Substitusi Agregat Halus pada Beton dengan Limbah Produksi Pabrik Pengecoran Logam

(1)

SUBSTITUSI AGREGAT HALUS PADA BETON DENGAN

LIMBAH PRODUKSI PABRIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam

menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

SARFIN HALIM

10 0404 134

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

ABSTRAK

Bahan buangan atau limbah sering dimanfaatkan menjadi suatu bahan yang dapat difungsikan untuk keperluan tertentu seperti bidang rekayasa bahan bangunan, limbah sudah sering diteliti untuk kemudian dimanfaatkan. Salah satu bahan buangan yang belum begitu banyak diteliti sebagai bahan bangunan beton yaitu limbah pabrik pengecoran logam. Limbah pabrik pengecoran logam ini berasal dari pasir yang dimanfaatkan sebagai cetakan untuk menahan panas cairan logam yang mencapai 13000C. Pasir tersebut diberikan phenolic resin dan zat

kimia lainnya yang dapat membuat pasir mengeras sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cetakan. Setelah diteliti ternyata limbah tersebut mengandung beberapa senyawa yang mungkin dapat meningkatkan kekuatan beton yaitu : silikat (SiO2),

ferrit (Fe2O3), kapur (CaO), dan magnesia (MgO).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh substitusi agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam terhadap kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Komposisi penggantian agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 0%, 10%, 20%, 30%. Sampel yang digunakan adalah berbentuk silinder (Φ = 15 ; h = 30) dengan mutu beton yang direncanakan 50 MPa. Jumlah sampel sebanyak 96 sampel, terdiri dari 4 variasi dan masing-masing variasi sebanyak 24 sampel. Sampel diuji pada umur 3 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Sampel akan dirawat dengan cara perendaman di air sebelum diuji.

Dari hasil penelitian diperoleh terjadi peningkatan kuat tekan beton pada variasi substitusi 10%, 20 dan 30% masing-masing sebesar 12,78%; 20,44%; 25,55% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari. Sedangkan pada pengujian kuat tarik belah terjadi peningkatan pada variasi substitusi 10%, 20% dan 30% masing-masing sebesar 5,84%; 9,83%; 12,3% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari.

Kata kunci : beton, limbah pabrik pengecoran logam, kuat tekan beton, kuat tarik belah


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Substitusi Agregat Halus Pada Beton Dengan Limbah Produksi Pabrik Pengecoran Logam”. Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran kritik Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan tugas akhir ini.

Penulis juga menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., sebagai dosen pembimbing 1 dan sekretaris departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Ibu Rahmi Karolina, ST.MT, sebagai dosen pembimbing 2, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluang waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, Graciela, Sahat Halim, Yeni Halim, dan Aini Halim yang telah mendukung, menyemangati serta mendoakan penulis di setiap kegiatan akademis penulis.

4. Effendi, selaku abang senior stambuk 2007 yang memberikan kontribusi besar kepada penulis dalam hal memberikan semangat dan arahan hingga selesainya tugas akhir ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

6. Para pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU atas ketersediannya untuk mengurus administrasi Tugas akhir ini.

7. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa, Rahmadsyah Rangkuti, Muhammad Fauzi, Bagus Hariawan, Zulfikar dan Rizky Nanda.

8. Teman-teman jurusan Teknik Sipil, terutama teman-teman seangkatan 2010, stambuk 2007, 2008 dan 2009 serta adik-adik 2013 terima kasih atas bantuan dan informasi mengenai kegiatan sipil selama ini.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan-rekan mahasiswa demi penyempurnaan


(5)

iv Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2015

Sarfin Halim 10 0404 134


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Pemecahan Masalah ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

1.6 Metodologi Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 9

2.2 Beton Segar (Fresh Concrete) ... 11

2.2.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability) ... 11

2.2.2 Pemisahan Kerikil (Segregation) ... 14


(7)

vi

2.3.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c) ... 16

2.3.2 Kuat Tarik Beton ... 23

2.4 Bahan Penyusun Beton ... 23

2.4.1 Semen ... 24

2.4.1.1 Semen Portland ... 25

2.4.1.2 Jenis Semen Portland ... 26

2.4.1.3 Bahan Penyusun Semen Portland ... 27

2.4.2 Agregat ... 28

2.4.2.1 Agregat Halus ... 28

2.4.2.2 Agregat Kasar ... 30

2.4.3 Air ... 32

2.4.4 Bahan Tambahan ... 33

2.4.4.1 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan ... 35

2.4.4.2 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan ... 37

2.4.4.3 Jenis Bahan Tambah Kimia ... 38

2.4.4.4 Jenis Bahan Tambah Mineral ... 41

2.4.4.5 Jenis Bahan Tambah Lainnya ... 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum ... 52

3.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton ... 54

3.2.1 Semen Portland ... 54

3.2.2 Agregat Halus ... 54

3.2.3 Agregat Kasar ... 57


(8)

3.2.4 Limbah Pabrik Pengecoran Logam ... 61

3.2.5 Air ... 64

3.2.6 Superplasticizer ... 64

3.2.7 Silicafume ... 64

3.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) ... 65

3.4 Penyediaan Bahan Penyusun Beton ... 65

3.5 Pembuatan Benda Uji ... 66

3.6 Penggunaan Limbah Pabrik Pengecoran Logam ... 67

3.7 Pengujian Sampel ... 68

3.7.1 Uji Kuat Tekan Beton ... 68

3.7.2 Uji Kuat Tarik Beton ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Slump ... 71

4.2 Kuat Tekan Silinder Beton ... 73

4.3 Kuat Tarik Belah Silinder Beton ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Saran ... 82


(9)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Limbah pabrik pengecoran logam ... 3

Gambar 1.2 Benda uji silinder ... 5

Gambar 2.1 Kerucut abrams ... 13

Gambar 2.2 Slump sebenarnya ... 13

Gambar 2.3 Slump geser ... 14

Gambar 2.4 Slump runtuh ... 14

Gambar 2.5 Model benda uji silinder ... 18

Gambar 2.6 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya ... 19

Gambar 2.7 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton ... 20

Gambar 2.8 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe portland semen ... 21

Gambar 2.9 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama ... 21

Gambar 2.10 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton ... 22

Gambar 2.11 Abu serabut kelapa ... 47

Gambar 2.12 Limbah pabrik pengecoran logam ... 49

Gambar 2.13 Pasir silica ... 50

Gambar 2.14 Bahan tambah lainnya ... 50

Gambar 2.15 Cetakan kayu ... 50

Gambar 2.16 Cetakan pasir setelah dilepas dari cetakan kayu dan di-coating ... 50


(10)

Gambar 2.17 Cetakan pasir yang baru dituang cairan logam ... 50 Gambar 2.18 Cetakan pasir yang didinginkan ... 50 Gambar 2.19 Diagram alir limbah pabrik pengecoran logam ... 51 Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan beton dengan pasir biasa dan beton dengan substitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap agregat halus ... 53 Gambar 3.2 Uji tekan beton ... 68 Gambar 3.3 Uji split cylinder ... 70 Gambar 4.1 Grafik nilai slump terhadap variasi limbah pabrik pengecoran logam... 72 Gambar 4.2 Grafik kuat tekan beton dengan substitusi limbah pabrik

pengecoran logam terhadap umur beton ... 75 Gambar 4.3 Grafik kuat tekan beton dengan substitusi limbah pabrik

pengecoran logam terhadap persentase substitusi limbah

pabrik pengecoran logam ... 76 Gambar 4.4 Grafik kuat tarik belah beton dengan substitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap umur beton ... 79 Gambar 4.5 Grafik kuat tarik belah beton dengan substitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap persentase substitusi limbah


(11)

x DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Variasi Subtitusi Limbah Pabrik Pengecoran Logam ... 6

Tabel 2.1 Beberapa jenis beton menurut kuat tekannya ... 18

Tabel 2.2 Perkiraan kuat tekan beton pada berbagai umur ... 20

Tabel 2.3 Komposisi senyawa utama semen portland... 27

Tabel 2.4 Komposisi senyawa pembentuk semen portland ... 27

Tabel 2.5 Batasan gradasi untuk agregat halus ... 29

Tabel 2.6 Susunan besar butiran agregat kasar ... 31

Tabel 2.7 Kandungan senyawa pada abu serabut kelapa dan semen ... 47

Tabel 2.8 Kandungan limbah pabrik pengecoran logam ... 49

Tabel 3.1 Proporsi material penyusun beton ... 67

Tabel 4.1 Nilai slump untuk berbagai variasi subtitusi ... 71

Tabel 4.2 Hasil pengujian kuat tekan beton dengan variasi subtitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap agregat halus ... 74

Tabel 4.3 Hasil pengujian kuat tarik belah beton dengan variasi subtitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap agregat halus ... 78


(12)

DAFTAR NOTASI

SSD : saturated surface dry n : jumlah sampel

f'c : kuat tekan beton karakteristik (MPa) fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg) A : luas penampang (cm2)

S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : kekuatan masing – masing benda uji (MPa)

σ’bm : kekuatan beton rata –rata (MPa)

N : jumlah total benda uji hasil pemeriksaan Fct : tegangan rekah beton (kg/cm)

P : beban maksimum (kg) L : panjang sampel (cm) D : diameter (cm)


(13)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Concrete Mix Design Lampiran II Pemeriksaan Bahan

Lampiran III Pemeriksaan Limbah Pabrik Pengecoran Logam Lampiran IV Data Pengujian Kuat Tekan

Lampiran V Data Pengujian Kuat Tarik Belah Lampiran VI Dokumentasi


(14)

ABSTRAK

Bahan buangan atau limbah sering dimanfaatkan menjadi suatu bahan yang dapat difungsikan untuk keperluan tertentu seperti bidang rekayasa bahan bangunan, limbah sudah sering diteliti untuk kemudian dimanfaatkan. Salah satu bahan buangan yang belum begitu banyak diteliti sebagai bahan bangunan beton yaitu limbah pabrik pengecoran logam. Limbah pabrik pengecoran logam ini berasal dari pasir yang dimanfaatkan sebagai cetakan untuk menahan panas cairan logam yang mencapai 13000C. Pasir tersebut diberikan phenolic resin dan zat

kimia lainnya yang dapat membuat pasir mengeras sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cetakan. Setelah diteliti ternyata limbah tersebut mengandung beberapa senyawa yang mungkin dapat meningkatkan kekuatan beton yaitu : silikat (SiO2),

ferrit (Fe2O3), kapur (CaO), dan magnesia (MgO).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh substitusi agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam terhadap kuat tekan dan kuat tarik belah beton. Komposisi penggantian agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 0%, 10%, 20%, 30%. Sampel yang digunakan adalah berbentuk silinder (Φ = 15 ; h = 30) dengan mutu beton yang direncanakan 50 MPa. Jumlah sampel sebanyak 96 sampel, terdiri dari 4 variasi dan masing-masing variasi sebanyak 24 sampel. Sampel diuji pada umur 3 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Sampel akan dirawat dengan cara perendaman di air sebelum diuji.

Dari hasil penelitian diperoleh terjadi peningkatan kuat tekan beton pada variasi substitusi 10%, 20 dan 30% masing-masing sebesar 12,78%; 20,44%; 25,55% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari. Sedangkan pada pengujian kuat tarik belah terjadi peningkatan pada variasi substitusi 10%, 20% dan 30% masing-masing sebesar 5,84%; 9,83%; 12,3% terhadap beton yang tidak menggunakan limbah pada umur 28 hari.

Kata kunci : beton, limbah pabrik pengecoran logam, kuat tekan beton, kuat tarik belah


(15)

`

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan bahan yang sangat penting dan banyak digunakan dalam dunia kontruksi di Indonesia karena banyak keuntungan yang diberikan kepada kita, diantaranya adalah kuat menahan gaya tekan, bahan-bahan pembentuk mudah diperoleh, mudah dibentuk, harga lebih murah, tidak memerlukan perawatan khusus dan lebih tahan terhadap lingkungan. Beton terbentuk dari campuran agregat kasar dan agregat halus (pasir, kerikil, batu pecah, atau jenis agregat lain) dengan semen dan air sebagai pengikatnya.

Dalam bidang konstruksi, campuran beton merupakan objek yang sering dijadikan sebagai penelitian untuk mendapatkan metode konstruksi yang efisien. Salah satu syarat beton adalah mempunyai kuat tekan tinggi tetapi mudah dikerjakan (workable). Semakin banyak beton yang digunakan sebagai bahan penyusun struktur beton, maka mendorong penelitian untuk mengembangkan material beton.

Banyaknya jumlah penggunaan beton dalam kontruksi mengakibatkan peningkatan kebutuhan material pembentuk beton salah satunya agregat halus yaitu pasir. Agregat halus berupa pasir adalah material yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5mm (lolos ayakan 4,76mm) dan biasanya kadar lumpur pada agregat halus tidak boleh lebih dari 5%. Pasir dapat berasal dari hasil desintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu. Biasanya tempat penambangan terjadi keterbatasan akan material agregat


(16)

`

halus sehingga dibutuhkan alternatif untuk mengatasi kelangkaan tersebut. Lagipula pembentukan beton secara besar-besaran ini dapat mengakibatkan pasir biasa semakin lama akan semakin berkurang. Hal ini mendorong kita untuk mencari alternatif lain untuk mengurangi ketergantungan kita pada pasir biasa. Sehingga jumlah sumber daya alam yang tersedia untuk keperluan pembetonan tidak akan cepat habis.

Keterbatasan kemampuan alam dalam menyediakan material pembentuk beton merupakan sebuah persoalan yang penting. Lagipula pemanfaatan limbah sebagai pengganti agregat halus bukan merupakan barang baru lagi. Limbah tersebut bisa berasal dari perkebunan, pertanian, sisa konstruksi, maupun sisa dari proses produksi pabrik. Pemanfaatan limbah ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan campuran beton. Dengan mengurangi penggunaan bahan campuran, maka diharapkan biaya pembuatan beton akan menjadi lebih murah.

Dalam penelitian ini akan diteliti limbah produksi pabrik pengecoran logam. Limbah pabrik pengecoran logam tersebut didapat dari pasir silica yang digunakan untuk menahan panas cairan logam yang mencapai 1300°C. Pasir silica tersebut diberikan zat kimia yang dapat membuat pasir mengeras sehingga dapat menahan cairan logam. Setiap hari pabrik pengecoran logam tersebut menggunakan pasir kurang lebih 60 ton/hari. Sebagian limbah tersebut biasanya ditreatment dan kemudian dimanfaatkan sebagai timbunan. Jadi penelitian ini memanfaatkan limbah yang belum ditreatment tersebut sebagai pengganti agregat halus pada beton. Setelah diteliti limbah produksi pabrik pengecoran tersebut memiliki kandungan silika (SiO2) sebesar 96%; oksida besi (Fe2O3) sebesar


(17)

`

3 Kandungan yang terdapat pada limbah sisa produksi tersebut mungkin saja dapat membuat beton semakin kuat. Selain itu limbah tersebut mengandung fenol yang termasuk sebagai limbah B3. Jadi pemanfaatan kembali limbah tersebut sangat penting karena jika limbah tersebut dibuang terus-menerus pasti suatu saat tempat pembuangan limbah akan habis. Jika itu terjadi maka limbah tersebut pasti akan dibuang di sembarang tempat yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Pencemaran Lingkungan yang ditimbulkan bisa dapat berupa berkurangnya kesuburan tanah, kebersihan air maupun kebersihan udara. Oleh karena itu limbah tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti agregat halus pada beton.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini akan membandingkan perbedaan kekuatan beton yang menggunakan agregat halus yang berasal dari pasir biasa dan limbah pabrik pengecoran logam dengan berbagai variasi.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh penggunaan limbah pabrik pengecoran logam yang digunakan sebagai pengganti agregat halus dapat meningkatkan kekuatan beton atau tidak.

2. Pengaruh penggunaan limbah pabrik pengecoran logam terhadap workability beton segar.

Gambar 1.1 Limbah Pabrik Pengecoran Logam


(18)

`

1.3 Tujuan Pemecahan Masalah

Dari permasalahan yang ada diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini adalah :

1. Mengetahui kuat tekan dan kuat tarik belah pada beton menggunakan limbah pabrik pengecoran logam.

2. Mengetahui apakah limbah produksi pabrik pengecoran logam layak digunakan sebagai pengganti agregat halus atau tidak.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan dan informasi tentang penggunaan limbah sisa produksi pabrik pengecoran logam sebagai agregat halus.

2. Diharapkan kedepannya limbah sisa produksi pabrik pengecoran logam dapat digunakan sebagai pengganti agregat halus untuk mengurangi pencemaran.

3. Sumber daya alam yang digunakan sebagai pembentuk pasir tidak akan cepat habis.

1.5 Batasan Masalah

Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka dibuat batasan-batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Benda uji silinder dengan mutu beton F’c = 50 Mpa


(19)

`

5 3. Superplasticizer yang digunakan adalah sikamen NN type F, produk PT.

Sika Nusa Pratama.

4. Alternatif agregat halus pada beton merupakan limbah sisa produksi pabrik pengecoran logam.

5. Pergantian agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam sebesar 0%, 10%, 20%, dan 30%.

6. Benda uji yang dipergunakan adalah silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

7. Semen yang digunakan semen padang tipe I. 8. Perawatan beton dengan cara perendaman di air.

9. Pengujian kekuatan tekan beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari 10.Pengujian kekuatan tarik belah beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari

Gambar 1.2 Benda Uji Silinder


(20)

`

Tabel 1.1 Variasi Subtitusi Limbah Pabrik Pengecoran Logam

No Variasi Subtitusi Banyak Benda Uji Jumlah

Benda Uji Kuat Tarik Kuat Tekan

1 0%

Umur 3 hari Umur 7 hari Umur 14 hari Umur 28 hari

3 3 3 3 3 3 3 3 24

2 10%

Umur 3 hari Umur 7 hari Umur 14 hari Umur 28 hari

3 3 3 3 3 3 3 3 24

3 20%

Umur 3 hari Umur 7 hari Umur 14 hari Umur 28 hari

3 3 3 3 3 3 3 3 24

4 30%

Umur 3 hari Umur 7 hari Umur 14 hari Umur 28 hari

3 3 3 3 3 3 3 3 24

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah Kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan membuat benda uji berupa


(21)

`

7 silinder beton (diameter = 15 cm, tinggi = 30 cm) dengan mutu beton F’c = 50 Mpa.

Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan penyusun beton : kerikil, pasir, semen, air pdam, silicafume dan superplasticizer.

2. Pemeriksaan bahan penyusun beton

a. Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar (ASTM C 136-84a).

b. Pemeriksaan kadar lumpur pada agregat halus dan agregat kasar (ASTM C 117-90).

c. Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat halus (ASTM C 117-90).

d. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus (ASTM C 40-48 C 1990).

e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pada agregat halus (ASTM C 128-88).

f. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi pada agregat kasar (ASTM C 127-88).

g. Pemeriksaan berat isi pasir dan kerikil (ASTM C 29/C 29M-90). 3. Mix design (Perencanaan campuran beton)

Penakaran / Penimbangan bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik bahan penyusun dan mutu beton yang direncanakan dalam penelitian ini adalah F’c = 50 Mpa.


(22)

`

4. Percobaan / Pembuatan benda uji silinder. Adapun variasi yang digunakan adalah :

a. Variasi 1 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir biasa sebanyak 24 buah.

b. Variasi 2 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir biasa dan 10 % limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 24 buah.

c. Variasi 3 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir biasa dan 20 % limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 24 buah.

d. Variasi 4 : Beton yang menggunakan agregat halus berupa pasir biasa dan 30 % limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 24 buah.

5. Pengujian nilai slump untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan beton.

6. Perawatan benda uji dengan cara perendaman dalam air. 7. Pengujian kekuatan tekan beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari 8. Pengujian kekuatan tarik belah beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari 9. Analisa hasil percobaan.


(23)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Beton didefinisikan sebagai campuran semen portland atau semen

hidraulik, agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (additive atau

admixture). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristrik masing-masing komponen. Nawy (1985:8) mendefinisikan beton sebagai sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kekuatan beton yang dibuat. Dengan demikian, masing-masing material tersebut perlu dipelajari sebelum mempelajari beton secara keseluruhan. Perencana dapat mengembangkan pemilihan material yang layak komposisinya sehingga diperoleh beton yang efisien, memenuhi kekuatan batas yang disyaratkan oleh perencana dan memenuhi persyaratan serviceability yang dapat diartikan juga sebagai pelayanan yang handal dengan memenuhi kriteria ekonomi. Selain itu kemudahan pengerjaan (workability) juga sangat dibutuhkan pada perancangan beton. Meskipun suatu struktur beton dirancang agar mempunyai kuat tekan yang tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplementasikan di lapangan karena

sulit untuk dikerjakan, maka rancangan tersebut menjadi percuma. Kemajuan

teknologi membawa dampak yang nyata untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan penggunaan bahan tambah untuk memperbaiki kinerja.


(24)

Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai batuan tiruan. batuan tiruan tersebut terdiri dari rongga – rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus atau pasir), pori-pori antara butiran-butiran yang kecil diisi oleh semen dan air (pasta semen), dan sisanya terisi udara.

Beton sebagai bahan konstruksi mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan beton antara lain :

1. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar yang

umumnya tersedia di dekat lokasi pembangunan, kecuali semen portland.

2. Bahan yang awet, tahan aus, tahan kebakaran, tahan terhadap

pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan, sehingga biaya perawatan murah.

3. Kuat tekannya cukup tinggi sehingga jika dikombinasikan dengan baja

tulangan (yang kuat tariknya tinggi) dapat dikatakan mampu dibuat untuk struktur berat.

4. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk

dan ukuran sesuai keinginan. Cetakan dapat pula dipakai beberapa kali sehingga secara ekonomis menjadi murah.

Kekurangan beton antara lain :

1. Bahan dasar penyusun beton (agregat halus maupun agregat kasar)

bermacam-macam sesuai dengan lokasi pengambilannya sehingga cara perencanaan dan cara pembuatannya bermacam-macam pula.


(25)

11

2. Beton keras mempunyai beberapa kelas kekuatan sehingga harus

disesuaikan dengan bagian bangunan yang dibuat sehingga cara perencanaan dan cara pelaksanaannya bermacam-macam pula.

3. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak. Oleh

karena itu perlu diberikan cara-cara mengatasinya, misalnya dengan memberikan baja tulangan, serat, dan sebagainya.

4. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat

dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

5. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

6. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.

2.2 Beton Segar (Fresh Concrete)

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek.

Ada hal-hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar. Hal-hal penting yang perlu diketahui, yaitu: kemudahan pengerjaan (workability), pemisahan kerikil (segregation), pemisahan air (bleeding).

2.2.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan


(26)

tingkat keplastisan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya.

Unsur-unsur yang mempengaruhi workability yaitu :

1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan.

2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai FAS (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Jika Gradasi campuran pasir dan kerikil memenuhi syarat dan sesuai dengan standar, akan lebih mudah dikerjakan

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.

5. Cara pemadatan dan alat pemadat.

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Percobaan slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan

pengerjaan. Percobaan ini dilakukan dengan alat berbentuk kerucut terpancung, yang berdiameter atasnya 10 cm dan diameter bawahnya 20 cm dan tinggi 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat beton segar dan tongkat pemadat berdiamater 16 mm sepanjang minimal 60 cm. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.


(27)

13

Gambar 2.1 Kerucut Abrams

Ada tiga jenis slump yaitu slump sejati (slump sebenarnya), slump geser dan slump runtuh.

1. Slump sebenarnya merupakan penurunan umum dan seragam tanpa ada adukan

beton yang pecah, oleh karena itu dapat disebut slump yang sebenarnya.

Pengambilan nilai slump sebenarnya dengan mengukur penurunan minimum

dari puncak kerucut.

Gambar 2.2 Slump sebenarnya (Paul Nugraha dan Antoni, 2007)

2. Slump geser terjadi bila separuh puncaknya tergeser atau tergelincir ke bawah

pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini ada dua yaitu dengan

mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari puncak kerucut.


(28)

Gambar 2.3 Slump geser

3. Slump runtuh terjadi pada kerucut adukan beton yang runtuh seluruhnya akibat adukan beton yang terlalu cair, pengambilan nilai slump ini dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut

Gambar 2.4 Slump runtuh

2.2.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Segregasi adalah kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton. Ada dua tipe pemisahan agregat, yaitu pemisahan partikel berat ke dasar beton segar atau pemisahan agregat kasar dari campuran beton karena penggetaran yang salah.


(29)

15

2. Campuran yang terlalu banyak air

3. Ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm

4. Permukaan butir agregat kasar; semakin kasar permukaan butir agregat,

semakin mudah terjadi segregasi

5. Jumlah agregat halus sedikit

Segregasi berakibat kurang baik terhadap beton setelah mengeras. Cara untuk mengurangi kecenderungan pemisahan agregat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu tinggi.

2. Penggunaan air sesuai dengan syarat.

3. Cara mengangkut, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti

cara-cara yang betul.

4. Ukuran agregat sesuai dengan syarat

2.2.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Bleeding adalah Kecenderungan air untuk naik ke permukaan pada beton sesudah dicampur tapi belum mengalami pengikatan. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras nantinya akan membentuk selaput (laitance). Bleeding ini dipengaruhi oleh :

1. Susunan butir agregat

Jika komposisinya sesuai, kemungkinan untuk terjadinya bleeding kecil.

2. Banyaknya air

Semakin banyak air berarti semakin besar pula kemungkinan terjadinya bleeding.

3. Kecepatan hidrasi


(30)

Semakin cepat beton mengeras, semakin kecil kemungkinan terjadinya bleeding.

4. Proses pemadatan

Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya bleeding. Bleeding dapat menyebabkan kelemahan, porositas dan keawetan yang kurang. Kantung-kantung air terjadi di bawah agregat kasar atau di bawah tulangan, yang menimbulkan daerah-daerah lemah dan mereduksi ikatan-ikatan. Jika air menguap sangat cepat akan terjadi retakan-retakan plastis.

Bleeding dapat direduksi dengan :

1. Memberi lebih banyak semen

2. Menggunakan air seminimal mungkin

3. Menggunakan butir halus/pasir lebih banyak

4. Memasukan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus

2.3 Beton Keras ( Hardened Concrete )

Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan

klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

2.3.1 Kekuatan Tekan Beton (f’c)


(31)

17

Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

= ...(1)

dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2)

Standar deviasi dihitung berdasarkan rumus :

= ( ) ...(2)

dengan: S : deviasi standar (kg/cm2)

σ’b : Kekuatan masing – masing benda uji (kg/cm2)

σ’bm : Kekuatan Beton rata –rata ( kg/cm2 )

N :Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat tekan beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’

dengan satuan N/mm2 atau Mpa dan juga memakai satuan kg/cm2. Kekuatan tekan

beton merupakan sifat yang paling penting dari beton keras. Berdasarkan kuat tekannya beton dapat dibagi menjadi beberapa jenis (lihat tabel 2.1)


(32)

Tabel 2.1 Beberapa jenis beton menurut kuat tekannya (Kardiyono, 2007)

Gambar 2.5 Model benda uji silinder

Ada beberapa faktor yang menpengaruhi kekuatan tekan beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton yaitu :

1. Faktor air semen

Faktor air semen ialah perbandingan berat antara air dan semen portland di dalam campuran adukan beton. Secara umum semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula. Hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang menghasilkan

Jenis beton Kuat tekan (Mpa)

Beton sederhana (plain concrete) Sampai 10 Mpa

Beton normal (beton biasa) 15 – 30 Mpa

Beton pra tegang 30 – 40 Mpa

Beton kuat tekan tinggi 40 – 80 Mpa


(33)

19

faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Umur / Waktu (Hari)

Gambar 2.6 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003) 2. Kepadatan

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Kekuatan beton berkurang jika kepadatan beton berkurang. Beton yang kurang padat berarti berisi rongga sehingga kuat tekannya berkurang, Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan.

3. Umur beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Laju kenaikan kuat tekan beton mula-mula cepat, lama-lama laju kenaikan itu semakin lambat, dan laju kenaikan tersebut menjadi relatif sangat kecil setelah berumur 28 hari (Gambar 2.7). Oleh karena itu, standar kuat tekan beton adalah kuat tekan


(34)

beton pada umur 28 hari. Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14 hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

Tabel 2.2 Perkiraan kuat tekan beton pada berbagai umur (Tri Mulyono, 2003)

Umur beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365

PC Type 1 0.40 0.65 0.88 0.95 1.0 - -

Gambar 2.7 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan, 1999)

4. Jenis semen

Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagai mana tampak pada Gambar 2.8.


(35)

21

Gambar 2.8 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen (Tri Mulyono, 2003)

5. Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.9. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

Gambar 2.9 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama (Kardiyono, 1998)


(36)

6. Sifat agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar \ tegangan saat retak retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.10. Akan tetapi bila adukan beton nilai slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Gambar 2.10 Pengaruh jenis agregat terhadap kuat tekan beton (Mindess, 1981)

Pada pemakaian ukuran butir agregat lebih besar memerlukan jumlah pasta lebih sedikit, berarti pori-pori betonnya juga sedikit sehingga kuat tekannya lebih tinggi. Tetapi daya lekat antara permukaan agregat dan pastanya kurang kuat sehingga kuat tekan betonnya menjadi rendah. Oleh karena itu pada beton kuat tekan tinggi dianjurkan memakai agregat dengan ukuran besar butir maksimum 20


(37)

23

2.3.2 Kuat Tarik Beton

Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang sangat kecil dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10%–15% f’c. Kuat tarik beton berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam mengatasi retak awal sebelum dibebani. Pengujian terhadap Kekuatan tarik beton dapat dilakukan dengan cara:

1. Pengujian tarik langsung,untuk menguji tarik langsung pada spesimen

silinder maupun prisma dilakukan dengan menempelkan benda uji pada suatu pelat besi dengan lem epoxy. Tepi benda uji harus digergaji dengan gerinda intan untuk menghilangkan pengaruh pengecoran atau vibrasi. Beban kecepatan 0,005 MPa/detik sampai runtuh.

2. Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung) dengan

menggunakan “Split cylinder test”. Dengan membelah silinder beton terjadi pengalihan tegangan tarik melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder beton tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebaninya. Tegangan tarik tidak langsung dihitung dengan persamaan : = ...(3)

Dimana : T = kuat tarik beton (MPa)

P = beban hancur (N) l = panjang spesimen (mm) d = diameter spesimen (mm) 2.4 Bahan Penyusun Beton

Bahan penyusun beton terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi untuk mendapatkan sifat-sifat beton yang diinginkan. Biasanya


(38)

perbandingan campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun beton yang lebih ekonomis dan efektif.

2.4.1 Semen

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete). Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat. Adapun sifat-sifat fisik semen yaitu :

a. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut.

b. Waktu ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran


(39)

25

waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah :

 Waktu ikat awal > 60 menit

 Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton, yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

c. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

d. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 % (A.M Neville, 1995). Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak – retak.

2.4.1.1 Semen Portland

Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.


(40)

2.4.1.2 Jenis Semen Portland

Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :

Tipe I

Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal)

Tipe II

Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang.

Tipe III

High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras)

Tipe IV

Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah, kekuatan awal rendah.

Tipe V

High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi.

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis yang dipergunakan


(41)

27

memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.

2.4.1.3 Bahan Penyusun Semen Portland

Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica

(SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali.

Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan

gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri

Mulyono, 2004). Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam

semen portland dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4 berikut ini.

Tabel 2.3 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003)

Nama Kimia Rumus Kimia Notasi Persen Berat

Trikalsium Silikat Dikalsium Silikat Tirikalsium aluminat Tetrakalsium Aluminoferit Gipsum 3CaO.SiO2 2CaO.SiO2 3CaO.Al2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3 CaSO4.2H2O C3S C2S C3A C4AF CSH2 55 18 10 8 6 Tabel 2.4 Komposisi senyawa pembentuk semen portland (Tri Mulyono, 2003)

Oksida Notasi Nama Senyawa Persen Berat

CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO K2O3 Na2O SO3 CO2 H2O C S A F M K N S C H Kapur Silika Alumina Oksida Besi Magnesia Alkali Alkali Sulfur Trioksida Karbon Dioksida Air 64.67 21.03 6.16 2.58 2.62 0.61 1.34 2.03 - -


(42)

2.4.2 Agregat

Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh

perekat semen (CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton

biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, di mana agregat yang kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar (Nawy, 1998).

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya.

Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.

2.4.2.1 Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihailkan oleh alat-alat pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200.

Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Susunan Butiran ( Gradasi )


(43)

29

pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang

rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal.

Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

 Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2

 Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

 Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.5 Batasan gradasi untuk agregat halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No. 4) 95 – 100

2.36 mm ( No.8) 80 – 100

1.19 mm (No.16) 50 – 85

0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60

0.300 mm (No.50) 10 – 30

0.150 mm (No.100) 2 – 10

b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan

no.200 ), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.


(44)

c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan

merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.

f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat :

 Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.

 Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum

15%.

2.4.2.2 Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 5 mm. Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen yang minimal.


(45)

31

Ukuran butir maksimum agregat juga akan mempengaruhi mutu beton yang akan dibuat. Hasil penelitian larrard (1990) menyebutkan bahwa butiran maksimum untuk membuat beton mutu tinggi tidak boleh lebih dari 15 mm. Namun pemakaian butiran agregat sampai dengan 25 mm masih memungkinkan diperolehnya beton mutu tinggi dalam proses produksinya.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Susunan butiran (gradasi)

Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Susunan besar butiran agregat kasar (ASTM, 1991)

Ukuran Lubang Ayakan

(mm) Persentase Lolos Kumulatif (%)

38,10 95 – 100

19,10 35 – 70

9,52 10 – 30

4,75 0 – 5

b. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang


(46)

kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian.

c. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak

berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.

d. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan

no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

e. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan

beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari

24% berat.

 Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari

22% berat.

f. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles

dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

g. Daya serap agregat kasar terhadap air tidak lebih dari 1% jika digunakan

untuk menyusun beton mutu tinggi.

2.4.3 Air

Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, alkali, dan minyak. Air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar dihindari karena dapat mengganggu pengikatan semen. Pada umumnya air yang


(47)

33

untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum yang banyak mengandung sulfat (Oglesby, 1996).

Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan :

1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan

2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan

3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan

4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton

5. Bercak-bercak pada permukaan beton.

Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2.4.4 Bahan Tambahan

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.


(48)

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM

C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19)

adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.

Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :

1. Chemical admixture, yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.


(49)

35

2. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah

yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan. Keuntungannya antara lain : memperbaiki kinerja workability, mengurangi panas hidrasi, mengurangi biaya pekerjaan beton, mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat dan serangan reaksi alkali-silika, mempertinggi usia beton, mempertinggi kuat tekan, mempertinggi keawetan beton, mengurangi penyusutan, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slag, dan silica fume.

3. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang

tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer (air entraining, beton tanpa slump, polimer, polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding agent).

2.4.4.1 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain-lain. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik.


(50)

Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain : a. Pada Beton Segar (fresh concrete)

 Menambah sifat kemudahan pekerjaan tanpa menambah kandungan air.

 Menghambat atau mempercepat waktu pengikatan awal dari campuran

beton

 Mengurangi atau mencegah secara preventif penurunan atau perubahan

volume beton

 Mengurangi segregasi

 Mengembangkan dan meningkatkan sifat penetrasi dan pemompaan beton

segar.

 Memperkecil faktor air semen.

 Mengurangi penggunaan air.

 Mengurangi penggunaan semen.

 Mengurangi kehilangan nilai slump.

b. Pada Beton Keras (hardened concrete)

 Menghambat ekolusi panas selama pengerasan awal (beton muda)

 Mempercepat laju pengembangan kekuatan beton pada umur muda

 Meningkatkan mutu beton

 Meningkatkan sifat keawetan beton atau ketahanan dari gangguan luar

termasuk serangan garam-garam sulfat

 Kedap terhadap air (low permeability).

 Meningkatkan ketahanan beton (durability).


(51)

37

2.4.4.2 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah tidak terduga yang tidak menguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan.

a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM

(American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete International).

Parameter yang ditinjau adalah :

 Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.

 Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan

tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang merugikan.

 Sifat-sifat fisik bahan tambahan.

 Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya

komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.

 Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.

 Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.


(52)

 Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.

 Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari

kondisi struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.

 Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton

misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan.

b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan

melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat.

Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.

2.4.4.3 Jenis Bahan Tambah Kimia 1. Tipe A “Water Reducing Admixtures”

Water Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi

tertentu. Water Reducing Admixtures digunakan antara lain untuk tidak

mengurangi kadar semen dan nilai slump untuk memproduksi beton dengan nilai perbandingan atau rasio faktor air semen yang rendah.

Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan tambah ini adalah air yang dibutuhkan, kandungan air, konsistensi, bleeding dan kehilangan


(53)

39

air pada saat beton segar, laju pengerasan, kekuatan tekan dan lentur, ketahanan terhadap perubahan volume, susut pada saat pengeringan.

2. Tipe B “Retarding Admixtures”

Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk

menghambat waktu pengikatan beton. Penggunaannya untuk menunda waktu

pengikatan beton (setting time) misalnya karena kondisi cuaca yang panas,

memperpanjang waktu untuk pemadatan untuk menghindari cold joints dan

menghindari dampak penurunan saat beton segar pada saat pengecoran dilaksanakan.

3. Tipe C “Accelerating Admixtures”

Accelerating admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi) dan

mempercepat pencapaian kekuatan pada beton. Accelerating admixtures yang

paling terkenal adalah kalsium klorida. