahan, karena keuntungan yang diperoleh lebih cepat. Pemilik harus memperhitungkan dengan tepat biaya produksi yang dikeluarkan, agar keuntungan yang didapatkan usaha penggemukan sapi milik Kastamar dapat terus berlangsung. Biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dalam suatu periode, dapat digunakan dalam penentuan harga pokok produksi.

Usaha penggemukan sapi milik Kastamar selama ini belum melakukan

perhitungan harga pokok produksi. Usaha penggemukan sapi milik Kastamar hanya menghitung biaya-biaya yang membutuhkan pengeluaran kas, seperti biaya listrik, biaya air, dan biaya sapi bakalan. Penentuan harga pokok produksi sangat penting dalam penentuan harga jual. Harga jual dibentuk sesuai dengan struktur biaya produksi atau harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi yang tepat dapat berguna bagi pemilik untuk merumuskan kebijakan, dan pengembangan usaha karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Untuk mencapai pendapatan yang optimal, usaha penggemukan sapi milik Kastamar harus mengefisiensikan biaya-biaya yang dikeluarkan, sehingga akan didapat harga pokok produksi yang rendah.

Metode perhitungan harga pokok produksi yang digunakan dalam penelitian kali ini menggunakan metode full costing dan metode variable costing. Full costing merupakan metode penetuan harga pokok produksi yang menghitung semua unsur biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya tidak langsung baik yang


(49)

harga pokok produksi yang hanya menghitung biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksinya (Mulyadi, 2012).

Untuk menghitung harga pokok produksi baik yang menggunakan metode full costing maupun variable costing harus menentukan biaya produksi yang

dikeluarkan. Biaya produksi tersebut terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung. Jumlah keseluruhan biaya produksi tersebut merupakan total harga pokok produksi. Untuk mengetahui harga pokok produksi per kg daging sapi, maka total harga produksi dibagi dengan jumlah produksi daging sapi yang dihasilkan. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(50)

Gambar 1. Bagan alir penentuan harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar di kecamatan Terbanggi besar, Kabupaten Lampung Tengah.

Masukan Proses Pemeliharaan Keluaran

1. Sapi Bakalan 2. Pakan 3. Tenaga Kerja 4. Peralatan 5. Vitamin 6. Obat-obatan

Penerimaan Biaya Produksi

Sapi Potong

Pendapatan

Harga Harga Input

Harga Pokok Produksi


(51)

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional adalah pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang akan dianalisis berhubungan dengan tujuan penelitian.

Peternak sapi adalah orang yang memelihara sapi untuk digemukkan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Sapi bakalan adalah bibit sapi potong berumur 2-3 tahun, baik lokal maupun impor yang memiliki berat tubuh sekitar 200 kg.

Usaha penggemukan sapi adalah usaha dalam bidang peternakan yang produk utamanya adalah daging, dan kegiatan pemeliharaan sapi yang sudah dewasa, tetapi dalam keadaan masih kurus untuk ditingkatkan berat badannya dalam waktu relatif singkat, yaitu sekitar 3-4 bulan.

Periode penggemukan sapi adalah periode penggemukan sapi selama tiga kali dalam satu tahun (4 bulan). Periode I pada bulan Januari hingga bulan April, periode II pada bulan Mei hingga bulan Agustus, dan periode III pada bulan September hingga bulan Desember.


(52)

Biaya adalah keseluruhan pengorbanan yang digunakan dalam proses produksi untuk kelangsungan usaha.

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan selama masa penggemukan sapi, meliputi biaya sapi bakalan, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung.

Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah walaupun jumlah produksi daging sapi berubah, seperti biaya penyusutan.

Biaya variable adalah biaya yang berubah sesuai dengan perubahan besarnya jumlah produksi daging sapi, seperti biaya pakan, biaya obat-obatan, dan biaya pemeliharaan.

Penerimaan adalah jumlah produksi daging sapi dikalikan dengan harga jual sapi.

Pendapatan adalah total penerimaan usaha penggemukan sapi dikurangi total biaya produksi usaha penggemukan sapi.

Harga pokok produksi adalah jumlah dari seluruh biaya produksi, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung usaha penggemukan sapi dibagi dengan jumlah produksi daging sapi.

Harga pokok penjualan adalah total seluruh biaya dibagi dengan total volume daging sapi dihasilkan.

