Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe (Zingiber officinale ROSC.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Testis Dan Gambaran Histopatologi Tubulus Seminiferus Testis Mencit Yang Diberi Plumbum Asetat

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale ROSC.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) TESTIS

DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS TESTIS MENCIT YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT

Oleh

DEWI PANGESTUTI 087008007/BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) TESTIS DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS TUBULUS SEMINIFERUS TESTIS

MENCIT YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT

TESIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI PANGESTUTI 087008007/BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Penelitian :

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (zingiber officinale ROSC.) TERHADAP KADARMALONDIALDEHID (MDA) TESTIS

DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS TUBULUS SEMINIFERUS TESTIS MENCIT YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT

Nama : DEWI PANGESTUTI

Nomor Pokok : 087008007 Program Studi : BIOMEDIK


(4)

Tanggal lulus : 29 Januari 2011

Telah diuji pada tanggal : 29 Januari 2011

_________________________________________________________________

Panitia Penguji Tesis

Ketua : dr. Datten Bangun, Msc, SpFK Anggota : 1. dr. Delyuzar, SpPA(K)

2. Prof. Em. Dr. dr. Jazanul Anwar, SpFK 3. TM Fauzi, S.Si, M.Kes.


(5)

ABSTRAK

Jahe (Zingiber officinales Rosc.) merupakan tanaman herbal yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Jahe digunakan sebagai bumbu dapur, perasa pedas dan harum pada makanan dan sering dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Herbal ini mengandung senyawa polifenol berupa gingerol dan shogaol yang merupakan senyawa yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek ekstrak air jahe secara oral terhadap kadar MDA testis mencit dan gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL)dengan menggunakan 24 ekor mencit(Mus

musculus L.) strain DD Webster jantan dewasa yang dibagi dalam 6 kelompok; satu kelompok kontrol (P0) yang diberi aquadest 0,5ml, dan lima kelompok perlakuan: (P1) diberi ekstrak jahe 0,7 mg/g BB, (P2) diberi ekstrak jahe 1,4 mg/g BB, (P3) diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P4) diberi ekstrak jahe 0,7mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P5) diberi jahe 1,4 mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB lewat sonde lambung sekali sehari selama 42 hari/ Pada hari ke 43 mencit didekapitasi, kemudian diukur kadar MDA testis dan mengamati gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit. Hasil data dianalisis dengan uji Oneway- Anova dan dilanjutkan dengan uji Post-Hoc.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak air jahe 0.7 mg/g BB lebih dapat menurunkan kadar MDA testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan Ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral. Ekstrak air jahe 0,7 mg/g BB dapat menebalkan epitel dan melebarkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral.

Kata kunci: Ekstrak jahe, antioksidan, kadar MDA testis, gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis.


(6)

ABSTRACT

Ginger (Zingiber officinales ROSC.) is an herbal plant that can flourish in Indonesia. Ginger is used as a spice in cooking, spicy and sweet flavorings in foods and is often used as ingredients of traditional medicine. This herb contain polyphenol compounds in the form of gingerol and shogaol which are compounds that are antioxidants.

This study aims to find out whether or the ginger aqueous extract could oppose the increase of testicular MDA levels and improve the histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules of mice given leadacetate.

This research was an experimental study designed as Complete Randomized Design (CRD). Twenty four adult male mice strains DD Webster(Mus musculus L.), were divided into 6 groups: one control group (P0) was given 0.5 ml distilled water, and five treatment groups: (P1) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g Body Weight, (P2) was given aquous exract of ginger 1.4 mg/g Body Weight, (P3) was given lead acetate 0.1 mg/g Body Weight, (P4) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g BodyWeight an hour later were given lead acetate 0.1 mg/g BodyWeight, (P5) was given aquous exract of ginger 1.4 mg/g Body Weight and an hour later were given lead acetate 0.1 mg/g Body Weight via gastric sonde once a day for 42 days. On day 43 mice were decapitated, levels of MDA were measured and observed histopathologic appereance of testicular seminiferous tubules of mice. Data was analyzed by Oneway-Anova test and continued with post-hoc test.

The results of this study showed that administration of aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight orally reduced levels of testicular MDA levels of lead acetate treated mice more compared with aquous extract of ginger 1.4 mg/g Body Weight. Aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight per oral can thicken epithelium and dilatated diameter of the testicular seminiferous tubules of mice that were given lead acetate compared with aquous extract of ginger 1.4mg/g Body Weight.

Keywords: Ginger extract, antioxidants, testicular MDA levels, histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul,”Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Dan Gambaran Tubulus Seminiferus Testis Mencit Yang Diberi Plumbum Asetat.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Ilmu Biomedik, di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), dan seluruh jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister ilmu Biomedik, di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr. Gontar A.Siregar, Sp.PD,KGEH dan Ketua Program Studi Biomedik, dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(8)

Rasa terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada dr.Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK (sebagai ketua komisi pembimbing) dan dr. Delyuzar, Sp.PA(K) (anggota komisi pembimbing), yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada Penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.

Kepada komisi pembanding, Prof. Em. Dr. dr. Jazanul Anwar, SpFK dan TM Fauzi S.Si M.Kes. atas perhatian dan saran yang bermanfaat kepada Penulis dalam menguji dan menyempurnakan tesis ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih penulis kepada Prof.Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK serta Prof. Dr. Drs. Syarifuddin Ilyas, M.Biomed yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk meberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada Penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini. Serta ucapan terima kasih penulis kepada seluruh Staf Pengajar yang telah membimbing penulis selama mengikuti program studi ini.

Kepada Dekan FK-UISU, beserta jajarannya yang telah memberikan dana kepada penulis untuk kelangsungan pendidikan program studi pascasarjana ini.

Persembahan terima kasih yang tulus dan rasa hormat penulis yang sebesarnya kepada Ayahanda tercinta Alm. H. Poniman dan Ibunda Hj. Syafariah yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayang, do’a serta semangat dan dorongan kepada penulis dalam menjalani program studi ini.


(9)

Kepada anak-anakku tercinta Dinda Soufia Rahma dan Dwi Putri Hummairoh, mama menyampaikan rasa sayang mama pada kalian, dan terima kasih mama atas senyuman yang kalian berikan untuk semangat mama dalam menyelesaikan pendidikan ini, dan mohon ma’af mama kepada ananda berdua atas waktu mama yang hilang untuk kalian berdua.

Tesis ini khusus penulis persembahkan kepada suami tercinta Alm. Dr. Ganda Rahman, walaupun telah tiada namun rasa sayang dan cinta yang beliau tinggalkan, memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan program studi ini. Semoga Allah SWT menempatkan kakanda di tempat yang sebaik-baiknya, amin.

Terima kasih juga kepada seluruh rekan-rekan dan adik-adik yang telah memberikan semangat, bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 25 Januari 211


(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Dewi Pangestuti

2. Tempat/tanggal lahir : Medan/24 Oktober 1973

3. Agama : Islam

4. Nama Suami : Alm. dr. Ganda Rahman 5. Alamat : Jl. Seser no. 77A Medan 6. Pendidikan

SD Taman Harapan : tamat tahun 1986 SMP Husni Thamrin : tamat tahun 1989 SMAN 6 Medan : tamat tahun 1991 S1 Fakultas Kedokteran UISU Medan : tamat tahun 2000 7. Pekerjaan

1994-2003 : Asisten dosen Biologi di Fak. Kedokteran UISU Medan 2000-2003 : Dokter PTT di Puskesmas Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

2003-2007 : Dokter Perusahaan di SinarMas Tbk. Pekan Baru, Riau 2007-2008 : Asisten Dosen Pataologi Anatami di Fak.Kedokteran UISU Medan

2008-sekarang : Staf Pengajar Bagian Farmakologi dan Terapi di Fakultas Kedokteran UISU Medan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.1. Kerangka Teori ... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Hipotesa ... 8

1.6. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radikal Bebas... 10

2.1.2. Peroksidasi Lipid ... 11

2.1.3. Tahap-tahap Proses Peroksidasi Lipid ... 12

2.1.4. Malondialdehide (MDA) ... 13

2.2. Plumbum (Pb) ... 14

2.2.1. Sifat Fisik dan Kimiawi Plumbum ... 14

2.2.2. Farmakokinetika Plumbum ... 15

2.2.3. Toksisitas Plumbum ... 16

2.2.4. Efek Plumbum terhadap Sistem Reproduksi ... 18


(12)

2.3. Antioksidan ... 20

2.3.1. Antioksidan Enzimatis ... 20

2.3.2. Antioksidan Nonenzimatis ... 21

2.4. Jahe (Zingiber officinale) ... 21

2.4.1. Taksonomi dan Morfologi ... 22

2.4.2. Farmakokinetika Jahe ………... 24

2.4.3. Khasiat Jahe ... 24

2.5. Sistem Reproduksi Jantan Pada Mencit ... 27

2.5.1 Testis ... 27

2.5.1.1. Tubulus Seminiferus Testis ... 28

2.5.1.2. Sel Sertoli ... 28

2.5.1.3. Sel Spermatogenesis ... 29

2.5.1.4. Sel Leydig ... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Percobaan.………... 32

3.2. Tempat dan Waktu... 32

3.3. Bahan dan Alat …... 32

3.4. Variabel Penelitian ………... 33

3.5. Definisi Operasional ……... 34

3.6. Etika Penggunaan Hewan Coba... 34

3.7. Pelaksanaan Penelitian ... 35

3.7.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan ... 35

3.7.2. Sampling Ekstrak Jahe (Zingiber officinale ) ... 35

3.7.3. Pembuatan Ekstrak Jahe ... 35

3.7.4. Uji Kandungan Kimia ekstrak Jahe ... 36

3.7.5. Perhitungan Dosis Ekstrak Jahe dan Plumbum asetat….. 37

3.7.6. Perlakuan Hewan Coba ……… 38

3.7.7. Prosedur Pelaksanaan Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe ... 39

3.7.8. Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan ... 41

3.7.7.1. Pengamatan kadar MDA Testis mencit ... 41

3.7.7.2 Pengamatan Gambaran Mikroskopis Tubulus Seminiferus Testis Mencit ... 43

3.8. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis ... 46


(13)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian... 48 4.2. Pembahasan ... 54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 59 5.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Efek Plumbum di berbagai organ tubuh ... 18

2. Perlakuan Hewan Coba ... 39

3. Persiapan standar MDA untuk spektrofotometri ... 42

4. Jadwal Penelitian ... 47

5. Hasil Uji Skrining Senyawa Fitokimia Bahan Alam... 48

.


