Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI
UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE AFRIKA SELATAN

RICKY RINALDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan
Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Ricky Rinaldi
NIM H151120391

RINGKASAN
RICKY RINALDI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika Selatan.
Dibimbing oleh LUKYTAWATY ANGGRAENI dan D S PRIYARSONO.
Perdagangan dan kerjasama investasi antara Indonesia dan Afrika Selatan
diharapkan dapat membuka potensi yang jauh lebih besar dalam perdagangan dan
investasi bagi kedua negara. Afrika Selatan juga dapat digunakan sebagai pintu
gerbang perdagangan untuk kawasan Selatan Afrika. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor yang mempunyai daya saing
dan derajat integrasinya, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perdagangan komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan.
Hasil estimasi nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) komoditikomoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan, seluruhnya menunjukkan
hasil yang lebih dari satu. Hasil analisis tingkat integrasi komoditi-komoditi
unggulan ekspor Indonesia secara keseluruhan menunjukkan bahwa perdagangan
intra industri antara Indonesia dengan Afrika Selatan secara umum berada pada

derajat integrasi satu arah (no integration). Hal ini terlihat dari hasil perhitungan
nilai Intra-Industry Trade (IIT) dimana seluruh nilai IIT berada pada klasifikasi
integrasi satu arah. Komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika
Selatan model sektor pertanian mempunyai
empat variabel bebas yang
berpengaruh signifikansi terhadap ekspor komoditi unggulan Indonesia ke Afrika
Selatan, yaitu GDP riil Afrika Selatan, harga ekspor, tarif, dan dummy Non-Tariff
Measures. Pada model sektor manufaktur juga terdapat empat variabel bebas yang
berpengaruh signifikansi terhadap ekspor, yaitu GDP riil Afrika Selatan, nilai tukar
rill, harga ekspor, dan tarif.
Berdasarkan hasil tersebut maka perlu dilakukan fasilitasi perdagangan yaitu
berupa dukungan promosi khususnya bagi komoditi Indonesia yang mempunyai
daya saing melalui keikutsertaan pameran perdagangan. Variabel harga ekspor
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap volume ekspor komoditi unggulan
Indonesia di Afrika Selatan, maka diperlukan juga upaya yang lebih dalam usaha
peningkatan daya saing sehingga mampu bersaing dengan harga yang kompetitif di
pasar tujuan ekspor dan mampu bersaing dengan negara kompetitor. Selain itu,
pemerintah diharapkan lebih fokus kepada pembentukan kerjasama sebagai upaya
penurunan tarif impor untuk beberapa komoditi unggulan yang mempunyai daya
saing di pasar Afrika Selatan tapi masih dikenakan tarif yang tinggi.

Kata kunci: Revealed Comparative Advantage, Intra-Industry Trade, Fungsi
Permintaan Ekspor

SUMMARY
RICKY RINALDI. Competitiveness Analysis, and the Factors Affecting Trade
Flow of Main Commodities Export Indonesia to South Africa. Supervised by
LUKYTAWATI ANGGRAENI and D S PRIYARSONO.
Trade and investment cooperation between Indonesia and South Africa are
expected to open up the potential for greater trade and investment between the two
countries. South Africa can be used as a trade gateway to Southern Africa region.
The purpose of this study is to identify the primary commodity exports that have
competitiveness and degree of integration, analyzing the factors that affect trade
commodity Indonesia's exports to South Africa.
The estimated result of Revealed Comparative Advantage (RCA) value for
Indonesia main exports commodities to South Africa, all showed more than one.
The results of the analysis of the integration level of Indonesia main export
commodities shows that the intra industry trade between Indonesia and South
Africa in general is in one direction degree of integration (no integration). It is seen
from the result of Intra-Industry Trade (IIT) in which all value is on the one-way
integration. Indonesia main commodities export in agricultural sector has four

independent variables which affect the significance of Indonesia's main commodity
exports to South Africa, the real GDP of South Africa, export price, tariff dummy
Non-Tariff Measures. In manufacturing sector there are four independent variables
that affect the significance of the exports, the real GDP of South Africa, real
exchange rate, export price, and tariffs.
Based on these results, trade facilitation needs to be done in the form of
promotional support, especially for Indonesian commodities that have
competitiveness through trade show participation. Export price variable has a
negative influence on the volume of Indonesian export commodity in South Africa,
so it is necessary to increase competitiveness in order to compete with competitive
prices in the export market and compete with competitor countries. In addition, the
government is expected to be more focused on the establishment of cooperation in
an effort reduction of import tariffs for some commodity that has competitiveness
in the South African market but are still subject to high tariffs.
Keywords: Revealed Comparative Advantage, Intra-Industry Trade, Export
Demand Function

