Potensi Sumber Daya Ikan Selar Kuning, Tembang, dan Tongkol di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten

POTENSI SUMBER DAYA IKAN SELAR KUNING,
TEMBANG, DAN TONGKOL DI SELAT SUNDA
YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

SISKA AGUSTINA

MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Potensi Sumber
Daya Ikan Selar Kuning, Tembang, dan Tongkol di Selat Sunda yang Didaratkan
di PPP Labuan, Banten adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2014
Siska Agustina
NIM C24100013

ABSTRAK
SISKA AGUSTINA. Potensi Sumber Daya Ikan Selar Kuning, Tembang, dan
Tongkol di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh
MENNOFATRIA BOER dan NURLISA A BUTET.
Potensi perikanan pelagis di Selat Sunda merupakan yang tertinggi
dibandingkan perikanan lainnya. Ikan pelagis yang dominan tertangkap adalah
ikan selar kuning, tembang, dan tongkol. Ikan pelagis memiliki nilai ekonomis
yang tinggi sehingga mengalami penangkapan yang meningkat setiap tahun dan
dikhawatirkan mengalami tangkap lebih. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji
kondisi pemanfaatan ikan pelagis di Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan,
Banten dari aspek biologi dan ekonomi. Metode yang digunakan untuk
menentukan potensi adalah melalui pemilihan model produksi surplus yang tepat.
Maximum sustainable yield (MSY) dan maximum economic yield (MEY) masingmasing adalah 1875.02 ton/tahun dan 1874.71 ton/tahun untuk ikan selar kuning,
3311 ton/tahun dan 3303 ton/tahun untuk ikan tembang, serta 1721.17 ton/tahun
dan 1710.64 ton/tahun untuk ikan tongkol. Upaya tangkap aktual ikan selar
kuning, tembang, dan tongkol telah melebihi upaya optimum, sehingga

diindikasikan telah terjadi tangkap lebih secara biologi sekaligus ekonomi. Rente
ekonomi pada kondisi aktual ketiga jenis ikan lebih rendah dibandingkan rente
ekonomi kondisi MSY dan MEY. Kondisi ini dapat disebabkan oleh laju
eksploitasi pada ketiga jenis ikan melebihi eksploitasi optimum (>0.5) sehingga
mengalami overexploited. Rente ekonomi yang kecil pada kondisi aktual dapat
disebabkan oleh degradasi sumber daya ikan tersebut yang mengalami kenaikan
setiap tahunnya. Pemanfaatan lebih baik pada kondisi MEY karena kondisi ini
mendapatkan keuntungan yang maksimal. Rencana pengelolaan ikan pelagis di
PPP Labuan adalah pengurangan upaya penangkapan, selektivitas alat tangkap,
dan pengaturan ukuran ikan boleh ditangkap.
Kata kunci: ikan pelagis, laju eskploitasi, laju degradasi, overexploited, Selat
Sunda.

ABSTRACT
SISKA AGUSTINA. The Potential Resource of Yellowstripe scad, Fringescale
sardinella, and Thonine orientale in Sunda Strait which landed in PPP Labuan,
Banten. Supervised by MENNOFATRIA BOER and NURLISA A. BUTET.
Pelagic fishery potential in the Sunda Strait is the highest compared to other
fisheries. The dominant pelagic fish caught were yellowstripe scad, fringescale
sardinella, and thonine orientale. Pelagic fish is a economic important, that facing

arrest are increasing every year and it is feared to overfishing. The aims this study
are to assess the utilization condition of pelagic fish in PPP Labuan, Banten
especially about biological and economic aspects. The method used to determine
potential is through the selection correctly of surplus production. Maximum
sustainable yield (MSY) and maximum economic yield (MEY) are 1875.02
ton/year dan 1874.71 ton/year for yellowstripe scad, 3311 ton/year dan 3303

ton/year for fringescale sardinella, also 1721.17 ton/year and 1710.64 ton/year for
thonine orientale. Actual catche efforts of yellowstripe scad, fringescale
sardinella, and thonine orientale has greater than optimum efforts, so that
indicated has been biological and economic overfishing. Economic rent on the
actual condition of the third kind of fish is lower than the economic rent of MSY
and MEY conditions. This condition can be caused by the rate exploitation of the
three kinds of fish exceeding the optimum exploitation (> 0.5) so it had
overexploited. Economic rent on the actual condition is lowest because
degradation of the fish resources has increased every year. The better utilization
is MEY condition because these have maximum benefit. Management plan of
pelagic fish in PPP Labuan are reduction fishing effort, selectivity of fishing gear,
and setting size of the fish can be caught.
Keywords : degradation rate, exploitation rate, overexploited, pelagic fish, Sunda

Strait.

POTENSI SUMBER DAYA IKAN SELAR KUNING,
TEMBANG, DAN TONGKOL DI SELAT SUNDA
YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

SISKA AGUSTINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Potensi Sumber Daya Ikan Selar Kuning, Tembang, dan Tongkol
di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten
: Siska Agustina
: C24100013

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA
Pembimbing I

Dr Ir Nurlisa A Butet, M Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, M Sc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi
Nama
NIM

Potensi Sumber Daya Ikan Selar Kuning, Tembang, dan Tongkol
di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten
Siska Agustina
C241 00013

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA
Pembimbing I

Dr Ir Nurlisa A Butet, M Sc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

2 8 0 4·2 0 1 4

PRAKATA
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah,
serta inayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini. Tema yang dipilih adalah stok sumber daya ikan, dengan judul Potensi
Sumber Daya Ikan Selar Kuning, Tembang, dan Tongkol di Selat Sunda yang
Didaratkan di PPP Labuan, Banten.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. Beasiswa BIDIK MISI yang telah memberikan dana pendidikan selama
perkuliahan.
3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),

DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak : 2013. 089. 521219, Penelitian
Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga
Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul
“Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis
dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang
dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua
peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai anggota peneliti).
4. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan
Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
5. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku penguji tamu dan Dr Ir Niken
Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku komisi pendidikan Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat
berarti.
6. Dr Ir Ferdinan Yulianda, MSc sebagai dosen pembimbing akademik.
7. Keluarga: Bapak (Ruhiat), Mamah (Kokon), Aa (Agus), Teteh (Wina dan
Ira), Ade (Rivan) dan Chandra Syayid Bani atas kasih sayang, doa, dan
dukungan baik moril ataupun materil.
8. Teman-teman penelitian Labuan Banten: Kak Pia, Kak Arni, Laras, Nurul
Mega, Nursifa, Anandinta, Rivany, Rezaninda, Widyanti, Raisha, Nurul

Hikmah, Irza, Wisnu Aji, Dwiyanti, Rosillia, Kak Viska, Kak Vina, dan
Kak Salma.
9. Teman-teman MSP angkatan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Siska Agustina