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka teori ... 7

2 Reaksi Pembentukan Peroksidasi Lipid ... 13

3. Reaksi antara metal dengan Sulphydryl (SH) Group ……… 18

4. Gambaran Histologis Tubulus Seminiferus testis ... 30

5. Prosedur pelaksanaan uji pengaruh ekstrak jahe ... 39

6. Kadar MDA Testis mencit... 49

7. Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit... 50

8. Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit... 52

9. Gambar Histopatologi tubulus Seminiferus mencit…………. 53


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Metode pembuatan ekstrak air jahe ……….. 68

2. Output analisis datakadar MDA testis mencit (µM/mL) menggunakan software SPSS 13………. 69

3. Output analisis data diameter tubulus seminiferus mencit menggunakan software SPSS 13 ……….... 71

4. Output analisis data tebal epitel tubulus seminiferus mencit menggunakan software SPSS 13 ……….... 75

5. Konversi Perhitungan Dosis ……… 77

6. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian………... 78

7. Hasil Identifikasi Tumbuhan……… 79


(17)

ABSTRAK

Jahe (Zingiber officinales Rosc.) merupakan tanaman herbal yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Jahe digunakan sebagai bumbu dapur, perasa pedas dan harum pada makanan dan sering dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Herbal ini mengandung senyawa polifenol berupa gingerol dan shogaol yang merupakan senyawa yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek ekstrak air jahe secara oral terhadap kadar MDA testis mencit dan gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL)dengan menggunakan 24 ekor mencit(Mus

musculus L.) strain DD Webster jantan dewasa yang dibagi dalam 6 kelompok; satu kelompok kontrol (P0) yang diberi aquadest 0,5ml, dan lima kelompok perlakuan: (P1) diberi ekstrak jahe 0,7 mg/g BB, (P2) diberi ekstrak jahe 1,4 mg/g BB, (P3) diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P4) diberi ekstrak jahe 0,7mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P5) diberi jahe 1,4 mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB lewat sonde lambung sekali sehari selama 42 hari/ Pada hari ke 43 mencit didekapitasi, kemudian diukur kadar MDA testis dan mengamati gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit. Hasil data dianalisis dengan uji Oneway- Anova dan dilanjutkan dengan uji Post-Hoc.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak air jahe 0.7 mg/g BB lebih dapat menurunkan kadar MDA testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan Ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral. Ekstrak air jahe 0,7 mg/g BB dapat menebalkan epitel dan melebarkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral.

Kata kunci: Ekstrak jahe, antioksidan, kadar MDA testis, gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis.


(18)

ABSTRACT

Ginger (Zingiber officinales ROSC.) is an herbal plant that can flourish in Indonesia. Ginger is used as a spice in cooking, spicy and sweet flavorings in foods and is often used as ingredients of traditional medicine. This herb contain polyphenol compounds in the form of gingerol and shogaol which are compounds that are antioxidants.

This study aims to find out whether or the ginger aqueous extract could oppose the increase of testicular MDA levels and improve the histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules of mice given leadacetate.

This research was an experimental study designed as Complete Randomized Design (CRD). Twenty four adult male mice strains DD Webster(Mus musculus L.), were divided into 6 groups: one control group (P0) was given 0.5 ml distilled water, and five treatment groups: (P1) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g Body Weight, (P2) was given aquous exract of ginger 1.4 mg/g Body Weight, (P3) was given lead acetate 0.1 mg/g Body Weight, (P4) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g BodyWeight an hour later were given lead acetate 0.1 mg/g BodyWeight, (P5) was given aquous exract of ginger 1.4 mg/g Body Weight and an hour later were given lead acetate 0.1 mg/g Body Weight via gastric sonde once a day for 42 days. On day 43 mice were decapitated, levels of MDA were measured and observed histopathologic appereance of testicular seminiferous tubules of mice. Data was analyzed by Oneway-Anova test and continued with post-hoc test.

The results of this study showed that administration of aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight orally reduced levels of testicular MDA levels of lead acetate treated mice more compared with aquous extract of ginger 1.4 mg/g Body Weight. Aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight per oral can thicken epithelium and dilatated diameter of the testicular seminiferous tubules of mice that were given lead acetate compared with aquous extract of ginger 1.4mg/g Body Weight.

Keywords: Ginger extract, antioxidants, testicular MDA levels, histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu penyebab kerusakan sel ataupun jaringan adalah akibat pembentukan radikal bebas. Radikal bebas merupakan salah satu bentuk Reactive Oxygen Species

(ROS) (Percival, 1998). Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya(Valko M

et al, 2007). Radikal bebas tidak stabil dan mempunyai reaktivitas yang tinggi. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat molekul elektron yang berada disekitarnya(Tuminah, 2000).

Berbagai proses didalam tubuh manusia menghasilkan radikal bebas antara lain adalah melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, terekspos allergen, sinar ultraviolet, zat-zat organik ataupun xenobiotic . Beberapa sumber radikal bebas antara lain sumber internal yaitu: mitokondria, fagosit, xantin oksidase, reaksi yang melibatkan besi dan logam transisi lainnya, arachidonat pathway, peroksisome, olah raga, peradangan, iskemia/reperfusi, sedangkan yang berasal dari sumber eksternal

yaitu: rokok, polutan lingkungan, radiasi, obat-obatan, larutan industry dan ozon (Langset L, 1995;Percival, 1998).


(20)

Slater KF et al (1987) mengungkapkan bahwa radikal bebas yang reaktif dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan dengan berbagai cara antara lain:

§ Kerusakan DNA dengan kerusakan sel dan mutasi

§ Destruksi dari aktivitas koenzim nukleotida, perubahan dalam status redoks NADPH

§ Mengganggu terhadap Thiol-dependent enzyme, perubahan dalam thiol: status disulpida

§ Berikatan kovalen dengan protein dan lipid

§ Merubah aktivitas enzim dan metabolisme lipid

§ Merusak protein, meingkatkan turnover dari protein

§ Peroksidasi lipid, perubahan fungsi dan struktur membran

§ Kerusakan membran terhadap protein, gangguan transport.

Plumbum merupakan salah satu logam berat yang dapat mencemari lingkungan. Dari hasil penelitian Ernawati (2010) tingginya kandungan Pb pada daging kerang bulu (Anadara inflata) di dekat pelabuhan kapal-kapal bongkar muat, kapal ikan, pabrik-pabrik, dan galangan kapal serta pemukiman di muara sungai Asahan. Selain itu, di sepanjang hulu sungai juga terdapat banyak pabrik industri dan lahan pertanian, memungkinkan adanya limbah buangan air yang di buang ke sungai terbawa air sungai dan berakhir di muara sungai dan menjadi tempat berkumpulnya zat-zat cemaran yang dibawa oleh aliran sungai tersabut. Pembuangan limbah pabrik baterai,


(21)

terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Darmono, 2001), merupakan faktor yang menunjang untuk terjadinya toksisitas Pb pada makhluk hidup. Dengan mengabsorpsi > 0,5 mg/hari akan terjadi akumulasi yang selanjutnya menyebabkan keracunan(Sartono, 2002). Akumulasi Pb tertinggi dalam jaringan lunak terjadi berturut-turut pada ginjal disusul hati, otak, paru, jantung, otot dan testis (Hariono B, 2005). Plumbum dikenal sebagai bahan toksis bagi organ reproduksi wanita dan pria. Pada pria, konsentrasi Pb dalam darah lebih dari 40 µg/dl dihubungkan dengan penurunan atau kelainan produksi sperma(Kosnett M.J, 2009). Pencemaran plumbum terhadap lingkungan menyebabkan penurunan kualitas sperma pada manusia(Ochoa I.H et al, 2005). Beberapa penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa keracunan Pb dapat mengakibatkan penurunan berat testis dan kerusakan tubulus seminiferus testis tikus putih (Ahmad I et al, 2003). Pemberian plumbum asetat secara intraperitoneal sebanyak 200mg/kgBB terjadi peningkatan jumlah morfologi sperma yang abnormal dan penurunan kadar asam askorbat dalam testis mencit (Acharya U.R et al 2003). Injeksi subkutan Plumbum selama 3 hari menyebabkan penurunan jumlah sperma, berat testis dan kerusakan dari tubulus seminiferus (Graca A et al, 2004). Hasil penelitian Fauzi TM (2008) terhadap mencit, terlihat perbedaan yang nyata antara kelompok yang diberi plumbum asetat konsentrasi 0,1% dan 0,3% dibanding dengan kelompok kontrol dalam meningkatkan kadar MDA didalam sekresi cauda epididimis juga mempengaruhi kualitas spermatozoa mencit tersebut. Pemberian Pb dapat menginduksi stress oksidasi pada hewan percobaan, dengan terjadinya peningkatan lipid peroxidation dalam jaringan testis, dimana lipid


(22)

peroxidation dapat ditentukan dengan cara mengukur malondialdehid (MDA) mengikuti test standar thiobarbituric acid (TBA)(Acharya S et al,1997). Plumbum asetat yang diberikan secara oral ternyata juga dapat meningkatkan kadar MDA testis, serta menyebabkan perubahan pada gambaran histologi jaringan testis dimana terlihat eksudasi interstisial, degenerasi dan nekrosis sel spermatogenik (Hamadouche NA et al, 2009).

