Analisis Daya Saing Dan Faktor Penentu Ekspor Komoditas Unggulan Indonesia Ke Organisasi Kerjasama Islam (Oki).

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR PENENTU EKSPOR
KOMODITAS UNGGULAN INDONESIA KE ORGANISASI
KERJASAMA ISLAM (OKI)

DEKI SUNARDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Analisis Daya Saing dan
Faktor Penentu Ekspor Komoditas Unggulan Indonesia ke Organisasi Kerjasama
Islam (OKI) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Deki Sunardi
NIM H151120101

RINGKASAN
DEKI SUNARDI. Analisis Daya Saing dan Faktor Penentu Ekspor Komoditas
Unggulan Indonesia ke Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Dibimbing oleh RINA
OKTAVIANI dan TANTI NOVIANTI.
Perdagangan internasional merupakan salah satu motor penggerak yang
mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pengaruh
perdagangan menjadi hal yang sangat penting ketika suatu negara menganut
sistem perekonomian terbuka. Keterbukaan perekonomian membuat perpindahan
barang dan jasa semakin mudah, sehingga mendorong terciptanya arus globalisasi
yang tidak dapat dibendung lagi. Dalam persaingan perdagangan internasional,
negara-negara di dunia sangat mengandalkan ekspor untuk meningkatkan
perekonomiannya. Ekspor akan mempengaruhi laju perekonomian di dalam
negeri, ketika ekspor semakin meningkat maka investasi yang berasal dari luar atu
dalam negeri akan meningkat pula, sehingga akan memperbesar peluang
terciptanya lapangan kerja.

Pasar ekspor Indonesia saat ini masih terfokus pada negara-negara mitra
dagang utama seperti Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, India
dan Singapura. Ketergantungan terhadap suatu pasar tertentu dapat berdampak
negatif ketika terjadi krisis, sehingga perlu dilakukan suatu diversifikasi pasar
tujuan ekspor serta pengembangan komoditas yang memiliki daya saing tinggi.
Beberapa negara yang dapat menjadi sasaran pasar tujuan ekspor adalah negaranegara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Pada organisasi
tersebut tergabung sebanyak 57 negara yang sangat potensial sebagai pasar ekspor
baru. Oleh karena itu dalam rangka diversifikasi pasar dan komoditas ekspor ke
OKI maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan
komoditas unggulan yang berdaya saing di pasar OKI serta menganalisis faktor
penentu ekspor komoditas unggulan tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari
berbagai sumber seperti Trade Map, WITS, Worldbank, CEPII dan WTO pada
periode tahun 2004 sampai dengan 2013 yang meliputi sepuluh besar negara
anggota OKI yang menjadi pasar ekspor Indonesia. Metode analisis yang
digunakan yaitu analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra Industry
Trade (IIT), Export Product Dynamics (EPD) serta estimasi faktor penentu ekspor
dengan model gravitasi yang terdiri dari variabel tingkat pendapatan per kapita,
perbedaan PDB per kapita, nilai tukar riil, jarak ekonomi, tarif dan kesamaan
bahasa.

Hasil analisis menunjukkan bahwa potensi ekonomi negara-negara anggota
OKI cukup besar. Ekspor Indonesia ke negara anggota OKI seperti Turki, Saudi
Arabia, Uni Emirat Arab, Iran dan Malaysia sejalan dengan pertumbuhan
ekonominya. Komoditas ekspor terbesar Indonesia ke pasar OKI sebagian besar
memiliki nilai RCA diatas satu yang berarti komoditas tersebut merupakan
keunggulan komparatif bagi Indonesia seperti komoditi palm oil & its fraction
(HS 1511), coal; briquettes, ovoids & similar solid fuels manufactured from coal
(HS 2701), uncoated paper for writing, printing etc.(HS 4802), coconut
(copra),palm kernel/babassu oil & their fractions (HS 1513), new pneumatic
tires, of rubber (HS 4011) dan lain-lain. Sementara berdasarkan analisis IIT,

perdagangan Indonesia ke OKI terjadi secara satu arah dengan derajat integrasi
tertinggi hanya sama tingkat integrasi sedang untuk komoditi petroleum coke,
petroleum bitumen & other residues of petroleum oils (HS 2713) dan petroleum
gases (HS 2711). Posisi pasar komoditas Indonesia yang dianalisis dengan metode
EPD menunjukkan bahwa dari 15 besar komoditas ekspor terbesar Indonesia ke
OKI, 7 komoditi diantaranya berada pada posisi rising star, 6 komoditi pada
posisi falling star dan 2 komoditi berada di posisi lost opportunity.
Dari sekian banyak komoditas ekspor Indonesia ke pasar OKI, dilakukan
pemilihan hanya lima komoditi yang dianalisis menggunakan model gravitasi

berdasarkan hasil RCA, IIT, EPD serta adanya kesinambungan data ekspor dalam
kurun waktu 10 tahun periode penelitian. Komoditi tersebut yaitu palm oil & its
fraction (HS 1511), soap; organic surface-active preparations for soap use (HS
3401), industrial monocarboxylic fatty acid (HS 3823), new pneumatic tires, of
rubber (HS 4011) dan uncoated paper for writing, printing etc.(HS 4802). Hasil
analisis model gravitasi terhadap komoditas tersebut menunjukkan bahwa
variabel-variabel penjelas berpengaruh secara signifikan terhadap nilai ekspor
Indonesia dengan tingkat signifikansi yang berbeda-beda untuk tiap komoditi.
Kata kunci: RCA, IIT, EPD, model gravitasi