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN KOMODITI
UNGGULAN EKSPOR INDONESIA KE AFRIKA SELATAN

RICKY RINALDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS

Judul Tesis : Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran
Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika
Selatan
Nama
: Ricky Rinaldi
NIM
: H151120391

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si
Ketua

Prof. Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 5 November 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih adalah daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan
komoditi ekspor Indonesia, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke
Afrika Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si
dan Prof. Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Terima
kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS dan Dr. Ir. Sri
Mulatsih, MSc.Agr atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini. Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Dr. Ir. Nunung
Nuryartono, M.Si beserta pengelola Program Magister pada Program Studi Ilmu
Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB dan semua dosen yang telah mengajar
penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi
Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tak lupa penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada ibunda tercinta, Herawati dan kakak Dessy Herdianti yang
telah memberikan dukungan, dan doa kepada penulis serta rekan-rekan kuliah kelas
Kementerian Perdagangan S2 IPB Batch 1 yang telah membantu dan memberikan

semangat hingga selesainya tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Ricky Rinaldi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
3. METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Spesifikasi Model
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum perdagangan Indonesia ke Afrika Selatan
Identifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Afrika
Selatan
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis Intra Industry Trade (IIT)
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan
komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan
Uji Kelayakan dan Kecocokan Model (Goodness of fit)
5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
3
4
5
5
5
5
15
17
18
18
18
18
20
22
22
24
25
26
28
28
31
31
31
32
34
39

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Perbandingan Makroekonomi Indonesia Afrika Selatan
Neraca Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan Periode 2008-2012
Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia periode 2008-2012
Jenis dan Sumber data
Klasifikasi dari nilai IIT
Hasil RCA dan IIT 14 Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika
Selatan
Hasil estimasi koefisien parameter dengan GLS

2
2
3
18
20
27
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kurva Perdagangan Internasional
Kerangka Pemikiran Penelitian
Neraca Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan
Neraca Perdagangan Non Migas Indonesia ke Afrika Selatan
Share impor Sports footwear, o/t ski, outr sole of rbr/plas/leather &
upper of leather (HS 640319) Afrika Selatan tahun 2013

9
17
23
24
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5
6
7

Uji Multikolinearitas
Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran
Perdagangan Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Afrika
Selatan
Uji Breusch Pagan LM
Uji Hausman
Tarif ad valorem komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Afrika
Selatan

34
34
34
35

36
37
38

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dinamika kondisi ekonomi dunia yang terus berubah dan menimbulkan
berbagai dampak bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia, memaksa setiap
negara untuk memiliki strategi antisipasi agar mampu bertahan di kancah
persaingan internasional. Krisis global yang melanda sejumlah negara maju telah
menimbulkan pengaruh dalam aktivitas perdagangan internasional, di mana
umumnya negara berkembang mengekspor sebagian besar komoditi lokalnya ke
negara maju.
Menurunnya daya beli masyarakat di negara-negara maju sebagai dampak
krisis global, membuat kemampuan untuk mengimpor barang juga cenderung
menurun. Ini berarti potensi peluang ekspor yang tersedia pun kecil. Berdasarkan
hal tersebut, maka diperlukan strategi baru untuk terus meningkatkan kinerja ekspor
Indonesia.
Kementerian Perdagangan telah mencanangkan strategi baru yang disebut
Diversifikasi Pasar. Melalui strategi ini, pasar tujuan ekspor yang sebelumnya
berfokus pada negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Eropa dan beberapa
negara maju di Asia seperti Jepang dan Singapura, kini beralih pada sejumlah
negara berkembang yang menyediakan potensi pasar yang cukup signifikan untuk
dieksplorasi, seperti pasar di negara anggota ASEAN, negara-negara di kawasan
Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika dan Eropa Timur. Oleh karena itu, Indonesia
tengah berusaha meningkatkan akses pasar ekspor non migas di luar pasar
tradisional dan salah satunya adalah dengan Afrika Selatan. Indonesia dan Afrika
Selatan sudah mempunyai persetujuan kerja sama dengan yaitu Trade Agreement
yang telah ditandatangani oleh masing-masing Menteri Luar Negeri pada tanggal
20 November 1997 di Cape Town, Afrika Selatan. Selain itu kedua negara juga
telah menandatangani Joint Statement on Establishment of the Joint Trade
Committee (JTC) Indonesia-Afrika Selatan, ditandatangani pada tanggal 19 April
2005 di Jakarta, dalam acara Konferensi Asia-Afrika 2005 di Jakarta.
Joint Trade Committee (JTC) dibentuk untuk meningkatkan perdagangan dan
investasi. Pemerintah Indonesia dan Afrika Selatan telah sepakat membentuk JTC
pada tanggal 23 Mei 2006. JTC dibentuk sebagai tindak lanjut Trade Agreement
Indonesia-Afrika Selatan, yang telah ditandatangani pada tanggal 19 April 2005
oleh Menteri Perdagangan Indonesia dengan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Afrika Selatan. JTC bertujuan untuk membahas dan meniadakan
hambatan dan tantangan hubungan perdagangan bilateral serta mencari peluangpeluang baru dalam meningkatkan perdagangan kedua negara. JTC dilaksanakan
secara bergantian di Afrika Selatan dan Indonesia, pertemuan pertama JTC tingkat
menteri telah dilaksanakan pada Februari 2008 di Tshwane, Afrika Selatan. Isu
yang dibahas dalam pertemuan antara lain: (1) kerjasama promosi perdagangan; (2)
kerjasama sektoral dan industri; (3) SME s; (4) standardisasi, asuransi kualitas,
akreditasi dan metrologi; (5) zona ekonomi; (6) kerjasama regional dan multilateral;
dan (7) New Asia-Africa Strategic Partnership (NAASP/NEPAD).
Perdagangan dan kerjasama investasi antara Indonesia dan Afrika Selatan
diharapkan dapat membuka potensi yang jauh lebih besar dalam perdagangan dan