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
2
2

2
3
3
8
15
18
18
18
21
28

vi

DAFTAR TABEL
1 Analisis bioekonomi dengan model Gordon-Schaefer
2 Analisis bioekonomi dengan model Gomperts-Fox
3 Parameter pertumbuhan ikan selar kuning, tembang, dan tongkol di Selat
Sunda
4 Nilai Z, M, dan E ikan pelagis selar kuning, tembang, dan tongkol di
Selat Sunda
5 Hasil tangkapan dan upaya standar ikan selar kuning, tembang, dan
tongkol
6 Parameter q, K, r, R2 ikan selar kuning, tembang, dan tongkol di Selat
Sunda dengan model Fox dan Schaefer
7 Analisis bioekonomi sumber daya ikan ikan selar kuning, tembang, dan
tongkol

6
7
9
11
12
12
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Diagram perumusan masalah
Lokasi pengambilan contoh ikan
Komposisi hasil tangkapan nelayan di PPP Labuan tahun 2013
Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan 2013
Gerombol berdasarkan jenis makanan ikan selar kuning, tembang,
tongkol
6 Tangkapan per satuan upaya ikan selar kuning, tembang, dan tongkol
7 Kurva model bioekonomi ikan selar kuning, tembang, dan tongkol
8 Laju degradasi sumber daya ikan ikan selar kuning, tembang, dan
tongkol

2
3
8
9
10
12
14
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Jenis makanan ikan selar kuning, tembang, dan tongkol
2 Upaya tangkap dan alat tangkap yang sudah dibakukan
3 Harga dan biaya penangkapan berdasarkan proporsi hasil tangkapan ikan
selar kuning, tembang, dan tongkol
4 Model Analisis Bioekonomi Gomperts-Fox
5 Perbandingan produksi lestari dan produksi aktual
6 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan
berdasarkan data panjang

vii

21
21
23
24
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dugaan potensi sumber daya perikanan di Selat Sunda pada Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI) 572 adalah 565.30 ribu
ton/thn dan pada tahun 2011 penangkapan sudah mencapai 558.60 ribu ton/tahun.
Potensi perikanan paling tinggi di WPPRI-572 adalah ikan pelagis yaitu sekitar
480 ribu ton/tahun (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap/ DJPT 2011). Total
produksi perikanan di Provinsi Banten sebesar 30% berasal dari Selat Sunda
(Boer dan Aziz 2007). Pendaratan ikan paling tinggi di Provinsi Banten adalah di
Kabupaten Pandeglang yaitu sekitar 30 ribu ton (20%) atau 117 milyar rupiah
pada tahun 2003 (BRKP 2003). Kabupaten Pandeglang terdapat 12 tempat
pelelangan ikan (TPI), salah satunya adalah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Labuan yang merupakan tempat pendaratan ikan pelagis yang hasil tangkapannya
tertinggi diantara TPI lainnya. Menurut Sumirat (2011) kondisi perairan wilayah
Banten (Labuan) sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi, sehingga
keberadaan ikan diwilayah perairan sejauh 0-7 mil cukup sulit didapatkan.
Berdasarkan Statistik Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan
(2011) kondisi sumber daya ikan pelagis di Selat Sunda telah mengalami tangkap
lebih. Menurut Atmaja et al. (2003) sumber daya ikan pelagis di Laut Jawa dan
Selat Sunda terdiri dari komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,
Rastrelliger brachysoma, Dusumieria acuta, Selar spp., dan lain-lain) yang
memiliki nilai ekonomis tinggi. Untuk menjamin kelestarian sumber daya ikan
pelagis tersebut, perlu dilakukan suatu upaya pengelolaan. Salah satu informasi
yang diperlukan dalam pengelolaan sumber daya perikanan adalah nilai potensi,
laju eksploitas, laju degradasi, dan analisis bioekonomi sumber daya perikanan.
Ikan pelagis kecil yang dominan didaratkan di PPP Labuan adalah selar
kuning (Selaroides leptolepis), tembang (Sardinella fimbriata), dan tongkol
(Euthynnus affinis). Spesies-spesies tersebut berdasarkan DJPT (2012) pada
statistik perikanan provinsi Banten tahun 2011 menyumbang sebesar 21.56% dari
total hasil tangkapan di Provinsi Banten
Perumusan Masalah
Sektor perikanan di Provinsi Banten merupakan penyumbang pendapatan
daerah kedua setelah perkebunan. Produksi perikanan di Provinsi Banten terus
meningkat untuk setiap tahunnya, yang dikhawatirkan akan mengalami tangkap
lebih apabila dibiarkan terus terjadi (Sumirat 2011). Menurut Sumirat (2011)
perairan Indonesia akan mengalami ancaman penurunan hasil tangkapan akibat
krisis ganda, degradasi ekosistem, serta penangkapan berlebih, salah satunya di
perairan Selat Sunda. Berdasarkan KEPMEN No. 45 tahun 2011 kondisi sumber
daya ikan pelagis di Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih. Tingginya
aktivitas manusia seperti transportasi dan kegiatan di perairan lainnya membuat
kondisi secara ekologis Selat Sunda sudah menurun. Kondisi ini juga dapat
menjadi salah satu faktor penurunan stok perikanan di Selat Sunda.

2

Gambar 1 Diagram perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi perikanan pelagis
melalui laju eksploitasi, potensi lestari, analisis bioekonomi, dan laju degradasi
sumber daya ikan pelagis kecil khususnya ikan selar kuning, tembang, dan
tongkol di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten untuk
menentukan strategi pengelolaan perikanan pelagis yang berkelanjutan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
(nelayan dan masyarakat umum), peneliti/ahli, dan akademisi mengenai kondisi
perikanan pelagis di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, melalui
potensi pengembangan sumber daya ikan pelagis kecil khususnya ikan selar
kuning, tembang, dan tongkol di perairan Selat Sunda.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan mulai tanggal 18 Juni sampai 13 Oktober 2013 di
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Jenis ikan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah ikan pelagis kecil yaitu selar kuning (Selaroides leptolepis),
tembang (Sardinella fimbriata), dan tongkol (Euthynnus affinis). Ikan contoh
diperoleh dari nelayan yang menangkap ikan di perairan Selat Sunda (Gambar 2).
Ikan-ikan tersebut didaratkan di PPP Labuan yaitu di tempat pelelangan ikan

3
(TPI) 2 dan TPI 3, Kecamatan Labuan, Provinsi Banten. Lingkup wilayah kajian
mencakup WPPRI-572 khususnya pada perairan Selat Sunda. Pengambilan
contoh ikan dilakukan dengan interval setiap 20 hari. Pengambilan data sekunder
dilakukan di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pandeglang,
Banten.

Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh ikan
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Data primer yang dikumpulkan mencakup data panjang, bobot, jenis kelamin, dan
jenis makanan ikan selar kuning (Selaroides leptolepis), tembang (Sardinella
fimbriata), dan tongkol (Euthynnus affinis) dengan menggunakan metode
penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Setiap pengambilan contoh terdapat
75-100 ekor ikan dari masing-masing spesies yang dianalisis. Ikan contoh
digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan melalui metode pemisahan
sebaran normal (NORMSEP) dengan software Fish Stock Assesment Tools
(FISAT) II, dan menduga penggerombolan jenis makanannya.
Data sekunder yang dikumpulkan adalah data hasil tangkapan dan upaya
penangkapan ikan selar kuning, tembang, dan tongkol di PPP Labuan tahun 20032013 yang tersedia di DKP Kabupaten Pandeglang, Banten. Data ini digunakan
untuk menduga potensi masing-masing sumber daya ikan.
Analisis Data
Sidik Gerombol
Sidik gerombol merupakan teknik peubah ganda yang mempunyai tujuan
utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang
dimilikinya. Gerombol yang terbentuk memiliki homogenitas internal yang tinggi
dan heterogenitas eksternal yang tinggi. Metode pengelompokan yang digunakan

4
adalah metode hirarkie atau metode aglomeratif yang kemudian digambarkan
dalam dendrogram (Sutanto 2009). Data yang digunakan berupa data jumlah dan
jenis makanan berdasarkan keberadaannya pada usus contoh ikan yang diambil.
Jarak yang digunakan adalah jarak Euclidean yaitu:
dij= √∑pk=1 (Xik -Xjk )

2

(1)

dij adalah jarak pengambilan contoh ke-i dan ke-j, Xik adalah jumlah jenis
makanan-k pada pengambilan contoh ke-i, dan Xjk adalah jumlah jenis makanan-k
pada pengambilan contoh ke-j.
Analisis Parameter Pertumbuhan
Koefisien pertumbuhan yang digunakan mengikuti model von Bertalanffy
(Sparre dan Venema 1999) yang dirumuskan sebagai:
Lt = L∞ [1-e

-K(t-t0)

]

(2)

Lt adalah ukuran ikan pada umur t (cm), L∞ adalah panjang asimptotik (cm), K
adalah koefisien pertumbuhan (tahun-1), dan t0
adalah umur hipotesis ikan
pada panjang nol (tahun).
Koefisien pertumbuhan K dan L∞ pada (2) diduga dengan menggunakan
metode Ford Walford yang diturunkan berdasarkan pertumbuhan von Bertalanffy
untu Lt pada saat t + ∆t dan t sedemikian sehingga:
Lt+∆t =L∞ (1-e(-K∆t) +e-K∆t Lt)

(3)

Persamaan (3) diduga melalui persamaan regresi linear y=b0 +b1 x , dengan Lt
sebagai absis (x), Lt+∆t sebagai ordinat (y), b0= L∞ (1-b), dan b1= exp (-K∆t).
Nilai K dan L∞ diduga dengan rumus:

dan

K=-

1

∆t

ln b



(4)

L∞ = 1-�

(5)

Log (-t0 ) = -0.3922-0.2752 Log L∞ -1.0380 Log K

(6)

Pendugaan umur teoritis dihitung melalui persamaan empiris Pauly (1984), yaitu:

Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Menurut Sparre dan Venema 1999 parameter mortalitas meliputi mortalitas
alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Laju mortalitas
total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data
panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:

5

ln

C (LI+L2)
∆t L1,L2

L1+L2)

= h – Z t(

2

)

(7)

Persamaan (7) diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y=b0+b1x,
C (LI+L2)
L1+L2)
sebagai ordinat, x = (
) sebagai absis, dan Z =-b1
dengan y= ln
∆t L1,L2

2

(Lampiran 6). Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus
empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
M = 0.8 exp (-0.0152 – 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T)

(8)

M adalah mortalitas alami (per tahun), dan T adalah suhu rata-rata peraira (0C).
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui
maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui hubungan:
F=Z–M

(9)

Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan
dengan membandingkan F dengan Z ssebagai berikut:
F
Z

E=

(10)

F adalah laju mortalitas penangkapan (per tahun), Z adalah laju mortalitas total
(per tahun), dan E adalah tingkat eksploitasi.
Standarisasi Upaya Penangkapan
Standarisasi dilakukan karena alat tangkap yang digunakan oleh nelayan
untuk menangkap sumber daya ikan target perikanan beragam, sehingga
dimungkinkan satu spesies ikan tertangkap oleh dua atau lebih alat tangkap yang
memiliki produktivitas tinggi (dominan) atau alat tangkap yang menangkap lebih
dari satu spesies ikan. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar
mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index (FPI) sama dengan satu
(Tinungki 2005). Standarisasi alat tangkap adalah dengan menghitung upaya dan
hasil tangkapan masing-masing hingga tahun ke-i. Upaya setiap jenis ikan
dihitung berdasarkan proporsi dari upaya total alat tangkap tersebut melalui
hubungan:

fik =

Yik
Yk

x fk

(11)

fik adalah upaya jenis ikan ke-i alat tangkap-k, Yik adalah hasil tangkapan jenis
ikan ke-i alat tangkap-k, Yk adalah hasil tangkapan total alat tangkap-k, fk adalah
upaya tangkapan total alat tangkap-k.
Apabila upaya yang diperoleh terbesar misalnya alat tangkap payang, maka
FPI payang adalah 1 dan FPI alat tangkap pukat cincin dapat dihitung dengan
rumus:
FPI=

TPSUb
TPSUa

(12)

6
(f )×(FPI

)

= (fia)×(FPIa )

Upaya standar

ib

(13)

b

TPSU adalah tangkapan per satuan upaya (CPUE), a dalah alat tangkap payang, b
adalah alat tangkap pukat cincin, fia adalah upaya payang pada tahun ke-i, fib
adalah upaya pukat cincin tahun ke-i.
Model Produksi Surplus
Model produksi surplus yang digunakan adalah model fox dan Schaefer.
Model yang memiliki koefisien determinasi tertinggi (R2) digunakan untuk
menghitung potensi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan maximum
sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY), dan open acces (OA).
Menurut Sparre dan Venema (1999) model Schaefer memiliki persaman:
Yi
fi

= TPSUi = b0 + b1 fi

TPSUi =qK+

q2 K
r

(14)

ft

(15)

MSY dan upaya optimumnya diduga dengan rumus:
MSY=dan
fmsy =-

Kq 2

(16)

q2 K
)
r

4(

qK

(17)

