Profil Metabolit Volatil Rimpang Jahe Merah (Zingiber officianale var. Rubrum) yang Dipanen pada Waktu Berbeda
PROFIL METABOLIT VOLATIL RIMPANG JAHE
MERAH (
var. Rubrum) YANG
DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA
HERDITYO HARYO PUTRO
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
HERDITYO HARYO PUTRO. Profil Metabolit Volatil Rimpang Jahe Merah
(
var. Rubrum) yang Dipanen pada Waktu Berbeda. Dibimbing
oleh EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH dan MOHAMAD RAFI.
Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap metabolisme sekunder jahe
merah belum dipahami dengan baik. Profil metabolit dapat digunakan untuk
mempelajari pengaruh tersebut. Profil senyawa volatil dalam minyak atsiri jahe
merah dengan waktu panen yang berbeda, yaitu waktu panen pagi dan sore hari
telah diujikan. Secara keseluruhan terdapat 47 senyawa volatil yang terdeteksi
pada instrumen GCMS. Komponen utama yang teridentifikasi dari kedua waktu
panen ialah kampfen, cineol, z5citral, 2,65oktadienol, benzen, dan α5zingiberen.
Pengujian aktivitas antioksidan secara
telah diteliti dengan menggunakan
assay DPPH. Pengujian assay DPPH dengan asam askorbat digunakan sebagai
kontrol positif. Minyak atsiri yang diujikan dengan assay DPPH menunjukkan
adanya inhibisi terhadap radikal DPPH, akan tetapi persentase inhibisi tergolong
rendah dan tidak cukup bukti untuk menyatakan jahe merah sebagai sumber
antioksidan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada inhibisi DPPH dari kedua
sampel, akan tetapi terdapat perbedaan pada komposisi senyawa volatil minyak
atsiri jahe merah. Senyawa α5zingiberene menunjukkan perbedaan kuantitas yang
signifikan pada waktu panen yang berbeda pada uji5t dengan α=0,05. Kuantitas
senyawa α5zingiberene lebih besar pada waktu pemanenan sore.
ABSTRACT
HERDITYO HARYO PUTRO. Volatile Metabolite Profiling of Red Ginger
(
Var. Rubrum) Rhizome with Different Harvesting Time.
Under the direction of EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH and MOHAMAD
RAFI.
The effect of sunlight intensity to red ginger secondary metabolite has not
been known properly. Metabolic profiling can be used to study the correlation
between sunlight intensity and secondary metabolite. The profile of volatile
metabolite substances from different harvesting time had been examined. Samples
of red ginger were harvested in the morning and afternoon. Around 47 volatile
substances has been detected using GCMS instrument. Major component that
were identified from both harvesting time are camphene, cineol, z5citral, 2,65
octadienol, benzene and α5zingiberene. Antioxidant activity was carried out using
DPPH assay. Ascorbic acid was employed as positive control. Essential oil of red
ginger was tested using DPPH assay and showed inhibition activities against
DPPH radical, nevertheless the inhibition percentage was low and there is not
enough prove to show red ginger essential oil have potential as a source of
antioxidant. There was no significant difference in radical inhibition activities
between both essential oil samples. There was however, a difference in the
composition of the volatile component from red ginger essential oil. α5zingiberene
compound had showed a significant difference in quantity at different harvesting
time under the confirmation of t5test with α=0,05. The quantity of α5zingiberene
was higher in afternoon harvesting time.
PROFIL METABOLIT VOLATIL RIMPANG JAHE
MERAH (
var. Rubrum) YANG
DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA
HERDITYO HARYO PUTRO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokima
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
!
"
"$
#
#
%&'()*++*
, .
/0
,
1
/ /-
/
.
2
-
/$
.
4
2
-
/2
!
/ 3
/
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya yang telah diberikan, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang penulis pilih adalah mengenai profil minyak atsiri jahe merah (
) dengan menggunakan instrumen GC/MS, serta melihat
salah satu aktivitas biologis dari minyak atsiri tersebut, yaitu aktivitas
antioksidannya. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 4 bulan dan
dilaksanakan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB), Bogor, Jawa Barat, di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat dan di
Pusat Laboratorium Forensik (PUSLABFOR), Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Drs. Edy Djauhari Purwakusumah
M.Si sebagai pembimbing utama, Mohamad Rafi S.Si.,M.Si sebagai pembimbing
kedua dalam penelitian ini serta tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
Herry S.Si, M.Si.. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada bapak dan ibuku
tercinta, Staf laboratorium, laboran dan teman5teman yang telah memberi
masukan dan semangatnya dalam laporan penelitian ini. Terima kasih atas doa dan
dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat diterima dan bermanfaat.
Bogor, Desember 2010
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rumah Sakit Bersalin Asih, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1988 dengan nama lengkap Herdityo
Haryo Putro. Penulis berayahkan Haryo Trenggono dan Ibu Yusi Herniana
Wandaningrum. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis
masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) setelah sebelumnya mengenyam
pendidikan di SMA Labschool Kebayoran. Di IPB, penulis mengambil jurusan
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa pendidikan di IPB, penulis pernah mendapat pengalaman non5
akademis sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa FMIPA5IPB dengan
masa bakti 2008/2009 sebagai anggota komisi eksternal. Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Biokimia Umum tahun ajaran
2009/2010. Masa Praktik lapang penulis diselesaikan di PT. Frisian Flag
Indonesia di Laboratorium
Mikrobiologi. Penulis pernah
mendapatkan penghargaan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS)
ke521 di Semarang dengan meraih juara kedua pada Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) dalam bidang Pengabdian Masyarakat.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe Merah (
var. Rubrum) .........................................
Minyak Atsiri Jahe Merah ........................................................................
...............................................
Profil Metabolit ........................................................................................
Radikal Bebas...........................................................................................
Antioksidan ..............................................................................................
2
2
3
4
5
5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................ 6
Metode .................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan Rimpang Jahe Merah ............................................................. 7
Destilat Rimpang Jahe Merah ................................................................... 8
Profil Kromatogram Minyak Atsiri Jahe Merah ........................................ 8
Perbedaan Profil Kromatogram α5Zingiberen pada Waktu Panen Berbeda 9
Pengaruh Gen pada Metabolisme α5Zingiberen ........................................ 11
Aktivitas Antioksidan ............................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................. 11
Saran ....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................................... 16
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Rimpang jahe merah ................................................................................... 2
2
Instrumen GC/MS ....................................................................................... 4
3
Skema destilasi Stahl ................................................................................. 7
4
Persentase kadar air dan rendemen rimpang jahe merah ............................ 8
5
Profil α5zingiberen pada kromatogram jahe merah panen pagi dan sore ..... 10
6
!
sintesis seskuiterpen (Sallaud
. 2009) ................................... 11
7 Kurva % inhibisi vs konsentrasi jahe panen pagi, sore, dan vitamin C ........ 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Diagram alir penelitian ................................................................................ 17
2
Senyawa total kromatogram GCMS dan contoh perhitungan
3
Perhitungan koreksi kadar air dan uji5t pada rendemen minyak atsiri ........... 21
4
Proses penentuan aktivitas antioksidan dengan
5
Pengukuran aktivitas antioksidan................................................................. 23
t5test.. 18
................ 22
1
PENDAHULUAN
Pencarian akan kecantikan dan kesehatan
telah menjadi obesesi manusia semenjak dulu.
Berbagai macam ramuan, terapi, dan
pengobatan dipercaya dapat mempertahankan
atau meningkatkan kecantikan dan kesehatan
seseorang. Berdirinya pusat kecantikan,
seperti salon dan spa, telah menjadi bagian
dari pencarian tersebut. Keberadaan pusat
kecantikan tersebut merupakan suatu usaha
infusi dari usaha manusia untuk tetap cantik
dan sehat. Tren bisnis kecantikan sedang
berkembang cukup pesat dalam dua dekade
terakhir (Spivack 1998). Beberapa pusat
kecantikan memiliki tren menggabungkan
cara dan pengobatan tradisional dengan alat5
alat modern (Patin
2009).
Salah satu tehnik pengobatan yang lazim
digunakan oleh pusat kecantikan tersebut
adalah aromaterapi (Cooke & Ernst 2000).
Aromaterapi adalah penggunaan konsentrat
minyak atsiri yang diekstrak dari bagian
tumbuhan untuk kebutuhan terapi melawan
atau mencegah terjadinya penyakit (Cooke &
Ernst 2000; Buckle 2001; Halm 2008). Awal
penggunaan aromaterapi di kawasan Timur
Tengah dan India sebatas untuk menghasilkan
aroma yang menyenangkan. Aroma tersebut
disinyalir dapat memberikan suasana kondusif
bagi penyembuhan (Cooke & Ernst 2000).
Salon
dan
pada
umumnya
menggabungkan aromaterapi dengan seni
pijat. Hal tersebut diyakini dapat membantu
menghilangkan stress, menyehatkan kulit,
bahkan menyembuhkan diabetes (Buckle
2001). Minyak atsiri jahe merupakan salah
satu bagian dari pengobatan aromaterapi
(Geiger 2005). Minyak atsiri ini biasanya
digunakan bersama campuran minyak atsiri
lainnya untuk keperluan pijat, yoga, dan spa
(Patin
2009).
Sampai saat ini jahe masih dianggap
sebagai obat universal oleh pengobatan India
dan Cina. Jahe masih menjadi komponen
penting dari sekitar 50% obat5obatan herbal
(Arnaudon 2002). Tumbuhan ini dipercaya
memiliki khasiat sebagai obat antiinflamasi,
nyeri sendi, nyeri otot, tonikum, obat batuk,
dan antioksidan (Ravindran & Babu 2005;
Sari
2006; Stoilova
2007).
Minyak atsiri dari jahe merupakan
komponen yang volatil atau mudah menguap
sehingga cocok digunakan untuk aromaterapi.
Minyak atsiri jahe umumnya digunakan
bersama dengan campuran minyak atsiri
lainnya karena minyak atsiri jahe dipercaya
dapat meningkatkan khasiat obat. Minyak
atsiri jahe dikenal memiliki kemampuan
sebagai afrodisiak, menambah nafsu makan
dan mengobati flu. Briceno (2007)
mengemukakan bahwa aromaterapi pada lalat
buah dapat meningkatkan frekuensi seksnya.
Penelitian terbaru juga menunjukkan beberapa
jenis jahe memiliki kemampuan antioksidan
dalam komponen minyak atsirinya (Bua5in &
Paisooksantivatana 2009).
Dalam produksi senyawa pada tumbuhan,
waktu disinyalir memiliki peran penting.
Loivamaki
(2007) mengungkapkan
bahwa
produksi
senyawa
isopentenil
pirofosfat (IPP) pada tumbuhan
.
dipengaruhi oleh jam biologis yang
terpengaruh oleh adanya cahaya matahari
sehingga tumbuhan
. yang
mendapat paparan sinar matahari lebih lama
akan menghasilkan senyawa IPP yang lebih
banyak. Beberapa turunan dari senyawa IPP
merupakan penyusun dari berbagai komponen
dalam minyak atsiri jahe. Hal tersebut
mengindikasikan
adanya
kemungkinan
perbedaan volume minyak atsiri, komposisi,
dan profil senyawa kimia minyak atsiri jahe
pada waktu pemanenan berbeda, misalnya
pagi dan sore, yang nantinya dapat
mempengaruhi
karakteristik
aktivitas
antioksidan minyak atsiri tersebut.
5
"
(GCMS)
dapat
dipergunakan
untuk
mengetahui profil minyak atsiri. Penggunaan
GCMS ini tepat digunakan pada minyak atsiri
karena karakter minyak ini yang volatil.
Penggunaan GCMS sebagai alat untuk
analisis sidik jari atau
profil
minyak atsiri jahe menunjukkan hasil
menjanjikan (Mahdi
2010). Hasil profil
GCMS tersebut akan dibandingkan dengan
aktivitas antioksidannya sehingga dapat
diperoleh informasi mengenai korelasi
keduanya.
Pengaruh perbedaan waktu panen pagi
dan sore terhadap komposisi kimia minyak
atsiri jahe merah masih belum diketahui.
Selain itu, korelasi komposisi kimia pada
minyak atsiri jahe merah dengan aktivitas
antioksidan minyak atsiri belum diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perbandingan
pola
yang
dihasilkan
kromatogram minyak atisiri jahe merah pada
waktu panen yang berbeda dengan tingkat
aktivitas antioksidannya sehingga dapat
ditentukan korelasi kedua parameter tersebut.
Perbedaan waktu pemanenan dapat
mempengaruhi profil kromatogram minyak
atsiri dari jahe merah dengan lebih tingginya
tingkat senyawa IPP atau turunannya pada
2
tumbuhan jahe yang menerima paparan sinar
matahari lebih lama. Profil kromatogram
tersebut dapat mempengaruhi aktivitas
antioksidan dari jahe merah tersebut.
Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan
informasi mengenai korelasi antara pola dari
profil
kromatogram
dengan
aktivitas
antioksidan minyak atsiri dari jahe merah
pada waktu pemanenan berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe Merah (
var
Rubrum)
Jahe merupakan spesies tumbuhan dengan
klasifikasi : kingdom Plantea, subkingdom
Tracheobionta,
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae,
kelas
Monokotyledonae, sub kelas Commenlinidae,
bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae,
marga Zingiber, dan spesies
(Muhlisah 1999, Duke 2002). Setiap
jenis jahe memiliki perbedaan fungsi yang
sesuai dengan karakteristik masing5masing
varietas. Jahe besar/gajah lebih banyak
digunakan untuk produk makanan dan
minuman. Jahe kecil atau emprit banyak
digunakan sebagai penyedap rasa makanan
dan juga digunakan sebagai bahan baku obat
karena kandungan senyawa kimianya yang
lebih pekat (Herlina
2002). Bagian jahe
yang banyak digunakan adalah rimpangnya
yang berumur antara 9 sampai 11 bulan
(Koeswara 1995).
Jahe merah (
Rubrum) atau jahe emprit memiliki aroma
yang kuat dan rasa yang lebih pedas daripada
jahe lainnya. Rimpang jahe merah (Gambar 1)
memiliki penampilan fisik yang relatif lebih
kecil dibandingkan jenis jahe lainnya (Sari
2006). Pada umumnya, tumbuhan ini
tumbuh dengan ketinggian batang 30–60 cm
tapi dapat juga mencapai 1,25 meter. Jahe
emprit tumbuh tinggi dengan batang semu,
tumbuh tegak, dan tidak bercabang.
