Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan

PRODUK EKSPOR PROSPEKTIF INDONESIA KE PERU DAN
FAKTOR PENENTU ALIRAN PERDAGANGANNYA
KE AMERIKA SELATAN

DEWI SETYAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Produk Ekspor
Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke
Amerika Selatan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Dewi Setyawati
NIM H151120031

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN

DEWI SETYAWATI. Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor
Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan. Dibimbing oleh RINA
OKTAVIANI dan TANTI NOVIANTI.
Perluasan pangsa pasar ekspor Indonesia ke pasar non tradisional dilakukan
oleh pemerintah sebagai upaya peningkatan kinerja ekspor Indonesia. Peru yang
terletak di kawasan Amerika Selatan merupakan salah satu pasar non tradisional yang
ditetapkan menjadi pasar potensial untuk produk ekspor Indonesia. Kontribusi ekspor
ke Peru masih cukup rendah yaitu 0.098 pada tahun 2013, namun pertumbuhan
kontribusi ekspor ke Peru tersebut terus mengalami pertumbuhan sebesar 22.79% per

tahun selama periode 2009-2013. Kerjasama perdagangan bilateral antara Indonesia
dan Peru saat ini berupa Memorandum of Understanding (MoU) on Trade Promotion
Activities yang akan mengarah kepada Preferential Trade Agreement (PTA).
Kesenjangan masih rendahnya kontribusi ekspor dan peluang pasar Peru
yang potensial masih perlu ditinjau lebih lanjut. Analisis keragaan dan produk
prospektif yang memiliki daya saing ke pasar Peru diperlukan sebagai persiapan
bagi Indonesia apabila PTA diterapkan. Wilayah Peru yang strategis dapat
menjadi pintu masuk bagi ekspor Indonesia ke kawasan Amerika Selatan,
sehingga analisis aliran perdagangan produk ekspor prospektif tersebut pada
penelitian ini diperluas ke kawasan Amerika Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis performa perdagangan
bilateral antara Indonesia dan Peru, (2) menganalisis produk ekspor yang
prospektif dikembangkan oleh Indonesia ke Peru serta integrasi perdagangannya,
(3) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan produk
ekspor prospektif tersebut ke pasar kawasan Amerika Selatan. Performa
perdagangan dianalisis secara diskriptif. Penentuan produk ekspor prospektif
Indonesia ke Peru dianalisis dengan metode Revealed Cooperative Advantage
(RCA) yang memiliki nilai RCA >1 dan metode Export Product Dynamic (EPD)
yang berada selain di kuadran retreat. Adapun metode Intra Industry Trade (IIT)
digunakan untuk menganalisis integrasi perdagangan produk ekspor prospektif

Indonesia ke Peru. Lima produk ekspor prospektif yang terpilih dianalisis lebih
lanjut aliran perdagangannya ke kawasan Amerika Selatan dengan menggunakan
model gravity. Analisis (RCA) menggunakan data ekspor tahun 2001-2013,
sedangkan analisis (EPD) dan Intra Industry Trade (IIT) menggunakan data tahun
2008-2013. Data time series model gravity menggunakan periode tahun 2000-2013
dan data cross section berupa negara-negara di kawasan Amerika Selatan yang
mengekspor lima produk ekspor unggulan terpilih yaitu Peru, Argentina, Brazil,
Chili, Colombia, Ecuador, Suriname, Uruguay dan Venezuela. Penyesuaian data
time series dan cross section dalam panel data model gravity dilakukan karena
adanya ketersediaan data.
Performa nilai ekspor total Indonesia pada periode tahun 1990-2013 secara
umum mengalami peningkatan, dari US $ 45.26 ribu menjadi US $ 178.45 juta.
Komoditas ekspor sebagian besar merupakan komoditas non migas. Pertumbuhan nilai

impor pada periode 1990-2013 lebih berfluktuasi dibandingkan nilai ekspornya. Hal ini
memengaruhi neraca perdagangan (trade balance) Indonesia dan Peru.
Hasil analisis RCA menunjukkan pada tahun 2001-2012 sebanyak 51.75%
produk yang diekspor ke Peru tidak memiliki daya saing dengan nilai RCA kurang
dari 1. Sedangkan sebanyak 48.25% produk sudah memiliki daya saing dengan nilai
RCA lebih dari 1. Lima produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru yang dipilih

untuk melihat aliran perdagangan ke kawasan Amerika Selatan yaitu produk HS
4001 (Natural rubber,balata, gutta-percha etc), produk HS 4809 (Carbon,self-copy
paper etc,roll of width > 36 cm), produk HS 0801 (Brazil nuts, cashew nuts &
coconuts), produk HS 5509 (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale) dan
produk HS 4420 (Wood marquetry & inlaid wood; caskets & cases or cutlery of
wood). Hasil analisis IIT menunjukkan hanya produk HS 5509 (Yarn of synth
staple fibre,not put for retail sale) dan produk HS 0801 (Brazil nuts, cashew nuts &
coconuts) yang memiliki integrasi lemah sedangkan produk lain tidak terintegrasi.
Terdapat perbedaan faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan
ekspor ke Amerika Selatan untuk masing-masing produk. Perbedaan GDP per kapita
dan Trade/GDP merupakan faktor yang berpengaruh bagi produk HS 4001 (Natural
rubber, balata, gutta-percha etc). Aliran perdagangan produk HS 4809 (Carbon,selfcopy paper etc,roll of width > 36 cm) dipengaruhi oleh perbedaan GDP per kapita, nilai
tukar riil dan jarak ekonomi. Faktor-faktor yang memengaruhi untuk produk HS 0801
(Brazil nuts, cashew nuts & coconuts) adalah perbedaan GDP per kapita, tarif dan jarak
ekonomi. Perbedaan GDP per kapita, nilai tukar riil, tarif, trade/GDP dan jarak
ekonomi merupakan faktor-faktor yang memengaruhi untuk produk HS 5509 (Yarn of
synth staple fibre,not put for retail sale). Perbedaan GDP per kapita, tarif, jarak
ekonomi dan Trade/GDP merupakan faktor yang berpengaruh untuk produk HS 4420
(Wood marquetry & inlaid wood; caskets & cases or cutlery of wood).
Berdasarkan hasil analisis, masih diperlukan peningkatan daya saing bagi

produk ekspor Indonesia ke Peru sehingga persentase jumlah produk yang
memiliki daya saing (indikator RCA) dan termasuk kategori rising star dapat
ditingkatkan. Peningkatan diferensiasi produk bagi produk ekspor prospektif
melalui pengembangan industri manufaktur masih diperlukan.
Pengembangan ekspor komoditas prospektif ke kawasan Amerika Selatan
perlu ditingkatkan karena negara-negara di kawasan ini memiliki perbedaan GDP
per`kapita yang cukup besar terutama untuk negara Chili, Argentina, Brazil,
Uruguay dan Venezuela. Tarif merupakan faktor yang memengaruhi nilai ekspor
produk HS 0801 (Brazil nuts, cashew nuts & coconuts), produk HS 5509 (Yarn of
synth staple fibre,not put for retail sale), dan produk HS 4420 (Wood marquetry
& inlaid wood; caskets & cases or cutlery of wood) sehingga penurunan tariff
perlu diperjuangkan dalam negoisasi perdagangan bilateral. Nilai tukar riil
memengaruhi produk HS 4809 (Carbon,self-copy paper etc,roll of width > 36 cm)
dan produk HS 5509 (Yarn of synth staple fibre,not put for retail sale) sehingga
diperlukan peran pemerintah dalam menjaga kestabilan nilai tukar.
Kata kunci : EPD, IIT, Gravity Model, Perdagangan Indonesia-Peru-Amerika
Selatan, RCA

SUMMARY
DEWI SETYAWATI. The Prospect of Indonesian Export Product to Peru and

Factors Affecting Its Trade Flow to South America. Supervised by RINA
OKTAVIANI and TANTI NOVIANTI.
The expansion of Indonesian export markets by the government to nontraditional markets as an effort to increase Indonesia's export performance. Peru in
South America is one of potential non-traditional markets market for Indonesian
export products. The contribution of Indonesian export to Peru is still low at 0.098
in 2013, however the growth of export to Peru continues to grow by 22.79% per
year over the 2009-2013. Bilateral trade cooperation between Indonesia and Peru in
the form of a Memorandum of Understanding (MoU) on Trade Promotion
Activities that will lead to the Preferential Trade Agreement (PTA).
The gap between low contribution of Indonesia’s export to Peru and
potential market in Peru require further review. Analysis of performance and
prospective products which are competitive to the Peruvian market is compulsory as
preparation if the PTA is applied. Peruvian territory can be a strategic entry point
for Indonesian export to South America, therefore the analysis of prospective export
product trade flows in this research to be extended to South America.
The purpose of this study was to (1) analyze the performance of bilateral
trade between Indonesia and Peru, (2) analyze the prospective export products
developed by Indonesia to Peru, and its trade integration (3) analyze factors
affecting Indonesian prospective export products and trade flows to South America
market. Trade performances were analyzed descriptively. Determination of

prospective export products are based on Revealed Cooperative Advantage (RCA)
which have RCA>1 and Export Product Dynamic (EPD) which in except retreat
quadran. Intra Industry Trade (IIT) method used to analized its trade integration.
Export prospective products selected five products to be analyzed further its trade
flows to South America using gravity model. RCA analysis used exports data in
2001-2013, while the EPD and IIT analysis using data of 2008-2013. Time series
data of gravity model used period of 2000-2013 and cross section data of countries
in South America that export selected five major export products, consist of Peru,
Argentina, Brazil, Chile, Colombia, Ecuador, Suriname, Uruguay and Venezuela.
Adjustment of time series and cross section panel data in gravity models are due to
the availability of data.
In period 1990-2013, Indonesia's total export value in general experienced
an increasing trend, from US $ 45.26 thousand to US $ 178.45 million. Commodity
export is largely contributed by a non-oil commodity. Growth of imports value in
1990-2013 was more volatile than the value of exports. This affected the trade
balance of Indonesia and Peru.
RCA analysis results showed that in 2001-2012, 51.75% of products exported
to Peru was not competitive because RCA value was less than 1. As much as 48.25%
of the products were already competitive with more than 1 RCA value. Five
prospective Indonesian export products chosen were HS 4001 product (Natural

rubber, balata, gutta-percha etc), HS 4809 product (Carbon, self-copy paper etc, roll
of width> 36 cm), HS 0801 product (Brazil nuts, cashew nuts and coconuts), HS
5509 product (Yarn of synth staple fiber, not put for retail sale) and HS 4420 product

(Wood marquetry & Inlaid wood; caskets and cases or cutlery of wood). Based on the
results of the IIT analysis, it showed that only HS 5509 product (Yarn of synth staple
fiber, not put for retail sale) and HS 0801 product (Brazil nuts, cashew nuts and
coconuts) had a weak integration, while other products were not integrated.
There are differences in the factors that affect the export trade flow to South
America for each products. The difference in GDP per capita and Trade/GDP were
influential factors for HS 4001 product (Natural rubber, balata, gutta-percha etc).
Trade flow of HS 4809 product (Carbon, self-copy paper etc, roll of width> 36 cm)
were influenced by difference in GDP per capita, real exchange rate and economic
distance. Factors that affected the export trade flow for HS 0801 product (Brazil
nuts, cashew nuts and coconuts) to South America are the difference in GDP per
capita, tariff, and economic distance. The difference in GDP per capita, real
exchange rate, tariff, trade/GDP and economic distances were factors that affected
the export value of HS 5509 product (Yarn of synth staple fiber, not put for retail
sale). While the difference in GDP per capita, tariff, economic distance and
Trade/GDP were factors that affected the export value of HS 4420 (Wood

Marquetry & Inlaid wood; caskets and cases or cutlery of wood).
Based on the results of the analysis is still necessary to increase the
competitiveness of Indonesian export product to Peru, in order to increase the
percentage of the number of product that are competitive (RCA indicator) and
rising star category can be improved. Increased product differentiation for
prospective export product through the development of the manufacturing
industry is still required.
Development of prospective of Indonesia’s export product to South
American region needs to be improved since the each country in this region has
large different GDP per capita, especially Chile, Argentina, Brazil, Uruguay and
Venezuela. Tariff is factor that affects the export value of HS 0801 product (Brazil
nuts, cashew nuts and coconuts), HS 5509 product (Yarn of synth staple fiber, not
put for retail sale), and HS 4420 product (Wood Marquetry & Inlaid wood; caskets
and cases or cutlery of wood) which in turn, tariff reduction ought to be fought in
bilateral trade negotiations. The real exchange rate affected HS 4809 product
(Carbon,self-copy paper etc,roll of width > 36 cm) and HS 5509 product (Yarn of
synth staple fibre,not put for retail sale) so that government encompasses in
maintaining exchange rate stability.

