61
2 Laporan insidentil paling lambat 15 lima belas hari setelah putusan Majelis Pemeriksa.
C. Pelaksanaan Proses Penyidikan Terhadap Notaris Sebagai Saksi dan Tersangka Dalam Tindak Pidana
Dalam UUJN diatur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka Notaris dapat dikenai atau
dijatuhi sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan Notaris. Sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa, baik dalam PJN maupun
sekarang dalam UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris, yang tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap Notaris. Dalam praktik ditemukan kenyataan
bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan Notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi administrasi atau perdata atau kode etik jabatan
Notaris, tapi kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris.
Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti: a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan waktu menghadap;
b. Pihak siapa-orang yang menghadap Notaris; c. Tanda tangan yang menghadap;
d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta; e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan
f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi salinan akta
dikeluarkan.
60
60
Habib Adjie, Op.cit, h. 120-121.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
Aspek-aspek tersebut jika terbukti dilanggar oleh Notaris, maka kepada Notaris yang bersangkutan dapat dijatuhi sanksi perdata atau administratif, atau
aspek-aspek tersebut merupakan batasan-batasan yang jika dapat dibuktikan dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan sanksi administratif dan sanksi perdata
terhadap Notaris. Namun ternyata di sisi yang lain batasan-batasan seperti itu ditempuh
atau diselesaikan
secara pidana
atau dijadikan
dasar untuk
memidanakan Notaris yaitu dengan dasar Notaris telah membuat surat palsu atau memalsukan akta dengan kualifikasi sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan
oleh Notaris. Batasan-batasan yang dijadikan dasar untuk memidanakan Notaris
merupakan aspek formal dari akta Notaris. Jika Notaris terbukti melakukan pelanggaran dari aspek formal dapat dijatuhi sanksi perdata atau sanksi
administrasi tergantung pada jenis pelanggarannya atau sanksi Kode Etik Jabatan Notaris. Dalam ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat
alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti tersebut berada dalam tataran Hukum Perdata, dan bahwa Notaris
membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap. Tanpa ada permintaan dari para pihak, Notaris tidak akan membuat akta apapun, dan Notaris
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
membuatkan akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau keterangan atau pernyataan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan atau diperlihatkan
kepada atau dihadapan Notaris. Aspek-aspek formal akta Notaris dijadikan dasar atau batasan untuk
memidanakan Notaris, sepanjang aspek-aspek formal tersebut terbukti secara sengaja bahwa akta yang dibuat dihadapan dan oleh Notaris tersebut untuk
dijadikan suatu alat melakukan suatu tindak pidana terhadap pembuatan akta pihak atau akta relaas. Di samping itu, Notaris secara sadar, sengaja untuk secara
bersama-sama dengan para pihak yang bersangkutan penghadap melakukan atau membantu atau menyuruh penghadap untuk melakukan suatu tindakan hukum
yang diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum. Jika hal ini dilakukan, selain merugikan Notaris, para pihak, dan pada akhirnya orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, diberi sebutan sebagai orang yang senantiasa melanggar hukum. Aspek lainnya yang perlu untuk dijadikan batasan
dalam hal pelanggaran oleh Notaris harus diukur berdasarkan UUJN, artinya apakah perbuatan yang dilakukan oleh Notaris melanggar pasal-pasal tertentu
dalam UUJN, karena ada kemungkinan menurut UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan UUJN, tetapi menurut pihak penyidik perbuatan
tersebut merupakan suatu tindak pidana. Dengan demikian sebelum melakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
penyidikan lebih lanjut, lebih baik meminta pendapat mereka yang mengetahui dengan pasti mengenai hal tersebut, yaitu dari organisasi jabatan Notaris.
Selanjutnya, Notaris merumuskannya secara lahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta Notaris dengan tetap berpijak pada aturan hukum atau tatacara
atau prosedur pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum yang bersangkutan yang dituangkan dalam akta. Peran Notaris dalam hal
ini juga untuk memberikan nasihat hukum yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Apapun nasihat hukum yang diberikan kepada para pihak dan kemudian
dituangkan kedalam akta yang bersangkutan tetap sebagai keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan, tidak dan bukan sebagai keterangan
atau pernyataan Notaris.
61
Memidanakan Notaris berdasarkan aspek-aspek tersebut tanpa melakukan penelitian atau pembuktian yang mendalam dengan mencari unsur kesalahan atau
kesengajaan dari Notaris merupakan suatu tindakan tanpa dasar hukum yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sebagai contoh:
1. Notaris dituduh dengan kualifikasi membuat secara palsu atau memalsukan sepucuk surat yang seolah-olah surat tersebut adalah surat yang asli dan
dipalsukan Pasal 263 ayat 1 KUHP, seperti yang dinyatakan sebagai berikut:
61
Habid Adjie, Op.cit, h. 121.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian kewajiban atau seseuatu
pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang
lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu
kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama- lamanya enam tahun.” Melakukan pemalsuan surat, dan pemalsuan tersebut
telah dilakukan didalam akta-akta otentik Pasal 264 ayat 1 angka 1 KUHP, seperti yang dinyatakan sebagai berikut: “Dalam perkara memalsukan surat,
dihukum penjara selama-lamanya delapan tahun, kalau perbuatan itu dilakukan terhadap akta otentik”, mencantumkan suatu keterangan palsu di dalam suatu
akta otentik Pasal 266 ayat 1 KUHP, seperti yang dinyatakan sebagai berikut:”Barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam
sesuatu akta otentik tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh
orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.“.
Kewenangan Notaris yaitu membuat akta, bukan membuat surat, dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
demikian harus dibedakan antara surat dan akta. Surat berarti surat pada umumnya yang dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti atau untuk tujuan
tertentu sesuai dengan keinginan atau maksud pembuatnya, yang tidak terikat pada aturan tertentu, dan akta akta otentik dibuat dengan maksud sebagai alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, dibuat dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya dan terikat pada bentuk yang
sudah ditentukan. Dengan demikian pengertian surat dalam pasal 263 ayat 1 KUHP tidak mutatis mutandis sebagai akta otentik, sehingga tidak tepat jika
akta Notaris diberikan perlakuan sebagai suatu surat pada umumnya. 2. Keterangan atau pernyataan dan keinginan para pihakpenghadap yang
diutarakan dihadapan Notaris merupakan bahan dasar bagi Notaris untuk membuatkan akta sesuai keinginan para pihak yang menghadap Notaris. Tanpa
adanya keterangan atau pernyataan dan keinginan dari para pihak, Notaris tidak mungkin untuk membuat akta. Kalaupun ada pernyataan atau keterangan
yang diduga palsu dicantumkan dimasukkan ke dalam akta otentik, tidak menyebabkan akta tersebut palsu. Contohnya, ke dalam akta otentik
dimasukkan keterangan berdasarkan surat nikah yang diperlihatkan kepada Notaris atau Kartu Tanda Penduduk KTP dari pengamatan secara fisik asli.
Jika ternyata terbukti surat nikah atau KTP tersebut palsu, tidak berarti Notaris
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
memasukkan atau mencantumkan keterangan palsu ke dalam akta Notaris. Secara materil kepalsuan atas hal tersebut merupakan tanggungjawab para
pihak yang bersangkutan. Selama ini, karena hal-hal seperti tersebut di atas telah menempatkan
Notaris dalam posisi sebagai terpidana, menunjukkan ada pihak-pihak yang tidak mengerti apa dan bagaimana serta kedudukan Notaris dalam sistem hukum
nasional. Menempatkan Notaris sebagai terpidana sebelum jadi terpidana sebagai tersangka dan terdakwa atau memidanakan Notaris menunjukkan bahwa pihak-
pihak lain di luar Notaris, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan atau praktisi hukum lainnya menunjukkan kekurangpahaman terhadap dunia Notaris.
62
Penjatuhan hukuman pidana terhadap Notaris tidak serta merta akta yang bersangkutan menjadi batal demi hukum. Suatu hal yang tidak tepat secara hukum
jika ada putusan pengadilan pidana dengan amar putusan membatalkan akta Notaris dengan alasan Notaris terbukti melakukan suatu tindak pidana pemalsuan.
Dengan demikian untuk menempatkan Notaris sebagai terpidana, atas akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris yang bersangkutan, maka tindakan hukum
yang harus dilakukan adalah membatalkan akta yang bersangkutan melalui gugatan.
62
Habid Adjie, Op.cit, h. 122-123.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
Dengan demikian apabila akta Notaris dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengan dasar putusan
tersebut Notaris dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum. Hubungan Notaris dan para penghadap dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan
hukum karena: 1. Notaris tidak berwenang membuat akta yang bersangkutan;
2. Tidak mampunya Notaris yang bersangkutan dalam membuat akta; 3. Akta Notaris cacat dalam bentuknya.
63
Penjatuhan sanksi perdata, administratif, dan pidana mempunyai sasaran, sifat, dan prosedur yang berbeda. Sanksi administratif dan sanksi perdata bersifat
reparatoir atau korektif, artinya untuk memperbaiki suatu keadaan agar tidak dilakukan olagi oleh yang bersangkutan ataupun oleh Notaris yang lain. Regresif
berarti segala sesuatunya dikembalikan kepada suatu keadaan-ketika sebelum terjadinya pelanggaran. Dalam aturan hukum tertentu, di samping dijatuhi sanksi
administratif, juga dapat dijatuhi sanksi pidana secara kumulatif yang bersifat condemnatoir punitif atau menghukum, dalam kaitan ini UUJN tidak mengatur
63
Ibid, h. 19.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
sanksi pidana untuk Notaris yang melanggar UUJN. Jika terjadi hal seperti itu maka terhadap Notaris tunduk kepada tindak pidana umum.
64
Prosedur penjatuhan sanksi administratif dilakukan secara langsung oleh instansi yang diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi tersebut, dan sanksi
perdata berdasarkan pada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap yang amar putusannya menghukum Notaris untuk membayar biaya, ganti
rugi, dan bunga kepada penggugat, dan prosedur sanksi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang amar
putusannya menghukum Notaris untuk menjalani pidana tertentu. Penjatuhan sanksi administratif dan sanksi perdata ditujukan sebagai koreksi atau reparatif
dan regresi atas perbuatan Notaris.
64
Habid Adjie, Op.cit, h. 123-124.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Tabel 1 DATA PEMANGGILAN NOTARISPPAT SEBAGAI SAKSI ATAU
TERSANGKA TAHUN 2008 – 2011 DI UNIT RESUM POLRESTA MEDAN No.
Tahun Pemanggilan Sebagai
Saksi Pemanggilan Sebagai
Tersangka
1 2008
10 1
2 2009
1 5
3 2010
1 1
4 2011
1
Jumlah 12
8
Tahapan proses pemeriksaan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yakni:
1. Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
pertama kalinya oleh polisi baik sebagai penyelidik maupun penyidik, apabila ada dugaan hukum pidana dilanggar, terdiri dari:
a. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.
b. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
c. Penangkapan adalah suatu tindakan dari penyidik, berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan. Perintah penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang
diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup Pasal 17 KUHP bukti permulaan berarti bukti-bukti awal
sebagai dasar untuk menduga adanya tindak pidana. d. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu
oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya. Alasan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa
menurut Pasal 12 1 KUHP adalah : 1 Tersangka atau Terdakwa dikhawatirkan melarikan diri;
2 Tersangka atau
Terdakwa dikhawatirkan
akan merusak
atau menghilangkan barang bukti; dan
3 Tersangka atau Terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak pidana;
Jenis-jenis penahanan, yakni: a. Penahanan Rumah Tahanan Negara;
b. Penahanan Rumah;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
c. Penahanan Kota; e. Penggeledahan adalah tindakan penyidik memeriksa suatu tempat tertutup
atau badan seseorang, untuk mendapatkan bukti-bukti yang berhubungan dengan suatu tindak pidana;
f. Penyitaan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang untuk menguasai sementara waktu barang-barang baik yang
merupakan milik terdakwa atau tersangka ataupun bukan, tetapi berasal dari atau ada hubungannya dengan suatu tindak pidana dan berguna untuk
pembuktian; g. Pemeriksaan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan perkara, maka
penyidik dapat melakukan pemeriksaan saksi. Saksi yang diperiksa pada tingkat penyidikan memberikan keterangannya tanpa disumpah terlebih
dahulu; h. Pasal 30, Surat Keputusan Kapolri nomor 12 Tahun 2009 tentang Proses
Penanganan Perkara oleh penyidik dalam hal rencana penyidikan yang menyatakan sebelum melaksanakan kegiatan penyidikan, penyidik wajib
menyiapkan administrasi penyidikan pada tahap awal meliputi: a. Pembuatan tata naskah;
b. Rencana penyidikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
Pembuatan tata naskah sebagaimana dimaksud di atas sekurang- kurangnya meliputi:
a. Laporan polisi; b. LHP Laporan Hasil Penyidikan bila terjadi penyidikan;
c. Surat perintah penyidikan; d. SPDP Surat Permulaan Dimulai Penyidikan;
e. Rencana penyidikan; f. Gambar skema pokok perkara;
g. Matriks untuk daftar kronologis penindakan. Penyiapan rencana penyidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
a. Rencana kegiatan; b. Rencana kebutuhan;
c. Target pencapaian kegiatan, d. Skala prioritas penindakan;
e. Target penyelesaian perkara. 2.
Pemeriksaan di sidang pengadilan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan apakah dugaan bahwa seseorang yang telah melakukan tindak
pidana itu dapat dipidana atau tidak, terdiri dari;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
a. Pemeriksaan adalah berupa pemeriksaan alat-alat bukti dipersidangan yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa; b. Penuntutan adalah tindak Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara
pidana ke pengadilan negeri yang berwewenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputuskan oleh Hakim di Sidang Pengadilan.
65
SKEMA PEMERIKSAANPEMANGGILAN
65
Wawancara dengan AKP Amri, Kanit Tindak Pidana Tertentu, Kepolisian Resor Kota Medan, pada tanggal 21 April 2012.
Pelapor PenyidikPenyidik Pembantu
Proses Penyidikan Pengaduan Sentral Pelayanan
Kepolisian Terpadu Pengawas
Penyidik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
SKEMA PROSES PENYIDIKAN KEPOLISIAN
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dibawah pengawasan Majelis Pengawas, sehingga apabila notaris dipanggil baik sebagai saksi maupun
tersangka harus mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas. Penyidik terlebih dahulu memohon persetujuan pemeriksaan notaris baik sebagai saksi dan
tersangka kepada Majelis Pengawas Daerah Kota Medan, dan setelah mendapat persetujuan tersebut barulah penyidik memanggil notaris yang telah disetujui
Majelis Pengawas untuk diperiksa dan dimintai keterangannya sebagai saksi atau
Majelis Pengawas Daerah. Tembusan ke notaris yang
bersangkutan PenyidikPenyidik Pembantu
Disetujui
Tidak Disetujui Beserta Alasan
Dari MPD
Digugat Ke PTUN Apabila Alasan MPD Tidak Dapat Diterima oleh Kepolisian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
tersangka.
66
Majelis Pengawas Daerah dapat menerima atau menolak permohonan dari Kepolisian baik sebagai saksi maupun tersangka disertai dengan alasannya.
Dan apabila alasan dari Majelis Pengawas Daerah tidak dapat diterima oleh Kepolisian demi penegakan hukum maka Kepolisian dapat melayangkan gugatan
ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
66
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
BAB III PENERAPAN ASAS KERAHASIAAN YANG DITERAPKAN NOTARIS