Tumbuhan ini merupakan tanaman monokotil
dengan ciri daun tunggal, berbentuk lanset
dan berujung runcing (Guzman & Siemonsma
1999). Tumbuhan ini memiliki mahkota
bunga yang berwarna merah sampai merah
jambu, berbentuk corong dengan panjang 2 –
2.5 cm. Tanaman ini mempunyai buah yang
berbentuk bulat panjang berwarna cokelat
dengan biji berwarna hitam (Ravindran &
Babu 2005).
Jahe merah seperti jahe lainnya diyakini
mempunyai efek melancarkan sirkulasi darah,
antireumatik, antiradang, antimuntah, peluruh
Gambar 1 Rimpang jahe merah
keringat, peluruh dahak ( #
),
antibatuk (
) (Wijayakusuma 2006).
Jahe merah juga memiliki khasiat analgesik
dan antiinflamasi yang baik dengan cara
menghambat biosintesis prostalglandin (Sidik
1997). Han
(2005) menyebutkan bahwa
senyawa aktif pada jahe dapat digunakan
sebagai obat antiobesitas. Senyawa metabolit
sekunder jahe juga diketahui dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen yang merugikan kehidupan manusia
(Nursal 2006).
Beberapa senyawa dalam jahe yang
dianggap potensial sebagai obat yaitu
gingerol, zingeron, dan dehidrozingeron.
Gingerol pada jahe memiliki aktivitas
antiproliferasi, antioksidan, dan memberi efek
pada proses apoptosis (Harliansyah
2007). Gingerol yang terdapat dalam ekstrak
diklorometana jahe juga terbukti mampu
menangkap radikal 1, 15difenil 25pikrilhidrazil
(DPPH) (Matsuda
2004). Senyawa
zingeron dan dehidrozingeron memiliki
aktivitas antioksidasi dan menghambat
tirosinase (Kuo
2005). Berbagai
komponen bioaktif lain dalam ekstrak jahe
seperti shogaol, diarilheptanoid dan curcumin
mempunyai aktivitas antioksidan yang
melebihi tokoferol (Kikuzaki & Nakatani
1993). Ekstrak jahe juga dapat melindungi sel
limfosit tikus maupun manusia dari kerusakan
oksidatif (Khadem5Ansari
2008).
Minyak Atsiri Jahe Merah
Minyak atsiri adalah bagian dari
tumbuhan yang mudah menguap, tidak larut
air, dan secara umum merupakan komponen
yang
menyimpan aroma dari tumbuhan
tersebut. Minyak atsiri juga dikenal sebagai
minyak esensial dan minyak terbang. Minyak
ini umumnya diperoleh melalui proses
destilasi. Minyak atsiri mudah menguap
3
karena memiliki titik uap yang rendah. Hal
tersebut menjadikan minyak atsiri termasuk
kedalam golongan volatil (mudah menguap).
Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun atas
campuran dari berbagai macam senyawa
kimia. Mayoritas senyawa kimia tersebut
merupakan golongan senyawa organik terpena
dan terpenoid (Vernin & Parkanyi 2005).
Secara fitokimia, kandungan jahe merah
umunya dibagi atas komponen volatil dan
non5volatil. Komponen volatil ini biasanya
dikaitkan dengan minyak atsiri, sedangkan
komponen non5volatil dikaitkan dengan
oleoresin. Jahe ini memiliki kandungan
minyak atsiri yang volatil sebesar 153%
(Rukmana 2000, Sari
2006). Menurut
Nurliana
(2008) kandungan minyak
atsiri pada jahe umumnya didominasi oleh
senyawa citral pada jahe merah dengan umur
8 bulan ke atas, sedangkan pada umur di
bawah 8 bulan minyak atsiri jahe merah
didominasi oleh senyawa geranil asetat.
Minyak atsiri jahe merah juga mengandung
zingiberin,
β5sesquihelladrin,
bisabolin,
kurkumin, cineol, dan citral (Pino
2004).
Kandungan senyawa kimia non5volatil dalam
jahe merah didominasi oleh gingerol dan
shogaol (Vernin & Parkanyi 2005).
Gas Chromatography/Mass Spectroscopy
"
(GCMS) merupakan gabungan dari dua jenis
instrumen, yaitu kromatografi gas dan
spektroskopi massa. Kombinasi kedua alat ini
biasanya digunakan untuk identifikasi dan
kuantifikasi dari senyawa organik volatil atau
semi volatil dalam campuran yang kompleks
(Gohlke & McLafferty 1993; Kitson
1996; Hites 1997). Kromatografi gas atau
(GC)
memberikan
kemampuan untuk separasi senyawa volatil
dan semi volatil dengan resolusi yang tinggi
(Fowlin 1995). Spektroskopi massa (MS) di
lain pihak memberikan kemampuan untuk
mengidentifikasikan
dan
memberikan
informasi mengenai struktur senyawa (Kitson
1996; Hites 1997).
Kromatografi
gas
adalah
teknik
kromatografi yang bisa digunakan untuk
memisahkan senyawa organik yang mudah
menguap. Kromatografi gas pada prinsipnya
sama dengan kromatografi kolom, HPLC, dan
TLC (Fowlin 1995). Instrumen ini
menggunakan kolom seperti kromatografi
kolom
dan
HPLC,
serta umumnya
menggunakan mikroinjeksi seperti HPLC
sehingga hanya dibutuhkan sedikit sampel
untuk analisis. Perbedaan utama GC dengan
instrument kromatografi lainnya adalah
adanya oven pengatur suhu (Fowlin 1995).
Pengaturan suhu tersebut memungkinkan GC
untuk memisahkan komponen dari campuran
berdasarkan titik didih (atau tekanan uap)
sehingga mirip dengan prinsip penyulingan.
Senyawa5senyawa yang dapat ditetapkan
dengan kromatografi gas sangat banyak,
namun ada batasan yang dapat ditentukan
oleh instrument ini. Senyawa5senyawa
tersebut harus mudah menguap dan stabil
pada temperatur pengujian, utamanya dari 50
– 300°C (Fowlin 1995). Senyawa yang tidak
mudah menguap atau tidak stabil pada
temperatur pengujian, dapat diproses secara
derivatisasi menjadi komponen yang volatil
agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas
(Fowlin 1995; Kitson
1996).
Kromatografi gas menggunakan fase
gerak atau
berupa
gas.
Umumnya gas yang digunakan merupakan
gas murni seperti helium yang tidak reaktif,
akan tetapi gas hidrogen dan nitrogen juga
terkadang dapat digunakan (Kitson
1996). Fase diam atau
pada
instrumen ini merupakan bagian permukaan,
dapat berupa lapisan cair atau polimer, yang
dapat mendukung sirkulasi gas murni di
dalamnya. Fase diam ini dapat bekerja
menjerap senyawa5senyawa yang diinginkan
karena molekul dapat berkondensasi pada fase
diam, molekul larut pada fase diam, atau
molekul tetap menjadi gas (Fowlin 1995;
Kitson
1996). Fase diam umumnya
ditunjang pada permukaan tanah diatom
(tanah/batu yang sangat berpori) dan
dibungkus oleh tabung kaca atau logam.
Komponen tersebut lazim disebut kolom
(Kitson
1996; Hites 1997). Kolom ini
merupakan ”jantung” atau pusat dari GC
karena pada bagian kolom ini pemisahan
terjadi (Fowlin 1995).
Penafsiran hasil dari GC ditentukan
melalui waktu retensi. Waktu retensi
merupakan waktu yang digunakan oleh
senyawa tertentu untuk bergerak melalui
kolom sampai ke detektor (Fowlin 1995).
Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat
sampel diinjeksikan pada titik dimana
tampilan
menunjukkan
tinggi
puncak
maksimum untuk senyawa itu. Setiap
senyawa memiliki waktu retensi yang
berbeda.
Waktu retensi setiap senyawa sangat
bervariasi dan bergantung pada titik didih
senyawa, kelarutan dalam fase diam, dan
temperatur kolom (Fowlin 1995). Titik didih
4
mempengaruhi waktu retensi karena senyawa
yang mendidih pada temperatur yang lebih
tinggi daripada temperatur kolom akan
menghabiskan hampir seluruh waktunya
untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal
kolom sehingga titik didih yang tinggi akan
memiliki waktu retensi yang lama. Kelarutan
dalam fase diam berpengaruh waktu retensi
karena senyawa yang lebih mudah larut dalam
fase diam akan mempunyai waktu yang lebih
singkat untuk dibawa oleh gas pembawa
sehingga senyawa dengan kelarutan yang
tinggi dalam fase diam memiliki waktu retensi
yang lama. Terakhir, temperatur kolom
mempengaruhi waktu retensi dikarenakan
oleh pergerakan molekul meningkat sejalan
dengan peningkatan suhu kolom dalam fase
gas. Hal ini akan mempersingkat waktu
retensi bagi seluruh sampel yang diinjeksikan
(Fowlin 1995).
Waktu retensi ini akan kemudian menjadi
puncak atau
$ pada kromatogram.
Kromatogram terdiri dari aksis waktu dan
ordinat kelimpahan (Kitson
1996).
Penafsiran hasil kemudian dilanjutkan setelah
kromatogram didapatkan.
Spektroskopi
massa
adalah
suatu
instrument yang dapat menyeleksi molekul5
molekul gas bermuatan berdasarkan massa
atau beratnya. Teknik ini tidak mencerminkan
metode spekstroskopi pada umumnya.
Pemilihan nama spektroskopi disebabkan oleh
persamaan fungsinya dalam mencatat berkas
sinar dan spektrum garis optik (Kitson
1996). Spektrum massa diperoleh dengan
mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion5
ion yang bergerak cepat yang kemudian
dipisahkan berdasarkan perbandingan massa
terhadap muatan (Kitson
1996).
Spektrometer massa dapat digunakan
sendiri atau ditandemkan dengan instrument
lainnya, seperti GC. Spektrometer massa
sendiri dapat
digunakan untuk analisis
kuantitatif suatu campuran senyawa5senyawa
yang dekat hubungannya (Kitson
1996).
Analisis dengan instrumen ini juga dapat
dipergunakan untuk menganalisis senyawa
campuran, baik senyawa organik ataupun
anorganik yang bertekanan uap rendah.
Instrumen ini akan menghasilkan berkas
ion dari suatu zat uji. Berkas tersebut
kemudian dipilah dan dikelompokkan menjadi
spektum5spektrum yang akan sesuai dengan
perbandingan massa terhadap muatan serta
merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion
yang ada. Secara umum, hanya ion positif
yang dapat dipelajari karena ion negatif yang
Gambar 2 Instrumen GCMS
dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya
kecil sehingga dapat diabaikan (Kitson
1996).
Beberapa instrumen menunjang kerja
sistem GCMS (Gambar 2) sehingga dapat
digunakan secara tandem. Pertama adalah
interfase GCMS yang merupakan suatu alat
yang dapat mentransport eluen dari GC ke
MS. Alat ini menjaga agar eluen tidak
terkondensasi atau terdekomposisi dalam
perjalanannya ke MS. Kedua, merupakan
detektor. Kehadiran detektor ini akan
memberikan hasil final dari keseluruhan
proses injeksi ke GCMS. Detektor yang
umum digunakan adalah detektor %
atau
"
&
(MSD) (Kitson
1996). Terakhir, adanya
metode pengionan. Metode pengionan ini
umumnya dilakukan dengan '
atau pengionan secara kimiawi (Kitson
1996).
Profil Metabolit
Membandingkan
profil
metabolit
merupakan bagian dari analisis metabolisme
yang berusaha untuk memperoleh profil dari
hasil metabolisme suatu sel atau jaringan.
Profil metabolit merupakan bagian penting
dari kajian metabolomik dan metabonomik.
Pemrofilan biasanya dilakukan pada cairan
tubuh seperti darah, urin, dan air liur.
Pembuatan profil metabolit umumnya
ditunjang oleh instrumen spektrofotometer
massa atau oleh (
(NMR) (Harrigan & Goodacre 2003).
Konsep mengenai adanya profil metabolik
dari tiap individu pertama kali diperkenalkan
oleh Roger Williams pada akhir 1940an.
Williams
merupakan
perintis
dalam
penggunaan kromatografi kertas pada urin dan
air liur individu normal dengan penderita
)
. untuk melihat perbedaan pola
karakteristik metabolisme dari keduanya.
5
Data yang diperoleh saat itu masih merupakan
data kualitatif (Gates & Sweeley 1978). Baru
pada awal 1970, data kuantitatif
profil
metabolit diperoleh. Greef dan Smilde (2005)
menyatakan bahwa istilah pemrofilan
metabolit pertama kali digunakan pada 1971
oleh Horning dan rekannya untuk melaporkan
keberhasilannya dalam menggunakan GCMS
untuk memperoleh profil data kuantitatif
metabolit dari urin dan jaringan tubuh
manusia.
Penggunaan profil metabolit saat ini
digunakan diberbagai bidang. Bidang ilmu
toksikologi dapat mengaplikasikan profil
metabolit untuk mendeteksi perubahan
fisiologis, dengan melihat profil metabolitnya,
karena masuknya toksin atau senyawa kimia
ke dalam tubuh (Robertson 2005). Bidang
ilmu genomik fungsional juga menggunakan
profil
metabolomik.
Profil
metabolit
digunakan sebagai alat pembanding untuk
melihat perubahan fenotip yang disebabkan
oleh manipulasi gen. Hal ini biasa dilakukan
untuk mendeteksi perubahan metabolisme
pada tanaman yang telah dimodifikasi secara
genetik (Saghatelian
. 2004).
Radikal Bebas
Pentingnya antioksidan dalam diet
manusia dikarenakan ancaman radikal bebas.