2q2 K

K adalah daya dukung (ton/tahun), q = koefisien ketertangkapan (ton/trip), r
adalah laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun), dan fmsy adalah upaya pada kondisi
MSY.
Potensi lestari dengan model Gordon-Schaefer berdasarkan rezim
pengelolaan MSY, MEY, dan OA (Fauzi dan Anna 2005) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisis potensi dan bioekonomi dengan model Gordon-Schaefer
Variabel
Rezim Pengelolaan
MEY
MSY
OA
Hasil Tangkapan (Y)
Tingkat Upaya (f)
Rente Sumberdaya (π

c
c
rK
(1+
) (1)
pqK
pqK
4
c
r
(1)
pqK
2q

pYMEY-cfMEY

rK
4
r
2q

pYMSY-cfMSY

rc
c
(1)
pq
pqK
c
r
(1)
pqK
q

PYOA-cfOA

Menurut FAO/Danida (1984) in Tinungki (2005) model Fox (1970)
Y
menghasilkan garis lengkung apabila i secara langsung diplot terhadap upaya ft
akan tetapi apabila

Yi
fi

fi

diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya, maka akan

menghasilkan garis lurus dengan persamaan sebagai berikut:

7
ln

Yi
fi

= b0 + b1 fi

TPSU =

Yi
fi

(18)

= exp (b0 + b1 fi)

(19)

MSY dan upaya optimumnya (fmsy) diduga dengan rumus:
MSY=dan
fmsy =-

1
b1

eb0-1

(20)

1

(21)

b1

Model Fox diduga melalui persamaan regresi linear y=b0 +b1 x, dengan ln
TPSUi sebagai absis (x), fi sebagai ordinat (y). Perhitungan potensi dapat
diperoleh dengan rumus menurut Thanh (2011) pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis potensi dan bioekonomi dengan model Gomperts-Fox
Variabel
Rezim Pengelolaan
MEY
MSY
c
-exp-1+a+w
p

Hasil Tangkapan (Y)
Tingkat Upaya (f)
Rente Sumberdaya (π

-

b1
-1 x w
b1

-

pYMEY-cfMEY

Dengan rumus untuk mencari w adalah wew =

1 b0-1
e
b1
1

b1

pYMSY-cfMSY
cea
p

OA

c( ln c- ln p-b0)
pb1
ln c- ln p -b0
b1

PYOA-cfOA

. Perhitungan MEY model Fox

digunakan metode grafis-simulasi karena sulit mencari nilai w (lampiran 5).
b0 adalah intersep, b1 adalah slope, Yi adalah hasil tangkapan tahun ke-i, fi adalah
upaya penangkapan tahun ke-i, TPSUi hasil tangkapan per satuan upaya tahun ke-i,
c adalah biaya operasi penangkapan, p adalah harga ikan.
Koefisien Degradasi
Penentuan tingkat degradasi untuk sumber daya ikan dilakukan setelah
mengetahui estimasi stok dan tingkat panen lestari (sustainable yield). Kemudian
bandingkan produksi aktual dengan produk lestari menggunakan analisis tren dan
contras (Fauzi dan Anna 2005) dengan persamaan:
hat =qKf exp

-qf
r

( )

(22)

hat adalah produk lestari, K adalah daya dukung (ton/tahun), q adalah koefisien
penangkapan (ton/trip), r adalah laju pertumbuhan intrinsik (%/tahun), f adalah
upaya penangkapan, dan ∅ adalah koefisien degradasi.
∅=

1

[1+exp

hat
]
produk aktual

(23)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Hasil tangkapan (ton)

Kondisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di PPP Labuan
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan merupakan salah satu
pelabuhan yang memiliki hasil tangkapan tertinggi di Kabupaten Pandeglang
Banten. Pelabuhan ini memiliki tiga tempat pelelangan ikan (TPI) yang aktif
yaitu TPI I untuk pendaratan ikan demersal, TPI II dan TPI III untuk pendaratan
ikan pelagis. Gambar 3 menyajikan komposisi ikan yang didaratkan di PPP
Labuan pada tahun 2013. Berdasarkan Gambar 3 ikan yang dominan didaratkan
adalah ikan pelagis sebesar 57% dari total tangkapan pada tahun 2013.
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

Demersal

Pelagis
Ikan karang
Kerang
Udang
Cumi-cumi
I

II

III
Triwulan

IV

Ikan lainnya

Gambar 3 Komposisi hasil tangkapan nelayan di PPP Labuan, Banten pada
tahun 2013 (Data statistik DKP Kabupaten Pandeglang 2013)
Gambar 4 menunjukkan komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP
Labuan Banten. Ikan yang dominan didaratkan adalah ikan tembang, ikan tongkol,
dan ikan selar kuning dan total ketiga spesies ikan mencapai 43% dari total
tangkapan ikan pelagis tahun 2013. Ikan-ikan tersebut ditangkap dengan alat
tangkap payang, pukat pantai, pukat cincin (purse seine), jaring insang hanyut,
jaring insang tetap, bagan perahu, bagan tancap, dan sebagian menjadi by catch
dari alat tangkap dogol. Ikan-ikan ini termasuk ikan ekonomis penting karena
memiliki nilai produksi dan harga yang tinggi.

Hasil tangkapan (ton)

9
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

Demersal
Pelagis
Ikan karang
Kerang
Udang
Cumi-cumi
I

II

III
Triwulan

IV

Ikan lainnya

Gambar 4 Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan, Banten
pada tahun 2013 (Data statistik DKP Kabupaten Pandeglang 2013)
Penggerombolan Jenis Makanan
Penggerombolan dimaksudkan untuk menggabungkan peubah yang
memiliki karakteristik yang sama. Sidik gerombol pada penelitian ini berdasarkan
peubah makanan yang terdapat dalam usus ikan (Lampiran 3). Gambar 5
menyajikan hasil penggerombolan jenis makanan untuk setiap pengambilan
contoh. Berdasarkan Gambar 5 hasil penggerombolan jenis makanan untuk ikan
selar kuning, yang memiliki indeks kesamaan 100% adalah pengambilan contoh 1
dan 2. Ikan tembang memiliki jenis makanan yang beragam dan membentuk 5
gerombol dengan indeks kesamaan antara 14.79-100%. Sedangkan ikan tongkol
pada pengambilan contoh ke 1, 3, 5, dan 6 serta 2 dan 4 memiliki indeks
kesamaan sebesar 100%.