Full costing adalah metode perhitungan harga pokok produksi melalui pendekatan keseluruhan biaya produksi.


(53)

Variable costing adalah metode perhitungan harga pokok produksi melalui pendekatan biaya produksi yang bersifat variable.

Biaya bahan baku, yaitu biaya yang membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari usaha penggemukan sapi. Biaya bahan baku adalah biaya utama atau komponen utama dari usaha penggemukan sapi, seperti biaya sapi bakalan.

Biaya tenaga kerja adalah upah yang diberikan pemilik usaha penggemukan sapi kepada orang yang melakukan pekerjaan antara lain pemilihan sapi bakalan, pemberian pakan, perawatan kandang, dan penimbangan berat badan sapi hingga proses penggemukan sapi selesai.

Biaya tidak langsung adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang berkaitan dengan proses produksi, seperti biaya bahan pendukung, dan biaya reparasi.

Biaya penyusutan anuitas adalah biaya yang dihitung untuk mengetahui nilai sisa aset per tahun dengan menggunakan suku bunga.

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan sebagai sumber energi dan zat-zat gizi kepada sapi dan tidak mengganggu kesehatannya.

Kandang adalah bangunan di mana sapi dipelihara selama proses penggemukan berlangsung hingga siap untuk dijual.

Obat adalah benda atau zat yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit pada sapi.


(54)

Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh sapi guna menjaga daya tahan tubuh.

Peralatan adalah media untuk memudahkan segala kegiatan pekerja dalam melakukan pemeliharaan usaha penggemukan sapi.

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode studi kasus pada usaha penggemukan sapi milik Kastamar di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk berkembangnya usaha

penggemukan sapi, dan merupakan kabupaten yang memiliki populasi sapi potong terbesar.

Pemilihan obyek penelitian di lokasi tersebut karena usaha penggemukan sapi milik Kastamar yang berdiri sejak tahun 1998 belum melakukan perhitungan tentang harga pokok produksi. Usaha penggemukan sapi milik Kastamar hanya menghitung biaya yang membutuhkan pengeluaran kas, seperti biaya listrik, dan biaya air. Ketelitian dalam penentuan harga pokok produksi akan memberikan manfaat terhadap penentuan harga jual dan akan berpengaruh terhadap pendapatan usaha penggemukan sapi.

Pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara langsung dengan tujuan agar mendapatkan data yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya serta


(55)

pertanyaan yang diajukan terstruktur dan lengkap. Waktu penelitian dimulai dari Desember 2012 sampai Januari 2015.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pemilik usaha penggemukan sapi dan pengamatan serta pencatatan langsung tentang keadaan di lapangan. Data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen-dokumen yang relevan dengan masalah penelitian.

D. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis kuantitatif (statistik). Analisis kuantitatif untuk menganalisis biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya tidak langsung, dan harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Metode pengolahan data dilakukan dengan metode tabulasi dan komputerisasi (Microsoft Excell).

1. Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Full Costing

Full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan seluruh unsur biaya pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung tetap maupun variable. Metode full costing membebankan seluruh biaya tersebut kepada produk yang


(56)

diproduksi atas dasar tarif yang sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya tidak langsung tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual, dan baru dianggap sebagai biaya apabila produk jadi tersebut sudah dijual (Mulyadi, 2012). Harga pokok produksi menurut metode full costing sebagai berikut:

Tabel 5. Harga pokok produksi menggunakan metode full costing Biaya bahan baku xxx

Biaya tenaga kerja xxx Biaya tidak langsung tetap xxx Biaya tidak langsung variable xxx (+) Harga pokok produksi xxx Sumber : Mulyadi, 2012

2. Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Variable Costing

Variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variable ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung variable. Dalam metode variable costing, biaya tidak langsung tetap diberlakukan sebagai periode cost dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, karena biaya tidak langsung tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian, tidak langsung tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya (Mulyadi, 2012). Harga pokok produksi menurut metode variable costing sebagai berikut:


(57)

Tabel 6. Harga pokok produksi menggunakan variable costing

Biaya bahan baku xxx

Biaya tenaga kerja xxx

Biaya tidak langsung variable xxx (+)