Radikal bebas merupakan molekul yang
kehilangan elektron sehingga molekul
tersebut menjadi tidak stabil dan sangat
reaktif. Kondisi tersebut mengakibatkan
molekul ini dapat mengambil elektron dari
molekul lainnya (Seis 1997). Radikal bebas
sesungguhnya dibutuhkan oleh tubuh untuk
metabolisme (Jain
2008). Proses
metabolisme beberapa biomolekul seperti
lipid dan protein dapat menghasilkan radikal
bebas (Seis 1997). Radikal bebas yang
dihasilkan dapat berupa ion hidroksil,
hidrogen peroksida, superoksida, dan lain
sebagainya (Seis 1997). Selain karena proses
metabolisme tubuh, radikal bebas juga dapat
berasal dari luar tubuh karena polusi,
pemaparan sinar ultra violet (UV), dan bahan
aditif makanan.
Mekanisme pembentukan radikal bebas
secara umum dibagi menjadi 3 tahapan. Tahap
pertama adalah tahap inisiasi atau tahap
pembentukan awal radikal bebas yang terjadi
karena molekul stabil terpapar oleh molekul
yang reaktif seperti radikal hidroksil. Kedua,
tahap propagasi atau tahap terjadinya reaksi
berantai yang menyebabkan terbentuknya
radikal5radikal bebas lainnya oleh karena
molekul yang terinisiasi tadi. Tahap terakhir
adalah terminasi. Pada tahap ini terjadi
penggabungan dua radikal bebas sehingga
terbentuk molekul yang stabil dan tidak
reaktif (Sunarti
2008). Mekanisme
reaksinya sebagai berikut:
Inisiasi:
RH + OH ———> H2O + R*
Propagasi:
R* + O2 ——> ROO* + RH —
—> ROOH + R*
Terminasi:
ROO* + ROO* ——> ROOR + O2
ROO* + R* ——> ROOR
R* + R* ——> RR
Antioksidan
Antioksidan diartikan sebagai zat yang
dapat menghambat / memperlambat proses
oksidasi (Seis 1997; Suhartono
2005).
Antioksidan bekerja secara kimia dengan
menyumbangkan satu atau lebih elektron
kepada radikal bebas, sehingga proses
oksidasi dapat diredam (Seis 1997).
Antioksidan tersebut dapat diperoleh dari
makanan secara alami atau melalui suplemen
antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha &
Soedibyo 1999). Secara alami, antioksidan
dapat diperoleh dari berbagai rempah5rempah,
buah5buahan, dan sayur (Subramaniam
2003).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan
dapat dianggap sebagai antioksidan eksogen
karena diperoleh tubuh dari luar. Bentuk
umum dari antioksidan ini adalah senyawa
fenolik atau polifenolik yang terdapat pada
buah, biji, dan daun tumbuhan (Selmi &
Sadok 2008). Senyawa fenolik tersebut dapat
berbentuk vitamin atau senyawa fitokimia
lainnya (Hasler 1998; Subramaniam
2003). Vitamin E (α5tokoferol) merupakan
salah satu senyawa fenolik dalam bentuk
vitamin. Senyawa ini berguna sebagai
antioksidan utama pada jaringan adiposa
manusia karena dapat menghambat radikal
bebas lipid peroksida (Sies
1992;
Sunarti
2008). Vitamin C sudah sangat
dikenal oleh masyarakat luas dalam
menangkal radikal bebas (Kohnhorst 1996).
Golongan flavonoid merupakan salah satu
senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas
antioksidan (Bagchi
1999). Isoflavon,
sejenis golongan flavonoid yang telah
dipelajari
secara
intensif
kemampuan
antioksidannya (Kohnhorst 1996).
6
Tubuh
manusia
juga
membentuk
antioksidan. Antioksidan ini sering disebut
antioksidan endogen. Antioksidan ini terdapat
dalam bentuk enzim, bilirubin, senyawa5
senyawa tiol, NADH dan NADPH, asam urat,
dan ubikuinon (Percival 1998). Antioksidan
tubuh ini perlu ditunjang oleh asupan
mikronutrien berupa selenium, zink, mangan,
besi dan mineral kelumit lainnya untuk
bekerja secara optimum. Beberapa penelitian
sebelumnya, menunjukkan kemampuan tubuh
berkurang dalam menyerap mikronutrien
seiring dengan proses penuaan (Percival
1998). Hal ini menunjukkan ketergantungan
manusia yang tinggi terhadap asupan
antioksidan eksogen pada usia lanjut.
Antioksidan sintetis dapat juga digunakan
untuk menangkal radikal bebas. Beberapa
contoh
antioksidan
sintetik
adalah
#
(BHT),
#
(BHA), dan
*
# %
(TBHQ) (Rohman & Riyanto
2005). Senyawa BHA dan BHT dianggap
sangat efektif dalam menghambat radikal
bebas (Komayaharti & Paryanti 2009).
Rohman & Riyanto (2005) menyatakan
bahwa keefektifan tersebut diikuti oleh
meningkatnya karsinogenitas. Resiko yang
harus ditanggung dengan penggunaan
antioksidan sintetis membuat masyarakat
beralih ke antioksidan alami (Rohman &
Riyanto 2005; Komayaharti & Paryanti 2009).
Terdapat beberapa metode untuk pengujian
aktivitas antioksidan. Secara umum uji
aktivitas antioksidan secara
atau
diluar sel dibagi menjadi dua, yaitu dengan
assay kimia atau
*
(Honsel
2008). Pengujian dengan assay kimia dapat
dilakukan hanya dengan mereaksikan substrat
dengan assay, sedangkan pengujian dengan
*
memerlukan tambahan sel kedalam
campuran assay dan substrat. Pengujian
dengan
*
lebih relevan secara
biologis dibandingkan pengujian dengan
assay kimia saja (Honsel
2008). Contoh
metode
*
untuk penentuan aktivitas
antioksidan adalah metode CAP5e dan ROS
PMN (Honsel
2008).
Pengujian dengan menggunakan DPPH
(1,1 Diphenyl525picrylhidrazyl) termasuk
pengujian dengan assay kimia. Metode DPPH
merupakan metode yang sederhana dan dapat
memberikan informasi reaktivitas senyawa
yang diuji dengan suatu radikal stabil. Metode
uji ini memberikan serapan kuat pada panjang
gelombang 518 nm menurut Stoilova
(2007) atau pada 517 nm menurut Veeru
(2009).
Penangkap
radikal
bebas
menyebabkan elektron menjadi berpasangan
yang kemudian menyebabkan penghilangan
warna yang sebanding dengan jumlah elektron
yang diambil (Kuncahyo & Sunardi 2007).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan5bahan yang digunakan adalah
rimpang jahe merah segar dengan waktu
pemanenan pagi hari, jahe merah segar
dengan waktu pemanenan sore hari metanol,
etanol 96%, serbuk DPPH, vitamin C (asam
askorbat), DMSO, dan akuades.
Alat5alat yang dignakan di antaranya
peralatan gelas, pipet Mohr, pipet volumetrik,
pipet mikro, pisau, labu erlemeyer, neraca
analitik, destilator, kertas saring Whatman
No.45,
,
, GCMS.
Perangkat lunak yang digunakan adalah
Microsoft Excel.
Metode
Penelitian ini diawali dengan preparasi
bahan baku dan proses destilasi untuk
mendapatkan minyak atsirinya. Kemudian
minyak atsiri dianalisis dengan perangkat GC
MS dan diuji aktivitas antioksidannya
(Lampiran 1).
Preparasi Bahan Baku
Rimpang jahe merah dengan waktu
pemanenan pagi dan sore disiapkan. Setelah
itu, rimpang dikupas lalu dicuci hingga bersih
kemudian diiris dengan ketebalan ± 456 mm.
Sebanyak 1005200 g jahe merah segar yang
telah diiris kemudian ditumbuk secara kasar.
Sampel dari kedua cara pemanenan langsung
didestilasi dengan menggunakan metode
hidrodestilasi.
Destilasi Minyak Atsiri Jahe
Proses destilasi atau penyulingan minyak
atsiri jahe dilakukan secara hidrodestilasi uap
(Ravindran & Babu 2005). Instrumen destilasi
akan menggunakan prinsip destilasi Stahl.
Gambar 3 menunjukkan skema destilasi yang
digunakan. Pelarut yang digunakan adalah
pelarut air. Sebanyak kurang lebih 1005200 g
jahe merah yang telah diiris dan ditumbuk
halus dimasukan dalam destilator, kemudian
ditambahkan ± 1,75 ℓ akuades. proses
destilasi dengan uap air dilakukan dengan
temperatur antara 100 oC sampai tidak lebih
dari 121 oC (Azlina 2005). Waktu ekstraksi
ekstraksi minyak atsiri jahe adalah sekitar 6
7
jam (Azlina 2005). Hasil destilasi kemudian
disaring dengan kertas saring. Sampel
kemudian di pisahkan menjadi dua bagian,
yaitu sampel rimpang jahe merah panen pagi
dan sampel rimpang jahe merah panen sore.
Masing5masing kelompok kemudian dibagi
menjadi tiga
yang bertindak sebagai
ulangan dalam percobaan.
3
2
5
4
1
Gambar 3 Skema destilasi Stahl, Keterangan:
(1) penangas air, (2) destilator, (3)
kondensor, (4) tabung fraksi minyak
atsiri, dan (5) tabung fraksi air
(Cerpa
2008)
Analisis Minyak Atsiri dengan GCMS
Analisis minyak atsiri dengan GCMS akan
dilakukan dengan instrumentasi GCMS.
Kolom yang digunakan adalah kolom HP5
5MS (5% fenil metil siloksan) dengan
dimensi (30 x 250 Um x 0,25 Um) dan
berupa gas helium (Sukari
2008; Mahdi
2010). Temperature oven yang
digunakan antara 1005250 oC dengan laju
perubahan suhu 5 oC menit51 dengan
satu menit bagi tiap tingkatan temperatur
dan dengan suhu meningkat secara bertahap
sampai pada
selama 10 menit.
Deteksi pada spektroskopi massa akan
dilakukan dengan detektor '
+
&
(EID) pada tegangan 70 eV (Mahdi
2010). Data yang diperoleh dari GCMS
akan kemudian dibandingkan dan ditelaah
dengan basis data spektral Wiley atau Wiley
7n. 1 (Sukari
2008; Mahdi
2010).
Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri
Uji aktivitas antioksidan dan persiapan
assay dilaksanakan sesuai dengan Batubara
(2009) (Lampiran 4). Disiapkan larutan
DPPH dalam ethanol dengan konsentrasi 0.3
mM, larutan disiapkan segar dan disimpan
dalam ruang gelap pada suhu 4oC. Sebanyak
300 VL larutan DPPH ditambahkan ke dalam
ekstrak sampel dengan beberapa konsentrasi
(1,6516,66 Vg/ml) (Batubara
2009).
Campuran tersebut kemudian dikocok sampai
merata. Larutan tersebut didiamkan selama 30
menit,
kemudian
diukur
secara
spektrofotometri pada panjang gelombang
517 nm. Blanko yang digunakan adalah
campuran larutan DPPH dan etanol 96%
tanpa sampel. Dilakukan juga pengujian
aktivitas antioksidan asam askorbat (Vitamin
C) sebagai pembanding karena Vitamin C
merupakan antioksidan yang telah digunakan
secara umum. Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan triplo. Aktivitas antioksidan diukur
dalam satuan persen (%) inhibisi. Perhitungan
(%) inhibisi berdasarkan Yen & Duh (1994)
dihitung mengikuti persamaan :
(%) inhibisi =
[(ABlanko – Asampel) / ABlanko] x100
Keterangan:
ABlanko: Nilai absorban dari blanko
Asampel : Nilai absorban dari sampel
Analisis Statistik
Pengolahan data dari hasil kromatogram
dilakukan dengan Uji5t, tingkat kepercayaan
95%, tidak berpasangan dengan satu peubah,
yaitu waktu pemanenan. Data hasil
kromatogram diambil dari dua sampel dengan
tiga ulangan. Hasil analisis Uji5t dapat
menentukan perbedaan komposisi minyak
atsiri secara statistik. Perlakuan waktu
pemanenan memberikan hasil yang berbeda
nyata apabila t " lebih besar t
.
Pengolahan data dari uji aktivitas
antioksidan dilakukan dengan komparasi
persen inhibisi terhadap konsentrasi. Data
absorban dirata5rata dan dikonversi ke persen
inhibisi. Data akan diolah dengan analisis
regresi logaritmik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan Rimpang Jahe Merah
Jahe merah yang digunakan sebagai
sampel diperoleh dari daerah Cihideung,
kecamatan Batu tulis, Bogor Barat, Bogor,
Jawa Barat. Jahe merah yang dipanen berusia
10 bulan dengan kuantitas sekitar tiga
kilogram. Sampel jahe merah yang dipanen
sore diambil sekitar pukul 15.00 pada tanggal
30 mei 2010, dengan kondisi cuaca
mendung/berawan dengan berat 1,5 kg.
Sampel jahe merah yang dipanen pagi diambil
sekitar pukul 8.00 pada tanggal 31 mei 2010,
dengan kondisi cuaca cerah dengan kuantitas
1,5 kg. Kedua sampel ini dibagi manjadi tiga
ulangan dengan ukuran tiap ulangannya ±200
g dan kemudian dimasukan ke dalam lemari
pendingin dengan suhu 054 oC sampai waktu
destilasi tiba. Penyimpanan sampel pada suhu
tersebut dilakukan untuk meniadakan atau
8
mengurangi efek perubahan metabolisme.
dengan nilai t "
0,026.
Destilat Rimpang Jahe Merah
Sampel jahe yang dipanen pada pagi hari
dan sore hari dikeluarkan dari lemari
pendingin dan dilakukan
!
pada sampel
selama kurang lebih 10515 menit. Ukuran
permukaan sampel tersebut kemudian
dihaluskan dengan bantuan mortar dan
lumpang sampai cukup halus. Hal ini
dilakukan
untuk
memperbesar
luas
permukaan sampel yang akan berinteraksi
dengan air pada proses destilasi. Metode
destilasi yang digunakan adalah metode
hidrodestilasi atau destilasi air.
Suhu yang digunakan saat destilasi berkisar
antara 1005120 oC. Hasil dari proses destilasi
dapat
ditunjukkan
oleh
Gambar
4.