2

investasi bagi kedua negara. Afrika Selatan juga dapat digunakan sebagai pintu
gerbang perdagangan untuk kawasan Selatan Afrika. Di sisi lain Indonesia juga
dapat menjadi pintu gerbang perdagangan dan daerah tujuan investasi untuk Afrika
Selatan dengan adanya perjanjian bebas Indonesia baik secara bilateral maupun
regional, seperti ASEAN FTA (AFTA) dan ASEAN plus dan juga FTA bilateral
dengan Jepang.
Tabel 1 Perbandingan Makroekonomi Indonesia Afrika Selatan Tahun 2013
Faktor
Satuan
Afrika Selatan
Indonesia
GDP
$ Triliun
350.6
866.3
GDP Per Kapita (PPP)

$

6617.91

3475.25

GDP Growth

%

1.89

5.78

Inflasi

%

5.71

6.41

Populasi

Juta

52.98

249.87

Total Ekspor

$ Triliun

102.20

206.17

Total Impor

$ Triliun

119.06

223.50

Sumber: World Development Index
Tabel 1 menunjukkan perbandingan data makroekonomi kedua negara. Dari
sisi GDP perkapita Afrika Selatan lebih besar daripada Indonesia. GDP perkapita
yang tinggi merupakan signal adanya potensi pasar. Hal ini dapat dilihat dari total
impor Afrika Selatan yang tinggi yaitu sebesar $ 119.06 Triliun dimana total impor
lebih besar dari total ekspor. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan
meningkatkan ekspornya, yang tentunya harus dengan syarat adanya daya saing
bagi produk-produk Indonesia.
Tabel 2 Neraca Perdagangan Indonesia-Afrika Selatan Periode 2009-2013
(Nilai: ribu US$)
Uraian
Ekspor
Migas
Non
Migas
Impor
Migas
Non
Migas
Neraca
Migas
Non
Migas

2009

2010

2011

2012

2013

Trend(%)
2009-2013

484,569.2 680,723.1 1,436,590.8 1,691,502.8 1,270,335.0
41.5
60.7
2,700.5
41,203.7
251.0

32.81
175.11

484,527.7 680,662.3 1,413,890.3 1,650,299.0 1,270,084.0
350,239.2 516,587.9
705,776.6
661,981.1
624,931.1
5,227.3
3,088.1
1,602.4
1,540.4
1,363.5

32.48
15.10
(55.51)

295,011.9 513,499.8
34,330.0 164,135.2
(55,185.8) (3,027.3)

704,174.2
660,440.7
730,184.2 1,029,521.7
21,098.1
39,663.3

623,567.6
645,403.9
(1,112.5)