SUMMARY
DEKI SUNARDI. Analysis of Competitiveness and Determinants Export of
Priority Commodities from Indonesia to Organization of Islamic Cooperation
(OIC). Supervised by RINA OKTAVIANI and TANTI NOVIANTI.
International trade can stimulate economic growth of a country. The
influence of trade becomes very important when a country adopts an open
economic system. An openness of economy makes goods and services move more
easy, thus encouraging the creation of globalization that can not be irreversible. In
international trade competition, countries in the world are relying on exports to
boost its economy. Exports will affect economic growth in the country, where the

high exports will attract investment from both outside and inside the country,
thereby increasing the chances of job creation.
Indonesia's export market is still focused on some major trading partners
such as the People's Republic of China, Japan, USA, India and Singapore.
Dependence on a certain market can have a negative impact if there is a crisis, so
it need some diversification of export markets and the development of a
commodity that has high competitiveness to anticipate the problem. Organization
of Islamic Cooperation (OIC) is a potential market for Indonesian commodities.
This organization consists of 57 countries with huge potential as a new export
market. In order to diversify export markets and commodities to OIC, the aims of
this study is to analyze the potential economies of OIC, analyze the
competitiveness and the level of integration of Indonesian commodities, and to
analyze the determinants of Indonesia's main exports.
The data used in this research is taken from various sources such as Trade
Map, WITS, Worldbank, CEPII and WTO from 2004 to 2013. The scope of the
research is ten countries which Indonesia have largest export to OIC. The
analytical method used is analysis of Revealed Comparative Advantage (RCA),
Intra Industry Trade (IIT) and Export Product Dynamics (EPD). While to
estimated determinants of export is using gravity model that consist of variable
income per capita, GDP per capita differences, exchange rates, economic distance,

tariff and common language.
The analysis showed that the Gross Domestic Product (GDP) of the OIC
member countries are quite high in line with Indonesia's exports to countries such
as Turkey, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Iran and Malaysia. From
commodities that have largest export to OIC, most of them have RCA value above
one. This value means that those commodities is Indonesia's comparative
advantage such as palm oil & its fraction (HS 1511), coal; briquettes, ovoids &
similar solid fuels manufactured from coal (HS 2701), uncoated paper for
writing, printing etc.(HS 4802), coconut (copra),palm kernel/babassu oil & their
fractions (HS 1513), new pneumatic tires, of rubber (HS 4011) etc. While based
on the analysis of the IIT, Indonesian trade to OIC still on one direction with the
highest degree of integration at the level medium integration for commodities
petroleum coke, petroleum bitumen and other residues of petroleum oils (HS
2713) and petroleum gases (HS 2711). The market position of Indonesian
commodity are analyzed by the EPD method. This method shows that from fifteen
largest export commodities Indonesia to the OIC, seven commodity of them are in

rising star position, six commodity at falling star and two commodities are in lost
opportunities position.
From many commodities that Indonesia export to OIC market, next step is

choose only five commodities were analyzed using gravity model based on the
results of RCA, IIT, EPD and the continuity of the export data in the past 10 years
of the study period. The commodity is palm oil and its fraction (HS 1511), soap;
organic surface-active preparations for use soap (HS 3401), industrial
Monocarboxylic fatty acid (HS 3823), new pneumatic tires, of rubber (HS 4011)
and uncoated paper for writing, printing etc (HS 4802). The results of the gravity
model to those commodities indicate that the explanatory variables significantly
affect the value of Indonesian exports with the level of significance is different for
each commodity.
Keywords: RCA, IIT, EPD, gravity model

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR PENENTU EKSPOR
KOMODITAS UNGGULAN INDONESIA KE ORGANISASI
KERJASAMA ISLAM (OKI)

DEKI SUNARDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:


Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA

Judul Tesis : Analisis Daya Saing dan Faktor Penentu Ekspor Komoditas
Unggulan Indonesia ke Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
Nama
: Deki Sunardi
NIM
: H151120101

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
Ketua

Dr Tanti Novianti, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 19 Desember 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah
kebijakan perdagangan, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor Penentu
Ekspor Komoditas Unggulan Indonesia ke Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
penelitian ini, khususnya kepada yang terhormat :
1. Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Dr Tanti Novianti, SP, M.Si selaku komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dari awal sampai
selesainya tesis ini.
2. Menteri Perdagangan dan Direktur Pengembangan Mutu Barang Ditjen
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan program
studi Magister di Sekolah Pascasarjana IPB.
3. Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA selaku penguji luar komisi dan Dr Alla
Asmara, SPt, MSi selaku perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi yang telah
memberikan masukan pada pelaksanaan ujian tesis.
4. Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
beserta seluruh dosen pengajar dan staf tata usaha yang telah memberikan
ilmu dan kelancaran dalam proses perkuliahan.
5. Kepala Balai Sertifikasi dan rekan-rekan di UPT Balai Sertifikasi yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materiil.
6. Orang tua dan saudara-saudaraku yang senantiasa mendoakan penulis
sehingga mampu menyelesaikan pendidikan di IPB.
7. Teman-teman semua di Fakultas Ilmu Ekonomi IPB, khususnya kelas
Kemendag atas segala kebersamaan selama menempuh pendidikan.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang dalam kepada istri
tercinta Merry Helpetiah, SPi, MM, ananda Virny Aulia Maharani dan Darren
Ardiansyah atas segala kesabaran, doa dan kasih sayangnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat
memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2015
Deki Sunardi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

i

DAFTAR LAMPIRAN

i

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
5
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Daya Saing dan Integrasi Ekonomi
Model Gravitasi
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

6
6
8
10
10
12
13

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis

14
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Ekonomi OKI
Komoditas Unggulan Ekspor Indonesia ke OKI
Analisis Faktor Penentu Ekspor Komoditas Unggulan Indonesia ke OKI

21
21
27
36

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

40
40
41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Neraca perdagangan Indonesia
Jenis dan sumber data
Klasifikasi Intra Industry Trade (IIT)
Matriks EPD
PDB negara pasar ekspor Indonesia di OKI tahun 2009-2013
(juta US$)
6. Nilai rata-rata ekspor Indonesia ke negara anggota OKI periode tahun
2004-2013
7. Ekspor 15 komoditi terbesar Indonesia ke OKI
8. Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) komoditi Indonesia ke
OKI Tahun 2009-2013
9. Nilai IIT (Intra Industry Trade) komoditi Indonesia ke OKI tahun 20092013
10. Hasil analisis EPD (Export Product Dynamics) komoditi ekspor
Indonesia ke pasar OKI
11. Lima komoditi unggulan Indonesia ke pasar OKI
12. Hasil uji koefisien faktor-faktor penentu ekspor komoditas unggulan
Indonesia ke OKI

2
15
16
17
25
27
29
31
33
34
36
37

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Total dan share PDB OKI terhadap PDB dunia Tahun 2004-2013
Share total ekspor Indonesia ke OKI
Pola perdagangan inter industry trade dan intra industry trade
Kerangka pemikiran
Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis dalam EPD
Pengujian model data panel
Sepuluh besar PDB negara anggota Organisasi Kerjasama Islam tahun
2013
8. Perbedaan PDB per kapita Indonesia dengan sepuluh negara OKI
9. Sepuluh besar eksportir dan importir OKI tahun 2013
10. Populasi Indonesia dan negara-negara OKI
11. Total ekspor Indonesia ke OKI Tahun 2004-2013