Berdasarkan perhitungan (Lampiran 3)
diperoleh nilai rendemen pada jahe merah
panen sore sebesar 2.52% dan diperoleh nilai
rendemen pada jahe merah panen pagi sebesar
2.26%. Nilai ini menunjukkan hasil rendemen
yang cukup baik mengingat sampel dalam
keadaan segar dan kandungan minyak atsiri
jahe merah hanya sekitar 153% (Rukmana
2000, Sari
2006). Rendemen minyak
atsiri jahe merah menunjukkan rendemen
yang lebih baik ketimbang minyak atsiri dari
varian jahe gajah. Sultan
. (2005)
melaporkan
minyak atsiri varian jahe
gajah yang telah dikeringkan hanya mencapai
151,5%.
Hasil uji5t, dengan tingkat kepercayaan
95%, nilai rendemen dari kedua perlakuan
tidak berbeda nyata dengan nilai t 0,489.
Persentase (%) kadar air dari kedua juga
menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.
Kadar air kedua sampel berkisar antara 85%
Profil Kromatogram Minyak Atsiri Jahe
Merah
Hasil kromatogram (Lampiran 2)
memperlihatkan bahwa minyak atsiri dari
jahe merah memiliki 26530 senyawa. Sampel
yang dipanen di sore hari menunjukkan
adanya variasi dalam komposisi senyawa
kimia yang terdeteksi dalam minyak atsiri
tersebut. Satu buah sampel memiliki 27
senyawa dan dua buah sampel menunjukkan
ada 30 senyawa kimia yang terdeteksi di
dalamnya. Minyak atsiri dari jahe merah yang
dipanen di pagi hari juga menunjukkan hal
yang sama, dengan dua buah sampel memiliki
26 senyawa yang terdeteksi dan satu buah
sampel terdeteksi dengan 28 senyawa.
Keseluruhan senyawa volatil yang terdeteksi
oleh GCMS adalah 47 senyawa. Hasil
kromatogram yang didapat menunjukkan
proses separasi yang cukup baik, akan tetapi
belum optimal. Sukari
(2008)
melaporkan sekitar 34 senyawa kimia
terdapat dalam minyak atsiri satu jahe merah.
Perbedaan dalam jumlah senyawa yang
terdeteksi dapat juga disebabkan oleh
perbedaan cara pemilihan sampel dari kedua
metode penelitian. Penelitian ini menentukan
umur yang sama pada setiap sampelnya, yaitu
pada umur 10 bulan sedangkan pada
penelitian Sukari
. (2008) sampel diambil
secara acak dari pasar tanpa membedakan
umur rimpang. Perbedaan umur dalam
hitungan bulan pada rimpang jahe merah
dapat mengubah profil dari komposisi minyak
atsiri rimpang jahe merah, sebagaimana yang
telah dilaporkan Nurliana
(2008).
Keseluruhan senyawa yang teridentifikasi
kemudian disortir berdasarkan persen
Gambar 4 Persentase kadar air dan rendemen minyak atsiri rimpang jahe merah
9
kelimpahan
(%)
senyawa
terhadap
keseluruhan senyawa dan dilihat kualitas
identifikasinya. Beberapa senyawa utama
( ,
) yang terdapat dalam
sampel kedua jahe merah adalah senyawa
kamfen (6,158,7%), cineol (4,556,9%), citral
(8,2516,7%),
2,65oktadienol
(5,4512%),
benzen (6 %), α5zingiberen (7,6512,5%), dan
β5sesquiphellandren
(5,10356,521%).
Senyawa utama dapat didefinisikan sebagai
senyawa yang terdeteksi pada kromatogram
GCMS dengan persen kuantitas diatas 5%
dari keseluruhan minyak atsiri (Herebian
2009). Tujuh senyawa ini terdapat pada
seluruh sampel dan memiliki persen
kelimpahan yang besar dibanding senyawa
lain yang terdeteksi.
Keberadaan senyawa utama yang
terdeteksi dapat menjadi profil dari
kromatogram minyak atsiri jahe merah pada
umur 10 bulan, sehingga membedakan jahe
merah pada umur 10 bulan dengan jahe merah
pada umur lain. Dalam menentukan
perbedaan profil minyak atsiri jahe merah
panen pagi dan sore perlu dilakukan
pengujian statistik karena senyawa utama dari
kedua sampel sama. Pengujian secara statistik
difokuskan
pada
perbedaan
rata5rata
komposisi senyawa utama jahe merah pada
kedua waktu panen. Hasil uji5t pada rataan
persen kelimpahan senyawa utama pada
sampel minyak atsiri rimpang jahe merah
yang dipanen pagi dan sore dapat dilihat pada
Tabel 1. Perbedaan persen kelimpahan
menunjukkan profil yang berbeda antara
sampel jahe merah yang dipanen pagi dan
sore hari.
Hasil dari uji5t menunjukkan bahwa
senyawa α5zingiberen berbeda secara statistik
kuantitasnya antara sampel jahe merah yang
dipanen pada pagi hari dengan yang dipanen
pada sore hari dengan nilai t "
5,705.
Senyawa lainnya tidak menunjukkan beda
signifikan
secara
statistik.
Perbedaan
kuantitas senyawa tersebut dapat menjadi
faktor yang membedakan profil kromatogram
dari metabolisme jahe merah di siang dan di
malam hari.
Perbedaan Profil α8Zingiberen
Profil dari kromatogram (Gambar 5)
menunjukkan adanya puncak senyawa α5
zingiberen antara waktu retensi 11,6035
11,855. Rataan persen kelimpahan α5
zingiberen pada jahe merah yang dipanen
pagi hari adalah 8,086. Rataan persen
kelimpahan pada jahe merah yang dipanen
sore hari adalah 11,000. Hasil uji5t dari kedua
rataan
tersebut
menunjukkan
adanya
perbedaan kuantitas yang konsisten dari
komponen α5zingiberen pada kedua sampel.
Sampel jahe merah yang dipanen pada sore
hari (hasil metabolisme siang hari) memiliki
jumlah senyawa α5zingiberen yang lebih
banyak dibanding sampel jahe merah yang
diambil pada pagi hari (hasil metabolisme
malam hari). Hal ini sejalan dengan yang
dilaporkan oleh Anasori & Asghari (2008)
mengenai produksi senyawa geraniol dan α5
zingiberen yang meningkat oleh karena
pengaruh cahaya matahari. Dalam laporan
tersebut dijelaskan bahwa tumbuhan jahe
yang tidak memperoleh paparan cahaya
matahari, tidak memiliki pita senyawa
zingiberen pada kromatogram kromatografi
lapis tipisnya.
Perbedaan ini juga menunjukkan adanya
kehilangan α5zingiberen pada sampel jahe
merah panen pagi. Sampel jahe panen pagi
diambil 17 jam setelah sampel jahe panen
sore. Hal ini menunjukkan terjadinya
kehilangan α5zingiberen hasil metabolisme 12
jam sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena
senyawa α5zingiberen merupakan senyawa
volatil yang mudah menguap, sehingga
senyawa tersebut dapat menguap pada malam
hari. Penjelasan lain mengenai hilangnya
senyawa tersebut dapat terjadi karena minyak
atsiri tersebut sengaja dikeluarkan ke
lingkungan sebagai pengusir serangga oleh
tumbuhan tersebut. Hal ini sejalan dengan apa
yang telah dilaporkan Yamahara
(1988).
Tabel 1 Senyawa utama dari minyak atsiri rimpang jahe merah umur 10 bulan dan hasil uji5t
Kualitas
rata5rata (% kelimpahan)
Senyawa
Hasil uji5t
Identifikasi Jahe panen pagi
Jahe panen sore
Kampfen
97%
6,788±0,6559
7,741±1,421
tidak signifikan
Cineol
99%
5,592±0,831
5,872±1,247
tidak signifikan
z5citral
97%
11,570±4,480
9,700±1,315
tidak signifikan
2,65oktadienol
91%
7,883±3,579
6,735±1,207
tidak signifikan
benzen
91%
6,870±0,7881
6,546±0,8755
tidak signifikan
α5zingiberen
97%
8,086±0,7742
11,000±1,527
signifikan
β5sesquiphellandren
98%
5,267±0,2686
5,856±0,5896
tidak signifikan
10
α5zingiberen
Kromatogram Jahe Merah Sore
α5zingiberen
Kromatogram Jahe Merah Pagi
Gambar 5 Profil α5zingiberen pada kromatogram jahe merah panen pagi dan panen sore
11
Pengaruh Gen pada Metabolisme α8
Zingiberen
Senyawa
seskuiterpen
α5zingiberen
merupakan senyawa turunan isopren.
Senyawa ini merupakan golongan terpenoid,
seskuiterpen. Seskuiterpen adalah senyawa
terpenoid dengan rantai karbon berjumlah 15
(C15)
Davidovich5Rikanati
2008;Sallaud
2009). jalur metabolisme
seskuiterpen. Secara umum jalur tesebut
dapat dilihat pada Gambar 6. Menurut Sallaud
(2009) sebagian besar seskuiterpen
disintesis dari senyawa prekursor farnesil
difosfat (FPP). Senyawa FPP dapat dihasilkan
dari dua jenis
! , yaitu
!
mevalonat dan deoksixilulosa 55fosfat (DXP).
Kedua
! ini menghasilkan isopentenil
pirofosfat (IPP) dan dimetilalil pirofosfat
(DMAPP) yang merupakan prekursor FPP.
Terdapatnya senyawa α5zingiberen dapat
menjadi petunjuk terdapatnya dua buah gen
pada tumbuhan jahe merah. Kedua gen
tersebut adalah gen penyandi
(ISPS) dan gen penyandi
)
(ZIS). Kedua buah gen
ini dibutuhkan dalam sintesis metabolisme
sekunder α5zingiberene (Loivamaki
.
2007; Davidovich5Rikanati
2008). Gen
ISPS dibutuhkan dalam sintesis IPP dan gen
ZIS dibutuhkan dalam sintesis α5zingiberen.
Loivamaki
. (2007) menunjukkan
pula bahwa aktivitas ISPS dipengaruhi
intensitas cahaya matahari. Makin besar
intensitas cahaya, maka makin tinggi aktivitas
tersebut. Hal ini dapat menjadi penyebab
lebih tingginya produksi α5zingiberen pada
jahe merah yang dipanen sore hari karena
tanaman tersebut terpapar sinar matahari lebih
lama daripada sampel yang dipanen pagi hari.
Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan
dengan mengukur persen inhibisi dari radikal
DPPH. Pengukuran persen inhibisi ini
dilakukan dengan menggunakan
dan
pada panjang
gelombang 517 nm. Gambar 7 menunjukkan
aktivitas antioksidan dari kedua sampel dan
juga aktivitas antioksidan vitamin C yang
merupakan kontrol positif antioksidan.
Aktivitas antioksidan dari kedua sampel tidak
berbeda signifikan. Aktivitas antioksidan dari
kedua sampel tergolong rendah apabila
dibandingkan dengan aktivitas antioksidan
standar yang digunakan, yaitu asam askorbat
atau vitamin C (Lampiran 5). Persamaan
logaritmik dari aktivitas vitamin C adalah y =
21.46ln(x) + 0.367 dengan nilai R² =0.887.
Persamaan
logaritmik
dari
aktivitas
antioksidan jahe panen pagi adalah y =
2.451ln(x) 5 0.313 dan aktivitas antioksidan
dari jahe panen sore ditunjukkan oleh
persamaan y = 1.927ln(x) + 0.804. Nilai
regresi dari aktivitas jahe panen pagi dan sore
secara berturut5turut adalah R²= 0.738 dan
R²= 0.907.
Senyawa zingiberen belum diketahui
potensi bioaktivitasnya sebagai antioksidan.
Senyawa tersebut lebih dikenal memiliki
aktivitas biologis sebagai pengusir serangga
dan dapat mengobati peradangan (Yamahara
1988; Moon
2010-. Pengujian
aktivitas biologi dari kedua hal tersebut dapat
diujicobakan untuk penelitian lebih lanjut.
C
A
B
Gambar 7 Kurva % inhibisi vs konsentrasi
jahe panen pagi (A), panen sore
(B), dan vitamin C (C)
SIMPULAN DAN SARAN
Gambar 6
! sinthesis seskuiterpen
(Sallaud
2009)
Simpulan
Metabolisme
α5zingiberen
pada
jahe
12
merah terpengaruh oleh adanya sinar
matahari. Jahe merah yang dipanen sore hari
mengandung minyak atsiri dengan komposisi
senyawa α5zingiberen yang lebih tinggi dari
jahe merah yang dipanen pada pagi hari.
Komponen utama dari minyak atsiri jahe
merah adalah kampfen, cineol, citral, 2,65
oktadienol, benzen, β5sesquiphellandren dan
α5zingiberen. Aktivitas antioksidan jahe
merah yang dipanen sore dan pagi tergolong
rendah dan besar aktivitas antioksidan jahe
merah yang dipanen sore dan pagi tidak
berbeda signifikan.
Saran
Penggunaan sampel jahe merah yang telah
dikeringkan
dapat
dilakukan
untuk
menurunkan waktu ekstraksi. Separasi
senyawa dalam minyak atsiri jahe merah
dengan GCMS dapat dioptimalkan dengan
penambahan waktu
instrument GCMS.
Penggunaan basis data terbaru dapat
membantu
mengidentifikasi
beberapa
senyawa dalam rimpang jahe merah yang
belum
teridentifikasi
secara
spesifik.
Penentuan aktivitas antioksidan rimpang jahe
merah panen pagi dan panen sore secara
perlu
dilakukan
untuk
membandingkannya dengan hasil percobaan
yang telah dilakukan secara
.
DAFTAR PUSTAKA
Anasori P, Asghari G. 2008. Effects of light
and differentiation on gingerol and
zingiberene production in callus culture
of
Rosc. " 3:59563.
Arnaudon H. 2002. . +
$
"
. Kathmandu: MEDEP.
Azlina N. 2005. Study on important
parameters affecting the hydro5destilation
for ginger oil production [tesis]. Johor:
Faculty of Chemical and Natural
Resources
Engineering,
Universiti
Teknologi Malaysia.
Bagchi M
. 1999. Acute and chronic
stress5induced oxidative gastrointestinal
injury in rats and the protective ability of
a novel grape seed proanthocyanidin
extract. (
19:11895
1199.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2009.
Screening antiacne potency of Indonesian
medicinal plants: antibacterial, lipase
inhibition, and antioxidant activities. /
0
"
55:2305235.