19.11
64.47
0.00

189,515.8 167,162.5

709,716.1

646,516.4

52.70

Sumber: BPS diolah Kementerian Perdagangan

989,858.3

3

Hubungan perdagangan bilateral Indonesia dan Afrika Selatan yang terjalin
selama ini, memberikan kontribusi bagi masing-masing pihak. Afrika Selatan
sebagai pasar besar di benua Afrika memberikan peluang ekspor yang besar bagi
Indonesia, demikian pula sebaliknya, Indonesia merupakan negara tujuan ekspor
dan investasi bagi Afrika Selatan di ASEAN. Indonesia harus mampu
memaksimalkan kinerja dan kemampuan dalam mengelola perekonomiannya agar
mampu bersaing dalam kancah perekonomian di masa mendatang.
Tabel 2 menggambarkan adanya tren ekspor yang positif dari tahun 2009
sampai 2012 semakin menguatkan besarnya ketergantungan Afrika Selatan
terhadap Indonesia. Hubungan baik ini menjadi salah satu alasan kuat bagi
Indonesia agar tidak memandang sebelah pasar potensial di benua Afrika ini untuk
memaksimalkan setiap peluang dalam kancah perdagangan antar kedua pihak.
Tabel 3 Pertumbuhan ekspor non migas Indonesia periode 2009-2013
(Nilai : Juta US$)
Negara

2009

2010

2011

2012

2013

Trend
(%)

Change
(%)

Share
(%)

China

8,920.1

14,080.9

21,595.6

20,864.1

21,281.6

23.77

2.00

14.20

Jepang

11,979.0

16,496.5

18,330.1

17,231.2

16,084.1

6.3

-6.66

10.73

Amerika
Serikat

10,470.1

13,326.5

15,684.2

14,590.9

15,081.9

8.55

3.36

10.06

India

7,351.4

9,851.2

13,279.0

12,446.7

13,009.8

14.75

4.52

8.68

Singapura

7,947.6

9,553.6

11,113.4

10,550.9

10,385.8

6.55

-1.56

6.93

484.5

680.7

1,413.9

1,650.3

1,270.1

32.48

-23.04

0.85

Afrika
Selatan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan
Afrika Selatan merupakan pasar potensial, hal ini dapat dilihat dari nilai
perdagangan antara Indonesia-Afrika Selatan yang meningkat secara signifikan.
Walaupun share ekspor Indonesia ke Afrika Selatan hanya sebesar 0.85 persen dari
total ekspor dan lebih rendah dari China, Jepang, Amerika Serikat, India, dan
Singapura tapi trend ekspor ke Afrika Selatan merupakan yang tertinggi yaitu 32,48
persen diantara lima besar negara tujuan ekspor.
Kondisi tersebut merupakan suatu peluang bagi Indonesia untuk dapat
menjadikan Afrika Selatan sebagai alat menunjang ekspor dalam negeri melalui
produk-produk unggulan Indonesia..
Perumusan Masalah
Indonesia dan Afrika Selatan dalam perkembangan kerjasama ekonominya
memiliki sektor-sektor tertentu yang menunjang perekonomian negara masingmasing. Adanya keterkaitan intra industri antara industri yang ada di Indonesia
dengan Afrika Selatan akan kian mendekatkan ketergantungan relasi perdagangan

4

antara Indonesia dengan Afrika Selatan. Oleh karena itu perlu dikaji keterkaitan
intra industry trade Indonesia dengan Afrika Selatan. Selain itu untuk
meningkatkan ekspor Indonesia, peningkatan daya saing mutlak diperlukan, dengan
cara menganalisis daya saing bilateral Indonesia dengan Afrika Selatan. Untuk itu
perlu diketahui komoditas apa saja yang mempunyai daya saing di pasar Afrika
Selatan. Hal tersebut dapat menjadi acuan bagi Indonesia dalam rangka perluasan
pasar dan membuka akses pasar baru dengan menjadikan Afrika Selatan sebagai
salah satu negara tujuan ekspor utama produk-produk unggulan Indonesia. Hal ini
penting karena untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain yang telah
memasuki pasar Afrika Selatan terlebih dahulu.
Untuk mengatasi hambatan-hambatan perdagangan Indonesia-Afrika Selatan,
pemerintah Indonesia menjajaki untuk pembentukan FTA (Free Trade Agreement)
ataupun PTA (Preferential Trade Agreement). Hingga saat ini pencapaian
terwujudnya kerjasama Indonesia-Afrika Selatan masih belum terwujud, namun
Indonesia diharapkan mampu mengantisipasi berbagai dampak serta kesiapan
Indonesia dalam menghadapi FTA Indonesia-Afrika Selatan yang mungkin akan
segera terwujud.
Pembentukan FTA tidak selalu menguntungkan untuk semua negara yang
terlibat, ada yang mendapat keuntungan dan ada yang kurang mendapatkan
keuntungan dari pembentukan FTA. Hal ini dapat terlihat pada penelitian yang
dilakukan oleh Kalirajan (2007) yang melakukan penelitian FTA India-Jepang
bahwa secara keseluruhan ekspor Jepang ke pasar India akan meningkat 2,46 persen
dibandingkan ekspor India ke pasar Jepang hanya meningkat 0,3 persen. Sangat
jelas bahwa India akan mengalami kerugian pada saat short run, dan setiap
pengurangan tarif di pasar India tentunya akan meningkatkan ekspor Jepang. Tetapi
pada penelitian dari Bhattacarya, Bhattacaryay (2007) dengan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa India akan mendapatkan keuntungan yang lebih kecil dari
China pada saat short run dikarenakan tingkat tarif yang tinggi. Tetapi pada long
run India akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari China ketika tingkat
tarif sama. Free Trade Agreement dapat menjadi solusi yang sama-sama
menguntungkan bagi kedua negara. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa faktorfaktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia-Afrika Selatan.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mencoba merumuskan
beberapa pertanyaan diantaranya adalah:
1. Apakah komoditi unggulan Indonesia ke Afrika Selatan serta bagaimana
daya saing dan derajat integrasinya.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perdagangan komoditi
unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor serta daya saing dan derajat
integrasinya
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan komoditi
unggulan ekspor Indonesia ke Afrika Selatan.