MDA merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan merupakan produk akhir oksidasi lipid membran. Pada DNA, MDA akan bereaksi dengan deoxyadenosine dan deoxyguanosine yang akan menyebabkan kerusakan pada DNA (Marnett LJ, 2000). Kadar MDA sangat bergantung pada status antioksidan. (Winarsi H, 2007).

Pada saat ini banyak dijual bebas antioksidan dengan berbagai merek dipasaran dengan harga yang relative mahal. Padahal, zat antioksidan banyak terdapat di alam secara melimpah salah satunya adalah jahe. Komponen yang terkandung dalam rimpang jahe sangat banyak kegunaannya.

Jahe (zingiber officinale.) digunakan sebagai bumbu masak, minuman, serta permen juga digunakan dalam ramuan obat tradisional, yang berfungsi sebagai

stimulansia, karminativa, diaforetika, mengatasi kolik dan batuk kering (Rukmana, 2000). Hasil penelitian Kikuzaki dan Nakatani, (1993) dengan menggunakan asam linoleat sebagai substrat, jahe yang mengandung gingerol memiliki daya antioksidan diatas α tokoferol.


(23)

Senyawa bioaktif rimpang jahe seperti gingerol, shogaol dan resin yang terkandung dalam oleoresin dapat menurunkan kadar MDA plasma dan meningkatkan kadar Vitamin E plasma(Zakaria, 2000). Menurut Zhonggou et al

(2003) menyatakan bahwa senyawa yang terkandung didalam jahe dapat melindungi DNA dari kerusakan yang diinduksi oleh H2O2.

Stoilova I et al.,(2007) menyatakan bahwa ekstrak CO2 dari zingiber

officinale rosc. mengandung polyphenol yang menunjukkan kapasitas tinggi sebagai

chelator sehingga dapat mencegah inisiasi radikal hidroksil yang diketahui sebagai pencetus terjadinya peroksidasi lipid, dengan demikian ekstrak CO2 dari jahe dapat digunakan sebagai antioksidan. Dari hasil penelitian Kamtchouing et al., (2002) ekstrak zingiber officinale secara signifikan meningkatkan kadar serum testosterone, berat testis serta aktifitas alpha-glukosida epididimis hewan tikus. Ekstrak jahe dapat meningkatkan kualitas spermatozoa, kadar LH dan FSH serta menurunkan kadar MDA testis mencit (Morakinyo A.O et al, 2008; Khaki A et al, 2009). Pemberian secara oral ekstrak jahe juga dapat memperbaiki kerusakan sel spermatogenik tikus jantan yang dipapari oleh fungisida mancozeb(Sakr SA et al. 2009).

Dari uraian singkat tersebut diatas peneliti tertarik untuk meneliti efek antioksidan dari ekstrak jahe dalam melindungi sistem reproduksi jantan. Dengan dasar kemampuan ekstrak jahe sebagai antioksidan maka perlu dilakukan penelitian eksperimental bagaimana pengaruh pemberian ekstrak jahe secara oral terhadap


(24)

kadar malondialdehid(MDA) testis dan gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit jantan yang diberi plumbum asetat (Pb(C2H3O2)·3H2O).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Apakah ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA testis tikus yang diberi plumbum asetat?

2. Apakah ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan tubulus seminiferus testis tikus akibat paparan plumbum asetat berdasarkan gambaran histopatologis?

1.3. Kerangka Teori

Paparan plumbum secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan radikal bebas. Radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa PUFA (poly unsaturated fatty acid) yang akan menyebabkan kerusakan senyawa oksidatif pada senyawa lipid. Lipid yang mengalami oksidasi ini akan menjalani reaksi lanjutan secara berantai membentuk produk radikal seperti radikal alkil, radikal peroksil, dan radikal superoksida. Pembentukan radikal dari reaksi berantai ini menyebabkan terbentuknya peroksidasi lipid yang sangat tidak stabil. Peroksidasi lipid akhirnya akan terdegradasi menjadi malondialdehid (MDA), hidrokarbon, etana dan etilen.


(25)

Jahe (zingiber officinale) berperan sebagai antioksidan terhadap senyawa-senyawa radikal bebas tersebut. Penelitian ini diharapkan akan mengungkapkan kemampuan jahe dalam melindungi sistem reproduksi dari toksisitas plumbum.

Gambar 1. Kerangka teori

Radikal bebas Æ

Stress oksidatif Æ

Peroksidasi lipid Æ

MDA jaringan Æ

dan kerusakan jaringan

Plumbum asetat secara oral

Radikal bebas

Stress oksidatif <<<

Peroksidasi lipid <<<

MDA jaringan <<< dan melindungi jaringan

Ekstrak jahe secara oral Plumbum asetat


(26)

1.4.Tujuan Penelitian Tujuan umum :

Untuk membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan tubulus seminiferus testis tikus akibat paparan plumbum acetate.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui kemampuan ekstrak jahe dalam menurunkan kadar MDA testis tikus yang diberi Plumbum asetat.

1 Mengetahui kemampuan ekstrak jahe dalam menghambat kerusakan tubulus seminiferus testis tikus akibat paparan plumbum asetat

2 Mengetahui besarnya dosis ekstrak jahe dalam menurunkan kadar MDA testis tikus yang diberi Plumbum asetat.

3 Mengetahui besarnya dosis ekstrak jahe dalam menghambat kerusakan tubulus seminiferus testis tikus akibat paparan Plumbum asetat.

1.5. Hipotesis

1. Pemberian ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA testis tikus yang diberi plumbum asetat.

2. Ada perbedaan gambaran histopatologis tubulus seminiferus yang dipapari plumbum dan diberi ekstrak jahe dengan yang dipapari plumbum tetapi tidak diberi ekstrak jahe.

3. Penurunan kadar MDA testis tikus yang dipapari plumbum sejalan dengan peningkatan dosis ekstrak jahe.


(27)

4. Penghambatan kerusakan tubulus seminiferus testis yang dipapari plumbum sejalan dengan peningkatan dosis ekstrak jahe.

1.6. Manfaat penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa selain digunakan sebagai bumbu dapur, jahe berkhasiat sebagai antioksidan yang dapat mengatasi dampak keracunan plumbum.

2. Membuka penelitian lanjutan untuk dapat mensejajarkan jahe dengan antioksidan sintetik standar.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya(Valko M et al, 2007 ). Di dalam sel hidup, radikal bebas terbentuk pada membran plasma, mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasma dan sitosol melalui reaksi-reaksi enzimatis yang berlangsung dalam proses metabolisme(Winarsi H, 2007).

Tubuh memiliki mekanisme proteksi yang menetralkan radikal bebas yang terbentuk, antara lain dengan adanya enzim-enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutathion peroksidase(GPX)(Winarsi H, 2007).Namun dalam kondisi tertentu, radikal bebas dapat melebihi sistem pertahanan tubuh, kondisi ini disebut sebagai stress oksidatif(Agarwal et al, 2005). Pada kondisi ini, keseimbangan antara radikal bebas dengan kemampuan antioksidan alami tubuh akan terganggu yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan jaringan(Winarsi H, 2007).

Perusakan sel oleh radikal bebas didahului oleh kerusakan membran sel. Kerusakan membran sel tersebut dapat terjadi dengan cara: (a) terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen membran, sehingga terjadi perubahan struktur dari fungsi reseptor; (b) oksidasi gugus thiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transport membran terganggu; (c) terjadi reaksi


(29)

peroksidasi lipid membran yang mengandung PUFA (polyunsaturated fatty acid)(Slatter KF, 1984).

2.1.2. Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks akibat reaksi asam lemak tak jenuh ganda penyusun fosfolipid membran sel dengan Reactive Oxygen Species (ROS), membentuk hidroperoksida. Beberapa spesies oksigen reaktif yang dijumpai dalam tubuh adalah:

Superoxide radical (O2-)

Hydroxyl radical (OH-)

Nitric oxide radical (NO-)

Peroxyl radical (ROO-)

Lipid peroxyl radical (LOOH)

Hydrogen peroxide (H2O2)

Singlet oxygen (IO2)

Hypochlorous acid (HOCl) (Langseth L, 1995)

Target utama dari ROS adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat dan RNA. Asam lemak tak jenuh merupakan yang paling rentan terhadap serangan ROS(Winarsi H, 2007; Valko M et al, 2007).


(30)

Tingginya konsentrasi asam lemak tak jenuh dalam fosfolipid di setiap membrane sel tidak hanya membuat mereka menjadi sasaran utama untuk reaksi dengan agen oksidasi tetapi juga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam rantai panjang reaksi radikal bebas (Marnet LJ, 2000).

2.1.3. Tahap-tahap Proses Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid biasanya terbentuk melalui beberapa tahapan proses yaitu:

• Inisiasi : Lipid + R /OH Lipid

• Propagasi : Lipid + O2 Lipid.OO

Lipid.OO + Lipid Lipid.OOH + Lipid

• Terminasi : Lipid + Lipid Lipid.Lipid

Lipid.OO + Lipid Lipid.OO.Lipid

Gambar 2. Reaksi Pembentukan Peroksidasi Lipid (Luczaj W and Skrzydlewska E, 2003)


(31)

Pada tahap awal reaksi terjadi pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk radikal alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya). Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil dimana radikal peroksil ini bereaksi lebih lanjut dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroperoksida dengan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Reaksi outoksidasi ini adalah reaksi berantai radikal bebas.

Salah satu hasil produk degradasi ROOH adalah malondialdehid (MDA). Malondialdehid (MDA) secara luas banyak digunakan sebagai salah satu indikator peroksidasi lipid yang dapat ditentukan dalam suatu pengukuran dengan menggunakan asam tiobarbiturat. Metode pengukuran ini disebut TBA-reactant

subtansi (TBARs) (Winarsi H, 2007).