Briceno D, Eberhard W, Shelly T. 2007. Male
courtship behavior in
(Diptera: Tephritidae) that have rec
MERAH (
var. Rubrum) YANG
DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA
HERDITYO HARYO PUTRO
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
HERDITYO HARYO PUTRO. Profil Metabolit Volatil Rimpang Jahe Merah
(
var. Rubrum) yang Dipanen pada Waktu Berbeda. Dibimbing
oleh EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH dan MOHAMAD RAFI.
Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap metabolisme sekunder jahe
merah belum dipahami dengan baik. Profil metabolit dapat digunakan untuk
mempelajari pengaruh tersebut. Profil senyawa volatil dalam minyak atsiri jahe
merah dengan waktu panen yang berbeda, yaitu waktu panen pagi dan sore hari
telah diujikan. Secara keseluruhan terdapat 47 senyawa volatil yang terdeteksi
pada instrumen GCMS. Komponen utama yang teridentifikasi dari kedua waktu
panen ialah kampfen, cineol, z5citral, 2,65oktadienol, benzen, dan α5zingiberen.
Pengujian aktivitas antioksidan secara
telah diteliti dengan menggunakan
assay DPPH. Pengujian assay DPPH dengan asam askorbat digunakan sebagai
kontrol positif. Minyak atsiri yang diujikan dengan assay DPPH menunjukkan
adanya inhibisi terhadap radikal DPPH, akan tetapi persentase inhibisi tergolong
rendah dan tidak cukup bukti untuk menyatakan jahe merah sebagai sumber
antioksidan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada inhibisi DPPH dari kedua
sampel, akan tetapi terdapat perbedaan pada komposisi senyawa volatil minyak
atsiri jahe merah. Senyawa α5zingiberene menunjukkan perbedaan kuantitas yang
signifikan pada waktu panen yang berbeda pada uji5t dengan α=0,05. Kuantitas
senyawa α5zingiberene lebih besar pada waktu pemanenan sore.
ABSTRACT
HERDITYO HARYO PUTRO. Volatile Metabolite Profiling of Red Ginger
(
Var. Rubrum) Rhizome with Different Harvesting Time.
Under the direction of EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH and MOHAMAD
RAFI.
The effect of sunlight intensity to red ginger secondary metabolite has not
been known properly. Metabolic profiling can be used to study the correlation
between sunlight intensity and secondary metabolite. The profile of volatile
metabolite substances from different harvesting time had been examined. Samples
of red ginger were harvested in the morning and afternoon. Around 47 volatile
substances has been detected using GCMS instrument. Major component that
were identified from both harvesting time are camphene, cineol, z5citral, 2,65
octadienol, benzene and α5zingiberene. Antioxidant activity was carried out using
DPPH assay. Ascorbic acid was employed as positive control. Essential oil of red
ginger was tested using DPPH assay and showed inhibition activities against
DPPH radical, nevertheless the inhibition percentage was low and there is not
enough prove to show red ginger essential oil have potential as a source of
antioxidant. There was no significant difference in radical inhibition activities
between both essential oil samples. There was however, a difference in the
composition of the volatile component from red ginger essential oil. α5zingiberene
compound had showed a significant difference in quantity at different harvesting
time under the confirmation of t5test with α=0,05. The quantity of α5zingiberene
was higher in afternoon harvesting time.
PROFIL METABOLIT VOLATIL RIMPANG JAHE
MERAH (
var. Rubrum) YANG
DIPANEN PADA WAKTU BERBEDA
HERDITYO HARYO PUTRO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokima
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
!
"
"$
#
#
%&'()*++*
, .
/0
,
1
/ /-
/
.
2
-
/$
.
4
2
-
/2
!
/ 3
/
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya yang telah diberikan, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang penulis pilih adalah mengenai profil minyak atsiri jahe merah (
) dengan menggunakan instrumen GC/MS, serta melihat
salah satu aktivitas biologis dari minyak atsiri tersebut, yaitu aktivitas
antioksidannya. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 4 bulan dan
dilaksanakan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB), Bogor, Jawa Barat, di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat dan di
Pusat Laboratorium Forensik (PUSLABFOR), Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Drs. Edy Djauhari Purwakusumah
M.Si sebagai pembimbing utama, Mohamad Rafi S.Si.,M.Si sebagai pembimbing
kedua dalam penelitian ini serta tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
Herry S.Si, M.Si.. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada bapak dan ibuku
tercinta, Staf laboratorium, laboran dan teman5teman yang telah memberi
masukan dan semangatnya dalam laporan penelitian ini. Terima kasih atas doa dan
dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat diterima dan bermanfaat.
Bogor, Desember 2010
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rumah Sakit Bersalin Asih, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, DKI Jakarta pada tanggal 28 Maret 1988 dengan nama lengkap Herdityo
Haryo Putro. Penulis berayahkan Haryo Trenggono dan Ibu Yusi Herniana
Wandaningrum. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis
masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) setelah sebelumnya mengenyam
pendidikan di SMA Labschool Kebayoran. Di IPB, penulis mengambil jurusan
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa pendidikan di IPB, penulis pernah mendapat pengalaman non5
akademis sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa FMIPA5IPB dengan
masa bakti 2008/2009 sebagai anggota komisi eksternal. Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Biokimia Umum tahun ajaran
2009/2010. Masa Praktik lapang penulis diselesaikan di PT. Frisian Flag
Indonesia di Laboratorium
Mikrobiologi. Penulis pernah
mendapatkan penghargaan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS)
ke521 di Semarang dengan meraih juara kedua pada Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) dalam bidang Pengabdian Masyarakat.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe Merah (
var. Rubrum) .........................................
Minyak Atsiri Jahe Merah ........................................................................
...............................................
Profil Metabolit ........................................................................................
Radikal Bebas...........................................................................................
Antioksidan ..............................................................................................
2
2
3
4
5
5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................ 6
Metode .................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan Rimpang Jahe Merah ............................................................. 7
Destilat Rimpang Jahe Merah ................................................................... 8
Profil Kromatogram Minyak Atsiri Jahe Merah ........................................ 8
Perbedaan Profil Kromatogram α5Zingiberen pada Waktu Panen Berbeda 9
Pengaruh Gen pada Metabolisme α5Zingiberen ........................................ 11
Aktivitas Antioksidan ............................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................. 11
Saran ....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................................... 16
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Rimpang jahe merah ................................................................................... 2
2
Instrumen GC/MS ....................................................................................... 4
3
Skema destilasi Stahl ................................................................................. 7
4
Persentase kadar air dan rendemen rimpang jahe merah ............................ 8
5
Profil α5zingiberen pada kromatogram jahe merah panen pagi dan sore ..... 10
6
!
sintesis seskuiterpen (Sallaud
. 2009) ................................... 11
7 Kurva % inhibisi vs konsentrasi jahe panen pagi, sore, dan vitamin C ........ 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Diagram alir penelitian ................................................................................ 17
2
Senyawa total kromatogram GCMS dan contoh perhitungan
3
Perhitungan koreksi kadar air dan uji5t pada rendemen minyak atsiri ........... 21
4
Proses penentuan aktivitas antioksidan dengan
5
Pengukuran aktivitas antioksidan................................................................. 23
t5test.. 18
................ 22
1
PENDAHULUAN
Pencarian akan kecantikan dan kesehatan
telah menjadi obesesi manusia semenjak dulu.
Berbagai macam ramuan, terapi, dan
pengobatan dipercaya dapat mempertahankan
atau meningkatkan kecantikan dan kesehatan
seseorang. Berdirinya pusat kecantikan,
seperti salon dan spa, telah menjadi bagian
dari pencarian tersebut. Keberadaan pusat
kecantikan tersebut merupakan suatu usaha
infusi dari usaha manusia untuk tetap cantik
dan sehat. Tren bisnis kecantikan sedang
berkembang cukup pesat dalam dua dekade
terakhir (Spivack 1998). Beberapa pusat
kecantikan memiliki tren menggabungkan
cara dan pengobatan tradisional dengan alat5
alat modern (Patin
2009).
Salah satu tehnik pengobatan yang lazim
digunakan oleh pusat kecantikan tersebut
adalah aromaterapi (Cooke & Ernst 2000).
Aromaterapi adalah penggunaan konsentrat
minyak atsiri yang diekstrak dari bagian
tumbuhan untuk kebutuhan terapi melawan
atau mencegah terjadinya penyakit (Cooke &
Ernst 2000; Buckle 2001; Halm 2008). Awal
penggunaan aromaterapi di kawasan Timur
Tengah dan India sebatas untuk menghasilkan
aroma yang menyenangkan. Aroma tersebut
disinyalir dapat memberikan suasana kondusif
bagi penyembuhan (Cooke & Ernst 2000).
Salon
dan
pada
umumnya
menggabungkan aromaterapi dengan seni
pijat. Hal tersebut diyakini dapat membantu
menghilangkan stress, menyehatkan kulit,
bahkan menyembuhkan diabetes (Buckle
2001). Minyak atsiri jahe merupakan salah
satu bagian dari pengobatan aromaterapi
(Geiger 2005). Minyak atsiri ini biasanya
digunakan bersama campuran minyak atsiri
lainnya untuk keperluan pijat, yoga, dan spa
(Patin
2009).
Sampai saat ini jahe masih dianggap
sebagai obat universal oleh pengobatan India
dan Cina. Jahe masih menjadi komponen
penting dari sekitar 50% obat5obatan herbal
(Arnaudon 2002). Tumbuhan ini dipercaya
memiliki khasiat sebagai obat antiinflamasi,
nyeri sendi, nyeri otot, tonikum, obat batuk,
dan antioksidan (Ravindran & Babu 2005;
Sari
2006; Stoilova
2007).
Minyak atsiri dari jahe merupakan
komponen yang volatil atau mudah menguap
sehingga cocok digunakan untuk aromaterapi.
Minyak atsiri jahe umumnya digunakan
bersama dengan campuran minyak atsiri
lainnya karena minyak atsiri jahe dipercaya
dapat meningkatkan khasiat obat. Minyak
atsiri jahe dikenal memiliki kemampuan
sebagai afrodisiak, menambah nafsu makan
dan mengobati flu. Briceno (2007)
mengemukakan bahwa aromaterapi pada lalat
buah dapat meningkatkan frekuensi seksnya.
Penelitian terbaru juga menunjukkan beberapa
jenis jahe memiliki kemampuan antioksidan
dalam komponen minyak atsirinya (Bua5in &
Paisooksantivatana 2009).
Dalam produksi senyawa pada tumbuhan,
waktu disinyalir memiliki peran penting.
Loivamaki
(2007) mengungkapkan
bahwa
produksi
senyawa
isopentenil
pirofosfat (IPP) pada tumbuhan
.
dipengaruhi oleh jam biologis yang
terpengaruh oleh adanya cahaya matahari
sehingga tumbuhan
. yang
mendapat paparan sinar matahari lebih lama
akan menghasilkan senyawa IPP yang lebih
banyak. Beberapa turunan dari senyawa IPP
merupakan penyusun dari berbagai komponen
dalam minyak atsiri jahe. Hal tersebut
mengindikasikan
adanya
kemungkinan
perbedaan volume minyak atsiri, komposisi,
dan profil senyawa kimia minyak atsiri jahe
pada waktu pemanenan berbeda, misalnya
pagi dan sore, yang nantinya dapat
mempengaruhi
karakteristik
aktivitas
antioksidan minyak atsiri tersebut.
5
"
(GCMS)
dapat
dipergunakan
untuk
mengetahui profil minyak atsiri. Penggunaan
GCMS ini tepat digunakan pada minyak atsiri
karena karakter minyak ini yang volatil.
Penggunaan GCMS sebagai alat untuk
analisis sidik jari atau
profil
minyak atsiri jahe menunjukkan hasil
menjanjikan (Mahdi
2010). Hasil profil
GCMS tersebut akan dibandingkan dengan
aktivitas antioksidannya sehingga dapat
diperoleh informasi mengenai korelasi
keduanya.
Pengaruh perbedaan waktu panen pagi
dan sore terhadap komposisi kimia minyak
atsiri jahe merah masih belum diketahui.
Selain itu, korelasi komposisi kimia pada
minyak atsiri jahe merah dengan aktivitas
antioksidan minyak atsiri belum diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perbandingan
pola
yang
dihasilkan
kromatogram minyak atisiri jahe merah pada
waktu panen yang berbeda dengan tingkat
aktivitas antioksidannya sehingga dapat
ditentukan korelasi kedua parameter tersebut.
Perbedaan waktu pemanenan dapat
mempengaruhi profil kromatogram minyak
atsiri dari jahe merah dengan lebih tingginya
tingkat senyawa IPP atau turunannya pada
2
tumbuhan jahe yang menerima paparan sinar
matahari lebih lama. Profil kromatogram
tersebut dapat mempengaruhi aktivitas
antioksidan dari jahe merah tersebut.
Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan
informasi mengenai korelasi antara pola dari
profil
kromatogram
dengan
aktivitas
antioksidan minyak atsiri dari jahe merah
pada waktu pemanenan berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Jahe Merah (
var
Rubrum)
Jahe merupakan spesies tumbuhan dengan
klasifikasi : kingdom Plantea, subkingdom
Tracheobionta,
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae,
kelas
Monokotyledonae, sub kelas Commenlinidae,
bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae,
marga Zingiber, dan spesies
(Muhlisah 1999, Duke 2002). Setiap
jenis jahe memiliki perbedaan fungsi yang
sesuai dengan karakteristik masing5masing
varietas. Jahe besar/gajah lebih banyak
digunakan untuk produk makanan dan
minuman. Jahe kecil atau emprit banyak
digunakan sebagai penyedap rasa makanan
dan juga digunakan sebagai bahan baku obat
karena kandungan senyawa kimianya yang
lebih pekat (Herlina
2002). Bagian jahe
yang banyak digunakan adalah rimpangnya
yang berumur antara 9 sampai 11 bulan
(Koeswara 1995).
Jahe merah (
Rubrum) atau jahe emprit memiliki aroma
yang kuat dan rasa yang lebih pedas daripada
jahe lainnya. Rimpang jahe merah (Gambar 1)
memiliki penampilan fisik yang relatif lebih
kecil dibandingkan jenis jahe lainnya (Sari
2006). Pada umumnya, tumbuhan ini
tumbuh dengan ketinggian batang 30–60 cm
tapi dapat juga mencapai 1,25 meter. Jahe
emprit tumbuh tinggi dengan batang semu,
tumbuh tegak, dan tidak bercabang.
Tumbuhan ini merupakan tanaman monokotil
dengan ciri daun tunggal, berbentuk lanset
dan berujung runcing (Guzman & Siemonsma
1999). Tumbuhan ini memiliki mahkota
bunga yang berwarna merah sampai merah
jambu, berbentuk corong dengan panjang 2 –
2.5 cm. Tanaman ini mempunyai buah yang
berbentuk bulat panjang berwarna cokelat
dengan biji berwarna hitam (Ravindran &
Babu 2005).
Jahe merah seperti jahe lainnya diyakini
mempunyai efek melancarkan sirkulasi darah,
antireumatik, antiradang, antimuntah, peluruh
Gambar 1 Rimpang jahe merah
keringat, peluruh dahak ( #
),
antibatuk (
) (Wijayakusuma 2006).
Jahe merah juga memiliki khasiat analgesik
dan antiinflamasi yang baik dengan cara
menghambat biosintesis prostalglandin (Sidik
1997). Han
(2005) menyebutkan bahwa
senyawa aktif pada jahe dapat digunakan
sebagai obat antiobesitas. Senyawa metabolit
sekunder jahe juga diketahui dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen yang merugikan kehidupan manusia
(Nursal 2006).
Beberapa senyawa dalam jahe yang
dianggap potensial sebagai obat yaitu
gingerol, zingeron, dan dehidrozingeron.
Gingerol pada jahe memiliki aktivitas
antiproliferasi, antioksidan, dan memberi efek
pada proses apoptosis (Harliansyah
2007). Gingerol yang terdapat dalam ekstrak
diklorometana jahe juga terbukti mampu
menangkap radikal 1, 15difenil 25pikrilhidrazil
(DPPH) (Matsuda
2004). Senyawa
zingeron dan dehidrozingeron memiliki
aktivitas antioksidasi dan menghambat
tirosinase (Kuo
2005). Berbagai
komponen bioaktif lain dalam ekstrak jahe
seperti shogaol, diarilheptanoid dan curcumin
mempunyai aktivitas antioksidan yang
melebihi tokoferol (Kikuzaki & Nakatani
1993). Ekstrak jahe juga dapat melindungi sel
limfosit tikus maupun manusia dari kerusakan
oksidatif (Khadem5Ansari
2008).
Minyak Atsiri Jahe Merah
Minyak atsiri adalah bagian dari
tumbuhan yang mudah menguap, tidak larut
air, dan secara umum merupakan komponen
yang
menyimpan aroma dari tumbuhan
tersebut. Minyak atsiri juga dikenal sebagai
minyak esensial dan minyak terbang. Minyak
ini umumnya diperoleh melalui proses
destilasi. Minyak atsiri mudah menguap
3
karena memiliki titik uap yang rendah. Hal
tersebut menjadikan minyak atsiri termasuk
kedalam golongan volatil (mudah menguap).
Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun atas
campuran dari berbagai macam senyawa
kimia. Mayoritas senyawa kimia tersebut
merupakan golongan senyawa organik terpena
dan terpenoid (Vernin & Parkanyi 2005).
Secara fitokimia, kandungan jahe merah
umunya dibagi atas komponen volatil dan
non5volatil. Komponen volatil ini biasanya
dikaitkan dengan minyak atsiri, sedangkan
komponen non5volatil dikaitkan dengan
oleoresin. Jahe ini memiliki kandungan
minyak atsiri yang volatil sebesar 153%
(Rukmana 2000, Sari
2006). Menurut
Nurliana
(2008) kandungan minyak
atsiri pada jahe umumnya didominasi oleh
senyawa citral pada jahe merah dengan umur
8 bulan ke atas, sedangkan pada umur di
bawah 8 bulan minyak atsiri jahe merah
didominasi oleh senyawa geranil asetat.
Minyak atsiri jahe merah juga mengandung
zingiberin,
β5sesquihelladrin,
bisabolin,
kurkumin, cineol, dan citral (Pino
2004).
Kandungan senyawa kimia non5volatil dalam
jahe merah didominasi oleh gingerol dan
shogaol (Vernin & Parkanyi 2005).
Gas Chromatography/Mass Spectroscopy
"
(GCMS) merupakan gabungan dari dua jenis
instrumen, yaitu kromatografi gas dan
spektroskopi massa. Kombinasi kedua alat ini
biasanya digunakan untuk identifikasi dan
kuantifikasi dari senyawa organik volatil atau
semi volatil dalam campuran yang kompleks
(Gohlke & McLafferty 1993; Kitson
1996; Hites 1997). Kromatografi gas atau
(GC)
memberikan
kemampuan untuk separasi senyawa volatil
dan semi volatil dengan resolusi yang tinggi
(Fowlin 1995). Spektroskopi massa (MS) di
lain pihak memberikan kemampuan untuk
mengidentifikasikan
dan
memberikan
informasi mengenai struktur senyawa (Kitson
1996; Hites 1997).
Kromatografi
gas
adalah
teknik
kromatografi yang bisa digunakan untuk
memisahkan senyawa organik yang mudah
menguap. Kromatografi gas pada prinsipnya
sama dengan kromatografi kolom, HPLC, dan
TLC (Fowlin 1995). Instrumen ini
menggunakan kolom seperti kromatografi
kolom
dan
HPLC,
serta umumnya
menggunakan mikroinjeksi seperti HPLC
sehingga hanya dibutuhkan sedikit sampel
untuk analisis. Perbedaan utama GC dengan
instrument kromatografi lainnya adalah
adanya oven pengatur suhu (Fowlin 1995).
Pengaturan suhu tersebut memungkinkan GC
untuk memisahkan komponen dari campuran
berdasarkan titik didih (atau tekanan uap)
sehingga mirip dengan prinsip penyulingan.
Senyawa5senyawa yang dapat ditetapkan
dengan kromatografi gas sangat banyak,
namun ada batasan yang dapat ditentukan
oleh instrument ini. Senyawa5senyawa
tersebut harus mudah menguap dan stabil
pada temperatur pengujian, utamanya dari 50
– 300°C (Fowlin 1995). Senyawa yang tidak
mudah menguap atau tidak stabil pada
temperatur pengujian, dapat diproses secara
derivatisasi menjadi komponen yang volatil
agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas
(Fowlin 1995; Kitson
1996).
Kromatografi gas menggunakan fase
gerak atau
berupa
gas.
Umumnya gas yang digunakan merupakan
gas murni seperti helium yang tidak reaktif,
akan tetapi gas hidrogen dan nitrogen juga
terkadang dapat digunakan (Kitson
1996). Fase diam atau
pada
instrumen ini merupakan bagian permukaan,
dapat berupa lapisan cair atau polimer, yang
dapat mendukung sirkulasi gas murni di
dalamnya. Fase diam ini dapat bekerja
menjerap senyawa5senyawa yang diinginkan
karena molekul dapat berkondensasi pada fase
diam, molekul larut pada fase diam, atau
molekul tetap menjadi gas (Fowlin 1995;
Kitson
1996). Fase diam umumnya
ditunjang pada permukaan tanah diatom
(tanah/batu yang sangat berpori) dan
dibungkus oleh tabung kaca atau logam.
Komponen tersebut lazim disebut kolom
(Kitson
1996; Hites 1997). Kolom ini
merupakan ”jantung” atau pusat dari GC
karena pada bagian kolom ini pemisahan
terjadi (Fowlin 1995).
Penafsiran hasil dari GC ditentukan
melalui waktu retensi. Waktu retensi
merupakan waktu yang digunakan oleh
senyawa tertentu untuk bergerak melalui
kolom sampai ke detektor (Fowlin 1995).
Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat
sampel diinjeksikan pada titik dimana
tampilan
menunjukkan
tinggi
puncak
maksimum untuk senyawa itu. Setiap
senyawa memiliki waktu retensi yang
berbeda.
Waktu retensi setiap senyawa sangat
bervariasi dan bergantung pada titik didih
senyawa, kelarutan dalam fase diam, dan
temperatur kolom (Fowlin 1995). Titik didih
4
mempengaruhi waktu retensi karena senyawa
yang mendidih pada temperatur yang lebih
tinggi daripada temperatur kolom akan
menghabiskan hampir seluruh waktunya
untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal
kolom sehingga titik didih yang tinggi akan
memiliki waktu retensi yang lama. Kelarutan
dalam fase diam berpengaruh waktu retensi
karena senyawa yang lebih mudah larut dalam
fase diam akan mempunyai waktu yang lebih
singkat untuk dibawa oleh gas pembawa
sehingga senyawa dengan kelarutan yang
tinggi dalam fase diam memiliki waktu retensi
yang lama. Terakhir, temperatur kolom
mempengaruhi waktu retensi dikarenakan
oleh pergerakan molekul meningkat sejalan
dengan peningkatan suhu kolom dalam fase
gas. Hal ini akan mempersingkat waktu
retensi bagi seluruh sampel yang diinjeksikan
(Fowlin 1995).
Waktu retensi ini akan kemudian menjadi
puncak atau
$ pada kromatogram.
Kromatogram terdiri dari aksis waktu dan
ordinat kelimpahan (Kitson
1996).
Penafsiran hasil kemudian dilanjutkan setelah
kromatogram didapatkan.
Spektroskopi
massa
adalah
suatu
instrument yang dapat menyeleksi molekul5
molekul gas bermuatan berdasarkan massa
atau beratnya. Teknik ini tidak mencerminkan
metode spekstroskopi pada umumnya.
Pemilihan nama spektroskopi disebabkan oleh
persamaan fungsinya dalam mencatat berkas
sinar dan spektrum garis optik (Kitson
1996). Spektrum massa diperoleh dengan
mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion5
ion yang bergerak cepat yang kemudian
dipisahkan berdasarkan perbandingan massa
terhadap muatan (Kitson
1996).
Spektrometer massa dapat digunakan
sendiri atau ditandemkan dengan instrument
lainnya, seperti GC. Spektrometer massa
sendiri dapat
digunakan untuk analisis
kuantitatif suatu campuran senyawa5senyawa
yang dekat hubungannya (Kitson
1996).
Analisis dengan instrumen ini juga dapat
dipergunakan untuk menganalisis senyawa
campuran, baik senyawa organik ataupun
anorganik yang bertekanan uap rendah.
Instrumen ini akan menghasilkan berkas
ion dari suatu zat uji. Berkas tersebut
kemudian dipilah dan dikelompokkan menjadi
spektum5spektrum yang akan sesuai dengan
perbandingan massa terhadap muatan serta
merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion
yang ada. Secara umum, hanya ion positif
yang dapat dipelajari karena ion negatif yang
Gambar 2 Instrumen GCMS
dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya
kecil sehingga dapat diabaikan (Kitson
1996).
Beberapa instrumen menunjang kerja
sistem GCMS (Gambar 2) sehingga dapat
digunakan secara tandem. Pertama adalah
interfase GCMS yang merupakan suatu alat
yang dapat mentransport eluen dari GC ke
MS. Alat ini menjaga agar eluen tidak
terkondensasi atau terdekomposisi dalam
perjalanannya ke MS. Kedua, merupakan
detektor. Kehadiran detektor ini akan
memberikan hasil final dari keseluruhan
proses injeksi ke GCMS. Detektor yang
umum digunakan adalah detektor %
atau
"
&
(MSD) (Kitson
1996). Terakhir, adanya
metode pengionan. Metode pengionan ini
umumnya dilakukan dengan '
atau pengionan secara kimiawi (Kitson
1996).
Profil Metabolit
Membandingkan
profil
metabolit
merupakan bagian dari analisis metabolisme
yang berusaha untuk memperoleh profil dari
hasil metabolisme suatu sel atau jaringan.
Profil metabolit merupakan bagian penting
dari kajian metabolomik dan metabonomik.
Pemrofilan biasanya dilakukan pada cairan
tubuh seperti darah, urin, dan air liur.
Pembuatan profil metabolit umumnya
ditunjang oleh instrumen spektrofotometer
massa atau oleh (
(NMR) (Harrigan & Goodacre 2003).
Konsep mengenai adanya profil metabolik
dari tiap individu pertama kali diperkenalkan
oleh Roger Williams pada akhir 1940an.
Williams
merupakan
perintis
dalam
penggunaan kromatografi kertas pada urin dan
air liur individu normal dengan penderita
)
. untuk melihat perbedaan pola
karakteristik metabolisme dari keduanya.
5
Data yang diperoleh saat itu masih merupakan
data kualitatif (Gates & Sweeley 1978). Baru
pada awal 1970, data kuantitatif
profil
metabolit diperoleh. Greef dan Smilde (2005)
menyatakan bahwa istilah pemrofilan
metabolit pertama kali digunakan pada 1971
oleh Horning dan rekannya untuk melaporkan
keberhasilannya dalam menggunakan GCMS
untuk memperoleh profil data kuantitatif
metabolit dari urin dan jaringan tubuh
manusia.
Penggunaan profil metabolit saat ini
digunakan diberbagai bidang. Bidang ilmu
toksikologi dapat mengaplikasikan profil
metabolit untuk mendeteksi perubahan
fisiologis, dengan melihat profil metabolitnya,
karena masuknya toksin atau senyawa kimia
ke dalam tubuh (Robertson 2005). Bidang
ilmu genomik fungsional juga menggunakan
profil
metabolomik.
Profil
metabolit
digunakan sebagai alat pembanding untuk
melihat perubahan fenotip yang disebabkan
oleh manipulasi gen. Hal ini biasa dilakukan
untuk mendeteksi perubahan metabolisme
pada tanaman yang telah dimodifikasi secara
genetik (Saghatelian
. 2004).
Radikal Bebas
Pentingnya antioksidan dalam diet
manusia dikarenakan ancaman radikal bebas.
Radikal bebas merupakan molekul yang
kehilangan elektron sehingga molekul
tersebut menjadi tidak stabil dan sangat
reaktif. Kondisi tersebut mengakibatkan
molekul ini dapat mengambil elektron dari
molekul lainnya (Seis 1997). Radikal bebas
sesungguhnya dibutuhkan oleh tubuh untuk
metabolisme (Jain
2008). Proses
metabolisme beberapa biomolekul seperti
lipid dan protein dapat menghasilkan radikal
bebas (Seis 1997). Radikal bebas yang
dihasilkan dapat berupa ion hidroksil,
hidrogen peroksida, superoksida, dan lain
sebagainya (Seis 1997). Selain karena proses
metabolisme tubuh, radikal bebas juga dapat
berasal dari luar tubuh karena polusi,
pemaparan sinar ultra violet (UV), dan bahan
aditif makanan.
Mekanisme pembentukan radikal bebas
secara umum dibagi menjadi 3 tahapan. Tahap
pertama adalah tahap inisiasi atau tahap
pembentukan awal radikal bebas yang terjadi
karena molekul stabil terpapar oleh molekul
yang reaktif seperti radikal hidroksil. Kedua,
tahap propagasi atau tahap terjadinya reaksi
berantai yang menyebabkan terbentuknya
radikal5radikal bebas lainnya oleh karena
molekul yang terinisiasi tadi. Tahap terakhir
adalah terminasi. Pada tahap ini terjadi
penggabungan dua radikal bebas sehingga
terbentuk molekul yang stabil dan tidak
reaktif (Sunarti
2008). Mekanisme
reaksinya sebagai berikut:
Inisiasi:
RH + OH ———> H2O + R*
Propagasi:
R* + O2 ——> ROO* + RH —
—> ROOH + R*
Terminasi:
ROO* + ROO* ——> ROOR + O2
ROO* + R* ——> ROOR
R* + R* ——> RR
Antioksidan
Antioksidan diartikan sebagai zat yang
dapat menghambat / memperlambat proses
oksidasi (Seis 1997; Suhartono
2005).
Antioksidan bekerja secara kimia dengan
menyumbangkan satu atau lebih elektron
kepada radikal bebas, sehingga proses
oksidasi dapat diredam (Seis 1997).
Antioksidan tersebut dapat diperoleh dari
makanan secara alami atau melalui suplemen
antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha &
Soedibyo 1999). Secara alami, antioksidan
dapat diperoleh dari berbagai rempah5rempah,
buah5buahan, dan sayur (Subramaniam
2003).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan
dapat dianggap sebagai antioksidan eksogen
karena diperoleh tubuh dari luar. Bentuk
umum dari antioksidan ini adalah senyawa
fenolik atau polifenolik yang terdapat pada
buah, biji, dan daun tumbuhan (Selmi &
Sadok 2008). Senyawa fenolik tersebut dapat
berbentuk vitamin atau senyawa fitokimia
lainnya (Hasler 1998; Subramaniam
2003). Vitamin E (α5tokoferol) merupakan
salah satu senyawa fenolik dalam bentuk
vitamin. Senyawa ini berguna sebagai
antioksidan utama pada jaringan adiposa
manusia karena dapat menghambat radikal
bebas lipid peroksida (Sies
1992;
Sunarti
2008). Vitamin C sudah sangat
dikenal oleh masyarakat luas dalam
menangkal radikal bebas (Kohnhorst 1996).
Golongan flavonoid merupakan salah satu
senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas
antioksidan (Bagchi
1999). Isoflavon,
sejenis golongan flavonoid yang telah
dipelajari
secara
intensif
kemampuan
antioksidannya (Kohnhorst 1996).
6
Tubuh
manusia
juga
membentuk
antioksidan. Antioksidan ini sering disebut
antioksidan endogen. Antioksidan ini terdapat
dalam bentuk enzim, bilirubin, senyawa5
senyawa tiol, NADH dan NADPH, asam urat,
dan ubikuinon (Percival 1998). Antioksidan
tubuh ini perlu ditunjang oleh asupan
mikronutrien berupa selenium, zink, mangan,
besi dan mineral kelumit lainnya untuk
bekerja secara optimum. Beberapa penelitian
sebelumnya, menunjukkan kemampuan tubuh
berkurang dalam menyerap mikronutrien
seiring dengan proses penuaan (Percival
1998). Hal ini menunjukkan ketergantungan
manusia yang tinggi terhadap asupan
antioksidan eksogen pada usia lanjut.
Antioksidan sintetis dapat juga digunakan
untuk menangkal radikal bebas. Beberapa
contoh
antioksidan
sintetik
adalah
#
(BHT),
#
(BHA), dan
*
# %
(TBHQ) (Rohman & Riyanto
2005). Senyawa BHA dan BHT dianggap
sangat efektif dalam menghambat radikal
bebas (Komayaharti & Paryanti 2009).
Rohman & Riyanto (2005) menyatakan
bahwa keefektifan tersebut diikuti oleh
meningkatnya karsinogenitas. Resiko yang
harus ditanggung dengan penggunaan
antioksidan sintetis membuat masyarakat
beralih ke antioksidan alami (Rohman &
Riyanto 2005; Komayaharti & Paryanti 2009).
Terdapat beberapa metode untuk pengujian
aktivitas antioksidan. Secara umum uji
aktivitas antioksidan secara
atau
diluar sel dibagi menjadi dua, yaitu dengan
assay kimia atau
*
(Honsel
2008). Pengujian dengan assay kimia dapat
dilakukan hanya dengan mereaksikan substrat
dengan assay, sedangkan pengujian dengan
*
memerlukan tambahan sel kedalam
campuran assay dan substrat. Pengujian
dengan
*
lebih relevan secara
biologis dibandingkan pengujian dengan
assay kimia saja (Honsel
2008). Contoh
metode
*
untuk penentuan aktivitas
antioksidan adalah metode CAP5e dan ROS
PMN (Honsel
2008).
Pengujian dengan menggunakan DPPH
(1,1 Diphenyl525picrylhidrazyl) termasuk
pengujian dengan assay kimia. Metode DPPH
merupakan metode yang sederhana dan dapat
memberikan informasi reaktivitas senyawa
yang diuji dengan suatu radikal stabil. Metode
uji ini memberikan serapan kuat pada panjang
gelombang 518 nm menurut Stoilova
(2007) atau pada 517 nm menurut Veeru
(2009).
Penangkap
radikal
bebas
menyebabkan elektron menjadi berpasangan
yang kemudian menyebabkan penghilangan
warna yang sebanding dengan jumlah elektron
yang diambil (Kuncahyo & Sunardi 2007).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan5bahan yang digunakan adalah
rimpang jahe merah segar dengan waktu
pemanenan pagi hari, jahe merah segar
dengan waktu pemanenan sore hari metanol,
etanol 96%, serbuk DPPH, vitamin C (asam
askorbat), DMSO, dan akuades.
Alat5alat yang dignakan di antaranya
peralatan gelas, pipet Mohr, pipet volumetrik,
pipet mikro, pisau, labu erlemeyer, neraca
analitik, destilator, kertas saring Whatman
No.45,
,
, GCMS.
Perangkat lunak yang digunakan adalah
Microsoft Excel.
Metode
Penelitian ini diawali dengan preparasi
bahan baku dan proses destilasi untuk
mendapatkan minyak atsirinya. Kemudian
minyak atsiri dianalisis dengan perangkat GC
MS dan diuji aktivitas antioksidannya
(Lampiran 1).
Preparasi Bahan Baku
Rimpang jahe merah dengan waktu
pemanenan pagi dan sore disiapkan. Setelah
itu, rimpang dikupas lalu dicuci hingga bersih
kemudian diiris dengan ketebalan ± 456 mm.
Sebanyak 1005200 g jahe merah segar yang
telah diiris kemudian ditumbuk secara kasar.
Sampel dari kedua cara pemanenan langsung
didestilasi dengan menggunakan metode
hidrodestilasi.
Destilasi Minyak Atsiri Jahe
Proses destilasi atau penyulingan minyak
atsiri jahe dilakukan secara hidrodestilasi uap
(Ravindran & Babu 2005). Instrumen destilasi
akan menggunakan prinsip destilasi Stahl.
Gambar 3 menunjukkan skema destilasi yang
digunakan. Pelarut yang digunakan adalah
pelarut air. Sebanyak kurang lebih 1005200 g
jahe merah yang telah diiris dan ditumbuk
halus dimasukan dalam destilator, kemudian
ditambahkan ± 1,75 ℓ akuades. proses
destilasi dengan uap air dilakukan dengan
temperatur antara 100 oC sampai tidak lebih
dari 121 oC (Azlina 2005). Waktu ekstraksi
ekstraksi minyak atsiri jahe adalah sekitar 6
7
jam (Azlina 2005). Hasil destilasi kemudian
disaring dengan kertas saring. Sampel
kemudian di pisahkan menjadi dua bagian,
yaitu sampel rimpang jahe merah panen pagi
dan sampel rimpang jahe merah panen sore.
Masing5masing kelompok kemudian dibagi
menjadi tiga
yang bertindak sebagai
ulangan dalam percobaan.
3
2
5
4
1
Gambar 3 Skema destilasi Stahl, Keterangan:
(1) penangas air, (2) destilator, (3)
kondensor, (4) tabung fraksi minyak
atsiri, dan (5) tabung fraksi air
(Cerpa
2008)
Analisis Minyak Atsiri dengan GCMS
Analisis minyak atsiri dengan GCMS akan
dilakukan dengan instrumentasi GCMS.
Kolom yang digunakan adalah kolom HP5
5MS (5% fenil metil siloksan) dengan
dimensi (30 x 250 Um x 0,25 Um) dan
berupa gas helium (Sukari
2008; Mahdi
2010). Temperature oven yang
digunakan antara 1005250 oC dengan laju
perubahan suhu 5 oC menit51 dengan
satu menit bagi tiap tingkatan temperatur
dan dengan suhu meningkat secara bertahap
sampai pada
selama 10 menit.
Deteksi pada spektroskopi massa akan
dilakukan dengan detektor '
+
&
(EID) pada tegangan 70 eV (Mahdi
2010). Data yang diperoleh dari GCMS
akan kemudian dibandingkan dan ditelaah
dengan basis data spektral Wiley atau Wiley
7n. 1 (Sukari
2008; Mahdi
2010).
Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri
Uji aktivitas antioksidan dan persiapan
assay dilaksanakan sesuai dengan Batubara
(2009) (Lampiran 4). Disiapkan larutan
DPPH dalam ethanol dengan konsentrasi 0.3
mM, larutan disiapkan segar dan disimpan
dalam ruang gelap pada suhu 4oC. Sebanyak
300 VL larutan DPPH ditambahkan ke dalam
ekstrak sampel dengan beberapa konsentrasi
(1,6516,66 Vg/ml) (Batubara
2009).
Campuran tersebut kemudian dikocok sampai
merata. Larutan tersebut didiamkan selama 30
menit,
kemudian
diukur
secara
spektrofotometri pada panjang gelombang
517 nm. Blanko yang digunakan adalah
campuran larutan DPPH dan etanol 96%
tanpa sampel. Dilakukan juga pengujian
aktivitas antioksidan asam askorbat (Vitamin
C) sebagai pembanding karena Vitamin C
merupakan antioksidan yang telah digunakan
secara umum. Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan triplo. Aktivitas antioksidan diukur
dalam satuan persen (%) inhibisi. Perhitungan
(%) inhibisi berdasarkan Yen & Duh (1994)
dihitung mengikuti persamaan :
(%) inhibisi =
[(ABlanko – Asampel) / ABlanko] x100
Keterangan:
ABlanko: Nilai absorban dari blanko
Asampel : Nilai absorban dari sampel
Analisis Statistik
Pengolahan data dari hasil kromatogram
dilakukan dengan Uji5t, tingkat kepercayaan
95%, tidak berpasangan dengan satu peubah,
yaitu waktu pemanenan. Data hasil
kromatogram diambil dari dua sampel dengan
tiga ulangan. Hasil analisis Uji5t dapat
menentukan perbedaan komposisi minyak
atsiri secara statistik. Perlakuan waktu
pemanenan memberikan hasil yang berbeda
nyata apabila t " lebih besar t
.
Pengolahan data dari uji aktivitas
antioksidan dilakukan dengan komparasi
persen inhibisi terhadap konsentrasi. Data
absorban dirata5rata dan dikonversi ke persen
inhibisi. Data akan diolah dengan analisis
regresi logaritmik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanenan Rimpang Jahe Merah
Jahe merah yang digunakan sebagai
sampel diperoleh dari daerah Cihideung,
kecamatan Batu tulis, Bogor Barat, Bogor,
Jawa Barat. Jahe merah yang dipanen berusia
10 bulan dengan kuantitas sekitar tiga
kilogram. Sampel jahe merah yang dipanen
sore diambil sekitar pukul 15.00 pada tanggal
30 mei 2010, dengan kondisi cuaca
mendung/berawan dengan berat 1,5 kg.
Sampel jahe merah yang dipanen pagi diambil
sekitar pukul 8.00 pada tanggal 31 mei 2010,
dengan kondisi cuaca cerah dengan kuantitas
1,5 kg. Kedua sampel ini dibagi manjadi tiga
ulangan dengan ukuran tiap ulangannya ±200
g dan kemudian dimasukan ke dalam lemari
pendingin dengan suhu 054 oC sampai waktu
destilasi tiba. Penyimpanan sampel pada suhu
tersebut dilakukan untuk meniadakan atau
8
mengurangi efek perubahan metabolisme.
dengan nilai t "
0,026.
Destilat Rimpang Jahe Merah
Sampel jahe yang dipanen pada pagi hari
dan sore hari dikeluarkan dari lemari
pendingin dan dilakukan
!
pada sampel
selama kurang lebih 10515 menit. Ukuran
permukaan sampel tersebut kemudian
dihaluskan dengan bantuan mortar dan
lumpang sampai cukup halus. Hal ini
dilakukan
untuk
memperbesar
luas
permukaan sampel yang akan berinteraksi
dengan air pada proses destilasi. Metode
destilasi yang digunakan adalah metode
hidrodestilasi atau destilasi air.
Suhu yang digunakan saat destilasi berkisar
antara 1005120 oC. Hasil dari proses destilasi
dapat
ditunjukkan
oleh
Gambar
4.
Berdasarkan perhitungan (Lampiran 3)
diperoleh nilai rendemen pada jahe merah
panen sore sebesar 2.52% dan diperoleh nilai
rendemen pada jahe merah panen pagi sebesar
2.26%. Nilai ini menunjukkan hasil rendemen
yang cukup baik mengingat sampel dalam
keadaan segar dan kandungan minyak atsiri
jahe merah hanya sekitar 153% (Rukmana
2000, Sari
2006). Rendemen minyak
atsiri jahe merah menunjukkan rendemen
yang lebih baik ketimbang minyak atsiri dari
varian jahe gajah. Sultan
. (2005)
melaporkan
minyak atsiri varian jahe
gajah yang telah dikeringkan hanya mencapai
151,5%.
Hasil uji5t, dengan tingkat kepercayaan
95%, nilai rendemen dari kedua perlakuan
tidak berbeda nyata dengan nilai t 0,489.
Persentase (%) kadar air dari kedua juga
menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan.
Kadar air kedua sampel berkisar antara 85%
Profil Kromatogram Minyak Atsiri Jahe
Merah
Hasil kromatogram (Lampiran 2)
memperlihatkan bahwa minyak atsiri dari
jahe merah memiliki 26530 senyawa. Sampel
yang dipanen di sore hari menunjukkan
adanya variasi dalam komposisi senyawa
kimia yang terdeteksi dalam minyak atsiri
tersebut. Satu buah sampel memiliki 27
senyawa dan dua buah sampel menunjukkan
ada 30 senyawa kimia yang terdeteksi di
dalamnya. Minyak atsiri dari jahe merah yang
dipanen di pagi hari juga menunjukkan hal
yang sama, dengan dua buah sampel memiliki
26 senyawa yang terdeteksi dan satu buah
sampel terdeteksi dengan 28 senyawa.
Keseluruhan senyawa volatil yang terdeteksi
oleh GCMS adalah 47 senyawa. Hasil
kromatogram yang didapat menunjukkan
proses separasi yang cukup baik, akan tetapi
belum optimal. Sukari
(2008)
melaporkan sekitar 34 senyawa kimia
terdapat dalam minyak atsiri satu jahe merah.
Perbedaan dalam jumlah senyawa yang
terdeteksi dapat juga disebabkan oleh
perbedaan cara pemilihan sampel dari kedua
metode penelitian. Penelitian ini menentukan
umur yang sama pada setiap sampelnya, yaitu
pada umur 10 bulan sedangkan pada
penelitian Sukari
. (2008) sampel diambil
secara acak dari pasar tanpa membedakan
umur rimpang. Perbedaan umur dalam
hitungan bulan pada rimpang jahe merah
dapat mengubah profil dari komposisi minyak
atsiri rimpang jahe merah, sebagaimana yang
telah dilaporkan Nurliana
(2008).
Keseluruhan senyawa yang teridentifikasi
kemudian disortir berdasarkan persen
Gambar 4 Persentase kadar air dan rendemen minyak atsiri rimpang jahe merah
9
kelimpahan
(%)
senyawa
terhadap
keseluruhan senyawa dan dilihat kualitas
identifikasinya. Beberapa senyawa utama
( ,
) yang terdapat dalam
sampel kedua jahe merah adalah senyawa
kamfen (6,158,7%), cineol (4,556,9%), citral
(8,2516,7%),
2,65oktadienol
(5,4512%),
benzen (6 %), α5zingiberen (7,6512,5%), dan
β5sesquiphellandren
(5,10356,521%).
Senyawa utama dapat didefinisikan sebagai
senyawa yang terdeteksi pada kromatogram
GCMS dengan persen kuantitas diatas 5%
dari keseluruhan minyak atsiri (Herebian
2009). Tujuh senyawa ini terdapat pada
seluruh sampel dan memiliki persen
kelimpahan yang besar dibanding senyawa
lain yang terdeteksi.
Keberadaan senyawa utama yang
terdeteksi dapat menjadi profil dari
kromatogram minyak atsiri jahe merah pada
umur 10 bulan, sehingga membedakan jahe
merah pada umur 10 bulan dengan jahe merah
pada umur lain. Dalam menentukan
perbedaan profil minyak atsiri jahe merah
panen pagi dan sore perlu dilakukan
pengujian statistik karena senyawa utama dari
kedua sampel sama. Pengujian secara statistik
difokuskan
pada
perbedaan
rata5rata
komposisi senyawa utama jahe merah pada
kedua waktu panen. Hasil uji5t pada rataan
persen kelimpahan senyawa utama pada
sampel minyak atsiri rimpang jahe merah
yang dipanen pagi dan sore dapat dilihat pada
Tabel 1. Perbedaan persen kelimpahan
menunjukkan profil yang berbeda antara
sampel jahe merah yang dipanen pagi dan
sore hari.
Hasil dari uji5t menunjukkan bahwa
senyawa α5zingiberen berbeda secara statistik
kuantitasnya antara sampel jahe merah yang
dipanen pada pagi hari dengan yang dipanen
pada sore hari dengan nilai t "
5,705.
Senyawa lainnya tidak menunjukkan beda
signifikan
secara
statistik.
Perbedaan
kuantitas senyawa tersebut dapat menjadi
faktor yang membedakan profil kromatogram
dari metabolisme jahe merah di siang dan di
malam hari.
Perbedaan Profil α8Zingiberen
Profil dari kromatogram (Gambar 5)
menunjukkan adanya puncak senyawa α5
zingiberen antara waktu retensi 11,6035
11,855. Rataan persen kelimpahan α5
zingiberen pada jahe merah yang dipanen
pagi hari adalah 8,086. Rataan persen
kelimpahan pada jahe merah yang dipanen
sore hari adalah 11,000. Hasil uji5t dari kedua
rataan
tersebut
menunjukkan
adanya
perbedaan kuantitas yang konsisten dari
komponen α5zingiberen pada kedua sampel.
Sampel jahe merah yang dipanen pada sore
hari (hasil metabolisme siang hari) memiliki
jumlah senyawa α5zingiberen yang lebih
banyak dibanding sampel jahe merah yang
diambil pada pagi hari (hasil metabolisme
malam hari). Hal ini sejalan dengan yang
dilaporkan oleh Anasori & Asghari (2008)
mengenai produksi senyawa geraniol dan α5
zingiberen yang meningkat oleh karena
pengaruh cahaya matahari. Dalam laporan
tersebut dijelaskan bahwa tumbuhan jahe
yang tidak memperoleh paparan cahaya
matahari, tidak memiliki pita senyawa
zingiberen pada kromatogram kromatografi
lapis tipisnya.
Perbedaan ini juga menunjukkan adanya
kehilangan α5zingiberen pada sampel jahe
merah panen pagi. Sampel jahe panen pagi
diambil 17 jam setelah sampel jahe panen
sore. Hal ini menunjukkan terjadinya
kehilangan α5zingiberen hasil metabolisme 12
jam sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena
senyawa α5zingiberen merupakan senyawa
volatil yang mudah menguap, sehingga
senyawa tersebut dapat menguap pada malam
hari. Penjelasan lain mengenai hilangnya
senyawa tersebut dapat terjadi karena minyak
atsiri tersebut sengaja dikeluarkan ke
lingkungan sebagai pengusir serangga oleh
tumbuhan tersebut. Hal ini sejalan dengan apa
yang telah dilaporkan Yamahara
(1988).
Tabel 1 Senyawa utama dari minyak atsiri rimpang jahe merah umur 10 bulan dan hasil uji5t
Kualitas
rata5rata (% kelimpahan)
Senyawa
Hasil uji5t
Identifikasi Jahe panen pagi
Jahe panen sore
Kampfen
97%
6,788±0,6559
7,741±1,421
tidak signifikan
Cineol
99%
5,592±0,831
5,872±1,247
tidak signifikan
z5citral
97%
11,570±4,480
9,700±1,315
tidak signifikan
2,65oktadienol
91%
7,883±3,579
6,735±1,207
tidak signifikan
benzen
91%
6,870±0,7881
6,546±0,8755
tidak signifikan
α5zingiberen
97%
8,086±0,7742
11,000±1,527
signifikan
β5sesquiphellandren
98%
5,267±0,2686
5,856±0,5896
tidak signifikan
10
α5zingiberen
Kromatogram Jahe Merah Sore
α5zingiberen
Kromatogram Jahe Merah Pagi
Gambar 5 Profil α5zingiberen pada kromatogram jahe merah panen pagi dan panen sore
11
Pengaruh Gen pada Metabolisme α8
Zingiberen
Senyawa
seskuiterpen
α5zingiberen
merupakan senyawa turunan isopren.
Senyawa ini merupakan golongan terpenoid,
seskuiterpen. Seskuiterpen adalah senyawa
terpenoid dengan rantai karbon berjumlah 15
(C15)
Davidovich5Rikanati
2008;Sallaud
2009). jalur metabolisme
seskuiterpen. Secara umum jalur tesebut
dapat dilihat pada Gambar 6. Menurut Sallaud
(2009) sebagian besar seskuiterpen
disintesis dari senyawa prekursor farnesil
difosfat (FPP). Senyawa FPP dapat dihasilkan
dari dua jenis
! , yaitu
!
mevalonat dan deoksixilulosa 55fosfat (DXP).
Kedua
! ini menghasilkan isopentenil
pirofosfat (IPP) dan dimetilalil pirofosfat
(DMAPP) yang merupakan prekursor FPP.
Terdapatnya senyawa α5zingiberen dapat
menjadi petunjuk terdapatnya dua buah gen
pada tumbuhan jahe merah. Kedua gen
tersebut adalah gen penyandi
(ISPS) dan gen penyandi
)
(ZIS). Kedua buah gen
ini dibutuhkan dalam sintesis metabolisme
sekunder α5zingiberene (Loivamaki
.
2007; Davidovich5Rikanati
2008). Gen
ISPS dibutuhkan dalam sintesis IPP dan gen
ZIS dibutuhkan dalam sintesis α5zingiberen.
Loivamaki
. (2007) menunjukkan
pula bahwa aktivitas ISPS dipengaruhi
intensitas cahaya matahari. Makin besar
intensitas cahaya, maka makin tinggi aktivitas
tersebut. Hal ini dapat menjadi penyebab
lebih tingginya produksi α5zingiberen pada
jahe merah yang dipanen sore hari karena
tanaman tersebut terpapar sinar matahari lebih
lama daripada sampel yang dipanen pagi hari.
Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan
dengan mengukur persen inhibisi dari radikal
DPPH. Pengukuran persen inhibisi ini
dilakukan dengan menggunakan
dan
pada panjang
gelombang 517 nm. Gambar 7 menunjukkan
aktivitas antioksidan dari kedua sampel dan
juga aktivitas antioksidan vitamin C yang
merupakan kontrol positif antioksidan.
Aktivitas antioksidan dari kedua sampel tidak
berbeda signifikan. Aktivitas antioksidan dari
kedua sampel tergolong rendah apabila
dibandingkan dengan aktivitas antioksidan
standar yang digunakan, yaitu asam askorbat
atau vitamin C (Lampiran 5). Persamaan
logaritmik dari aktivitas vitamin C adalah y =
21.46ln(x) + 0.367 dengan nilai R² =0.887.
Persamaan
logaritmik
dari
aktivitas
antioksidan jahe panen pagi adalah y =
2.451ln(x) 5 0.313 dan aktivitas antioksidan
dari jahe panen sore ditunjukkan oleh
persamaan y = 1.927ln(x) + 0.804. Nilai
regresi dari aktivitas jahe panen pagi dan sore
secara berturut5turut adalah R²= 0.738 dan
R²= 0.907.
Senyawa zingiberen belum diketahui
potensi bioaktivitasnya sebagai antioksidan.
Senyawa tersebut lebih dikenal memiliki
aktivitas biologis sebagai pengusir serangga
dan dapat mengobati peradangan (Yamahara
1988; Moon
2010-. Pengujian
aktivitas biologi dari kedua hal tersebut dapat
diujicobakan untuk penelitian lebih lanjut.
C
A
B
Gambar 7 Kurva % inhibisi vs konsentrasi
jahe panen pagi (A), panen sore
(B), dan vitamin C (C)
SIMPULAN DAN SARAN
Gambar 6
! sinthesis seskuiterpen
(Sallaud
2009)
Simpulan
Metabolisme
α5zingiberen
pada
jahe
12
merah terpengaruh oleh adanya sinar
matahari. Jahe merah yang dipanen sore hari
mengandung minyak atsiri dengan komposisi
senyawa α5zingiberen yang lebih tinggi dari
jahe merah yang dipanen pada pagi hari.
Komponen utama dari minyak atsiri jahe
merah adalah kampfen, cineol, citral, 2,65
oktadienol, benzen, β5sesquiphellandren dan
α5zingiberen. Aktivitas antioksidan jahe
merah yang dipanen sore dan pagi tergolong
rendah dan besar aktivitas antioksidan jahe
merah yang dipanen sore dan pagi tidak
berbeda signifikan.
Saran
Penggunaan sampel jahe merah yang telah
dikeringkan
dapat
dilakukan
untuk
menurunkan waktu ekstraksi. Separasi
senyawa dalam minyak atsiri jahe merah
dengan GCMS dapat dioptimalkan dengan
penambahan waktu
instrument GCMS.
Penggunaan basis data terbaru dapat
membantu
mengidentifikasi
beberapa
senyawa dalam rimpang jahe merah yang
belum
teridentifikasi
secara
spesifik.
Penentuan aktivitas antioksidan rimpang jahe
merah panen pagi dan panen sore secara
perlu
dilakukan
untuk
membandingkannya dengan hasil percobaan
yang telah dilakukan secara
.
DAFTAR PUSTAKA
Anasori P, Asghari G. 2008. Effects of light
and differentiation on gingerol and
zingiberene production in callus culture
of
Rosc. " 3:59563.
Arnaudon H. 2002. . +
$
"
. Kathmandu: MEDEP.
Azlina N. 2005. Study on important
parameters affecting the hydro5destilation
for ginger oil production [tesis]. Johor:
Faculty of Chemical and Natural
Resources
Engineering,
Universiti
Teknologi Malaysia.
Bagchi M
. 1999. Acute and chronic
stress5induced oxidative gastrointestinal
injury in rats and the protective ability of
a novel grape seed proanthocyanidin
extract. (
19:11895
1199.
Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2009.
Screening antiacne potency of Indonesian
medicinal plants: antibacterial, lipase
inhibition, and antioxidant activities. /
0
"
55:2305235.
Briceno D, Eberhard W, Shelly T. 2007. Male
courtship behavior in
(Diptera: Tephritidae) that have rec