Harga pokok produksi xxx

Sumber : Mulyadi, 2012 3. Harga Pokok Penjualan Harga adalah nilai hasil akhir dari faktor produksi yang digunakan. Harga pokok penjualan adalah gambaran jumlah pengorbanan yang harus dijadikan pengorbanan oleh produsen pada waktu pertukaran barang dan jasa. Harga pokok penjualan diperoleh dengan membandingkan total seluruh biaya dengan total volume produk yang dihasilkan. Tujuan perhitungan harga pokok penjualan adalah sebagai dasar penetapan harga dipasar, untuk menetapkan pendapatan yang diperoleh pada proses pertukaran barang atau jasa dan sebagai alat untuk penilaian efisiensi diproses produksi (Mulyadi, 2012). Tabel 7. Harga pokok penjualan Biaya bahan baku xxx

Biaya tenaga kerja xxx

Biaya tidak langsung xxx (+)

Harga pokok penjualan xxx Sumber : Mulyadi, 2012

4. Metode Penyusutan Anuitas

Menurut Ibrahim (2009), anuitas adalah suatu rangkaian pembayaran dengan jumlah yang sama besar pada setiap interval. Besar kecilnya jumlah pembayaran pada setiap interval tergantung pada jumlah pinjaman, jangka waktu, dan tingkat


(58)

bunga. Tingkat bunga pada setiap interval tergantung pada interval bunga majemuk yang dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan, maupun setiap tahun.

Metode anuitas sebenarnya identik dengan perhitungan annuity yang didasarkan pada nilai asset atau original cost sebagai present value. Untuk mengatasi harga, baik sebagai akibat kenaikan inflasi maupun sebagai perubahan teknologi

disediakan dana cadangan sebesar 18% dari nilai asset pada setiap tahun. Metode penyisihan dana (singking fund method), sebenarnya sama dengan melakukan deposito di bank pada setiap tahun, dan pada akhir umur ekonomis aset dana ini digunakan sebagai dana untuk membeli asset baru (Ibrahim, 2009). Untuk menentukan nilai asset yang disusut perlu dihitung present value dari scrap value dengan menggunakan rumus (Ibrahim, 2009):

P = S (1+i)-n Keterangan:

P = Present value

S = Scrap value (nilai sisa) i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu

Selanjutnya dihitung nilai asset yang disusut dengan rumus (Ibrahim, 2009): An = B – P

Keterangan:

An = Nilai aset yang disusut


(59)

P = Present value

Nilai asset tersebut digunakan untuk menghitung penyusutan per tahun dengan rumus (Ibrahim, 2009):

R = An i (1 – (1 + i)-n Keterangan:

R = Annuity (jumlah penyusutan per tahun) An = Nilai asset yang disusut

i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu

5. Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar

Pendapatan usaha penggemukan sapi milik Kastamar diperoleh dengan

menghitung selisih antara total penerimaan yang diterima dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Soekartawi (1991) dalam Irianti (2011), persamaan untuk memperoleh pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

�= Y. Py− �=1Xi. Pxi−BTT

Keterangan :

π = Pendapatan usaha penggemukan sapi (Rp) Y = Produksi ternak sapi (Kg)

Py = Harga hasil produksi ternak sapi (Rp/kg) ΣXi = Jumlah faktor produksi ke-i (1,2,3..n) Px = Harga faktor produksi ke-i (Rp)


(60)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar

menggunakan metode full costing pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 40.369/kg, Rp 40.082/kg, dan Rp 41.854/kg.

2. Harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar

menggunakan metode variable costing pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 38.115/kg, Rp 37.946/kg, dan Rp 39.481/kg.

3. Pendapatan usaha penggemukan sapi milik Kastamar pada periode I, II, III adalah Rp 43.795.082, Rp 52.404.082, dan Rp 41.866.082.

4. Harga pokok penjualan pemotongan sapi pada jagal pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 112.182/kg, Rp 111.632/kg, dan Rp 112.724/kg.

B. Saran

1. Pemerintah hendaknya memperhatikan peternak dalam melakukan usaha penggemukan sapi, seperti pemanfaatan 53,50% bagian sapi yang terbuang melalui inovasi teknologi, sehingga sapi memiliki nilai ekonomis selain daging yang dapat dikonsumsi. Limbah atau kotoran sapi bisa dimanfaatkan untuk biogas, pupuk dan diolah untuk campuran pakan ternak atau ikan


(61)

sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih bagi pemilik usaha

penggemukan sapi. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan nilai penyusutan daging sapi sebesar 46,50% menjadi 59%, sehingga pendapatan pemilik usaha penggemukan sapi dapat meningkat.