2.1.4. Malondialdehide (MDA)

MDA adalah senyawa dialdehide yang merupakan produk akhir peroksidasi lipid didalam tubuh, MDA juga merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas. Oleh sebab itu, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. MDA dapat bereaksi dengan komponen nukleofilik atau elektrofilik. MDA dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat, dan amino fosfolipid secara kovalen (Winarsi H, 2007).


(32)

MDA bersifat mutagenik pada bakteri dan sel mamalia serta bersifat karsinogenik pada tikus (Marnet LJ, 2000).

2.2. Plumbum (Pb)

Plumbum atau timah hitam merupakan logam berat yang terdapat di lingkungan sekitar kita, baik itu secara proses alami maupun buatan. Plumbum banyak digunakan dalam industri logam, baterai, cat, kabel, karet dan mainan anak-anak. Manusia terkontaminasi dengan plumbum melalui udara, air dan makanan. Apabila plumbum terhirup atau tertelan oleh manusia, akan beredar mengikuti aliran darah dan terdistribusi di jaringan lunak dan tulang(Darmono, 2001).

2.2.1. Sifat Fisik dan Kimiawi Plumbum

Plumbum adalah logam berat, dengan nomor atom 82, berat atom 207,19 dan berat jenis 11,34, bersifat lunak dan berwarna biru keabu-abuan, dengan kilau yang khas sesaat setelah pemotongan, kilauan tersebut akan hilang sejalan dengan pembentukan lapisan oksida pada permukaannya. Plumbum mempunyai titik leleh 327,50C dan titik didih 17400C(WHO, 1977; ATSDR, 2007) .

Lebih dari 95% plumbum merupakan senyawa anorganik dan umumnya dalam bentuk garam timbal anorganik, dan selebihnya berbentuk timbal organik. Senyawa plumbum organik ditemukan dalam bentuk senyawa tetraethyllead (TEL) dan tetramethyllead (TML). Plumbum bersifat anti korosif, oleh karena sifat inilah


(33)

maka plumbum digunakan secara luas dalam berbagai industri (WHO, 1977; ATSDR, 2007).

2.2.2. Farmakokinetika Plumbum

Plumbum masuk kedalam tubuh dapat melalui berbagai cara antara lain melalui saluran cerna, saluran pernapasan dan melalui kulit. Setelah diabsorpsi, plumbum akan terikat dengan eritrosit yang kemudian akan di distribusikan secara luas kejaringan lunak seperti sumsum tulang, otak, ginjal, hati, otot, dan gonad kemudian menuju ke matriks tulang. Plumbum dapat melewati sawar darah plasenta dan merupakan bahaya potensial bagi janin (Kosnett M.J, 2009).

a. Absorpsi

Absorbsi Pb dapat melalui saluran pernapasan, saluran cerna dan melalui kulit. Absorpsi melalui saluran pernapasan tergantung kepada besarnya diameter partikel Pb yang masuk kedalam paru-paru, diameter sebesar 1 mikrometer akan diabsorpsi secara komplit di alveoli (WHO, 1977; Patočka et al 2003).

Absorpsi Pb melalui saluran cerna tergantung pada beberapa kondisi antara lain, besarnya konsentrasi Pb yang tertelan, adanya makanan didalam lambung, status gizi pasien, usia dari pasien. Absorpsi Pb akan meningkat pada keadaan defisiensi besi, zinc dan kalsium. Tingkat absorpsi yang tinggi terjadi pada anak-anak yaitu


(34)

sekitar 50% dari jumlah Pb yang tertelan, sedangkan orang dewasa tingkat absorpsi Pb sekitar 10-20% (Patočka et al 2003 ).

Plumbum organik seperti tetraethyl lead (TEL) yang digunakan sebagai antiknock pada bahan bakar bensin hampir seluruhnya diabsorpsi langsung melalui kulit (Hariono B, 2005; ATSDR, 2007).

b. Distribusi

Plumbum yang diabsorpsi diangkut oleh darah ke jaringan lunak seperti otak paru, hati, limpa dan sumsum tulang, yang kemudian mengalami redistribusi dan disimpan dalam tulang. Sekitar 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit dengan waktu paruh 25-40 hari, pada jaringan lunak waktu paruh Pb 40 hari, sedangkan pada tulang memiliki waktu paruh selama 28 tahun (Patočka et al 2003; ATSDR, 2007).

c. Ekskresi

Plumbum diekskresikan melalui melalui beberapa cara antara lain, melalui urin sebanyak 65-76%, melalui saluran empedu 25-30%, melalui rambut, kuku, keringat 8% (WHO, 1977; Patočka et al 2003).

2.2.3. Toksisitas Plumbum

Keracunan Pb dapat merupakan hasil dari interaksi antara logam dengan kelompok donor elektron dalam sistem biologik, seperti dengan gugus SH dalam


(35)

enzim dan protein lainnya dengan ikatan kovalen sehingga akan menghalangi kerja enzim tersebut. Pb juga mampu membentuk ion-ion organometalik yang larut dalam lemak dan mampu menembus membran biologis dan berakumulasi dalam sel dan organel sel seperti mitokondria (Raharjo M, 2009). Pb berinteraksi dengan kation-kation penting terutama besi, kalsium dan zinc serta mengganggu pompa natrium-potassium-adenosine triphosphate (Na + / K +-ATP) dengan demikian meningkatkan kerapuhan selular (Patočka et al, 2003).

Ercal N et al (2001) menyatakan ada beberapa mekanisme bagaimana Pb menyebabkan stress-oksidatif di dalam tubuh yaitu: efek langsung Pb terhadap membran sel, interaksi antara Pb-Hb dan Pb dapat berikatan dengan sulphydryl group

dan amine group.

SH S

P atau E + M2+ P atau E M + 2H+

S SH

Gambar 3. Reaksi antara metal dengan Sulphydryl (SH) Group

P: Protein, E: Enzim, M: Metal( Duruibe JO et al, 2007).

Manifestasi klinis dari keracunan plumbum dapat mengenai berbagai sistem organ antara lain sistem saraf pusat, ginjal, hematopoetik, gastrointestinal, kardiovaskuler, endokrin dan reproduksi (Patočka, 2003).


(36)

Tabel-1. Efek Plumbum di berbagai organ tubuh

Organ Kadar Pb Efek

Hematopoetik < 10µg/dL

Penurunan aktivitas beberapa biosistesis enzim pembentukan heme

Gastrointestinal 60-100µg/dL Kolik pada anak-anak Kardiovaskuler < 10µg/dL Elevasi tekanan darah

Ginjal < 20µg/dL Penurunan GFR

Neurologi 100-120µg/dL (dewasa) 70-100µg/dL (anak-anak)

40µg/dL 40-80µg/dl

< 10µg/dL

Encephalopathy

Periferal Neuropati Neurobehavior dan

neuropsychological efek pada orang dewasa

Cognitif dan neurobehavior pada anak-anak

Reproduksi > 40µg/dL Penurunan fertilitas (Sumber: ATSDR, 2007)

2.2.4. Efek Plumbum terhadap Sistem Reproduksi

Beberapa penelitian efek Pb terhadap sistem reproduksi antara lain penelitian Naha N (2005) terhadap pekerja yang terpapar plumbum selama 7-8 tahun mendapatkan bahwa terjadi penurunan motilitas sperma, volume, viskositas, protein seminal plasma dan kadar fruktosa seminal. Suatu penelitian cross sectional terhadap pekerja industri di Meksiko Utara mendapatkan hasil bahwa Pb memberikan efek


(37)

terhadap penurunan kualitas sperma dan memberikan efek terhadap kromatin sperma yang juga dipengaruhi oleh kadar zinc di sperma (Ochoa IH, 2005).

Shiau CY (2004) melakukan penelitian terhadap 163 pekerja pabrik batre yang telah menikah mendapatkan hasil bahwa kadar Pb dalam darah sebesar 40µg/dL dapat mempengaruhi kesuburan dengan memperpanjang masa untuk hamil.

Penelitian efek Pb pada hewan coba telah banyak dilakukan antara lain penelitian dari Massanyi (2007) pemberian Pb pada tikus percobaan sebanyak 50 mg/KgBB secara intraperitoneal menyebabkan dilatasi pembuluh darah kapiler di interstitium, undulasi pada membran basalis dan terjadi apoptosis pada sel spermatogenesis.

Pemberian Pb 0,5% per oral selama 6 minggu kepada mencit menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sperma, motilitas dan peningkatan jumlah sperma abnormal (Wadi, 1999). Plumbum juga mempengaruhi berat testis, diameter serta tebal epitel tubulus seminiferus testis juga mempengaruhi sel spermatogenik dan sel sertoli mencit dimana hewan coba diberi Pb asetat sebanyak 100 mg/KgBB selama 42 hari secara oral (Danial 2005; Almarmudah 2005). Hsu et al (1998) menyatakan bahwa paparan Pb pada konsentrasi tinggi menyebabkan peningkatan ROS pada epididimis sehingga menurunkan motilitas sperma pada tikus percobaan.


(38)

2.3. Antioksidan

Tubuh manusia mempunyai beberapa mekanisme untuk bertahan terhadap radikal bebas dan ROS lainnya. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam bagian seluler yang berbeda (Tuminah, 2000).

Secara umum pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam efek negatif oksidan dalam tubuh, bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat(Winarsi H, 2007).

Antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1. Antioksidan enzimatis

2. Antioksidan non enzimatis

2.3.1. Antioksidan Enzimatis

Antioksidan enzimatis merupakan antioksidan endogenus, yang termasuk didalamnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase (GSH-PX), serta glutation reduktase (GSH-R) (Mates dan Jimenez,1999; Tuminah, 2000,). Sebagai antioksidan, enzim-enzim ini bekerja menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara memutuskan reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil, sehingga antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant(Winarsi H, 2007).


(39)

Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2 sedangkan SOD bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Langseth L,1995; Winarsi H, 2007).