5

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kondisi perdagangan Indonesia-Afrika Selatan dan komoditas potensial yang dapat
menjadi daya saing ekspor Indonesia ke Afrika Selatan. Selain itu, juga dapat
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan Indonesia
dengan Afrika Selatan.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi pengambil
kebijakan sebagai alternatif kebijakan nasional untuk meningkatkan daya saing
ekonomi serta sekaligus mempersiapkan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran
dan keterkaitan perdagangan komoditas unggulan ekpor Indonesia ke Afrika
Selatan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti
lain sebagai salah satu referensi yang dapat mendukung suatu penelitian yang lebih
mendalam mengenai keterkaitan perdagangan, baik bilateral, multilateral ataupun
regional.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan ruang lingkup yang ditentukan agar
dapat mencapai hasil yang diharapkan. Ruang lingkup penelitian ini yaitu :
1. Penelitian ini meneliti Indonesia dan Afrika Selatan dan menggunakan data time
series 2001-2013.
2. Komoditi unggulan yang digunakan yaitu komoditi yang mempunyai daya saing
tinggi berdasarkan nilai RCA rata-rata dari tahun 2009-2013 dan mempunyai
konsistensi perdagangan dari tahun 2001-2013.
3. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran komoditi unggulan ekspor
Indonesia ke Afrika Selatan menggunakan metode analisis export demand
function.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Globalisasi
Globalisasi merupakan proses meningkatnya interdependensi bahkan
mengarah pada menyatunya perekonomian dunia. Globalisasi dapat terjadi karena
semakin bebasnya pergerakan arus barang dan jasa serta arus modal antar negara
yang sering disebut sebagai liberalisasi. Peningkatan keterbukan ekonomi antar
negara atau liberalisasi dalam perdagangan dan arus modal telah memacu
perkembangan teknologi yang pesat dalam bidang transportation, telecomunication
dan travel atau triple-T revolution. Kemajuan teknologi dalam bidang ini terutama
teknologi informasi kemudian memberikan peluang yang semakin besar bagi
terwujudnya globalisasi ekonomi.
Globalisasi dan liberalisasi berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan
berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarriefbarrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB). Hal ini berimplikasi

6

pada meningkatnya efisiensi aktivitas industri dan terbukanya peluang yang
sebesar-besarnya bagi setiap negara untuk meningkatkan kegiatan perdagangannya
terutama perluasan pasar oleh industri-industri yang berorientasi ekspor atau
industri promosi ekspor. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan diperkirakan akan
dapat mendorong peningkatan arus perdagangan barang dan jasa serta arus investasi
antar negara terutama jika didukung oleh perdagangan yang lebih fair dan adil.
Karena itulah penganut paham liberalis sangat berkeyakinan bahwa liberalisasi
perdagangan dunia akan dapat meningkatkan kemakmuran bagi semua negara yang
terlibat.
Kekuatan ekonomi menjadi faktor penentu eksistensi setiap negara dalam
perekonomian global. Persoalan muncul karena globalisasi dan liberalisasi bergulir
ditengah-tengah jurang antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang
masih sangat lebar. Dalam kondisi demikian globalisasi dan liberalisasi justru akan
dapat memperlebar jurang tersebut karena negara-negara industri telah menguasai
sumber ekonomi strategis seperti modal, teknologi dan informasi. Negara-negara
industri akan dapat dengan mudah memasarkan produknya ke negara berkembang,
namun sebaliknya dengan berbagai keterbatasan internal dan faktor eksternal
terutama hambatan non ekonomi, negara-negara berkembang tidak mudah untuk
menembus pasar negara-negara maju.
Proses globalisasi terutama digerakkan oleh ledakan perkembangan teknologi
tingkat tinggi terutama teknologi informasi seperti yang dikemukakan sebelumnya.
Kegiatan-kegiatan ekonomi tidak hanya bersifat padat modal tetapi berkembang ke
arah padat informasi dan pengetahuan, sehingga kompetisi tidak bisa lagi hanya
bersandar pada persaingan harga. Kemudian, meredanya inflasi dunia sebagai
akibat supply availability pada skala global, telah memperkecil kemungkinan untuk
memperoleh keuntungan yang signifikan. Profit margin yang semakin tipis hanya
dapat menjamin kontinyuitas usaha apabila produksi dan perdagangan dilakukan
dalam skala besar, dan apabila dijamin dengan kemampuan untuk melakukan
delivery yang dapat diandalkan, serta pada tingkat kualitas produk yang tinggi. Jelas
sebagian besar NSB sulit bahkan mungkin tidak dapat melakukan hal tersebut kalau
hanya mengandalkan basis sumber dan kemampuannya sendiri.
Meskipun dihadapkan pada kenyataan demikian, NSB sangat sulit untuk
mengisolasi diri dari globalisasi dan liberalisasi. Tidak ada pilihan kecuali ikut
terlibat dalam globalisasi dan liberalisasi dengan konsekuensi-konsekuensinya.
Itulah sebabnya, sesuai dengan arahan IMF dan World Bank, kebijakan ekonomi
NSB sejak awal dasawarsa 1980-an diwarnai oleh kebijakan penyesuaian struktural
(structural adjusment) dalam upaya untuk menyesuaikan atau mengintegrasikan
dirinya ke dalam proses globalisasi, yakni dengan membuka perekonomiannya. Ini
berarti NSB bergerak ke sistem kapitalisme-liberal, dimana kepemilikan (private)
dan mekanisme pasar menjadi tiang utama proses pengambilan keputusan, baik
yang dilakukan pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat.
Free Trade Area
Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk membentuk
organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan
negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk
menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum

7

pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat bagi
Negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain European
Union (EU) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Pengaruh
keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak langsung
bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global. Secara luas,
pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan
integrasi ekonomi global.
Organisasi ini terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya
yang mengarah ke tingkat integrasi berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat
kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area
(FTA), Custom Union, Common Market, Monetary Union, dan Political Union
(Kotabe dan Helsen 2001).
Free Trade Area (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih negara
untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi
masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan
negara yang bukan anggota. FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi
dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai
hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief barrier)
maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB). FTA atau Free Trade Area
adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produkproduk orisinal negara-negara anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea
masuk. Dengan kata lain, internal tariff antara negara anggota menjadi 0 persen,
sedangkan masing-masing negara memiliki external tariff sendiri-sendiri.
Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common
Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993.
Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh
ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh
perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya
perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia
menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional
seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan
perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan
efisiensi penggunaan sumber daya domestik dan akses pasar ke negara lain
(Stephenson 1994).
Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia
yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume
perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus
perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan
peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan
dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian
kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat
kesejahteraan dunia.
Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi atau
menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal
bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah
negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif
eksternal rendah.

8

Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom Union,
maka dapat terbentuk Common Market. Common Market menghilangkan semua
tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi
seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan
menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara
anggota.
Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat
dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota European
Union menggunakan mata uang bersama, Euro.
Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi
negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Political Union. Political Union merupakan puncak dari proses integrasi.
Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union secara
sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang
berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti
British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang pernah menjadi bagian
oleh British Empire. Namun ketika British bergabung dengan European Union,
perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk
diskusi dan ikatan sejarah yang sama.
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang
dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan.
Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja.
Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu
negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy 1997).
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan
perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan
mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan,
Krugman (2000) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan
internasional:
a. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
b. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale)
Secara teoritis, suatu negara (negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke
negara lain (negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya
perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga
domestik negara B. Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena
produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di
negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan
demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke
negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi
domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga
harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan
untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika

9

kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi
perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah
sama.
A

SA
ES

X

SB
PB

P*
PA

M
DA
QA
Negara A (Ekspor)

ED
Q*
Perdagangan Internasional

B

DB

QB
Negara B (Impor)