2. Peternak hendaknya meminimalkan pengeluran biaya-biaya seperti biaya pakan, agar mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga dapat

meningkatkan skala usaha penggemukan sapi. Efisiensi biaya yang lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi biaya tenaga kerja pada pemotongan. Tenaga kerja pengulitan, tenaga kerja pengeluaran jeroan, dan tenaga kerja menggantung daging dapat dilakukan secara bersamaan. Biaya vitamin dan obat-obatan juga dapat dikurangi, karena sapi jarang sekali sakit dan sangat kuat.

3. Peneliti lain hendaknya melakukan penelitian tentang supply chain daging sapi, sehingga dapat diketahui nilai tambah dan keuntungan pada setiap lembaga pemasaran.


(62)

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah. 2012. Lampung dalam Angka 2012. BPS Lampung Tengah.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2012. Populasi Ternak Sapi di Lampung. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Hendri, Andre. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi Dengan Metode Full Costing Dan Penentuan Harga Jual Pada CV. Anugerah Genteng Manado. Jurnal EMBA, 1 (3).

Ibrahim, Yacob. 2009. Studi Kelayakan Bisnis (edisi revisi). Rineka Cipta. Jakarta.

Irianti, C. 2011. Analisis Pendapatan dan Serapan Tenaga Kerja PIR

Penggemukan Sapi Potong Pada Berbagai Pola Pendanaan. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Laisa, Dwinta D. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi dan Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering Di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 1 (2): 111-117.

Mulyadi. 2012. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Universitas Gadjah Mada. Aditya Media.Yogyakarta.

Muktiani. 2011. Sukses Usaha Penggemukan Sapi. Pustaka Baru. Yogyakarta. Samsul, Niniek H. 2013. Perbandingan Harga Pokok Produksi Full Costing dan

Harga Pokok Produksi Variable Costing Untuk Harga Jual Cv. Pyramid. Jurnal ISSN, 1 (3): 366-373.

Santosa, K. Warsito, S.ST. Andoko, Agus. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Setiawan, Hendara dan Edison. 2008. Perhitungan Harga Pokok Produksi Dalam Kaitannya Dengan Pelaporan Keuangan Pada PT Alas Seni Kreasi


(63)

Sudarmono, A.S, dan Sugeng, B Y. 2008. SapiPotong: Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tim Karya Tani Mandiri. 2009. Pedoman Budidaya Beternak Sapi Potong. Nuansa Aulia. Bandung.

Widilestariningtyas, Ony; Firdaus, Dony Waluya; Anggadini, Sri Dewi. 2012. Akuntansi Biaya. Graha Ilmu. Yogyakarta.


(1)

46

bunga. Tingkat bunga pada setiap interval tergantung pada interval bunga majemuk yang dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan, maupun setiap tahun.

Metode anuitas sebenarnya identik dengan perhitungan annuity yang didasarkan pada nilai asset atau original cost sebagai present value. Untuk mengatasi harga, baik sebagai akibat kenaikan inflasi maupun sebagai perubahan teknologi

disediakan dana cadangan sebesar 18% dari nilai asset pada setiap tahun. Metode penyisihan dana (singking fund method), sebenarnya sama dengan melakukan deposito di bank pada setiap tahun, dan pada akhir umur ekonomis aset dana ini digunakan sebagai dana untuk membeli asset baru (Ibrahim, 2009). Untuk menentukan nilai asset yang disusut perlu dihitung present value dari scrap value dengan menggunakan rumus (Ibrahim, 2009):

P = S (1+i)-n Keterangan:

P = Present value

S = Scrap value (nilai sisa) i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu

Selanjutnya dihitung nilai asset yang disusut dengan rumus (Ibrahim, 2009): An = B – P

Keterangan:

An = Nilai aset yang disusut


(2)

47

P = Present value

Nilai asset tersebut digunakan untuk menghitung penyusutan per tahun dengan rumus (Ibrahim, 2009):

R = An i (1 – (1 + i)-n Keterangan:

R = Annuity (jumlah penyusutan per tahun) An = Nilai asset yang disusut

i = Interest rate (tingkat bunga) n = Jangka waktu

5. Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar

Pendapatan usaha penggemukan sapi milik Kastamar diperoleh dengan

menghitung selisih antara total penerimaan yang diterima dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Soekartawi (1991) dalam Irianti (2011), persamaan untuk memperoleh pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

�= Y. Py− �=1Xi. Pxi−BTT

Keterangan :

π = Pendapatan usaha penggemukan sapi (Rp) Y = Produksi ternak sapi (Kg)

Py = Harga hasil produksi ternak sapi (Rp/kg) ΣXi = Jumlah faktor produksi ke-i (1,2,3..n) Px = Harga faktor produksi ke-i (Rp)


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar

menggunakan metode full costing pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 40.369/kg, Rp 40.082/kg, dan Rp 41.854/kg.

2. Harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar

menggunakan metode variable costing pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 38.115/kg, Rp 37.946/kg, dan Rp 39.481/kg.

3. Pendapatan usaha penggemukan sapi milik Kastamar pada periode I, II, III adalah Rp 43.795.082, Rp 52.404.082, dan Rp 41.866.082.

4. Harga pokok penjualan pemotongan sapi pada jagal pada periode I, II, dan III adalah sebesar Rp 112.182/kg, Rp 111.632/kg, dan Rp 112.724/kg.

B. Saran

1. Pemerintah hendaknya memperhatikan peternak dalam melakukan usaha penggemukan sapi, seperti pemanfaatan 53,50% bagian sapi yang terbuang melalui inovasi teknologi, sehingga sapi memiliki nilai ekonomis selain daging yang dapat dikonsumsi. Limbah atau kotoran sapi bisa dimanfaatkan untuk biogas, pupuk dan diolah untuk campuran pakan ternak atau ikan


(4)

81

sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih bagi pemilik usaha

penggemukan sapi. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan nilai penyusutan daging sapi sebesar 46,50% menjadi 59%, sehingga pendapatan pemilik usaha penggemukan sapi dapat meningkat.

2. Peternak hendaknya meminimalkan pengeluran biaya-biaya seperti biaya pakan, agar mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga dapat

meningkatkan skala usaha penggemukan sapi. Efisiensi biaya yang lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi biaya tenaga kerja pada pemotongan. Tenaga kerja pengulitan, tenaga kerja pengeluaran jeroan, dan tenaga kerja menggantung daging dapat dilakukan secara bersamaan. Biaya vitamin dan obat-obatan juga dapat dikurangi, karena sapi jarang sekali sakit dan sangat kuat.

3. Peneliti lain hendaknya melakukan penelitian tentang supply chain daging sapi, sehingga dapat diketahui nilai tambah dan keuntungan pada setiap lembaga pemasaran.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah. 2012. Lampung dalam Angka 2012. BPS Lampung Tengah.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2012. Populasi Ternak Sapi di Lampung. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Hendri, Andre. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi Dengan Metode Full Costing Dan Penentuan Harga Jual Pada CV. Anugerah Genteng Manado. Jurnal EMBA, 1 (3).

Ibrahim, Yacob. 2009. Studi Kelayakan Bisnis (edisi revisi). Rineka Cipta. Jakarta.

Irianti, C. 2011. Analisis Pendapatan dan Serapan Tenaga Kerja PIR

Penggemukan Sapi Potong Pada Berbagai Pola Pendanaan. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Laisa, Dwinta D. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi dan Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering Di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 1 (2): 111-117.

Mulyadi. 2012. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Universitas Gadjah Mada. Aditya Media.Yogyakarta.

Muktiani. 2011. Sukses Usaha Penggemukan Sapi. Pustaka Baru. Yogyakarta. Samsul, Niniek H. 2013. Perbandingan Harga Pokok Produksi Full Costing dan

Harga Pokok Produksi Variable Costing Untuk Harga Jual Cv. Pyramid. Jurnal ISSN, 1 (3): 366-373.

Santosa, K. Warsito, S.ST. Andoko, Agus. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Setiawan, Hendara dan Edison. 2008. Perhitungan Harga Pokok Produksi Dalam Kaitannya Dengan Pelaporan Keuangan Pada PT Alas Seni Kreasi


(6)

Sinaga, Arif A. 2008. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Susu Segar. Skripsi. IPB.

Sudarmono, A.S, dan Sugeng, B Y. 2008. SapiPotong: Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tim Karya Tani Mandiri. 2009. Pedoman Budidaya Beternak Sapi Potong. Nuansa Aulia. Bandung.

Widilestariningtyas, Ony; Firdaus, Dony Waluya; Anggadini, Sri Dewi. 2012. Akuntansi Biaya. Graha Ilmu. Yogyakarta.