Keyword : EPD, IIT, Indonesia-Peru-South America Trading, Gravity Model, RCA


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUK EKSPOR PROSPEKTIF INDONESIA KE PERU
DAN FAKTOR PENENTU ALIRAN PERDAGANGANNYA
KE AMERIKA SELATAN

DEWI SETYAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, MScAgr

Judul Tesis
Nama
NIM

: Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan Faktor Penentu
Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan
: Dewi Setyawati
: H151120031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
Ketua

Dr Tanti Novianti, SP MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 19 Desember 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillahirrobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga thesis ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian
dengan tema perdagangan internasional yang dilaksanakan sejak bulan MeiDesember 2014 ini berjudul “Produk Ekspor Prospektif Indonesia ke Peru dan
Faktor Penentu Aliran Perdagangannya ke Amerika Selatan”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih penulis sampaikan
secara khusus kepada :
1.
Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan
Dr Tanti Novianti, SP, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan selama penelitian ini.
2.
Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, MScAgr sebagai penguji utama dan Dr Ir
Wiwiek Rindayati, MSi sebagai penguji dari Komisi Akademik yang telah
memberikan masukan untuk kesempurnaan thesis ini.
3.
Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi selaku Ketua Program Studi dan Dr
Lukytawati Anggraeni, SP MSi sebagai Sekretaris Program Studi Pasca
Sarjana Ilmu Ekonomi.
4.
Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr sebagai Pimpinan Redaksi Jurnal Ekonomi dan
Kebijakan Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomomi FEM.
5.
Seluruh dosen dan staf yang telah memberikan ilmu dan kelancaran proses.
6.
Dr Eka Puspitawati, Heni Hasanah MSi dan Dian V Pandjaitan MSi atas
diskusi serta masukan kepada penulis.
7.
Rekan-rekan Ilmu Ekonomi regular 7, Fast track- 1 dan kelas Kementerian
Perdagangan atas bantuan serta sharing informasinya.
8.
Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah
memberikan Beasiswa Unggulan Tenaga Kependidikan tahun 2012.
9.
Pimpinan dan rekan-rekan di Kantor Audit Internal atas izin tugas belajar
serta dukungannya.
Karya ini penulis persembahkan untuk keluarga kecil tercinta, suami Irza
Ridwan SHut MSi, ananda Faiza Muthia Ridwan dan Fadya Melinda Ridwan.
Terima kasih tanpa batas atas segenap keridhoan, do’a, dukungan, kasih sayang dan
pengertian selama ini. Kepada orang tua penulis juga seluruh keluarga besar di
Lampung dan Bogor atas do’a tulus serta dukungannya.
Penulis menyadari bahwa thesis ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Dewi Setyawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
8
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori dan Konsep
Kerangka Pemikiran
Hipotesis

8
8
16
17

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis

18
18
18

4 PERFORMA PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA-PERU
Performa Ekspor Indonesia dan Peru ke Dunia
Performa Impor Indonesia dan Peru ke Dunia
Ekspor, Impor, Trade Balance Bilateral Indonesia dan Peru

24
24
25
26

5 PRODUK EKSPOR PROSPEKTIF INDONESIA KE PERU
Analisis Revealed Cooperative Advantage (RCA)
Analisis Product Export Dynamic (EPD)
Analisis Intra Industry Trade (IIT)
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Produk Ekspor
Prospektif Indonesia-Peru ke Kawasan Amerika Selatan

28
28
30
32

6 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

45
45
45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

62

35

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

16.
17.
18.

Pangsa Indonesia dalam perdagangan internasional tahun 2005-2013
Kontribusi Peru dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan terhadap
total ekspor Indonesia tahun 2009-2013 (dalam %)
GDP, populasi, GDP per kapita negara-negara Amerika Selatan tahun
2013 dan pertumbuhannya (%) selama periode tahun 1999-2013
Pertumbuhan ekspor dan nilai RCA sepuluh komoditas utama Indonesia
tahun 2007-2011
Jenis dan sumber data
Matriks posisi daya saing
Klasifikasi Nilai IIT
Performa Perdagangan bilateral Indonesia dan Peru tahun 1990-2013
Neraca Perdagangan Indonesia dan Peru Tahun 2009-2013 (dalam US
$ 000)
Sepuluh produk prospektif berdasarkan rata-rata nilai RCA ekspor
Indonesia ke Peru tertinggi periode tahun 2001-2013
Gabungan hasil analisis RCA dan EPD
Rata-rata kontribusi lima eksportir terbesar dan pertumbuhan impor Peru
terhadap lima produk ekspor prospektif Indonesia tahun 2009-2013 (%)
Nilai IIT Indonesia dan Peru periode tahun 2008-2013
Nilai IIT berdasarkan nilai RCA sepuluh produk potensi ekspor
Indonesia tahun 2008-2013
Negara importir lima produk ekspor prospektif Indonesia-Peru di
kawasan Amerika Selatan dan rata-rata kontribusinya terhadap total
ekspor Indonesia ke dunia pada periode 2009-2013
Indikator makro Indonesia dan negara sampel di kawasan Amerika
Selatan tahun 2013
Penyesuaian data time series dan cross section untuk model gravity
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan
masing-masing produk ekspor prospektif Indonesia ke Amerika Selatan

2
3
4
6
18
20
22
27
28
29
31
32
33
34
35

36
41
42

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Ekspor Impor (dalam US $ miliar) dan Indeks keterbukaan
perdagangan Indonesia (dalam%) tahun 2003-2013
Negara tujuan ekspor non migas Indonesia tahun 2013
Kurva Perdagangan Internasional
Perdagangan pada non differential product sector
Perdagangan pada persaingan monopolistik
Kerangka pemikiran
Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis pada EPD
Nilai ekspor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013
Pertumbuhan ekspor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013
(dalam %)

1
2
10
11
11
17
20
24
25

10. Nilai impor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013
11. Pertumbuhan impor Indonesia dan Peru ke dunia tahun 2001-2013 (%)
12. Fluktuasi jumlah produk yang diekspor dari Indonesia ke Peru
periode tahun 2001-2013
13. Hasil analisis EPD produk prospektif ekspor Indonesia Peru
14. Perbedaan GDP per kapita Indonesia dengan negara sampel di
Amerika Selatan
15. Nilai tukar riil rupiah terhadap local current unit negara sampel di
kawasan Amerika Selatan
16. Tarif pada lima produk ekspor terpilih negara sampel di kawasan
Amerika Selatan
17. Trade/GDP negara-negara sampel di kawasan Amerika Selatan
18. Jarak ekonomi Indonesia dengan negara-negara sampel di kawasan
Amerika Selatan

25
26
29
30
36
37
38
39
40

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Nilai ekspor dan impor Indonesia ke Peru per komoditas dengan 2
digit kode HS periode tahun 2008 – November 2013
Hasil Analisis EPD Indonesia ke Peru pada Kuadran Rising Star
(RS)
Hasil Analisis EPD Indonesia ke Peru pada Kuadran Falling Star
(FS)
Hasil Analisis EPD Indonesia ke Peru pada Kuadran Loss
Opportunities (LO)
Hasil Analisis Export Product Dynamics ekspor Indonesia ke Peru
pada Kuadran Retreat (RT)

49

Jenis NTM untuk Produk HS 0801 Brazil nuts cashew nuts &
coconuts)
Instrument NTM untuk Yarn of synth staple fibre not put for retail
sale (HS 5509)
Hasil uji Hausman HS 4401
Hasil uji Hausman HS 4809
Hasil uji Hausman Produk HS 0801
Hasil uji Hausman HS 5509
Hasil uji Hausman HS 4420
Hasil estimasi aliran perdagangan produk HS 4401
Hasil estimasi aliran perdagangan produk HS 4809
Hasil estimasi aliran perdagangan produk HS 0801
Hasil estimasi aliran perdagangan produk HS 5509
Hasil estimasi aliran perdagangan produk HS 4420

54

51
53
53
54

55
55
55
56
56
56
57
58
59
60
61

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan internasional tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan
perekonomian dunia saat ini. Hubungan perdagangan internasional diantara negaranegara dunia semakin berkembang dan menghasilkan kebijakan yang secara
langsung maupun tidak langsung memengaruhi struktur, komposisi serta arah
perdagangan internasional (Oktaviani et al., 2010).
Indonesia sebagai negara berkembang menganut sistem perekonomian
terbuka sehingga lalu lintas perekonomian internasional menjadi salah satu faktor
yang berpengaruh dalam pembangunan nasional. Indeks keterbukaan Indonesia
selama tahun 2003-2013 berkisar antara 39.6-56.9%. Indeks ini merupakan
indikator keterbukaan perdagangan yang dapat menunjukkan seberapa besar suatu
negara menyikapi kondisi perdagangan bebas. Gambar 1 menunjukkan kondisi
ekspor dan impor Indonesia pada tahun 2003-2013 serta indeks keterbukaan
perdagangan yang dihitung dari persentase total ekspor dan impor dibagi dengan
total Gross Domestic Product GDP).
250

200

60.0

56.9
49.0

50.5

52.4

50.0

48.8

45.0
39.6

150

41.4

44.6

43.3

42.5

40.0
30.0

100

20.0

50

10.0

-

0.0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Ekspor (US $ miliar)

Impor (US $ miliar)

Indeks Keterbukaan Perdagangan (%)

Gambar 1 Ekspor Impor (dalam US $ miliar) dan Indeks keterbukaan
perdagangan Indonesia (dalam%) tahun 2003-2013
Sumber : diolah dari WDI dan IFS 2014

Pangsa ekspor Indonesia dalam perdagangan internasional pada periode
tahun 2005-2013 rata-rata sebesar 2.60%. Perkembangan ekspor dunia dan ekspor
Indonesia pada periode tersebut menunjukkan trend yang meningkat walaupun
terdapat penurunan pada dua tahun terakhir (Trademap 2014). Apabila
dibandingkan dengan trend ekspor dunia, ekspor Indonesia memiliki trend yang
lebih besar yaitu 9.92% dibandingkan dengan trend ekspor dunia yang memiliki
kenaikan sebesar 7.14%. Tabel 1 menunjukkan pangsa ekspor Indonesia dalam
perdagangan internasional periode 2005-2013.

2
Tabel 1 Pangsa Ekspor Indonesia dalam perdagangan internasional tahun 2005-2013
Tahun

Ekspor Dunia
(US $ miliar)

Ekspor Indonesia
(US $ miliar)

Pangsa Ekspor
Indonesia
(%)

2005

10 366 215.62

85 659.95

0.83

2006

11 985 054.14

100 798.62

0.84

2007

13 823 120.82

114 100.87

0.83

2008

15 971 872.93

137 020.42

0.86

2009

12 388 082.10

116 509.99

0.94

2010

15 129 902.94

157 779.10

1.04

2011

18 189 244.79

203 496.62

1.12

2012

18 101 481.78

190 031.84

1.05

2013
Trend (%)

17 994 539.05
7.14

182 551.75
9.92

1.01
2.60

Sumber : diolah dari UN COMTRADE 2014

Ekspor Indonesia didominasi oleh ekspor non migas (minyak bumi dan gas).
Pada tahun 2013 ekspor non migas memberikan kontribusi lebih tinggi (82.13%)
dibandingkan dengan ekspor migas (17.87%). Pada tahun tersebut Republik
Rakyat Tiongkok (RRT) menjadi negara tujuan ekspor non migas terbesar
Indonesia dengan nilai ekspor sebesar US $ 18.92 miliar atau sebesar 13.88% dari
total ekspor non migas Indonesia. Negara tujuan ekspor non migas setelah RRT
berturut-turut adalah Jepang dengan nilai ekspor sebesar US $ 14.68 miliar
(10.77%), Amerika Serikat dengan nilai ekspor sebesar US $ 13.79 miliar
(10.12%), India dengan nilai ekspor sebesar US $ 11.87 miliar (8.71%) dan
Singapura sebesar US $ 9.37 miliar (6.88%). Negara tujuan ekspor non migas
Indonesia tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 2.

RRT
14%
Jepang
11%

Lainnya
49%

Amerika Serikat
10%

Singapura
7%

India
9%

Gambar 2 Negara tujuan ekspor non migas Indonesia tahun 2013
Sumber : Kementerian Perdagangan 2013

Krisis global yang melanda sejumlah negara maju telah menimbulkan
pengaruh dalam aktivitas perdagangan internasional. Hal ini karena pada
umumnya negara berkembang mengekspor sebagian besar komoditi lokalnya ke
negara maju. Penurunan daya beli masyarakat di negara-negara maju sebagai

3
dampak krisis global memberikan implikasi menurunnya impor barang sehingga
potensi peluang ekspor yang tersedia pun kecil.
Diversifikasi pasar merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kinerja ekspor Indonesia dengan strategi mengubah fokus pasar tujuan ekspor.
Negara tujuan utama atau pasar tradisional sebelumnya adalah negara-negara
maju. Saat ini fokus juga diarahkan ke pasar prospektif yaitu negara-negara
berkembang atau pasar non-tradisional (emerging markets). Penetapan suatu
negara menjadi pasar prospektif ini berdasarkan pada nilai pertumbuhan ekspor
yang tinggi serta nilai dan pangsa pasar ekspor Indonesia yang terus meningkat
dengan trend perdagangan positif dalam lima tahun terakhir. Pasar ekspor
prospektif terdiri dari 19 negara yaitu Taiwan, Hongkong, Turki, Myanmar,
Kamboja, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Iran, Rusia, Ukraina, Brasil, Mexico,
Argentina, Peru, Chili, Australia, Afrika Selatan, Mesir, serta Nigeria
(Kementerian Perdagangan 2012).
Peru merupakan salah satu negara di Amerika Selatan yang berpotensi
sebagai pasar produk Indonesia sehingga ditetapkan sebagai pasar prospektif.
Kontribusi ekspor Indonesia ke Peru ini menunjukkan trend yang semakin
meningkat dalam periode tahun 2009-2013. Ekspor Indonesia ke Peru pada tahun
2009 senilai US $ 51.17 juta memberikan kontribusi sebesar 0.044% terhadap total
ekspor Indonesia ke dunia. Pada tahun 2013 ekspor Indonesia ke Peru senilai US $
178.45 juta dan memberikan kontribusi sebesar 0.098% terhadap total ekspor
Indonesia ke dunia. Apabila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan
Amerika Selatan, peningkatan ekspor Indonesia ke Peru memberikan trend tertinggi
sebesar 22.79%. Hal ini menunjukkan Peru merupakan peluang pasar ekspor yang
cukup baik bagi Indonesia. Adapun kontribusi Amerika Selatan terhadap total
ekspor Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1.39%. Kontribusi ini meningkat apabila
dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 1.25%. Kontribusi Peru dan negaranegara di kawasan Amerika Selatan terhadap ekspor Indonesia tahun 2009-2013
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kontribusi Peru dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan terhadap
total ekspor Indonesia tahun 2009-2013 (dalam%)
No

Negara

2009

2010

2011

2012

2013

Trend/tahun

1
2

Peru

0.0439

0.0597

0.0796

0.0841

0.0978

22.786

Argentina

0.1365

0.1782

0.1742

0.1645

0.1836

8.580

3

Bolivia

0.0031

0.0023

0.0028

0.0039

0.0025

(0.256)

4

Brazil

0.7625

0.9686

0.8525

0.7821

0.8296

3.213

5

Chili

0.1431

0.1221

0.1051

0.0923

0.0935

(9.853)

6

Ecuador

0.0323

0.0429

0.0443

0.0426

0.0446

9.248

8

Guyana

0.0009

0.0006

0.0008

0.0015

0.0013

18.018

10

Colombia

0.0726

0.0751

0.0685

0.0898

0.0723

1.574

11

Paraguay

0.0118

0.0157

0.0096

0.0096

0.0096

(1.498)

12

Suriname

0.0041

0.0030

0.0023

0.0037

0.0032

(1.063)

13

Uruguay

0.0107

0.0193

0.0219

0.0201

0.0162

16.535

14

Venezuela

0.0329

0.0410

0.0625

0.0505

0.0339

6.281

Amerika Selatan

1.2544

1.5284

1.4243

1.3446

1.3880

3.168

Sumber : diolah dari UN COMTRADE 2014

4
Pertumbuhan GDP maupun GDP per kapita Peru pada periode tahun 19992013 juga mengalami peningkatan yang terbesar di kawasan Amerika Selatan yaitu
masing-masing sebesar 5.54% dan 4.26%. Pada tahun 2013 GDP Peru sebesar US $
123.52 miliar, menempati urutan ke-enam di kawasan Amerika Selatan setelah Brazil,
Argentina, Colombia, Venezuela dan Chili.
Populasi Peru pada tahun 2013 sebesar 30.38 juta jiwa, termasuk dalam
lima besar penduduk terbanyak di kawasan Amerika Selatan. Sebanyak 72%
populasi Peru berada di bawah usia 40 tahun atau mayoritas berada di usia
produktif dengan daya beli domestik yang kuat. Adapun GDP per kapita Peru
menempati urutan ke-delapan setelah Chili, Argentina, Uruguay, Venezuela,
Brazil, Suriname dan Colombia. Tingkat GDP per kapita negara-negara tersebut
masih berada di atas GDP per kapita Indonesia pada periode yang sama yaitu
sebesar US $ 1810. Kondisi GDP, populasi, GDP per kapita negara-negara
Amerika Selatan tahun 2013 dan pertumbuhannya pada periode tahun 1999-2013
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 GDP, populasi, GDP per kapita negara-negara Amerika Selatan tahun
2013 dan pertumbuhannya (%) selama periode tahun 1999-2013
Populasi
(juta
jiwa)

Growth
19992013

5.54
3.72

30.38
41.45

1.23
0.91

4 066.27
7 900.64

4.26
2.70

14.12

4.15

10.67

1.79

1 323.12

2.32

1 166.72

3.36

200.36

1.10

5 823.04

2.24

171.41

4.17

17.62

1.03

9 728.48

3.11

Negara

GDP (US $
miliar)

1
2

Peru
Argentina

123.52
331.34

3

Bolivia

4

Brazil

5

Chili

No

Growth
19992013

GDP per
kapita
(US $)

Growth
19992013

6

Ecuador

56.48

4.56

15.74

1.78

3 588.69

2.73

8

Guyana

1.07

2.07

0.80

0.54

1 337.70

1.52

10

Colombia

211.47

4.30

48.32

1.50

4 376.40

2.76

11

Paraguay

13.04

3.55

6.80

1.88

1 917.73

1.64

12

Suriname

2.50

4.47

0.54

1.14

4 636.69

3.29

13

Uruguay

26.60

3.12

3.41

0.21

7 808.63

2.91

14

Venezuela

194.65

3.53

30.41

1.72

6 401.91

1.78

Catatan : GDP Berdasarkan harga konstan tahun 2005
Sumber : WDI 2014

Peru dalam dekade terakhir merupakan negara yang paling sukses
mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di bawah demokrasi politik
yang dapat mengurangi setengah dari kemiskinan yang ada dan meningkatkan
kelompok ekonomi kelas menengah yang baru1. Peningkatan ekonomi Peru
tersebut didukung oleh aktivitas ekspor, kebijakan makro ekonomi dan komitmen
yang kuat terhadap perdagangan internasional Sanborn dan Yong (2013).
Indikator-indikator di atas menunjukkan bahwa Peru merupakan negara dengan
1

Lembaga perbankan di Amerika Selatan mencatat bahwa kelas menengah Peru
mencapai 57% dari total jumlah penduduk. Hal ini mendorong permintaan domestik sebagai
dampak peningkatan pendapatan rumah tangga.

5
peluang pasar ekspor yang cukup baik bagi Indonesia dan kondisi ini menjadi
alasan pemilihan Peru sebagai subjek kajian penelitian ini.
Perumusan Masalah
Indonesia telah meratifikasi keikutsertaan dalam World Trade Organization
(WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Sebelumnya, Indonesia
telah menjadi anggota Agreement on Tarifs and Trade (GATT) sejak tahun 1950
dan berpartisipasi aktif dalam berbagai perundingan internasional terutama dalam
kaitan dengan perdagangan internasional hingga putaran Uruguay. Pada saat itu
Indonesia telah mengubah struktur kebijakan perdagangan yang sebelumnya
berorientasi “inward looking” menjadi “outward looking”. Sebagai konsekuensinya
baik pemerintah maupun dunia usaha didorong menghadapi persaingan liberalisasi
perdagangan dalam dunia internasional dan memungkinkan tersedianya produk
berkualitas tinggi di pasar global (Ariawan 2012).
Posisi daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional dapat dilihat
pada hasil berbagai survey. Indonesia pada tahun 2013 berada pada peringkat ke 39
dari 60 negara dalam World Competitiveness Yearbook. Peringkat ini lebih baik
dibandingkan pada tahun 2012 yang berada pada peringkat 42. Sedangkan menurut
Nation Branding Index (NBI) yang disusun oleh Simon Anholt dalam mengukur citra
suatu negara di dunia internasional, pada tahun 2013 skor dimensi ekspor Indonesia
sebesar 45.60%. Skor ini berada dalam peringkat ke-40 dari 50 negara yang disurvei
(Kementerian Perdagangan 2013).
Meningkatnya keunggulan komparatif produk ekspor Indonesia di pasar
global menunjukkan semakin banyaknya produk-produk dalam negeri yang mampu
bersaing di pasar global. Pemerintah menetapkan produk ekspor dalam dua
kelompok yaitu produk ekspor utama dan produk ekspor potensial. Produk ekspor
utama ditetapkan berdasarkan nilai ekspor tertinggi dibandingkan produk lainnya,
sedangkan komoditas ekspor potensial merupakan produk yang nilai ekspornya
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lebih besar dan berkontribusi
terhadap ekspor nasional.
Indikator yang dapat digunakan untuk melihat daya saing produk adalah
nilai Revealed Comparative Advantage (RCA). Berdasarkan data, sepuluh produk
utama ekspor Indonesia secara umum masih memiliki daya saing yang relatif tinggi
di pasar global dengan indikator nilai RCA di atas satu. Produk sawit, kakao, udang,
karet, hasil hutan dan kopi Indonesia memiliki tingkat daya saing yang relatif tinggi
di pasar internasional. Walaupun daya saing produk elektronik dan otomotif
Indonesia memiliki nilai RCA kurang dari satu, namun memiliki trend yang
semakin meningkat di pasar dunia. Tabel 4 memperlihatkan pertumbuhan ekspor
dan nilai RCA sepuluh produk ekspor utama Indonesia tahun 2007-2011.
Ekspor memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional.
Kegiatan ekspor dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional serta
memanfaatkan sumberdaya domestik dengan harapan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Krisis keuangan yang melanda negara-negara mitra
2

2

WTO resmi berdiri pada 1 Januari 1995 yang sebelumnya merupakan penerapan sistem General
Agreement on Tarifs and Trade(GATT) sejak tahun 1948. Pada awalnya GATT ditujukan untuk
membentuk International Trade Organization (ITO).

6
dagang utama Indonesia berimplikasi untuk mencari pasar ekspor baru sebagai
pasar non-tradisional. Semakin tersebarnya ekspor Indonesia di pasar
internasional akan menciptakan tingkat pertumbuhan ekspor yang
berkesinambungan (sustainability export). Sejumlah kawasan seperti Amerika
Latin (termasuk Amerika Selatan) dan Afrika dijadikan sebagai target pasar tujuan
ekspor non-tradisional (Kementerian Perdagangan 2013).
Tabel 4 Pertumbuhan ekspor dan nilai RCA sepuluh komoditas ekspor utama
Indonesia tahun 2007-2011
No

2007

2008

2009

2010

2011

Ekspor (US $ Miliar)
TPT

9.8

10.1

9.3

11.2

13.3

2

Elektronik

7.9

8.6

8.7

10.5

10.8

3

Karet dan Produk

6.2

7.6

4.9

9.4

14.4

4

Sawit

7.9

12.4

10.4

13.5

17.3

5

Hasil Hutan

7.8

8.4

6.7

8.7

8.9

6

Alas Kaki

1.6

1.9

1.7

2.5

3.3

7

Otomotif

2

2.7

1.7

2.6

3

8

Udang

1

1.1

0.8

0.9

1.2

9

Kakao

0.9

1.2

1.3

1.5

1.1

10

Kopi

0.6

1

0.8

0.8

1

1

Nilai RCA
TPT

1.91

1.82

1.76

1.68

1.55

2

Elektronik

0.41

0.42

0.46

0.42

0.37

3

Karet dan Produk

5.42

5.69

4.18

5.35

5.72

4

Sawit

49.35

47.76

47.43

43.13

37.44

5

Hasil Hutan

3.33

3.27

2.85

3.73

3.12

6

Alas Kaki

2.41

2.4

2.26

2.49

2.5

7

Otomotif

0.21

0.26

0.22

0.25

0.23

8

Udang

7.95

8.09

5.94

5.16

5.23

9

Kakao

11.07

11.81

9.87

9.31

6.09

4.36
10
Kopi
Sumber : Kementerian Perdagangan 2013

5.27

4.38

3.2

2.51

1

Uraian

Diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara non tradisional atau emerging
market yang dikembangkan pemerintah sebagai upaya peningkatan kinerja ekspor
semakin memberikan kontribusi bagi peningkatan ekspor. Pertumbuhan nilai ekspor
ke negara non tradisional pada tahun 2012 sebesar 27.6% dan pada tahun 2013
menurun sebesar 1.79% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama dipengaruhi
oleh stagnasi harga komoditi dunia dan kondisi perekonomian global yang belum
sepenuhnya pulih sehingga memberikan tekanan pada kinerja perdagangan di beberapa
negara (Kementerian Perdagangan 2013).
Peru sebagai salah satu negara tujuan ekspor non tradisional memiliki potensi
ekspor yang besar untuk ditingkatkan. Rendahnya kontribusi ekspor Peru terhadap
total ekspor Indonesia dan dibandingkan dengan negara emerging market lainnya
masih memerlukan perhatian sehingga potensi pasar yang ada dapat dimanfaatkan.

7
Peru diharapkan juga mampu menjadi salah satu pintu masuk bagi ekspor
Indonesia ke kawasan Amerika Selatan yang lain. Menurut Portocarrero (2013),
letak Peru yang sangat baik di Amerika secara alami menjadi negara penghubung
di kawasan. Peru memiliki bandar udara dan pelabuhan laut terbaik di kawasan
Amerika Selatan. Pelabuhan laut Callao yang saat ini sedang dalam perluasan
adalah pelabuhan yang paling dinamis di kawasan. Selain itu, pengembangan
proyek Inisiatif Integrasi Infrastruktur Regional Amerika Selatan atau IIRSA akan
menjadikan Peru sebagai sebuah jembatan yang efisien dalam menghubungkan
pasar Amerika Selatan, Asia dan Amerika Serikat.
Lebih dari 90% perdagangan ekspor dan impor Peru dilakukan melalui
perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (Portocarrero 2013).
Kondisi ini dapat menjadi satu kendala bagi ekspor Indonesia untuk bersaing
karena tidak semua produk dikenakan pajak impor sebesar nol (0)% seperti
halnya negara yang sudah melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Peru.
Diplomasi perdagangan telah dilakukan Indonesia dengan Peru sebagai
salah satu instrumen penting dalam memperjuangkan akses pasar. Pertemuan
bilateral Indonesia-Peru untuk penandatanganan Memorandum of Understanding
(MoU) on Trade Promotion Activities dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 2012.
Tujuan MoU tersebut untuk meningkatkan hubungan perdagangan kedua negara
di bidang promosi perdagangan. Kerjasama bilateral Indonesia dan Peru saat ini
masih dalam tahapan Preferential Trade Agreement (PTA)3 yang merupakan salah
satu bentuk dalam implementasi Free Trade Agreement (FTA).
Kajian yang terkait dengan potensi komoditas yang memiliki keunggulan
dan daya saing ke pasar Peru masih diperlukan untuk pengembangan perdagangan
ekspor ke Peru sehingga dapat menjadi persiapan bagi Indonesia dalam rangka
penerapan PTA. Selain itu perlu dilihat faktor-faktor yang memengaruhi aliran
perdagangan komoditas unggulan tersebut untuk kawasan Amerika Selatan.
Rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimanakah performa perdagangan bilateral antara Indonesia dan Peru?
2.
Produk ekspor apakah yang prospektif dikembangkan Indonesia ke Peru dan
bagaimanakah integrasi perdagangannya?
3.
Bagaimanakah aliran perdagangan produk ekspor prospektif dari Indonesia
tersebut ke kawasan Amerika Selatan?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

3

Penelitian ini bertujuan untuk :
Menganalisis performa perdagangan bilateral antara Indonesia dan Peru.
Menganalisis produk ekspor yang prospektif dikembangkan Indonesia ke Peru
serta integrasi perdagangannya.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan produk
ekspor prospektif dari Indonesia ke kawasan Amerika Selatan.

PTA dibentuk antara dua atau lebih negara dengan mereduksi tarif pada barang tertentu selama
perdagangan antara negara tersebut. Meskipun tarif tidak dipindahkan dengan lengkap, jumlah
yang dikenakan tarif lebih sedikit daripada pengenaan tarif yang diberlakukan untuk luar negara
yang tidak melakukan perjanjian.

8
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan
sebagai referensi implikasi kebijakan dalam perencanaan ke depan bagi
pemerintah dalam pengembangan kerjasama dengan negara Peru.

Ruang Lingkup Penelitian
1.

2.

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi :
Penentuan produk ekspor prospektif Indonesia ke Peru dilakukan dengan
melihat indikator nilai RCA untuk data time series tahun 2001-2013. Hasil
RCA akan diplotkan dengan matriks Export Produk Dynamic (EPD) untuk
data tahun 2008-2013.
Lima produk ekspor prospektif dari Indonesia dan Peru akan dijadikan
acuan untuk melakukan analisis aliran perdagangan ke kawasan Amerika
Selatan dengan menggunakan Gravity Model. Penyesuaian data panel
berupa time series dan cross section dilakukan untuk masing-masing
komoditas ekspor terpilih karena adanya keterbatasan data.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori dan Konsep

Teori Perdagangan Internasional
Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama.
Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya setiap negara berbeda
satu sama lain sehingga setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan
melakukan perdagangan. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan yang
bertujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) dalam produksi
(Basri dan Munandar 2010).
Beberapa teori perdagangan internasional berkembang mulai dari teori
praklasik merkantilisme, neo merkantilisme, teori klasik, teori modern, hingga
teori perdagangan internasional saat ini. Teori perdagangan merkantilisme belum
mengenal konsep keunggulan komparatif sebagai penentu pola perdagangan dan
berpengaruh terhadap struktur produksi dan distribusi pendapatan. Penganut
merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara agar sebuah negara kaya dan
kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit impor.
Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran logam mulia
khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki sebuah
negara maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Dengan demikian
pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk ekspor tetapi
mengurangi serta membatasi impor terutama impor barang mewah. Namun karena
setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor serta karena

9
nilai emas dan perak tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah negara hanya dapat
memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain (Salvatore 1997).
Periode merkantilisme merupakan transisi menuju pemikiran klasik.
Konsep kesejahteraan merkantilisme dikritisi oleh Adam Smith sebagai pencetus
pemikiran klasik. Adam Smith memperkenalkan konsep perdagangan bebas untuk
pertama kali dengan teori keunggulan absolut (the teory of absolute advantage).
Kedua negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dalam
memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut. Konsep ini
menekankan pada lebih rendahnya biaya riil.
Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo tahun
1817 dengan model keunggulan komparatif dalam buku Principle of Political
Economy and Taxation. Keunggulan komparatif menekankan pada perbedaan
harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan.
Keuntungan komparatif timbul karena terdapat perbedaan teknologi antar negara
sehingga perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan produktivitas
antar negara. Berdasar teori Ricardian, perdagangan internasional merupakan
fenomena yang dapat membantu meningkatkan kapasitas produksi dan standar
hidup semua negara. Hal ini memberikan konsekuensi adanya perdagangan bebas.
Teori klasik David Ricardo selanjutnya dikembangkan oleh HeckscherOhlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949–1977). Teori
Heckser-Ohlin merupakan teori keuntungan komparatif modern yang mendominasi
teori perdagangan internasional selama periode setelah perang dunia kedua.
Dengan mengabaikan perbedaan teknologi, model H-O menekankan bahwa
keuntungan komparatif ditentukan oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi
dan menggunakan faktor tersebut secara relatif intensif dalam kegiatan produksi
barang ekspor. Model H-O menyatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang
dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan
kepemilikan faktor produksi (factor endowment) antara masing-masing negara. Satu
negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor
komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan
kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi
padat tenaga kerja (labor-intensive goods).
Teori Permintaan dan Penawaran
Faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat
dari teori penawaran dan permintaan. Perdagangan internasional dapat terjadi
karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan kelebihan
permintaan negara lain (Tambunan 2001).
Proses perdagangan internasional dari sisi keseimbangan parsial sehingga
tercipta harga komoditi ekuilibrium dapat dijelaskan pada Gambar 3. Panel A
memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan
mengadakan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1.
Negara 2 akan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Setelah hubungan
perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan
berkisar antara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan
ekonominya. Apabila harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan memasok atau
penawaran komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik.
Kelebihan penawaran itu selanjutnya akan diekspor (lihat panel A) ke negara 2. Di lain

10
pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami
peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada penawaran
domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan
kebutuhannya atas komoditi X itu dari negara 1 (lihat panel C).
Px/ Py

Px/ Py

Px/ Py
Panel A Pasar di Negara
1 untuk komoditi X

Sx
P

A

Sx

P

Panel C Pasar di Negara 2
untuk komoditi X

Panel
B
Hubungan
Perdagangan Internasional
dalam komoditi X

E*

Ekspor

A’

S
B’

E’

P
B

E

B
*

Impor
D

P
A

Dx

A
*
X

X

X
0

Dx

0

0

Gambar 3 Kurva Perdagangan Internasional
Sumber: Salvatore 1997

Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A) karena
Px/Py lebih besar dari P1, sehingga kurva penawaran ekspornya atau S mengalami
peningkatan (Panel B). Dilain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P3, maka
negara 2 mengalami kelebihan permintaan untuk komoditi X (Panel C) dan ini
mengakibatkan permintaan impor negara 2 terhadap komoditi X atau D, mengalami
kenaikan (Panel B). Panel B juga menunjukkan bahwa hanya pada tingkat harga P2
maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 akan persis sama
dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1. P2 merupakan Px/Py atau
harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara
tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari P2 maka akan terdapat kelebihan
penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan harga relatifnya atau
Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau sama dengan
P2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil daripada P2, maka akan tercipta kelebihan
permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga
akan sama dengan P2. Titik E adalah titik pertemuan antara jumlah barang yang
diekspor dan jumlah barang yang diimpor, atau jumlah barang yang
diperjualbelikan dalam perdagangan internasional.
Teori Perdagangan Intra Industri
Teori perdagangan intra industri termasuk dalam teori ekonomi yang baru.
Pada teori perdagangan neoklasik penyebab timbulnya perdagangan karena
adanya spesialisasi yang didasarkan perbedaan ketersediaan faktor produksi dan
teknologi (keunggulan komparatif). Sedangkan dalam teori perdagangan intra
industry, perdagangan tetap terjadi antar negara yang memiliki keunggulan
komparatif yang relatif sama. Namun perdagangan intra industri lebih didasarkan

11
pada diferensiasi produk dan economies of scale serta mencakup perdagangan dua
arah dalam industri yang sama
Keterkaitan antara skala ekonomis dan keunggulan komparatif dalam
menentukan pola perdagangan dapat dijelaskan pada paparan berikut.
Diasumsikan adanya perekonomian dua negara (domestik dan asing) yang
memiliki dua faktor produksi (modal dan tenaga kerja) serta dua sektor industri
(manufaktur dan makanan). Diasumsikan pula domestik memiliki ratio modaltenaga kerja keseluruhan yang lebih tinggi daripada asing, sehingga domestik
merupakan negara yang berkelimpahan modal.
Industri manufaktur ini merupakan industri monopolistik dengan
memproduksi produk-produk yang berbeda. Apabila industri manufaktur ini
bukan merupakan sektor yang produknya bisa dibedakan (non differential product
sector), maka aliran perdagangan akan terlihat seperti pada Gambar 4. Domestik
yang lebih banyak memiliki modal akan mendukung sektor manufaktur sebagai
sektor padat modal. Kondisi ini akan menyebabkan domestik memiliki penawaran
relatif manufaktur yang lebih besar sehingga akan mengekspor produk manufaktur
dan mengimpor makanan.
Produk manufaktur

Bahan Pangan

Domestik (kaya modal)

Asing (kaya tenaga kerja)

Gambar 4 Perdagangan pada non differential product sector
Sumber : Krugman dan Obstfeld 2003

Apabila sektor manufaktur merupakan sektor persaingan monopolistik