Parameter Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan yang dianalisis meliputi K, L∞, dan t0. Parameter
pertumbuhan pada ikan selar kuning, tembang, dan tongkol disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter pertumbuhan ikan selar kuning, tembang, dan tongkol di
perairan Selat Sunda
K (bulan-1)

Jenis ikan
Selar kuning

Tembang

Tongkol

Jantan
Betina
Total
Jantan
Betina
Total
Jantan
Betina
Total

0.3600
0.4200
0.2700
0.2412
0.1833
0.0595
0.0967
0.0993
0.0960

L∞(cm)
19.2060
19.0210
19.3060
17.5110
20.7320
23.9228
54.1558
53.6682
54.5772

t0 (bulan)
-0.2800
-0.2400
-0.3700
-0.4228
-0.5435
-1.6792
-0.0915
-0.1025
-0.0892

Sumber
Suciati (2014)

Fauziyah (2014)

Kusumawardhani
(2014)

10

Similarity

0.00

33.33

66.67

100.00
1

2
Pengambilan contoh

3

(a)

Similarity

14.79

43.20

71.60

100.00
1

2

4
6
Pengambilan contoh

3

5

2

4

(b)

Similarity

0.00

33.33

66.67

100.00
1

3

5
6
Pengambilan contoh

(c)
Gambar 5 Gerombol berdasarkan jenis makanan ikan selar kuning (a),
tembang (b), dan tongkol (c)

11
Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Mortalitas alami (M) dan mortalitas tangkapan (F) pada ikan selar kuning,
tembang, dan tongkol diduga dengan menggunakan metode kurva hasil tangkapan
yang dilinearkan berdasarkan data panjang. Nilai M, F, dan E pada ketiga jenis
ikan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai Z, M, dan E ikan selar kuning, tembang, dan tongkol di Selat Sunda
Jenis ikan
Selar kuning

Tembang

Tongkol

Jantan
Betina
Total
Jantan
Betina
Total
Jantan
Betina
Total

Z (tahun-1)

M (tahun-1)

F (tahun-1)

E (tahun-1)

1.64
1.47
1.74
0.56
0.51
0.56
1.12
1.03
2.67

0.53
0.59
0.44
0.18
0.19
0.13
0.14
0.14
0.41

1.11
0.88
1.30
0.39
0.32
0.43
0.97
0.89
2.26

0.68
0.60
0.75
0.68
0.62
0.77
0.87
0.85
0.84

Sumber
Suciati (2014)

Fauziyah (2014)

Kusumawardhani
(2014)

Laju eksploitasi sumber daya ikan dapat diduga dengan melalui hubungan
M dan F pada Tabel 4. Nilai mortalitas tangkapan (F) untuk ketiga jenis ikan lebih
besar dibandingkan mortalitas alaminya (M), yang menandakan ikan tersebut
lebih banyak mati akibat kegiatan penangkapan. Laju eksploitasi ketiga jenis ikan
melebihi eksploitasi optimum (>0.5).
Potensi Lestari
Ketiga jenis ikan yang diteliti ditangkap dengan menggunakan beberapa
alat tangkap, sehingga perlu dilakukan pembakuan upaya penangkapan (Lampiran
4). Alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap yang paling produktif,
yang memiliki tangkapan per satuan upaya (TPSU) tertinggi dengan nilai fishing
power index (FPI) sama dengan 1. Hasil tangkapan dan upaya standar masingmasing jenis ikan disajikan pada Tabel 5.
Peningkatan upaya berdampak pada peningkatan hasil tangkapan selama
masih dibawah upaya optimumnya, namun akan menurun ketika peningkatannya
sudah sangat tinggi. Berikut adalah grafik yang menunjukan hasil tangkapan per
satuan upaya (TPSU) pada ikan selar kuning, tembang, dan tongkol (Gambar 6).
TPSU ikan selar kuning dan tembang mengalami fluktuasi sampai tahun 2010 dan
cenderung naik pada tahun 2010-2013, sedangkan TPSU ikan tongkol mengalami
penurunan mulai tahun 2006 sampai 2013.
Berdasarkan data hasil dan upaya penangkapan pada Tabel 5 dapat
diestimasi parameter biologi yaitu koefisien penangkapan (q), daya dukung
lingkungan (K), pertumbuhan intrinsik (r), dan koefisien determinasi (R2) masingmasing ikan. Hasil perhitungan parameter biologi dari setiap jenis ikan disajikan
pada Tabel 6.

12
Tabel 5 Hasil tangkapan dan upaya standar ikan selar kuning, ikan tembang, dan
ikan tongkol di perairan Selat Sunda yang didarakan di PPP Labuan
Hasil tangkapan standar/ Y (ton)

Tahun

Selar kuning
1069.56
1160.70
1101.50
1637.80
1523.20
1828.20
1844.21
1594.40
1492.46
1499.23
1452.37

TPSU (ton/trip)

2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Tembang

2548.60
2807.76
2534.97
2409.34
2447.91
2248.55

Tongkol
1548.50
1783.60
1446.30
1825.60
1787.00
1829.20
1744.08
1753.27
1652.26
1710.84
1698.37

Upaya standar/ f (trip)
Selar kuning
3570.00
4782.00
3124.00
2823.00
2426.00
2431.00
2563.00
3311.00
803.00
612.00
772.00

Tembang

3602.00
3992.00
6250.00
1114.00
846.00
1065.00

Tongkol
9123.00
9299.00
6810.00
8581.00
8057.00
8293.00
8679.00
9958.00
9372.00
10115.00
9979.00

3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun
Selar kuning
Gambar 6

Tembang

Tongkol

Tangkapan per satuan upaya (TPSU) ikan selar kuning, ikan
tembang, dan ikan tongkol.

Tabel 6 Parameter q, K, r, R2 ikan selar kuning, tembang, dan tongkol di Selat
Sunda dengan model Fox dan Schaefer
Jenis ikan
Selar kuning
Tembang
Tongkol

q ton/trip

K (ton/thn)

r (%/thn)

R2 (%)

0.0000265
0.0000139
0.000000002

40931.6500
84355.8200
2167972800

0.0495
0.0454
0.0003

95.2
96.0
67.5

Model
Fox
Fox
Schaefer

Berdasarkan data hasil tangkapan (Tabel 5) dan parameter biologi (Tabel 6)
dapat diduga potensi ketiga spesies ikan. Parameter biaya penangkapan (p) dan
harga ikan (c) terdapat pada Lampiran 4. Analisis ini menggunakan pendekatan
model spesies tunggal pada kondisi open acces (OA), maximum sustainable yield
(MSY), maximum economic yield (MEY), dan aktual. Tabel 7 merupakan hasil
analisis potensi ikan selar kuning, tembang, dan tongkol.

13
Tabel 7 Analisis bioekonomi sumber daya ikan pelagis
Jenis ikan
Selar
kuning

Tembang

Tongkol

Aktivitas
OA
MSY
MEY
Aktual
OA
MSY
MEY
Aktual
OA
MSY
MEY
Aktual

f (trip)
8629
1721
1690
2472
12115
2783
2600
2811
15056
8809
7528
9979

Y (ton)
169.92
1875.02
1874.71
1473.06
503.73
3311.00
3303.56
2499.52
771.69
1552.19
1519.36
1500.00

TR (Milyar
rupiah)
2.70
29.84
29.83
23.44
1.83
12.02
11.99
9.07
7.78
15.6
15.32
15.13

TC (Milyar
rupiah)
2.70
0.54
0.53
0.78
1.83
0.42
0.39
0.42
7.78
4.55
3.89
5.15

Rente ekonomi
(Milyar rupiah)
0.00
29.30
29.33
22.66
0.00
11.60
11.80
8.65
0.00
11.10
11.43
9.97

Berdasarkan Tabel 7 pada ketiga jenis ikan hasil tangkapan MEY lebih
kecil dibandingkan pada kondisi MSY, namun menghasilkan rente ekonomi (π)
atau keuntungan yang lebih besar. Kondisi aktual adalah hasil tangkapan dan
upaya rata-rata selama 11 tahun (2003-2013). Gambar 7 menyajikan kurva
bioekonomi untuk ketiga jenis ikan. Upaya aktual pada Gambar 7 telah melebihi
upaya optimum pada kondisi MSY dan MEY. Kondisi ini mengindikasikan
terjadinya tangkap lebih secara biologi sekaligus ekonomi.