Gambar 1 Kurva Perdagangan Internasional
Sumber: Salvatore 1997
Keterangan:
PA
: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
QA
: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A
(pengekspor) tanpa perdagangan internasional
A
: Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor)
tanpa perdagangan internasional
X
: Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB
: Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan
internasional
QB
: Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B
(pengimpor) tanpa perdagangan internasional
B
: Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor)
tanpa perdagangan internasional
M
: Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P*
: Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan
Internasional
Q*
: Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara
dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor
(M).
Gambar 1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdangangan internasional
harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar
internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan
permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah
dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan
terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB

10

maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan
terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar
internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A
akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor
komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu
Q*.
Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam
Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute
comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo
(1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative
Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada
biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan
harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan.
Menurut David Ricardo, perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak
memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan
melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki
keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif
(Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost
comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage
(labor productivity). Asumsi yang digunakan (Salvatore 1997):
a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi
b. Perdagangan bersifat bebas
c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun
tidak ada mobilitas antara dua negara.
d. Biaya produksi konstan
e. Tidak terdapat biaya transportasi
f. Tidak ada perubahan teknologi
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.
Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor productivity)
dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana
negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara
tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost
comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu
negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga
kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Production
comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika seorang
tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa
dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih
banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara
melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan
production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan

11

komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya
rendah.
Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh HeckscherOhlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 1977). Model H-O
mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan
internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi
(factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan
kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat
kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga
kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja
(labor-intensive goods).
Konsep Daya Saing
Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan
produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang
digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan
jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang
digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity).
Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu
negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya
berhubungan dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan kompetisi
adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau
berkualitas baik. Biaya produksi berhubungan dengan harga faktor-faktor input.
Selain itu keunggulan dalam daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantages) merupakan
penyempurnaan dari teori keunggulan absolut Adam Smith yang dikemukakan oleh
David Ricardo. David Ricardo dalam Salvatore (1997) mengatakan bahwa
keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi
barang dan jasa dengan biaya yang lebih murah daripada negara lain.
Asumsi-asumsi Teori Keunggulan Komparatif yang dibangun David Ricardo
adalah (1) berlakunya labor theory of value, yaitu bahwa nilai suatu barang
ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan; (2) tidak memperhitungkan
biaya transportasi; (3) produksi dijalankan dengan biaya tetap, sedangkan skala
produksi bersifat constant return to scale; serta (4) faktor produksi tidak bersifat
mobile antarnegara (Salvatore 1997).
Teori Permintaan Ekspor
Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang
mempengaruhi permintaan. Permintaan ekspor suatu negara merupakan selisih
antara produksi atau penawaran domestik dikurangi dengan konsumsi atau
permintaan domestik negara yang bersangkutan ditambah dengan stok tahun
sebelumnya (Salvatore 1997).

12

Secara matematis rumusnya dapat ditulis sebagai berikut :
Xt = Qt Ct + St-1
(1)
dimana :
Xt = jumlah ekspor komoditas tahun ke t
Qt = jumlah produksi domestik tahun ke t
Ct = jumlah konsumsi domestik tahun ke t
St-1 = stok tahun sebelumnya.
Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, karena produksi pada
tiap tahun semuanya diekspor, maka dengan demikian fungsi ekspor dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Xt = Qt

Ct

(2)
Untuk komoditi ekspor, permintaan komoditi yang bersangkutan akan
dialokasikan untuk memenuhi permintaan masyarakat dalam negeri (konsumsi
domestik) atau luar negeri (ekspor), sedangkan yang tersisa akan menjadi
persediaan yang akan dijual pada tahun berikutnya. Sebagai sebuah permintaan,
maka ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan negara tujuan ekspor terhadap komoditi yang dihasilkan, yaitu harga
domestik negara tujuan ekspor (HDj), harga impor negara tujuan ekspor (HIj),
pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor (YPj), dan selera penduduk
negara tujuan ekspor (Sj). Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari
negara tujuan ekspor, ekspor suatu negara sebagai sebuah permintaan juga
dipengaruhi oleh faktor harga di pasar internasional (HX), dan nilai tukar (NT).
Pengaruh jangka panjang dalam kegiatan ekspor diketahui dengan memasukkan
peubah lag yaitu volume ekspor tahun sebelumnya (Xt-1). Secara keseluruhan
fungsi ekspor suatu komoditi menjadi :
Xt = f (HDt, HDt-1, HDjt, Hijt, YPjt, Sjt, HXt, NTt, Xt-1, D)
(3)
dimana :
Xt
HDt
HDt-1
HDjt
HIjt
YPjt
Sjt
HXt
NTt
Xt-1
D