4
5
9
13
18
20
22
22
23
26
28

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil estimasi komoditi HS 1511 (Palm oil and its fraction)
2. Hasil estimasi komoditi HS 3401 (Soap; organic surface-active
preparations for soap use)
3. Hasil estimasi komoditi HS 3823 (Industrial monocarboxylic fatty acid)
4. Hasil estimasi komoditi HS 4011 (New pneumatic tires)
5. Hasil estimasi komoditi HS 4802 (Uncoated paper for writing, printing
etc.)
6. Hasil uji Hausman komoditi HS 1511
7. Hasil uji Hausman komoditi HS 3401
8. Hasil uji Hausman komoditi HS 3823
9. Hasil uji Hausman komoditi HS 4011
10. Hasil uji Hausman komoditi HS 4802

44
45
46
47
48
49
49
49
49
50

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan merupakan salah satu ujung tombak dalam perekonomian
suatu negara. Kegiatan perdagangan juga dapat mencerminkan tingkat
kemakmuran yang ada pada masyarakat. Masyarakat dengan aktivitas jual beli
tinggi mencirikan bahwa masyarakat tersebut berada dalam kondisi yang lebih
baik atau makmur dibandingkan dengan masyarakat yang aktivitas
perdagangannya minim. Secara lebih luas, aktivitas perdagangan ini dilakukan
oleh berbagai negara di dunia melewati batas-batas teritorialnya yang meliputi
kegiatan ekspor dan impor. Negara yang memiliki aktivitas ekspor impor yang
tinggi saat ini banyak termasuk ke dalam golongan negara-negara maju,
dibandingkan dengan negara berkembang yang aktivitas perdagangannya belum
maksimal.
Perkembangan perdagangan yang terjadi pada abad sekarang tidak terlepas
dari semakin terbukanya negara-negara dunia, ketika arus perdagangan barang
dan jasa bergerak semakin cepat. Pertumbuhan infrastruktur dan teknologi yang
demikian pesat semakin mendorong perpindahan barang dan jasa dari satu tempat
ke tempat lain lebih mudah. Hambatan yang biasanya terjadi dalam sektor
transportasi barang atau jasa dapat diminimalisir serendah mungkin. Peningkatan
sarana transportasi dan teknologi pengiriman barang saat ini memperlihatkan
bahwa batas-batas wilayah seharusnya bukan lagi menjadi masalah utama dalam
perdagangan. Selain semakin majunya perkembangan infrastruktur, perdagangan
antar negara juga semakin mudah dan berkembang dengan pesat dengan adanya
berbagai kerjasama antar negara baik secara bilateral, regional dalam kawasan
maupun multilateral antar negara di berbagai kawasan dunia.
Keterbukaan perekonomian negara-negara di dunia mendorong terciptanya
arus globalisasi yang tidak dapat dibendung lagi. Indonesia sebagai salah satu
negara yang menganut sistem perekonomian terbuka harus dapat mengantisipasi
dan memanfaatkan situasi ini sehingga memperoleh manfaat yang maksimal.
Dalam suatu sistem perekonomian yang terbuka, negara-negara di dunia sangat
mengandalkan ekspor untuk meningkatkan perekonomiannya. Ekspor akan
mempengaruhi laju perekonomian di dalam negeri, dimana dengan tingginya
ekspor akan menarik investasi baik dari luar maupun dalam negeri, sehingga akan
meningkatkan peluang terciptanya lapangan kerja. Penambahan lapangan
pekerjaan dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan konsumsi
masyarakat yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekspor dapat dicapai dengan memaksimalkan potensi yang
ada dari berbagai sektor. Perdagangan Indonesia secara garis besarnya ditopang
oleh dua kelompok sektor utama yaitu migas dan non migas. Pada sektor migas,
Indonesia memiliki keunggulan untuk mengekspor gas bumi, karena Indonesia
memiliki gas alam yang sangat melimpah. Sedangkan pada sektor non migas,
Indonesia memiliki berbagai macam komoditas yang dapat bersaing di dunia
internasional seperti minyak kelapa sawit, tekstil, elektronik, produk karet,
otomotif dan lain-lain. Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Perdagangan lebih fokus dalam hal peningkatan ekspor non migas. Hal ini

2
dikarenakan selama kurun waktu lima tahun terakhir neraca perdagangan migas
mengalami stagnansi dan cenderung mengalami defisit perdagangan akibat
tingginya impor bahan bakar minyak bumi. Pada tahun 2012, defisit neraca
perdagangan sektor migas mencapai US$ 5.5 miliar. Sebaliknya di sektor non
migas, neraca perdagangan Indonesia mengalami peningkatan dalam lima tahun
terakhir. Pada periode tahun 2008 sampai dengan 2012, sektor non migas terus
mengalami surplus dengan trend sebesar 12.83 persen. Pada tahun 2008 total
ekspor non migas Indonesia sebesar US$ 107.8 miliar meningkat menjadi US$
153.1 miliar di tahun 2012 (Tabel 1).
Tabel 1 Neraca perdagangan Indonesia
Nilai (Juta US$)
Tahun

Migas

% Perubahan
Migas
Non Migas

Non Migas

Ekspor

Impor

Neraca

Eskpor

Impor

Neraca

Ekspor

Impor

Ekspor

Impor

2008

29.126

30.553

-1.427

107.894

98.644

9.250

-

-

2009
2010
2011
2012

19.018
28.040
41.477
36.977

18.981
27.413
40.702
42.564

38
627
776
-5.587

97.492
129.740
162.020
153.055

77.848
108.251
136.734
149.127

19.644
21.489
25.286
3.928

-34.70
47.43
47.92
-10.85

37.88
44.42
48.48
4.58

21.08
39.05
26.31
9.06

-9.64
33.08
24.88
-5.53

Sumber : Kemendag (2013)
Sasaran pasar ekspor non migas Indonesia tersebar ke berbagai negara di
dunia. Selama ini, pasar tujuan ekspor non migas Indonesia masih didominasi
oleh kelompok mitra dagang utama yaitu Republik Rakyat Tiongkok, Jepang,
Amerika Serikat, India dan Singapura. Pada tahun 2012, Indonesia mengekspor
komoditas non migas ke Tiongkok dengan perolehan share sebesar 12.88 persen
dari seluruh total ekspor Indonesia ke dunia. Ekspor ke Tiongkok ini mencapai
US$ 20.8 miliar. Share ekspor ke mitra dagang utama lainnya seperti Jepang
mencapai 10.64 persen dengan nilai US$ 17.2 miliar, Amerika Serikat 9.01 persen
dengan nilai US$ 14,6 miliar, India 7.68 persen dengan nilai US$ 12.4 miliar dan
Singapura 6.51 persen dengan nilai ekspor US$ 10.5 miliar. Walaupun memiliki
nilai share ekspor terbesar dari seluruh total ekspor Indonesia ke negara-negara
lain, apabila dilihat secara lebih detail pada periode 2008 sampai 2012, ekspor non
migas terhadap negara-negara tradisional tersebut mengalami trend yang
menurun. Amerika Serikat menjadi negara yang mengalami penurunan trend
terbesar dari kelima mitra dagang utama tersebut sebesar negatif 6.97 persen
(Kemendag 2013). Selain mitra dagang utama yang menjadi tujuan ekspor
komoditas Indonesia, pemerintah Indonesia terus mengembangkan dan mencari
pasar-pasar ekspor potensial lainnya baik di benua eropa, afrika maupun benua
asia. Menurut laporan Kementerian Perdagangan (2013), terdapat beberapa negara
non tradisional yang memiliki potensi tinggi apabila dilihat secara statistik selama
lima tahun terakhir yang memiliki trend ekspor positif seperti Saudi Arabia,
Afrika Selatan, Jerman, Pakistan, Djibouti, Oman dan Aljazair.

3
Pasar tradisional yang masih menjadi andalan bagi komoditi-komoditi yang
berasal dari Indonesia dapat menimbulkan dampak negatif. Ketergantungan
terhadap suatu pasar tertentu sangat beresiko bagi perkembangan ekspor itu
sendiri, terutama jika terjadi guncangan ekonomi dunia. Hal ini bisa terlihat dari
tahun 2008 sejak adanya krisis di Amerika Serikat yang berdampak terhadap
sebagian besar negara di dunia. Krisis ini menyebabkan ekspor non migas
Indonesia mengalami pelambatan di negara tersebut.
Disamping adanya ketergantungan kepada pasar tradisional, komoditi yang
menjadi andalan ekspor non migas Indonesia masih terfokus ke dalam kelompok
produk tertentu saja. Kementerian perdagangan membagi kelompok komoditi
tersebut menjadi dua kelompok besar yaitu 10 (sepuluh) komoditi utama dan 10
(sepuluh) komoditi potensial. Komoditi utama meliputi produk-produk tekstil,
elektronik, karet, sawit, produk hasil hutan, alas kaki, otomotif, udang, kakao dan
kopi. Pada tahun 2012, komoditi utama yang paling besar nilai ekspornya masih
dikuasai oleh komoditi sawit dengan nilai ekspor sebesar US$ 17.6 miliar. Selain
komoditi utama, Indonesia juga sedang mengembangkan peningkatan ekspor
terhadap komoditas potensial yang meliputi makanan olahan, perhiasan, ikan,
kerajinan, rempah-rempah, peralatan medis, minyak atsiri, produk kulit, peralatan
kantor serta tanaman obat. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kinerja
perdagangan terutama dari segi ekspor maka perlu dilakukan suatu diversifikasi
baik pada pasar tujuan maupun terhadap produknya itu sendiri. Diversifikasi pasar
sangat penting agar Indonesia tidak hanya bergantung pada negara tradisional
yang rentan apabila terjadi guncangan ekonomi, sedangkan diversifikasi produk
penting untuk meningkatkan daya saing komoditi lain yang tidak hanya tercakup
pada komoditi utama dan komoditi potensial saja.
Salah satu diversifikasi pasar yang dapat dilakukan yaitu melalui
peningkatan eskpor ke Organisasi Kerjasama Islam. Organisasi Kerjasama Islam
(OKI) merupakan salah satu organisasi terbesar kedua setelah Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dari segi jumlah anggota. Saat ini OKI beranggotakan 57
negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Indonesia merupakan
anggota OKI sejak organisasi ini pertama kali berdiri. Melihat jumlah negara yang
sangat banyak, OKI merupakan pasar yang sangat potensial bagi Indonesia. OKI
didirikan di Rabat, Maroko pada tanggal 25 September 1969. Organisasi ini
adalah organisasi non militer yang berdiri karena dipicu oleh peristiwa
pembakaran mesjid al-aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969.
Potensi OKI dapat dilihat dari segi jumlah populasi dan ekonominya.
Jumlah seluruh penduduk OKI baik yang beragama Islam maupun non Islam
sebanyak 22.6 persen dari seluruh populasi dunia yaitu sekitar 1.5 miliar orang.
Dari segi ekonomi, total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) OKI pada tahun 2004
mencapai US$ 2.3 triliun dan mengalami kenaikan hingga US$ 6.5 triliun pada
tahun 2012. Share total PDB OKI pada tahun 2012 ini mencapai 9.01 persen dari
PDB dunia (Gambar 1).
Perdagangan Indonesia dengan OKI didominasi oleh sektor migas dan non
migas. Pada periode tahun 2009 sampai dengan 2013, neraca perdagangan
Indonesia dan OKI mengalami defisit. Hal ini terjadi karena Indonesia masih
mengimpor minyak bumi dan gas dalam jumlah besar dari negara-negara anggota
OKI seperti Azerbaijan, Brunai Darussalam, Iran, Kuwait, Malaysia, Qatar, Saudi
Arabia dan Uni Emirat Arab. Namun dari sisi lain, trend ekspor non migas

Miliar US$

4
7000
8.64%
8.17%

6000

7.62%
6.54%

5000

6.92%

10%

9.01%
8.16%

7.29%

9%
8%
7%

5.98%
5.41%

6%

4000

5%
3000

4%

2000

3%
2%

1000

1%

0

0%
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Total GDP OKI

Share

Gambar 1 Total dan share PDB OKI terhadap PDB dunia Tahun 2004-2013
Sumber : Worldbank (2014)
Indonesia mengalami peningkatan secara positif setiap tahunnya dengan neraca
perdagangan yang surplus. Hal ini mengindikasikan bahwa negara-negara OKI
semakin memiliki ketergantungan dan adanya kebutuhan terhadap produk-produk
non migas dari Indonesia.
Produk-produk atau komoditi yang selama ini memiliki nilai ekspor
tertinggi terhadap total ekspor Indonesia ke OKI berdasarkan HS 2 digit adalah
produk lemak dan minyak hewan/nabati (23.03%), produk kertas (5.96%),
kendaraan dan bagiannya (4.99%) serta produk elektronik (4.14%). Sedangkan
untuk komoditi yang memiliki nilai impor tertinggi dari OKI adalah produk kimia
organik (5.91%), produk plastik (3.61%), peralatan mesin (3.52%) dan produk
elektronik (2.91%).
Perumusan Masalah
Perdagangan Indonesia dengan OKI pada periode 2004 sampai dengan 2013
terlihat fluktuatif. Dari segi total perdagangan baik migas maupun non migas
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sektor migas Indonesia saat ini
masih bergantung kepada impor dari negara-negara lain. Hal inilah yang menjadi
penyebab utama Indonesia sering mengalami defisit neraca perdagangan.
Walaupun dari segi volume, impor migas dari tahun ke tahunnya relatif tetap,
tetapi dari segi harga sangat rentan terhadap kondisi politik maupun ekonomi di
negara-negara anggota OKI terutama dari Timur Tengah serta pelemahan nilai
tukar rupiah terhadap dollar yang dapat menyebabkan nilai impor melonjak tajam.
Secara keseluruhan terlihat bahwa nilai ekspor Indonesia baik migas
maupun non migas ke OKI terus tumbuh. Data statistik menunjukkan share
ekspor Indonesia ke OKI apabila dibandingkan dengan total ekspor Indonesia ke
dunia pada tahun 2013 telah mencapai 12.52 persen (Gambar 2). Peningkatan

Miliar US$

5
250
11.23%

200

9.65%

9.74%

11.82% 12.22% 11.67%

12.16% 12.52%
11.24%

9.92%

14%
12%
10%

150

8%

100

6%
4%

50

2%

0

0%
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Total Ekspor Indonesia ke OKI

Total ekspor ke dunia

Share ke pasar OKI

Gambar 2 Share total ekspor Indonesia ke OKI
Sumber : Trade Map (2014)
ekspor ke OKI ini patut menjadi perhatian pemerintah sebagai langkah untuk
memperluas pasar ekspor dan juga sebagai diversifikasi produk ekspor.
Dalam rangka menjaga kinerja perdagangan agar terus positif, diversifikasi
suatu komoditi menjadi penting. Diversifikasi komoditi ini sangat erat
hubungannya dengan kemampuan komoditi tersebut untuk berdaya saing dengan
komoditi sejenis dari negara lain. Daya saing suatu komoditi menunjukkan bahwa
komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif bagi negara pengekspor.
Semakin banyak produk Indonesia yang memiliki daya saing tinggi akan
berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia sehingga
pertumbuhan ekonomi dalam negeri pun akan meningkat. Selain daya saing,
keterkaitan perdagangan juga menjadi faktor penting penunjang peningkatan
ekspor. Tingkat keterkaitan perdagangan atau integrasi ekonomi yang tinggi akan
memperlancar arus perdagangan antar negara.
Dalam upaya diversifikasi pasar dan produk ekspor untuk meningkatkan
kinerja perdagangan, serta adanya rencana OKI dalam jangka panjang untuk
membentuk pasar bersama Islam (Islamic Common Market), maka kajian
mengenai kondisi perdagangan dan komoditi ekspor yang berdaya saing perlu
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki beberapa perumusan masalah,
diantaranya adalah :
1. Bagaimana potensi ekonomi negara-negara anggota OKI sebagai pasar
potensial untuk ekspor?
2. Bagaimana tingkat daya saing dan tingkat integrasi komoditas unggulan
ekspor Indonesia ke OKI?
3. Faktor penentu apa sajakah yang mempengaruhi aliran ekspor Indonesia ke
negara-negara OKI?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis potensi ekonomi negara OKI sebagai pasar tujuan ekspor.

6
2. Menganalisis kinerja perdagangan berdasarkan daya saing dan tingkat
integrasi komoditas unggulan Indonesia ke OKI.
3. Menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditas unggulan
Indonesia ke negara-negara OKI.
Manfaat Penelitian
Hasil dari analisis perdagangan antara Indonesia dan negara-negara
Organisasi Kerjasama Islam diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pemerintah dalam menyusun strategi kebijakan ekspor Indonesia ke OKI yang
tepat sehingga dapat berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada arus perdagangan
Indonesia dengan 10 negara anggota OKI yang memiliki rata-rata nilai ekspor
terbesar dari Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Negara-negara tersebut
meliputi Bangladesh, Iran, Malaysia, Nigeria, Mesir, Pakistan, Yordania, Saudi
Arabia, Turki dan Uni Emirat Arab.
Komoditas yang akan digunakan sebagai objek dalam penelitian ini adalah
komoditas dengan HS 4 digit dan untuk menganalisis faktor penentu ekspor
perdagangan Indonesia ke OKI akan menggunakan data panel selama 10 tahun
dari periode tahun 2004 sampai 2013.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional mengemukakan bahwa negara-negara akan
memperoleh keuntungan apabila melakukan perdagangan secara lebih terbuka,
pada saat arus barang dan jasa bebas masuk ke dalam suatu negara tanpa
mengalami hambatan baik tarif maupun non tarif. Tujuan dari perdagangan itu
sendiri adalah untuk meningkatkan volume perdagangan dan pencapaian produksi
yang lebih efisien sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya
perdagangan, akan diperoleh suatu peningkatan dalam konsumsi melalui
spesialisasi produksi. Walaupun masih menjadi perdebatan diantara ekonom dunia
tentang dampak dari suatu perdagangan yang terbuka diantara negara di dunia,
beberapa penelitian membuktikan bahwa negara yang menganut sistem ekonomi
terbuka mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari negara yang
menganut sistem ekonomi tertutup.
Pada dasarnya negara-negara di dunia melakukan perdagangan internasional
untuk dua alasan khusus, tiap-tiap alasan tersebut berkontribusi pada tingkat
perekonomian. Pertama, negara di dunia melakukan perdagangan karena tiap
negara tersebut memiliki perbedaan satu sama lain. Kedua, negara melakukan
perdagangan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam
berproduksi. Ketika tiap negara hanya memproduksi produk-produk tertentu dan

7
terbatas jumlahnya, maka negara tersebut dapat memproduksi dalam skala yang
besar dan lebih efisien daripada mencoba untuk memproduksi semua barang. Pada
dunia yang nyata, pola perdagangan internasional merefleksikan interaksi antara
kedua motif ini (Krugman dan Obstfeld 2003).
Secara teori, perdagangan internasional memiliki beberapa konsep. Adam
Smith dengan teori keunggulan mutlaknya menjelaskan bahwa setiap negara akan
memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan
mutlak (absolute advantage) serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak
memiliki keunggulan mutlak. Prinsip lain yang mendasari perdagangan
internasional untuk meningkatkan output dunia adalah dengan melakukan
spesialisasi pada setiap negara untuk berproduksi sesuai dengan keunggulan
komparatifnya. Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan komparatif pada
suatu komoditi apabila opportunity cost untuk menghasilkan komoditi tersebut
lebih rendah daripada di negara-negara lain. Perdagangan antar dua negara ini
dapat memberikan keuntungan apabila setiap negara mengekspor komoditi yang
memiliki keunggulan komparatif. Konsep mengenai keunggulan komparatif ini
pertama kali diperkenalkan oleh seorang ekonom yang berasal dari Inggris
bernama David Ricardo pada awal abad ke-19. Pendekatan yang dilakukan oleh
David Ricardo mengenai perdagangan internasional semata-mata karena adanya
perbedaan produktifitas tenaga kerja. Konsep ini lebih terkenal dengan sebutan
model Ricardian.
Selain teori tersebut, terdapat konsep teori lain yang dianggap sebagai teori
perdagangan modern yang dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin. Teori ini
merupakan pengembangan dari teori keunggulan komparatif David Ricardo. Teori
Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa perdagangan internasional terjadi karena
adanya perbedaan jumlah atau faktor produksi (factor endowment) yang dimiliki
masing-masing negara seperti tanah, modal dan sumber daya mineral. Model ini
pada intinya menyatakan bahwa suatu negara akan mengekspor produk yang
menggunakan faktor produksi yang murah dan berlimpah serta akan mengimpor
produk yang memiliki faktor produksi langka di negara tersebut.
Pada saat ini, perdagangan internasional tidak dapat terlepas dari arus
globalisasi dunia, sehingga perdagangan internasional semakin berkembang
dengan sangat pesat. Sebagai bagian masyarakat internasional, negara-negara di
dunia tidak dapat menghindar dari arus liberalisasi perdagangan. Hal ini
menyebabkan banyak negara membentuk suatu kerjasama perdagangan baik
secara bilateral maupun multilateral dengan negara lain. Kejasama perdagangan
dalam bentuk perjanjian perdagangan preferensial (Preferential Trade
Agreements) adalah kesepakatan antara dua negara atau lebih yang memiliki tarif
bersama dimana tarif yang dikenakan pada barang yang diperdagangkan bagi
negara anggota lebih rendah dibanding dengan tarif yang diperdagangkan dengan
negara diluar anggota (Bhagwati dan Panagariya 1996). Perjanjian kerjasama
perdagangan ini tidak terlepas dari lingkup World Trade Organization (WTO),
dimana setiap negara bebas untuk melakukan kerjasama baik bilateral maupun
regional dengan negara lain asal sesuai dengan prinsip-prinsip dan aturan
perdagangan dari WTO.
Dalam jangka panjang, perjanjian perdagangan preferensial ini adalah
langkah awal dalam pembentukan integrasi ekonomi yang selanjutnya dapat

8
terjadi perluasan tahap integrasi ekonomi seperti: (1) Free Trade Area yaitu
penghapusan tarif dan kuota antara negara anggota, tarif nasional tetap ada dan
diberlakukan ke negara bukan anggota, (2) Custom Union yaitu penghapusan tarif
dan kuota antar negara anggota dan pengenaan tarif yang sama pada negara nonanggota, (3) Common Market dimana faktor produksi barang dan jasa bergerak
bebas, (4) Economic Union yaitu harmonisasi atau koordinasi beberapa kebijakan
nasional.
Daya Saing dan Integrasi Ekonomi
Daya saing internasional perekonomian suatu negara dan langkah-langkah
untuk meningkatkannya telah menjadi isu penting dalam berbagai kajian
kebijakan perdagangan beberapa dekade terakhir. Daya saing internasional dapat
didefinisikan sebagai kemampuan suatu negara untuk mengolah sumber daya
yang ada dengan berbagai cara dalam rangka mencapai spesialisasi produk
perdagangan sehingga tujuan akhir yaitu peningkatan standar hidup dan standar
produk domestik dapat tercapai (Petrovic et al. 2008). Secara teori, daya saing
suatu negara terkait erat dengan keunggulan komparatif negara tersebut.
Banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengetahui daya saing
komoditi perekonomian suatu negara, salah satu yang paling populer yaitu
menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA). Metode RCA ini penting
untuk mengetahui komoditi unggulan ekspor dan trend per tahunnya, sehingga
dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah dalam menyusun kemana arah
kebijakan perdagangan harus dikembangkan. Kebijakan yang diambil pemerintah
ini dapat mempengaruhi posisi suatu komoditi baik di dalam pasar domestik
maupun pasar internasional. Kebijakan tersebut akan mempengaruhi daya saing
suatu komoditi baik dari segi harga maupun kualitasnya.
Selain daya saing komoditi, pertumbuhan ekonomi yang distimulasi oleh
perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh tingkat integrasi ekonomi negara
dalam blok-blok tertentu pada suatu kawasan atau organisasi bersama. Integrasi
ekonomi ini akan mempengaruhi produktivitas melalui peningkatan pertukaran
suatu barang dan penyerapan teknologi. Apabila telah terjadi integrasi ekonomi
antar suatu negara, maka akan dapat dilihat secara lebih jelas komoditi apa saja
yang memiliki keterkaitan antar industrinya. Hal ini menjadi sangat penting
mengingat industri yang memiliki keterkaitan satu sama lain dapat meningkatkan
nilai perdagangan negara tersebut.
Keterkaitan perdagangan suatu negara dapat dianalisis menggunakan Trade
Intensity Index, dimana dengan indeks ini akan diketahui tingkat integrasi
komoditi tersebut. Trade Intensity Index dapat dievaluasi dengan melihat
perkembangan antar industri yang berbeda (Inter Industry Trade) maupun dengan
melihat perkembangan diantara industri yang sama atau sejenis (Intra Industry
Trade).
Perkembangan saat ini, perdagangan internasional telah didominasi oleh
perdagangan antara industri yang sama atau sejenis (Intra Industry Trade). Hal ini
tidak terlepas dari semakin banyaknya perusahaan multinasional yang berdiri di
berbagai negara. Intra Industry Trade memegang peranan penting dalam
perdagangan di sektor manufaktur negara-negara maju dan mencakup sebagian
besar dari total perdagangan dunia. Seiring dengan berjalannya waktu, industri

9
suatu negara akan berkembang secara proporsional dengan tingkat teknologi dan
ketersediaan kapital serta tenaga kerja terampil. Sejak negara-negara utama dunia
memiliki tingkat teknologi dan sumber daya yang sama, perdagangan
internasional tidak lagi didominasi oleh industri yang memiliki keunggulan
komparatif, tetapi lebih kepada pertukaran barang dalam industri yang sama
dalam rangka mencapai economies of scale (Krugman dan Obstfeld 2003).
Teori klasik menyatakan bahwa perdagangan terjadi karena negara memiliki
spesialisasi berdasarkan keunggulan ketersediaan faktor produksi (keunggulan
komparatif), tetapi teori intra industri menyatakan bahwa negara tetap akan
melakukan perdagangan walaupun memiliki keunggulan komparatif yang relatif
sama, sehingga pola intra industry trade ini tidak merefleksikan keunggulan
komparatif. Perdagangan intra industri memberikan keuntungan kepada konsumen,
akibat adanya differensiasi produk sehingga konsumen memiliki pilihan yang
lebih banyak pada jenis produk tertentu yang sama, serta adanya economies of
scales yang mengakibatkan harga akan menjadi lebih murah.
Gambar 3 merupakan pola perdagangan yang akan terjadi karena
pencapaian economies of scale oleh industri yang bersaing secara monopoli pada
sektor tertentu. Meskipun setiap negara (home dan foreign) mampu memproduksi
sektor manufaktur secara penuh atau hanya beberapa saja oleh dirinya sendiri,
akan selalu ada produk yang berbeda satu sama lain. Negara asal (home) tetap
akan menjadi net eksportir sektor manufaktur dan importir untuk sektor makanan
(food). Tetapi industri pada negara luar (foreign) di sektor manufaktur akan
memproduksi produk yang berbeda dari negara asal (home). Oleh karena sebagian
konsumen di negara asal (home) akan lebih menyukai jenis barang yang berbeda
dari negara luar (foreign), maka negara asal (home) akan melakukan impor
terhadap barang dalam satu sektor industri yang sama. Pada sektor manufaktur
akan terjadi perdagangan dua arah yang disebut dengan intra industry trade,
sedangkan perdagangan yang lainnya yaitu pertukaran manufaktur untuk makanan
(food) disebut inter industry trade (Krugman dan Obstfeld 2003).

Home
(capital abundant)

Manufactures

Food
Inter Industry
trade
Intra Industry
trade

Foreign
(labor abundant)

Gambar 3 Pola perdagangan inter industry trade dan intra industry trade
Sumber : Krugman dan Obstfeld (2003)

10
Model Gravitasi
Selama lebih dari setengah abad terakhir, model gravitasi telah menjadi
metode yang digunakan dalam berbagai literatur penelitian mengenai arus
perdagangan negara-negara di dunia. Model gravitasi merupakan kunci bagi para
peneliti yang tertarik untuk menganalisis dampak suatu kebijakan perdagangan.
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Tinbergen pada tahun 1962
berdasarkan kepada hukum Newton, dimana interaksi antara dua benda/wilayah
dipengaruhi oleh massa dan jarak antara kedua benda tersebut. Hukum Newton itu
sendiri adalah sebagai berikut :

=

......................................................................................................(1)

keterangan :
: Gaya tarik gravitasi
,
: Massa dari dua benda
: Jarak antara dua benda
: Konstanta gravitasi
Analogi perdagangan dari formula diatas yaitu ekspor dipengaruhi langsung
secara proporsional oleh ukuran ekonomi masing-masing negara eksportir dan
importir (PDB) serta berhubungan terbalik dengan jarak diantara kedua negara
tersebut. Dengan kata lain, model gravitasi menduga bahwa pasangan negara yang
ekonominya besar akan melakukan perdagangan yang besar pula, tetapi negara
yang berjauhan secara jarak akan kurang dalam aktivitas perdagangannya. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh tingginya biaya transportasi (Shepherd 2012).
Model gravitasi pada awalnya hanya berdasarkan oleh insting Tinbergen
berdasarkan hukum Newton. Seiring waktu, semakin banyak peneliti yang
membangun teori model gravitasi ini. Pada berbagai literatur, model gravitasi
yang paling mendapatkan perhatian adalah model yang dilakukan oleh Anderson
dan Van Wincoop (2003) dengan jurnal yang berjudul Gravity with Gravitas .
Anderson dan Van Wincoop (2003) menjelaskan bahwa perdagangan
bilateral antar negara bergantung pada hambatan perdagangan (trade barrier)
kedua negara tersebut, relatif terhadap indeks multilateral resistance. Negara i
akan mengekspor lebih banyak ke negara j apabila mengalami resistensi
multilateral dengan negara lainnya. Begitu juga sebaliknya, negara j akan
mengimpor lebih banyak dari negara i apabila negara j tersebut mengalami
resistensi multilateral yang tinggi dari negara-negara lainnya.
Saat ini, model gravitasi telah menjadi bagian integral dan penting dari
perdagangan internasional. Head dan Mayer (2013) menyatakan bahwa ekspor
meningkat secara proporsional sesuai dengan ukuran ekonomi negara tujuan,
sedangkan impor akan meningkat proporsional dengan ukuran ekonomi negara
asal.
Tinjauan Empiris
Pilar utama dalam globalisasi ekonomi dunia saat ini adalah liberalisasi
perdagangan yang menghasilkan ekonomi nasional yang kompetitif. Negara yang
melakukan efektifitas dalam kegiatan ekonominya akan mendapatkan banyak