Laju degradasi

Laju Degradasi
Laju degradasi merupakan laju penurunan kualitas atau kuantitas suatu
sumber daya perikanan berdasarkan produksi aktual dan produksi lestari
(Lampiran 5).
Produksi lestari dihitung dengan menggunakan informasi
parameter biologi setiap jenis ikan pada Tabel 6. Gambar 8 adalah grafik Laju
degradasi ikan selar kuning, tembang, dan tongkol. Laju degradasi bernilai lebih
dari nol dan kurang dari satu. Berdasarkan gambar 8 laju degradasi pada ketiga
jenis ikan semakin meningkat mulai dari tahun 2003. Laju degradasi tertinggi
adalah ikan tongkol pada tahun 2013 yaitu sebesar 0.55
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun
Selar kuning

Tembang

Tongkol

Gambar 8 Laju degradasi sumber daya ikan selar kuning, tembang,
dan tongkol.

TR dan TC (Juta Rupiah)

14
35000000000
30000000000
25000000000
20000000000
15000000000
10000000000
5000000000
0
0

1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000
Upaya/f (trip)

TC

TR

MSY

MEY

OAE

Aktual

TR dan TC (Rupiah)

(a)
14000000000
12000000000
10000000000
8000000000
6000000000
4000000000
2000000000
0
0

TC

2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000
Upaya/ f (trip)
TR

MSY

MEY

OAE

Aktual

TR dan TC (Juta Rupiah)

(b)
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0

TR

5000

TC

MSY

10000
Upaya/ f (trip)
MEY

15000

OA

20000

Aktual

(c)
Gambar 7 Kurva model bioekonomi ikan (a) selar kuning, (b) ikan tembang,
dan (c) ikan tongkol

15
Pembahasan
Komposisi Hasil Tangkapan
Ikan pelagis yang dominan didaratkan di PPP Labuan adalah ikan selar
kuning, tembang, dan tongkol dengan persentase 43% dari total tangkapan ikan
pelagis pada tahun 2013. Alat tangkap yang produktif menangkap ikan selar
kuning dan tembang adalah pukat cincin, sedangkan ikan tongkol adalah payang.
Atmaja et al. (2003) mengatakan bahwa eksploitasi ikan pelagis kecil di Selat
Sunda hingga Selat Makasar didominasi oleh pukat cincin.
Musim penangkapan ikan pelagis adalah musim timur yang menurut Amri
(2002) pada musim ini kecepatan arus di Laut Jawa berkurang menuju arah barat
laut (Selat Karimata) dan curah hujan yang relatif rendah, sehingga kecepatan arus
yang memasuki Selat Sunda berkurang dan nelayan banyak melakukan
penangkapan. Musim paceklik untuk penangkapan ikan pelagis adalah musim
barat sekitar bulan November sampai Januari. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
oseanografi Selat Sunda pada musim barat yang memiliki kekuatan gelombang
dan arus yang tinggi sehingga nelayan tidak melakukan penangkapan.
Penggerombolan Jenis Makanan
Interpretasi data hasil dan upaya tangkapan untuk menduga potensi sumber
daya ikan harus berasal dari satu unit stok (Widodo dan Suadi 2006). Menurut
Sparre dan Venema (1999) stok diartikan sebagai suatu sub gugus dari satu
spesies yang menghuni wilayah penangkapan yang sama, sehingga untuk
menduga potensi sumber daya ikan harus berasal dari wilayah penangkapan yang
sama. Salah satu cara untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan metode sidik
gerombol berdasarkan jenis makanan menggunakan metode aglomeratif. Gambar
5 menunjukkan hasil penggerombolan jenis makanan, untuk ikan selar kuning
pengambilan contoh yang indeks kesamaannya 100% pada pengambilan contoh 1
dan 2, ikan tembang memiliki jenis makanan yang beragam dan membentuk 5
gerombol dengan indeks kesamaan antara 14.79-100%, dan ikan tongkol pada
pengambilan contoh ke 1, 3, 5, dan 6 serta 2 dan 4 memiliki indeks kesamaan
100%. Tingkat kesamaan makanan yang tinggi menunjukan asal habitat sumber
daya ikan yang relatif sama. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan selar kuning,
tembang, dan tongkol yang diambil sebagai contoh selama penelitian berasal dari
wilayah penangkapan yang relatif sama untuk setiap pengambilan contoh.
Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju eksploitasi untuk ketiga jenis ikan yang diteliti telah melebihi
eksploitasi optimum, menurut Gulland in Pauly (1984) suatu sumber daya dengan
nilai E> 0.5 telah mengalami tangkap lebih. Tingginya mortalitas penangkapan
dipengaruhi upaya tangkap yang dilakukan untuk menangkap sumber daya ikan
tersebut. Ikan tembang, selar kuning, dan tongkol betina memiliki nilai mortalitas
alami (M) yang lebih tinggi dibandingkan jantannya, menurut Bintoro (2005) hal
ini dipengaruhi oleh lebih besarnya panjang maksimum (L∞) dan laju
pertumbuhan (K) pada ikan betina. Menurut Pauly (1984) in Sparre & Venema
(1999), yang mempengaruhi nilai M adalah faktor L∞, K, dan faktor lingkungan
(suhu). Selain itu menurut Marasebessy et al. (1990) perubahan salinitas juga