:
:
:
:
:
:
:
:
:

volume ekspor tahun ke t
harga domestik tahun ke t
harga domestik tahun ke t-1
harga domestik negara tujuan ekspor tahun ke t
harga impor negara tujuan ekspor tahun ke t
pendapatan perkapita negara tujuan ekspor tahun ke t
selera negara tujuan ekspor tahun ke t
harga ekspor tahun ke t
nilai tukar mata uang negara pengekspor terhadap nilai
tukar negara pengimpor tahun ke t
: volume ekspor tahun lalu, tahun ke t-1
: variabel dummy

13

Panel Data
Menurut Gujarati (2004) data panel (pooled data) atau yang disebut juga data
longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series.
Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap
banyak individu sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari
waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu
metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin
dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau data cross section.
Baltagi (2001) mengemukakan bahwa kelebihan yang diperoleh dari
penggunaan data panel adalah:
1. Dapat mengendalikan keheterogenan individu atau unit cross section.
2. Dapat memberi informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara
variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien. Panel data lebih baik
untuk studi dynamics of adjusment. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan
dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section
maupun time series.
3. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral
models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau time
series.
4. Estimasi model yang menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga
metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap
(fixed effect), dan metode efek random (random effect).
Metode Pooled Least Square
Metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk
pool merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel.
Misalkan terdapat persamaan berikut ini :
Yit = + j xjit + it untuk i = 1, 2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T
(4)
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode
waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat
terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap
unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross
section sebagai berikut:
Yi1 = + j xjit + i1 untuk i = 1, 2, ..., N
(5)
Yang akan berimplikasi diperolehnya sebanyak T persamaan yang sama. Begitu
juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret waktu (time
series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi dengan dan konstan
sehingga akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan
melibatkan sebanyak NT observasi. Akan tetapi dengan demikian tidak dapat
melihat perbedaan antar individu maupun antar waktu.
Metode Efek Tetap (Fixed Effect)
Masalah terbesar dalam pendekatan metode pooled least square adalah
asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar
individu maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara
umum sering dilakukan adalah dengan memasukan variabel dummy untuk

14

menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section
maupun antar waktu (Baltagi 2001).
Pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
Yit = i + j xjit + eit
(6)
dimana:
Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
i = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit
j = parameter untuk variabel ke j
xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i
eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i
Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom
sebesar NT-N-K. Keputusan memasukan variabel boneka ini harus didasarkan pada
pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan penambahan
variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang
akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi.
Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan tanpa pembobot (no
weighted) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobotan
(cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya
pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section
(Gujarati 2004).
Metode Efek Random (Random Effect)
Keputusan untuk memasukan variabel boneka dalam model efek tetap
memiliki konsekuensi berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat
mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model
data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu model efek acak (Baltagi 2001).
Model ini dapat dijelaskan melalui persamaan berikut:
Yit = 1t + jxjit + uit
(7)
dimana 1t diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep ( 1).
Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan:
1t = 1 + it i = 1 ,2, N
(8)
dimana 1 adalah rata-rata dari seluruh intersep, i adalah random error (yang tidak
bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu.
Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus:
Yit = 1 + jxjit + it + uit
(9)
Yit = 1 + jxjit + it
(10)
dimana it = it + uit. Bentuk it terdiri dari dua komponen error term yaitu i
sebagai komponen cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen
time series error dan komponen error kombinasi.
Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus:
Yit = 1 + jxjit + it dengan it = i + vt + wit
(11)
dimana : i ~ N ( 0, ) = komponen cross section error

15

vi~ N ( 0, v ) = komponen time series error
wit~ N ( 0, ) = komponen error kombinasi
asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitujuga
dengan error kombinasinya.
Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian
derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh
model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi
akan menjadi semakin efisien.
Hambatan tarif
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang
diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari asal komoditi ada dua jenis tarif
yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk
setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Tarif ekspor adalah pajak untuk
komoditi yang dieskpor. Sedangkan ditinjau dari cara penghitungan, tarif dibedakan
menjadi tarif ad valorem, tarif spesifik, dan tarif campuran. Tarif ad valorem adalah
pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barangbarang yang diimpor. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban dari setiap unit barang
yang diimpor. Tarif campuran adalah gabungan dari keduanya.
Hambatan non tarif
Hambatan non tarif merupakan hambatan perdagangan yang terjadi di era
modern dan merupakan bentuk proteksi perdagangan yang lebih kompleks
dibandingkan dengan hambatan tarif. Bentuk hambatan non tarif yang sering
digunakan