11
keuntungan dari fenomena globalisasi ini. Salah satu hal yang menjadi perhatian
oleh negara berkembang adalah dampak dan konsekuensi dari globalisasi ekonomi
tersebut, sehingga banyak penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan arus perdagangan, salah satunya adalah penelitian
oleh Bendjilali (1997) yang berjudul An Intra-Trade Econometric Model for OIC
Member Countries : A Cross Country Analysis. Bendjilali melakukan analisis
tentang faktor-faktor penentu perdagangan intra bilateral diantara negara anggota
OKI. Model yang digunakan adalah model gravitasi dengan menggunakan data
cross section pada tahun 1994. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perdagangan
intra bilateral anggota OKI secara positif dipengaruhi oleh PDB masing-masing
negara, pendanaan dari Islamic Development Bank (IDB) dan integrasi dalam
suatu blok ekonomi seperti blok Asia dan blok GCC (Gulf Cooperation Council),
sebaliknya perdagangan diantara anggota OKI secara negatif dipengaruhi oleh
biaya transportasi dan komunikasi sebagai proksi dari jarak.
Clark dan Stanley (1999) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi
determinan intra industry trade antara Amerika Serikat dengan 30 negara
berkembang dengan judul Determinants of intra industry trade between
developing countries and United States. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
intra industry trade semakin menurun seiring dengan semakin besarnya perbedaan
relatif faktor endowments. PDB dan kebijakan perdagangan di negara berkembang
berpengaruh positif terhadap intra industry trade, sedangkan jarak berpengaruh
negatif. Perdagangan dalam industri yang sama antara negara-negara di utara dan
selatan terjadi akibat perbedaan produk secara vertikal yaitu berdasarkan
kualitasnya, tidak terjadi akibat adanya perbedaan skala ekonomi.
Zahra dan Leili (2011) dalam penelitian yang berjudul The analysis of
bilateral trade : The case of D8 menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perdagangan bilateral di antara negara-negara yang tergabung dalam D8 dengan
menggunakan model gravitasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDB
dan populasi negara pengimpor memiliki pengaruh yang positif, sedangkan
populasi negara pengekspor berpengaruh negatif terhadap perdagangan bilateral.
Variabel lainnya yaitu kesamaan struktur ekonomi dan jarak memiliki pengaruh
negatif, sedangkan tingkat keterbukaan perekonomian memiliki pengaruh positif
terhadap perdagangan bilateral.
Abidin et al. (2013) dalam penelitian yang berjudul Analysis of Trade
Pattern Between Malaysia and The OIC Member Countries : Gravitasi Model
menganalisis pola perdagangan antara Malaysia dengan negara anggota OKI.
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah data panel dengan model gravitasi
dari periode 1997 sampai dengan 2009. Hasil estimasi menunjukkan bahwa PDB
dan PDB per kapita memiliki pengaruh yang positif terhadap perdagangan
Malaysia. Setiap kenaikan PDB sebesar 1 persen akan menaikkan perdagangan
Malaysia sebesar 0.002 persen dan setiap kenaikan 1 persen PDB per kapita akan
meningkatkan arus perdagangan sebesar 0.38 persen. Variabel lainnya yang
memiliki pengaruh positif terhadap arus perdagangan Malaysia dengan negara
OKI adalah Foreign Direct Investment (FDI), tingkat keterbukaan ekonomi dan
indeks persepsi korupsi. Sedangkan variabel jarak memiliki pengaruh yang negatif
terhadap arus perdagangan Malaysia.
Saputra (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh perjanjian regional
dan infrastruktur terhadap arus perdagangan di ASEAN menggunakan model

12
gravitasi. Dalam penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui efek dari perjanjian
ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), infrastuktur serta faktor determinan
lainnya seperti ukuran ekonomi (pendapatan), jarak dan perbatasan terhadap arus
perdagangan negara ASEAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa AFTA dan
infrastruktur mempengaruhi arus perdagangan ASEAN secara signifikan dan
positif untuk sebagian besar periode. Determinan lainnya seperti ukuran ekonomi
dan jarak pun berpengaruh signifikan, tetapi variabel perbatasan diketahui tidak
memiliki pengaruh terhadap arus perdagangan.
Kerangka Pemikiran
Kinerja perdagangan suatu negara tidak terlepas dari kebijakan yang
diterbitkan oleh pemerintahan. Kebijakan perdagangan adalah suatu langkah atau
tindakan yang diambil pemerintah untuk melindungi kepentingan nasional.
Kebijakan perdagangan akan mempengaruhi secara langsung terhadap ekspor dan
impor suatu komoditi. Selain kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, kinerja
perdagangan terutama ekspor juga dipengaruhi oleh keragaan ekonomi negara
tujuan ekspor itu sendiri.
Dalam kerangka Organisasi Kerjasama Islam, Indonesia telah melakukan
perdagangan internasional baik ekspor dan impor. OKI sendiri saat ini telah
memiliki perjanjian perdagangan yang disebut Trade Preferential SystemOrganization of the Islamic Conference (TPS-OIC), dimana sebanyak 32 negara
telah menandatangi perjanjian ini termasuk Indonesia, tetapi hanya 15 negara
yang baru meratifkasi TPS-OIC ke dalam undang-undang negerinya.
Untuk mengantisipasi perjanjian TPS-OIC serta tujuan jangka panjang dari
OKI yaitu membentuk pasar bebas Islam, maka Indonesia perlu mempersiapkan
diri menghadapi persaingan dalam pasar OKI. Salah satu hal yang dapat dilakukan
yaitu memaksimalkan potensi ekspor yang ada dengan cara melihat potensi
ekonomi negara-negara anggota OKI tersebut, kemudian dilanjutkan dengan
melakukan pemetaan atau analisis terhadap komoditi-komoditi yang saat ini telah
menjadi komoditi ekspor ke pasar OKI. Setelah memperoleh gambaran mengenai
komoditas ekspor, maka selanjutnya dilakukan analisis dengan melihat tingkat
daya saing komoditi tersebut menggunakan metode RCA, IIT dan EPD. Hasil dari
analisis daya saing, tingkat integrasi dan dinamika ekspor tersebut akan diperoleh
berbagai macam komoditas. Sehingga untuk tahap berikutnya, pada penelitian ini
akan dibatasi hanya lima komoditas unggulan saja yang akan dianalisis
menggunakan regresi model gravitasi.
Untuk mengetahui faktor-faktor penentu atau determinan yang
mempengaruhi aliran perdagangan antara Indonesia dan negara-negara OKI
digunakan metode regresi data panel. Model yang biasa digunakan dalam
menganalisis aliran perdagangan yaitu model gravitasi dengan variabel yang akan
digunakan adalah pendapatan per kapita, perbedaan pendapatan per kapita, nilai
tukar riil, jarak ekono