16
dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan di suatu perairan sehingga dapat
mempengaruhi mortalitasnya.
Potensi Lestari
Kondisi perikanan selar kuning, tembang, dan tongkol telah mengalami
tangkap lebih (Tabel 4). Jika mengacu pada kondisi tersebut, maka analisis
potensi penting dilakukan untuk mengetahui kondisi pemanfaatan aktual sumber
daya ikan. Menurut Tinungki (2005) perhitugan potensi diperlukan sebagai
gambaran tingkat dan batas maksimal dalam pemanfaatan sumber daya perikanan
di suatu wilayah.
Perhitungan potensi sumber daya ikan menggunakan
pendekatan maximum sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY),
dan open acces (OA). Konsep MSY didasarkan pada gambaran sederhana dan
mudah dimengerti, namun bersifat tidak stabil yang dapat mengakibatkan
kesalahan dalam estimasi status pemanfaatan dan tidak memperhitungkan nilai
ekonomisnya, sehingga diperlukan suatu pendekatan lain yaitu pendekatan secara
ekonomi (MEY) (Widodo dan Suadi 2006). Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan spesies tunggal. Menurut Zulbainarni (2012) pendekatan spesies
tunggal lebih banyak digunakan karena saran pengelolaan perikanan lebih banyak
dibuat berdasarkan basis spesies tunggal.
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat pemanfaatan pada kondisi MSY dan
MEY, upaya tangkapan aktual melebihi upaya kondisi MSY dan MEY sehingga
diindikasikan telah terjadi tangkap lebih secara biologi dan ekonomi. Menurut
Dayton et al. (2002) in Prasetya (2010) kondisi ini menunjukkan laju eksploitasi
telah menurunkan kapasitas populasi untuk mencapai MSY dalam jangka panjang.
Menurut Widodo dan Suadi (2006) tangkap lebih merupakan suatu upaya
penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan. Tangkap lebih
(Overfishing) secara biologi terdiri dari growth overfishing yaitu kondisi tangkap
lebih pada ukuran pertumbuhan, dan recruitment overfishing yaitu tangkap lebih
pada ikan dewasa atau matang gonad (Dayton et al. 2002 in Prasetya 2010).
Menurut Suciati (2014) ikan selar kuning di Selat Sunda mengalami growth
overfishing, ikan tembang menurut Fauziyah (2014) mengalami growth
overfishing, dan ikan tongkol menurut Kusumawardhani (2014) juga mengalami
growth overfishing.
Tangkap lebih secara ekonomi menunjukan keuntungan yang diperoleh
pada kondisi aktual untuk ketiga jenis ikan lebih kecil dibandingkan keuntungan
kondisi MEY (Tabel 7). Kondisi MEY memiliki total pengeluaran dan upaya
yang efisien sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. MEY akan
diperoleh jika perikanan dikendalikan dengan kepemilikan yang jelas.
Zulbainarni (2012) menjelaskan pengusahaan sumber daya yang dibatasi pada
kondisi MEY atau terkendali (sole owner) akan memberikan keuntungan yang
maksimum karena produksi dan upaya sudah dilakukan secara efisien. Rente
ekonomi akan terus berkurang seiring bertambahnya upaya sampai keuntungan
normal (0) pada keseimbangan OA. Keuntungan perikanan pelagis paling tinggi
ditunjukkan oleh ikan selar kuning dengan keuntungan aktual Rp. 22.66 M, ikan
tembang Rp. 8.65 M, dan ikan tongkol Rp. 14.78 M. Hal ini disebabkan oleh
tingkat ekonomis sumber daya ikan tersebut yang berbeda. Ikan Selar kuning dan
ikan tongkol merupakan spesies target utama penangkapan dengan harga jual
yang tinggi, sehingga meskipun hasil tangkapannya sedikit menghasilkan

17
keuntungan yang lebih besar, sedangkan ikan tembang adalah ikan tangkapan
sampingan dengan harga yang lebih murah sehingga keuntungan yang dihasilkan
lebih rendah.
Laju Degradasi
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
direpresentasikan oleh laju degradasi atau laju penurunan kualitas atau kuantitas
sumber daya ikan. Sektor perikanan merupakan penyumbang produk domestik
bruto (PDB) terbesar di kabupaten Pandeglang, namun belum memberikan
dampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nelayan kabupaten tersebut
(Sumirat 2011). Fauzi dan Anna (2005) menyebutkan alasannya adalah sumber
daya terbarukan seperti perikanan, apabila dilakukan pemanfaatan terus menerus
akan mengalami degradasi dan faktor ini penting dimasukkan dalam pengukuran
PDB suatu daerah untuk mengetahui nilai pendapatan yang sebenarnya setelah
dikurangi laju degradasinya. Laju degradasi ketiga ikan mengalami peningkatan
setiap tahunnya yang menunjukkan terjadinya peningkatan penangkapan ikan oleh
nelayan (Fauzi dan Anna 2005). Hal ini apabila terjadi terus menerus akan
membahayakan keberlanjutan sumber daya ikan. Menurut BRKP (2009)
tingginya laju degradasi disebabkan oleh tingginya eksploitasi dan pencemaran
perairan. Selat Sunda merupakan perairan dengan aktivitas manusia yang tinggi
seperti industri dan pelayaran menjadi salah satu faktor penting dalam
peningkatan laju degradasi.
Strategi Pengelolaan Perikanan
Kondisi tangkap lebih dan peningkatan laju degradasi sumber daya ikan
pada perikanan selar kuning, tembang, dan tongkol apabila terus berlangsung
tanpa adanya pengelolaan dan regulasi, maka perikanan akan mengalami
kepunahan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis bioekonomi kerugian ekonomi
dalam usaha perikanan terjadi pada saat kondisi open acces (OA) yang artinya
tidak didapatkannya keuntungan dalam usaha perikanan, sehingga perlu dilakukan
pengelolaan untuk menjaga kelestarian dan menghindari kerugian. Menurut
Cochrane (2002) pengelolaan sumber daya perikanan didefinisikan sebagai proses
yang terpadu untuk mengatur aktivitas perikanan agar dapat menjamin
keberlanjutan produktivitas sumber daya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.
Pengelolaan yang dilakukan untuk ikan pelagis meliputi strategi input dan output
(Hoggart et al. 2006). Strategi input dilakukan melalui pengurangan trip
penangkapan untuk mengurangi laju mortalitas tangkapan (Post et al. 2003;
Hoggart et al. 2006 in Prasetya 2006), melindungi juvenil dan ikan-ikan dewasa.
Pengurangan upaya penangkapan sampai pada upaya MEY untuk setiap alat
tangkap yaitu ikan selar kuning 1690 trip/tahun meliputi alat tangkap pukat cincin
199 trip/tahun, bagan 1047 trip/tahun, jaring insang 258 trip/tahun, payang 159
trip/tahun, dan dogol 26 trip/tahun. Ikan tembang 2600 trip/tahun meliputi alat
tangkap payang 360 trip/tahun, jaring insang 205 trip/tahun, bagan 1634 trip/tahun,
pukat 324 trip/tahun, dan dogol 76.8 trip/tahun. Ikan tongkol 7528 trip/tahun
meliputi alat tangkap payang 1798 trip/tahun, jaring insang 2548 trip/tahun, jaring
rampus 556 trip/tahun, dan pancing 2626 trip/tahun.
Strategi pengelolaan output dilakukan dengan menetapkan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 72% dari MSY (Gulland 1983), dan

18
pengaturan ukuran ikan boleh ditangkap sebagai proteksi terhadap reproduksi ikan.
Penurunan upaya penangkapan akan sulit dilakukan karena sebagian besar
penduduk di PPP Labuan adalah nelayan sebagai pekerjaan utamanya. Hal yang
harus dilakukan adalah pendekatan secara personal dari pemerintah melalui
penyampaian informasi kondisi pemanfaatan aktual sumber daya ikan dan
konsekuensinya apabila penangkapan dilakukan tanpa adanya pengelolaan.
Pendekatan ini bisa dilakukan melalui simulasi operasi penangkapan ikan dan
penyuluhan di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang, Banten.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian kondisi aktual ikan selar kuning, tembang,
dan tongkol telah mengalami tangkap lebih secara biologi dan ekonomi. Apabila
regulasi dan pengelolaan tidak dilakukan pengusahaan perikanan akan mengalami
kerugian pada saat kondisi open acces (OA). Secara ekonomi keuntungan
tertinggi terdapat pada kondisi maximum economic yield (MEY) dengan upaya
penangkapan yang dilakukan secara efisien. Rezime pengelolaan MEY dapat
menjaga keberlanjutan sumber daya ikan secara biologi dan ekonomi.
Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pengurangan upaya penangkapan
sampai pada upaya MEY, penetapan JTB, dan pengaturan ukuran ikan boleh
ditangkap agar sumber daya ikan tetap terjaga kelestariannya dan nelayan tetap
mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Saran
Perlu dilakukan perhitungan mengenai keterkaitan laju degradasi sumber
daya ikan dengan PDB (produk domestik bruto) wilayah Kabupaten Pandeglang
melalui laju depresiasi sumber daya ikan, mengingat sektor perikanan merupakan
penyumbang PDB terbesar di kabupaten tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Amri K. 2002. Hubungan kondisi oseanografi (suhu permukaan laut, klorofil-a,
dan arus) dengan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan Selat Sunda
[tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Atmaja SB, John H, dan Akhmad F. 2003. Pendugaan Pertumbuhan Bersih Stok
Ikan Pelagis di Laut Jawa dan Sekitarnya. Buletin PSP. Vol XII, No. 2 ISSN
0251-286X.

19
Bintoro F. 2005. Pemanfaatan berkelanjutan sumber daya ikan tembang
(Sardinella fimbriata Valenciennes, 1847) di Selat Madura Jawa Timur
[desertasi]. Bogor (ID): Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Boer M, Aziz KA. 2007. Gejala tangkap lebih perikanan pelagis kecil di perairan
Selat Sunda. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14 (2):
167-172.
Cochrane JH. 2002. Stocks as money: convenience yield and the tech-stock
bubble. NBER Working Paper. No. 8987.
BRKP (Badan Riset Kelautan dan Perikanan). 2003. Daya Dukung Kelautan dan
Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta ISBN 979-97572-8-2.
BRKP (Badan Riset Kelautan dan Perikanan). 2009. Dinamika pengelolaan
sumber daya kelautan dan perikanan. Jakarta ISBN 978-979-3893-12-9.
DJPT (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap). 2011. Peta Keragaan Perikanan
Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).
Kementrian Kelautan dan Perikanan RI.[diunduh 21 Januari 2014]. Tersedia
pada: http//kkp.go.id.
DJPT (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap). 2012. Statistik Perikanan
Tangkap Indonesia, 2011. Kementrian Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta
ISSN: 1858-0505.
DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang). 2013.
Statistik perikanan tangkap tahun 2003-2013. Kementrian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia. (Draft tahun 2013)
Fauzi A, dan Anna S. 2005. Permodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan
untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fauziyah N. 2014. Kajian stok ikan tembang (Sardinella fimbriata) di perairan
Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor. (Belum dipublikasikan)
Gulland JA. 1983. Fish stock assasment: a manual of basic methods. Chichester,
U.K., Wiley Interscience, FAO/ Wiley series on food and agriculture, Vol 1:
223 pp.
Hogart JM. 2006. Financial education and economic development. Improving
Financial Literacy International Conference hosted by the Russian G8
Presidency in Cooperation with the OECD. 29-30 November 2006.
Jennings S, John KP, Nicholas VCP, dan Karema JW. 2001. Impacts of trawling
disturbance on the trophic structure of benthic invertebrate communities.
Marine Ecology Progress Series. Vol. 213: 127–142.
Kusumawardhani NM. 2014. Kajian stok sumber daya ikan tongkol (Euthynnus
affinis) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. (Belum dipubliksikan)
Marasebessy MD. 1990. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan reproduksi
ikan seribu (Poecilia reticulata, 1860), p 71-78. In Balai Litbang Sumber daya
Laut, Puslitbang Oseanologi, LIPI, Ambon.
Pauly D. 1984. Fish Population Dynamic in Tropical waters: a manual for use
with progfammable calculators. ICLARS Stud, Rev.8: 325 p.
Post JR, Mushens C, Paul A, dan Sullivani M. 2003. Assessment of alternative
harvest regulations for sustaining recreational fisheries: model development
and application to bull trout. North America Journal of Fisheries
Management. 23: 22-34.

20
Prasetya, R. 2010. Potensi dan laju eksploitasi sumber daya ikan kerapu di
perairan Teluk Lasongko, Kabupaten Buton, Sulawesi tenggara [tesis]. Bogor
(ID): Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Priyono BE dan B Sumiono. 1997. The marine fisheries of Indonesia, with
emphasis on the coastal demersal stocks of the Sunda shelf, p. 38-46. In G.
Silvestre and D. Pauly (eds.) Status and management of tropical coastal
fisheries in Asia. ICLARM Conf. Proc. 53, 208 p.
Roy BJ., Nripendra KS, SM Hasan A Md, Gaziur R Md, dan Fokhrul A. 2013.
Month wise catch per unit effort of sardine species Sardinella fimbriata and
Dussumieria acuta in Artisanal and Industrial fishing sector. Basic Research
Journal of Agricultural Science and Review. ISSN 2315-6880 Vol. 2(8) pp.
173-179 August 2013.
Sparre P, dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku I:
Manual. Widodo J, Meta IGS, Nurhakim S, Baharudin M, Penerjemah.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Terjemahan dari
Introduction to Tropical Fish Stock Assassment. Part I: Manual.
Suciati L. 2014. Kajian stok ikan Selar kuning Selaroides leptolespis (Cuvier
1833) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. (Belum dipublikasikan)
Sumirat E. 2011. Dampak kebijakan perikanan terhadap pemberdayaan
masyarakat nelayan (studi kasus wilayah Provinsi Banten) [tesis]. Jakarta
(ID): Pascasarjana Universitas Indonesia.
Sutanto HT. 2009. Cluster analysis. Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika [prosiding] 5 Desember 2009. ISBN: 978-979-163533-2
Thanh NV. 2011. Sustainable management of shrimp trawl in Tonkin Gulf,
Vietnam. Applied Economic Journal. 18 (2): 65-81.
Tinungki GM. 2005. Evaluasi model produksi surplus dalam menduga hasil
tangkapan maksimum lestari untuk menunjang kebijakan pengelolaan
perikanan lemuru di Selat Bali [desertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber daya Perikanan Laut. Yogyakarta:
Gadjah Mada Uni