2.3.2. Antioksidan Nonenzimatis

Antioksidan non-enzimatis disebut juga antioksidan eksogenus, antioksidan ini bekerja secara preventif, dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya (Winarsi H, 2007). Antioksidan non-enzimatis bisa didapat dari komponen nutrisi sayuran, buah dan rempah-rempah. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayuran, buah dan rempah-rempah meliputi vitamin C, vitamin E, β-karoten, flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin, katekin dan isokatekin (Kahkonen, et al, 1999). Senyawa-senyawa fitokimia ini membantu melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas.

2.4. Jahe (Zingiber officinale)

Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe merupakan salah satu rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan dan minuman. Jahe juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional.


(40)

2.4.1. Taksonomi dan Morfologi

Kedudukan tanaman jahe dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut,

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Subfamili : Zingiberoidae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingeber officinale Rosc. (Rukmana,2000).

Tanaman jahe berbatang semu dengan tinggi antara 30 cm-75 cm, berdaun sempit memanjang menyerupai pita. Tanaman jahe hidup merumpun, menghasilkan rimpang dan berbunga

Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) varietas, yaitu:

1. Jahe besar (jahe gajah)

Ditandai dengan ukuran rimpang yang besar, berwarna muda atau kuning, berserat halus dan sedikit, beraroma maupun berasa kurang tajam.


(41)

2. Jahe Putih kecil (Jahe Emprit)

Jahe ini ditandai dengan ukuran rimpang yang termasuk kategori sedang, dengan bentuk agak pipih. Berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam.

3. Jahe Merah

Jahe ini ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil. Berwarna merah jingga, berserat kasar, beraroma serta berasa sangat tajam (pedas)

Jahe merah dan jahe kecil banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Sedangkan jahe besar dimanfaatkan sebagai bumbu masak(Rukmana ,2000).

Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak menguap (non-volatile oil). Minyak menguap memberi bau yang khas pada jahe, sedangkan minyak tak menguap yang biasanya disebut oleoresin memberikan rasa pedas dan pahit. Komponen utama dari oleoresin mengandung gingerol (C14H26O4, C18H28O5), shogaol (C7H24O3), dan resin (Paimin dan Murhananto, 2008).

Rimpang jahe segar mengandung 80.9% uap lembab, 2,3% protein, 0,9% lemak, 2,4% serat, 12,3% karbohidrat dan 1,2% mineral. Mineral yang terkandung didalamnya seperti zat besi, calsium, fosfor, juga mengandung beberapa jenis vitamin seperti thiamine, riboflavin, niacin dan vitamin C. Gingerol dan shogaol merupakan komponen bahan aktif yang terdapat pada rimpang jahe segar. Rimpang jahe kering mengandung 3-6% minyak lemak, 9% protein, 60-70% karbohidrat dan 2-3% mengandung minyak volatile antara lain monoquiterpenes dan sesquiterpenes;


(42)

camphene, beta-phellandrene, curcumin, cineole, geranyl acetate, terphineol, terpenes, borneol, geraniol, limonene, linalool, 30-70% alpaha zingiberone, 15-20% beta-sesquiphelladrene, 10-15% beta bisabolene dan alpha farmesene.(Zachariah,

2008).

2.4.2. Farmakokinetik Jahe

Pengukuran kadar 6-gingerol dengan menggunakan HPLC (High Liquid Chromatograph) setelah penyuntikan secara intravena 3 mg/Kg pada tikus percobaan terdapat konsentrasi 6-gingerol antara 0,2-40 microgram/ml, dan sangat cepat di bersihkan dari plasma dengan waktu paruh maksimal 7,23 menit (Ding GH et al, 1991). Pemberian per oral kepada tikus percobaan sebanyak 50 mg/Kg dosis 6-gingerol dieksresikan melalui empedulebih besar dari 60%, melalui urin sebanyak 16% dalam waktu 60 jam (Nakazawa T, 2002).

2.4.3. Khasiat Jahe

Sejak dahulu jahe dipergunakan sebagai bumbu dapur, bahan obat tradosional dan aneka keperluan lainnya. Ekstrak ethanol jahe dapat melindungi lambung dari berbagai keadaan seperti oleh karena obat-obatan, alkohol dan stress ulcer(Al-Yahya M.A,1989).

Suekawa et al (1984) melakukan berbagai percobaan tentang efek farmakologi dari gingerol, dari hasil percobaannya mendapatkan bahwa gingerol


(43)

memiliki efek analgesik yang sama dengan aminopyrin dan memiliki efek antitusif yang lebih kuat dari dihydrocodeine phosphate. Jahe(zingiber officinale) dapat menghilangkan rasa sakit pada penderita rematik dan kelainan tulang(Srivastva, 1992).

Hasil penelitian Kikuzaki dan Nakatani (1993) menyatakan bahwa oleoresin jahe yang mengandung gingerol memiliki daya antioksidan melebihi α tokoferol,

sedangkan hasil penelitian Ahmed et al (2000) menyatakan bahwa jahe memiliki daya antioksidan yang sama dengan vitamin C.

Jahe memiliki rimpang yang kaya akan kandungan poliphenol ternyata dapat melindungi tubuh dari berbagai polutan yang ada di lingkungan. Pemberian 10% jahe dalam makanan tikus putih dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT serta bilirubin tikus putih tersebut yang dinduksi dengan merkuri klorida(Vitalis C et al, 2007). Hasil penelitian Egwurugwu J.N (2007) pemberian zingiber officinale juga dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT tikus putih yang diinduksi dengan cadmium. Efek antioksidan jahe juga dapat meningkatkan hormon testosteron, LH dan melindungi testis tikus putih yang diinduksi oleh fungisida mancozeb(Sakr SA et al, 2009).

Jahe yang digunakan sebagai bumbu dapur ternyata juga dapat melindungi tubuh dari berbagai bahan kimia, hal ini dapat dilihat bahwa jahe dapat menurunkan kadar glukosa darah, kolesterol dan triasilglyserol pada mencit yang diinduksi oleh streptozotocin(Al amin et al, 2006) dan juga menurunkan kadar glukosa darah tikus


(44)

putih yang diinduksi oleh aloksan (Olayaki L.A et al, 2007). Penelitian Amir dan Hamza (2006) menyatakan bahwa zingiber officinale dapat mengurangi jumlah morfologi sperma tikus yang abnormal yang disebabkan oleh ciplastin. Rimpang jahe juga bersifat nephroprotektif terhadap mencit yang diinduksi oleh gentamisin, dimana gentamisin meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) dan jahe yang mengandung flavanoid dapat menormalkan kadar serum kreatinin, urea dan asam urat pada tikus percobaan (Laksmi BV dan Sudhakar M, 2010).

Zakaria et al (2000) melakukan penelitian terhadap 24 mahasiswa pesantren yang diberi minuman jahe selama 30 hari, memberikan hasil bahwa minuman jahe dapat menurunkan kadar MDA plasma dan meningkatkan kadar vitamin E plasma dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberi minuman jahe, dari hasil ini menyatakan bahwa jahe berperan sebagi antioksidan dalam proses peroksidasi lipid dimana dapat diukur dari kadar MDA plasma. Ekstrak jahe ternyata dapat sebagai radioproteksi dengan menurunkan kadar enzim GPx dan MDA plasma mencit yang di radiasi oleh fast neutron(NabilGM, et al, 2009).

Stoilova I et al.,2007 menyatakan bahwa ekstrak CO2 dari zingiber officinale mengandung polyphenol yang menunjukkan kapasitas tinggi sebagai chelator

sehingga dapat mencegah inisiasi radikal hidroksil yang diketahui sebagai pencetus terjadinya peroksidasi lipid, dengan demikian ekstrak CO2 dari jahe dapat digunakan sebagai antioksidan. Gugus hidroksi fenolik dehidrozingeron mempunyai aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal hidroksi (Nugroho et all, 2006).


(45)

2.5. Sistem Reproduksi Jantan Pada Mencit

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretorii pada masa embryo yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis, selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1967).

2.5.1. Testis

Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albugenia, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus yang didalamnya berlangsung produksi semua sel germinal fungsional jantan. Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi nutrisi terhadap setiap bagian testis, dan kemudian akan kontak dengan vena testikular yang meninggalkan hilus (Rugh, 1967).

2.5.1.1. Tubulus Seminiferus Testis

Epitel tubulus seminiferus berada tepat dibawah membran basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubular yang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel fibroblast dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Diduga kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferus dan membantu pergerakan spermatozoa. Saluran ini mempunyai


(46)

ukuran panjang 30-70 cm dengan diameter bervariasi antara 150-250 µm (Junqueira, 2007). Epitel tubulus seminiferus terdiri dari sel spermatogenik dan sel sertoli yang mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang berkembang, hal ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik membentuk sebagian terbesar dari lapisan epitel dan melalui proliferasi yang kompleks akan menghasilkan spermatozoa(Rugh, 1967).

2.5.1.2. Sel Sertoli

Sel sertoli bersentuhan dengan dasarnya ke membran basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus. Di dalam inti sel sertoli terdapat nukleolus yang banyak, satu bagian terdiri atas badan yang bersifat asidofilik disentral dan sisa badan yang bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli diperkirakan mempunyai banyak bentuk tergantung aktivitasnya. Pada masa istirahat berhubungan dekat dengan membran basalis didekatnya dan inti ovalnya paralel dengan membran. Sel sertoli sebagai sel penyokong untuk metamorfosis spermatid menjadi spermatozoa dan retensi sementara dari spermatozoa matang, panjang, piramid dan intinya berada tegak lurus dengan membran basalis. Sitoplasma dekat lumen secara umum banyak kepala spermatozoa yang matang sedangkan ekornya berada bebas dalam lumen (Rugh, 1967).


(47)

2.5.1.3. Sel Spermatogenik

Sel spermatogenik membentuk lapisan epitel berlapis yang terdiri dari 4-8 lapis sel. Sel-sel ini berkembang secara progresif dari basal ke arah lumen tubulus seminiferus. Sel sel spermatogenik yang terdapat dalam tubulus seminiferus adalah: a. Spermatogonia

Spermatogenia bersandar pada bagian dalam lamina basalis tubulus seminiferus, berukuran diameter sekitar 12 µm.

b. Spermatosit primer

Merupakan sel benih yang terbesar di dalam tubulus seminiferus dengan diameter 17-19 µm, menempati daerah bagian tengah dari epitelium(Mariano SH 1986)

e. Spermatosit sekunder

Terletak lebih kearah lumen, besarnya lebih kurang setengah dari spermatosit primer.

d. Spermatid

Merupakan sel-sel yang ukurannya jauh lebih kecil. Dengan nukleus yang mengandung granula kromatin halus dan besar, umumnya terletak dalam kelompok-kelompok dekat lumen dan sel sertoli (Mariano SH, 1986).


(48)

e. Spermatozoa

Mempunyai bentuk yang ramping, ukuran panjang sekitar 55-65 µ m, Kepala spermatozoa yang kecil tertanam dalam sitoplasma sel-sel sertoli, ekornya menjulur kedalam lumen tubulus seminiferus (Mariano SH, 1986).

Gambar 4. Gambaran histologis Tubulus Seminiferus testis


(49)

2.5.1.4. Sel Leydig

Antara tubulus adalah stroma interstisial, terdiri atas gumpalan sel Leydig ataupun intertisial sel dan kaya akan darah dan cairan limfe. Sel interstisial testis mempunyai inti bulat yang besar dan bergranul kasar. Sitoplasma bersifat eusinofilik. Diyakini bahwa jaringan intertisial menguraikan hormon jantan testosteron (Rugh,1967).


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15. Jika t adalah perlakuan (dalam hal ini ada 6 kelompok perlakuan) n adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah n yang diharapkan (teoritis) adalah 4 (Federer, 1963).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium FMIPA Biologi USU Medan, Laboratorium terpadu FK USU Medan, Laboratorium Patologi Anatomi FK USU Medan, Laboratorium Farmasi MIPA USU Medan dan Laboratorium Biomedik FK USU. Penelitian dilakukan selama 8 minggu.

3.3. Bahan dan Alat Penelitian 3.3.1. Bahan Penelitian

Bahan biologis. Bahan biologis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster yang sehat, umur 8-11


(51)

minggu, belum pernah digunakan untuk percobaan lain dan mempunyai berat badan antara 25- 35 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi USU Medan.

Bahan Kimia Ekstrak air rimpang jahe, aquadest, Plumbum asetat (Merck) , formalin 10%, Alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut, parafin, xylol, Hematoxylin-Eosin, kit pemeriksaan Malondialdehid (Oxitek).

Reagensia :

1. 2-Thiobarbiturat acid

2. 1,1,3,3-terramethoxypropane 99% , 600 µM 3. Acetic acid glacial

4. Sodium hydroxide (NaOH)

3.3.2. Alat-alat Penelitian

Jarum oval (Gavage), spuit 1 ml, bak bedah dan dissecting set, gelas arloji, cawan peteri, batang pengaduk, waterbath, timbangan merek OHAUSS, timbangan merek Sartorius, vertex, mixer, sentrifuse effendrop, spektrofotometri, labu ukur, labu Erlenmeyer, Buret, mikroskop cahaya merek Olympus.

3.4. Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel independent

• Plumbum asetat


(52)

3.4.2 Variabel dependent

• Kadar MDA testis mencit

• Gambaran histopatologis: - diameter tubulus seminiferus mencit - tebal epitel tubulus seminiferus mencit.

3.5. Definisi operasional

• Plumbum asetat : merupakan suatu logam berat dengan rumus kimia (Pb(C2H3O2)·3H2O).

• Ekstrak air jahe : rimpang jahe segar yang di olah menjadi ekstrak air jahe dengan cara maserasi

• Kadar malondialdehid (MDA) : jumlah kadar MDA (mikromol) dalam jaringan testis (g).

• Gambaran histopatologis jaringan : pemeriksaan terhadap perubahan-

perubahan abnormal pada tingkat jaringan secara mikro anatomi.

3.6. Etika Penggunaan Hewan Penelitian

Penggunaan dan penanganan hewan penelitian dilakukan sesuai dengan aturan etika penelitian hewan penelitian yang diatur dalam Deklarasi Helsinki untuk memperoleh “ethical clearance” dari komite etik penelitian hewan FMIPA Biologi Universitas Sumatera Utara Medan (lampiran 6).


(53)

3.7. Pelaksanaan Penelitian

3.7.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik (ukuran 30x20x10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pellet komersial) dan minum (air PAM) diberikan ad libitum setiap hari. Percobaan dimulai setelah aklimatisasi.

3.7.2. Sampling Ekstrak Jahe (Zingiber officinale )

Rimpang jahe yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari daerah sidikalang desa sumbul pegaga.

3.7.3. Pembuatan Ekstrak Jahe

- Rimpang jahe dibersihkan, kemudian diiris tipis dengan ketebalan ± 1- 2 mm, dikering anginkan, di timbang lalu dihaluskan dengan blender sampai

menjadi serbuk.

- Serbuk jahe dimaserasi dengan aquadest selama ± 48 jam, sampai didapat cairan bening. Hasil maserasi dipekatkan dengan waterbath sampai diperoleh ekstrak yang


(54)

pekat, kemudian ekstrak pekat ini di fresh dryer hingga menjadi ekstrak kering (Hartanto, 2008). (Lampiran A).

3.7.4. Uji Kandungan Kimia ekstrak Jahe

Uji yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan metode fitokimia Adalah sebagai berikut:

- Uji zat fenolik dilakukan dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan FeCl3, hasil uji positif mengandung zat fenolik jika terbentuk larutan hitam pada sampel. - Uji zat flavonoid dilakukan dengan menggunakan Mg-HCl encer yang ditambahkan dengan ekstrak jahe, hasil uji positif mengandung zat flavonoid jika terbentuk larutan berwarna merah jambu pada sampel.

- Uji zat alkoloid dilakukan dengan menggunakan pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, dan pereaksi Dragendorff. Ekstrak jahe ditambahkan dengan masing-masing pereaksi, hasil uji positif mengandung zat alkoloid jika terbentuk endapan berwarna putih pada sampel.

- Uji zat steroid dilakukan dengan menggunakan H2SO4 dan pereaksi LB (Lieberman- Burchad). Ekstrak jahe ditambahkan dengan masing-masing zat. Uji dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan H2SO4, hasil uji positif jika terbentuk larutan berwarna merah pada sampel. Dan uji dengan cara menambah ekstrak jahe dengan pereaksi LB (Lieberman-Burchard), hasil uji positif jika terbentuk larutan berwarna hijau kebiruan pada sampel.


(55)

- Uji zat saponin dilakukan dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan akuades, lalu dikocok sampai terbentuk buih, hasil uji positif jika buih yang dihasilkan setelah didiamkan selama 15 menit tetap ada dan tinggi buih yang dihasilkan ± 2cm (Harborne, 1987).

3.7.5. Perhitungan Dosis Ekstrak Jahe dan Plumbum asetat

Dosis plumbum asetat yang digunakan sebesar 100 mg/KgBB sesuai dengan penelitian Daniel (2008). Penentuan dosis ekstrak jahe pada mencit berdasarkan dosis ekstrak jahe yang aman bagi sistem reproduksi tikus jantan yaitu sebesar 500mg/KgBB dan 1000mg/KgBB dengan berat badan tikus yang digunakan ± 200 gram (Morakinyo et al, 2008). Pemberian dosis ekstrak jahe untuk mencit dengan menggunakan tabel konversi dosis (Harmita, 2008)(Lampiran 5) Angka konversi dari tikus dengan berat badan 200 g ke mencit dengan berat badan 20 g yaitu sebesar 0,14g .

Dengan demikian perhitungan dosis ekstrak jahe adalah:

- 500mg/KgBB = 0,5 mg/gBB ¢ 0,5 x 200 = 100 mg/200gBB tikus 100 x 0,14 = 14mg/20 gBB mencit = 0,7mg/gBB mencit - 1000mg/KgBB = 1 mg/gBB ¢ 1 x 200 = 200 mg/200gBB tikus 200 x 0,14 = 28 mg/20 gBB mencit = 1,4 mg/gBB mencit.


(56)

Maka dosis ekstrak jahe yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,7mg/gBB dan 1,4mg/gBB. Pemberian Ekstrak jahe dan Plumbum asetat diberikan masing-masing sebanyak 0,5 ml, hal ini berdasarkan bahwa volume maksimum larutan yang diberikan pada mencit dengan berat 20-30g per oral adalah sebanyak 1 ml (Harmita, 2008).

3.7.6. Perlakuan Hewan Percobaan

Jumlah keseluruhan hewan coba yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 24 ekor. Penelitian ini terdiri atas 6 kelompok perlakuan, yaitu:

a) Kelompok I (P0) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi aquadest sebanyak 0,5 ml secara oral selama 42 hari.

b) Kelompok II (P1) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi ekstrak jahe 0,7 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari. c) Kelompok III (P2) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang

diberi ekstrak jahe 1,4mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.

d) Kelompok IV (P3) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.

e) Kelompok V (P4) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi ekstrak jahe 0,7 mg/gBB diberikan secara oral, satu jam kemudian


(57)

diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.

f) Kelompok VI (P5) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi ekstrak jahe 1,4mg/gBB diberikan secara oral, satu jam kemudian diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberi secara oral per hari selama 42 hari.

Tabel 2. Perlakuan Hewan Coba

Kelompok/ Aquadest Ekstrak Jahe Pb Asetat

Perlakuan

Lamanya pemberian

P0 0,5 ml/oral 42 hari

P1 0,7 mg/gBB/oral 42 hari

P2 1,4 mg/gBB/oral 42 hari

P3 0,1mg/gBB/oral 42 hari

P4 0,7 mg/gBB/oral 0,1mg/gBB/oral 42 hari

P5 1,4 mg/gBB/oral 0,1mg/gBB/oral 42 hari

3.7.7. Prosedur Pelaksanaan Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe

Sebelum percobaan, mencit jantan ditimbang dan ditempatkan dalam kandang tersendiri di dalam ruangan laboratorium (aklimatisasi). Mencit dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok perlakuan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.


(58)

Hari

0 7 49

Perlakuan pada hewan percobaan selama 42 hari

n = 4 n = 4 n = 4 n = 4 n = 4 n = 4

Ekstrak jahe Aquadest Pb asetat 1,4mg/gBB/oral 0,5 ml/hari Ekstrak jahe 0,1mg/gBB/oral

per oral 0,7mg/gBB/oral

Ekstrakjahe 1 jam Ekstrak jahe 0,7mg/gBB/oral

1,4mg/gBB/oral

1 jam Pb asetat 0,1mg/gBB/oral Pb asetat 0,1mg/gBB/oral

Gambar 5. Prosedur pelaksanaan uji pengaruh ekstrak jahe

Aklimatisasi Perlakuan

pada hewan percobaan

Dekapitasi/ Pembedahan

P0 P1 P2 P3 P4 P5

Pada hari ke 43 mencit didekapitasi dan dilakukan pemeriksaan:

§ MDA testis • Histologi jaringan testis :

- Diameter tubulus seminiferus - Tebal epitel tubulus seminiferus


(59)

3.7.8. Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan

Setelah 42 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dilakukan pembedahan dengan cara mencit diletakkan pada bak bedah dengan keempat anggota gerak terfiksasi. Scrotum dibuka dengan gunting hingga tampak testis. Testis dianggkat dengan memotong duktus epididimis. Setelah dikeluarkan maka testis dibersihkan dari jaringan ikat dan lemak. Kemudian dilakukan pengamatan sebagai berikut :

3.7.8.1. Pengamatan kadar MDA Testis mencit

Pemeriksaan kadar MDA testis mencit dilakukan pada hari ke-42 setelah perlakuan pada semua kelompok. Testis dihomogenkan dalam 5 ml larutan buffer phosphate (pH 7,2). Metode pemeriksaan MDA menurut Rao et al., dan Hsieh et al, (2006) yang telah dimodifikasi sebagai berikut :

• Reagensia :

1) 2-Thiobarbiturat acid (Merck.Cat. No. 1.08180.0025) 2) 1,1,3,3-terramethoxypropane 99% , 600 µM

3) Acetic acid glacial

4) Sodium hydroxide (NaOH) 5) Aquadest


(60)

a) Persiapan Reagensia

• TBA/Buffer Reagent

TBA/Buffer Reagent terdiri dari : 0,67 g 2-thiobarbituric acid dilarutkan dalam 100 mL aquadest, selanjutnya 0,5 g sodium hydroxide dan 100 asam asetat glacial.

• Standard MDA

Sebanyak 250 µL 1,1,3,3-tetramethoxypropane (Malondialdehid bis) 500 µM dilarutkan dalam 750 µL aquadest untuk memperoleh larutan stok MDA 125 µM. Selanjutnya dari larutan stok MDA 125 µM dilarutkan dalam aquadest dan dibuat 8 seri standar yang dapat dilihat pada table di bawah ini :

Tabel 3. Persiapan standar MDA untuk spektrofotometri

Nomor standar

Konsentrasi MDA (µM)

Volume MDA

Standar (µL) Volume pelarut (µL) 8 7 6 5 4 3 2 1 50 25 10 5 2,5 1,25 0,625 0 400 200 80 40 20 10 5 0 600 800 920 960 980 990 995 1000

a) Prosedur uji

1) Sebanyak 500 µ L sample atau standar MDA dimasukkan dalam tabung ependorf yang masing-masing telah diberi label.

2) Ditambahkan 0,5 ml aquadest pada masing-masing tabung. 3) Kemudian ditambahkan 0,5 ml TBA/Buffer Reagent.


(61)

4) Selanjutnya masing-masing tabung diinkubasi di dalam waterbath dengan suhu 950C selama 60 menit.

5) Setelah diinkubasi, masing-masing tabung dikeluarkan dari waterbath dan setelah dingin masing-masing tabung disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 10 menit.

6) Supernatan diambil untuk selanjutnya dianalisa dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 534 nm.

3.7.8.2. Pengamatan Gambaran Mikroskopis Tubulus Seminiferus Testis Mencit

Pengamatan gambaran mikroskopis diameter dan ketebalan epitel tubulus seminiferus testis mencit, dibuat sediaan histologis menurut Suntoro, S.H, (1983) dengan metode parafin, menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin). Sesuai dengan cara yang lazim dikerjakan dalam pembuatan sediaan histologis yaitu: fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, penanaman, pengirisan, penempelan, deparafinasi, pewarnaan, penutupan dan pemberian label.

Fikasasi

Jaringan testis diambil, kemudian difiksasi dalam larutan formalin selama 2-10 jam.

Pencucian


(62)

Dehidrasi

Dilakukan secara bertahap, dengan alkohol 70% selama 10 menit, alkohol 80%, 90%, 96%, masing-masing selama 60 menit, kemudian dengan alkohol absolut 30 menit.

Penjernihan

Dilakukan segera setelah proses dehidrasi dengan menggunakan toluol murni.

Infiltrasi

Proses infiltasi parafin dilakukan di dalam oven dengan suhu 56ºC. Organ testis dimasukkan kedalam campuran toluol-parafin dengan perbandingan 1:1 selama 30 menit. Kemudian berturut dimasukkan kedalam:

Parafin Murni I selama 1 jam Parafin Murni II selama 1 jam Parafin murni III selama 1 jam

Penanaman

Sediaan dari parafin murni III dimasukkan kedalam kotak kertas kecil sebagai cetakan yang telah berisi parafin cair, dan dibiarkan sampai parafin mengeras.

Pengirisan

Blok parafin testis yang telah mengeras ditempelkan pada holder dengan menggunakan spatula, letakkan holder beserta blok parafin pada tempatnya di mikrotom. Pengirisan dilakukan dengan ketebalan ± 6µ m.


(63)

Penempelan

Pada gelas benda diolesi dengan albumin dan ditetesi dengan akuades. Kemudian beberapa pipa parafin diletakkan di permukaan akuades pada gelas benda dan dibiarkan beberapa saat, kemudian gelas benda dipindahkan ke meja pemanas hingga kering.

Pewarnaan

Pewarnaan dengan hematoxylin-Eosin (H-E) melalui tahapan:

• Deparafinisasi preparat dengan xylol sampai bebas parafin

• Hidrasi dengan alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, akuades

• Inkubasi dalam larutan haematoxylin Erlich selama 30 menit

• Cuci dengan air mengalir ± 10 menit

• Dicelupkan kedalam akuades

• Dimasukkan alkohol 30%, 50%, 70%

• Kemudian dimasukkan kedalam larutan Eosin 0,5% selama 3 menit

• Dehidrasi dengan alkohol mulai dari 70%, 80%, 90% dan alkohol absolut

• Dikeringkan dengan kertas penghisap

• Inkubasi dengan xylol selama 1 malam

• Preparat ditutup dengan gelas penutup setelah ditetesi dengan kanada balsem terlebih dahulu, lalu diberi label.

Pewarnaan dengan hematoksilin-eosin (HE) yang akan menyebabkan inti berwarna hitam kebiru-biruan dan sitoplasma berwarna merah. Selanjutnya dilakukan


(64)

pemeriksaan histopatologis dengan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan gambaran kerusakan tubulus seminiferusmeliputi tebal epitel tubulus seminiferus dan diameter dari tubulus seminiferus. Hanya tubulus seminiferus yang penampang melintangnya tampak bulat yang dipilih untuk diamati. Dengan pembesaran 10x pengukuran tebal dan diameter tubulus seminiferus dilakukan dengan mengukur jarak terdekat antara 2 titik yang bersebrangan pada garis tengahnya. Kedua titik tersebut berada pada batas antara membrana basalis dengan sel spermatogenik. Pengukuran tebal epitel tubulus seminiferus juga dimulai dari titik tersebut sampai kepermukaan lumen. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan mikrometer (µm).

3.8. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis

Data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku ( rata-rata ± SD). Dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji ANOVA. Bila terdapat perbedaan dilakukan dengan uji Post Hoc untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan masing-masing perlakuan.

Jika distribusi data tidak normal dan atau tidak homogen, maka dilakukan transformasi data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Apabila data masih tidak normal distribusinya atau tidak homogen maka diuji dengan uji Kruskal-Wallis. Untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan kelompok perlakuan mengunakan uji Mann Whitney. Semua analisis data dilakukan dengan


(65)

menggunakan SPSS 13,0. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada

α≤ 0,05 yang dianggap bermakna (signifikan).

3.9. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian ini dari persiapan sampai pada penulisan hasil penelitian adalah lebih kurang delapan minggu. Urutan kegiatan dan jadual pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Jadwal Penelitian.

NO KEGIATAN

MINGGU KE

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 PERSIAPAN

2 PELAKSANAAN

3 ANALISA DATA

4 PENULISAN HASIL


(66)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan pengumpulan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat digambarkan pada beberapa gafik histogram yang tercantum di bawah ini. Hasil dan pembahasan pada penelitian ini adalah; (1) Hasil skrining senyawa fitokimia ekstrak air jahe (2) Kadar Malondialdehid (MDA) testis mencit, (3) Gambaran histopatologis: (a) Diameter tubulus seminiferus testis mencit, dan (b) Tebal epitel tubulus seminiferus testis mencit.

4.1.1 Hasil Uji Skrining Senyawa Fitokimia Ekstrak Air Jahe

Tabel 5. Hasil uji skrining senyawa fitokimia

Hasil uji skrining senyawa fitokimia ekstrak air jahe didapati senyawa fenolik, senyawa flavonoid dan senyawa terpenoida.


(67)

4.1.2. Kadar Malondialdehid (MDA) testis mencit

Pengukuran kadar MDA ginjal setiap mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 2, Tabel 6.

Gambar 6. Grafik Kadar rata-rata MDA Testis Mencit Jantan Dewasa (µM/mL). Keterangan; P0 (0,5 ml aquabidest); P1 (ekstrak jahe 0,7 mg/gBB); P2 (ekstrak jahe 1,4 mg/gBB); P3 (Pb asetat 0,01 mg/gBB); P4 (ekstrak jahe, 0,7mg/gBB + Pb asetat 0,01mg/gBB); P5 (ekstrak jahe 1,4mg/gBB + Pb asetat 0,01mg/gBB); ┬ standar deviasi (SD).

Hasil perhitungan analisis dari rata-rata MDA ginjal mencit jantan dewasa untuk semua kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada Lampiran 2. Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 6. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data berdistribusi normal dan variansinya homogen, sehingga tidak perlu dilakukan transformasi data. Data memenuhi asumsi pengujian parametrik Anova (Analisis of Varian) satu arah pada level 5%. Ternyata hasil uji menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan penelitian (p>0,05).


(68)

4.1.3. Gambaran Histopatologis Tubulus Seminiferus Testis Mencit

Pada gambaran histopatologis diamati dan dianalisis 2 (dua) hal yakni; (a) diameter tubulus seminiferus mencit, dan (b) tebal epitel tubulus seminiferus mencit.

a. Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit

Gambar 7. Grafik rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit Jantan (µ m). Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. Keterangan; P0 (0,5 ml aquabidest);P1 (ekstrak jahe 0,7 mg/gBB); P2 (ekstrak jahe 1,4 mg/gBB), P3 (Pbasetat 0,01 mg/gBB);

P4 (ekstrak jahe, 0,7 mg/gBB + Pb asetat 0,01 mg/gBB); P5 (ekstrak jahe 1,4mg/gBB + Pb asetat 0,01mg/gBB); ┬ standar deviasi (SD).

Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus setiap mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 3, Tabel 7. Hasil perhitungan analisis dari rata-rata diameter tubulus seminiferus testis mencit jantan dewasa untuk semua kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada Lampiran 3. Gambaran hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 7. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data tidak berdistribusi normal dan


(69)

hasil analisis tetap menunjukkan distribusi data tidak normal dan variansi data yang tidak homogen. Oleh karena itu data hanya memenuhi asumsi pengujian data nonparametrik Krusskal Wallis analisis. Hasil ujinya menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan penelitian (p<0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney dengan hasil sebagai berikut; diameter tubulus yang terendah pada perlakauan P5 (ekstrak jahe 1,4mg/gBB + Pb asetat 0,1mg/gBB) tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 (0,5 ml aquabidest), P2 (ekstrak jahe 1,4 mg/gBB) dan P4 (ekstrak jahe, 0,7 mg/gBB + Pb asetat 0,1 mg/gBB). Sedangkan nilai diameter tubulus seminiferus yang tertinggi terdapat pada perlakuan P1, tetapi tidak berbeda nyata dengan P0, P2, P3, dan P4.


(70)

Gambar 8. Grafik rata-rata Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit(µ m). Keterangan: P0 (0,5 ml aquabidest); P1 (ekstrak jahe 0,7 mg/gBB); P2 (ekstrak jahe 1,4 mg/gBB); P3 (Pb asetat 0,01 mg/gBB); P4 (ekstrak jahe, 0,7 mg/gBB + Pb asetat 0,01 mg/gBB); P5 (ekstrak jahe 1,4mg/gBB + Pb asetat 0,01mg/gBB);

┬ standar deviasi (SD).

Pengukuran tebal epitel tubulus seminiferus setiap mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 4, Tabel 8. Hasil perhitungan analisis dari rata-rata tebal epitel tubulus seminiferus mencit jantan dewasa untuk semua kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada Lampiran 3. Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 8. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data berdistribusi normal dan variansinya homogen, sehingga tidak perlu dilakukan transformasi data. Data memenuhi asumsi pengujian parametrik Anova (Analisis of Varian) satu arah pada level 5%. Ternyata hasil uji menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan penelitian (p>0,05).


(71)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 9: Gambar Histopatologi Tubulus Seminiferus Testis mencit, HE-400x (a) Kelompok Kontrol(P0); tanda panah biru pengukuran tebal epitel tubulus seminiferus, tanda panah hitam pengukuran diameter tubulus seminiferus.

(b) Kelompok P1(Jahe 0,7mg/gBB);terlihat pelebaran diameter tubulus seminiferus testis dibandingkan dengan kelompok kontrol.

(c) Kelompok P2(Jahe1,4mg/gBB); terlihat juga pelebaran diameter tubulus seminiferus testis dan daerah interstisial yang kosong dibandingkan dengan kelompok kontrol.

(d) Kelompok P3(Pb asetat 0,1 mg/gBB); terlihat epitel tubulus seminiferus menipis dan sel-sel spermatogenik tidak begitu memenuhi epitel tubulus seminiferus testis bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.

(e) Kelompok P4(Jahe 0,7mg/gBB+Pb asetat 0,1mg/gBB); terlihat penebalan kembali epitel tubulus seminiferus dan sel-sel spermatogenik mulai kembali memenuhi epietl tubulus setelah pemberian 0,7mg/gBB ekstrak jahe.

(f) Kelompok P5(jahe1,4mg/gBB+Pb asetat 0,1mg/gBB); terlihat

pengecilan diameter tubulus seminiferus testis dibandingkan dengan kelompok kontrol.


(72)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Hasil Uji Skrining Senyawa Fitokimia Ekstrak Air Jahe

Dari hasil uji skrining senyawa fitokimia ekstrak jahe terdapat senyawa fenolik. Penelitian Nugroho et al(2006) menunjukkan hasil bahwa gugus fenolik yang didapat dari isolasi Zingiber officinale mempunyai peran penting sebagai penangkap radikal hidroksi. Dari hasil penelitian Kusumaningati RW (2009) menyatakan bahwa senyawa fenolik jahe merupakan antioksidan alami, dimana kemampuannya tidak terlepas dari kadar komponen senyawa fenolik yang terkandung didalamnya.

4.2.2. Kadar Malondialdehid (MDA) Testis mencit

Dari hasil pemeriksaan kadar MDA testis yang tertinggi didapatkan pada P1, tetapi berbeda tidak nyata dengan kadar MDA pada perlakuan lainnya yaitu, P0, P2, P3, P4 dan P5. Tingginya kadar MDA pada P1, hal ini mungkin dapat disebabkan oleh adanya sifat oksidan yang timbul dari kandungan ekstrak jahe 0,7 mg/gBB. Besar kemungkinan ekstrak jahe 0,7 mg/gBB mengandung senyawa fenol yang cukup besar bagi testis mencit sehingga timbul sifat oksidannya. Hal ini dinyatakan oleh Gordon (1990), bahwa pada konsentrasi antioksidan yang cukup besar dapat menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan oksidasi dari sel. Kemudian dikatakannya bahwa, pada konsentrasi yang tinggi dapat terjadi penghilangan aktivitas antioksidan dari kelompok fenol dan berobah menjadi pro-oksidan. Pada konsentrasi tinggi, shogaol berganti sebagai prooksidan sehingga tidak lagi dapat


(1)

Tests of Normality

Kelompok P0 Diameter_TS

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

.286 4 . .937 4 .636

.426 4 . .654 4 .003

.204 4 . .974 4 .868

.241 4 . .938 4 .641

.243 4 . .916 4 .516

.306 4 . .768 4 .056

P0 P1 P2 P3 P4 P5 Tebal_TS

Lilliefors Significance Correction a.

Test of Homogeneity of Variance

Based on Mean Diameter_TS

Levene

Statistic2.510 df1 5 df2 18 Sig..068

5.474 5 18 .003

2.306 5 18 .087

2.306 5 5.082 .188

4.897 5 18 .005

Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean Tebal_TS

Lampiran 4. Data Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis. Tabel 8. Data Tebal Lapisan Epitel Tubulus Seminiferus Testis.

Ulangan P0 P1 P2 P3 P4 P5

1 38,54 46,69 47,97 21,53 60,60 57,62

2 38,95 17,97 35,56 31,30 69,97 60,21

3 45,64 47,67 41,87 44,07 31,49 30,85

4 34,36 47,65 44,53 48,05 38,16 30,93

Rata2 39,37±4,66 40,00±14,69 42,48±5,25 36,24±12,13 50,06±18,20 44,90±16,21

Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Tebal Spermatogenik dalam tubulus seminiferus. NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks 4 10.75 4 13.00 4 13.25 4 10.00 4 15.50 4 12.50 24 Kelompok P0 P1 P2 P3 P4 P5 Total Tebal_TS


(2)

Lanjutan Lampiran 4.

Hasil: Tebal Sel Epitel Tubulus Seminiferus berbeda tidak nyata antara masing-masing perlakuan. Jadi tidak perlu dilakukan analisis lanjut.

Test Statisticsa,b

1.530 5 .910 Chi-Square

df

Asymp. Sig.

Tebal_TS

Kruskal Wallis Test a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

4 99 95

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber Officinalle Var Rubra) Dengan Metode Pengolahan Yang Berbeda Terhadap Bobot Karkas Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria Tenella

4 75 54

Pemberian Larutan Jahe Merah (Zingiber officinale var rubra) dengan Metode Pengolahan Berbeda terhadap Performans Ayam Broiler Yang Terinfeksi Eimeria tenella

3 84 57

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

32 249 106

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

Pengaruh Pemberian Madu terhadap Gambaran Histologi Testis Mencit (Mus musculus) yang Diberi Plumbum Asetat

2 49 90

Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.)Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Ginjal Dan Gambaran Histopatologis Tubulus Proksimal Ginjal Mencit Yang Diberi Plumbum Asetat

3 62 105

Uji Efek Antiinflamasi Dari Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)Dan Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dalam Sediaan Topikal Pada Mencit Jantan

17 119 74

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 15 116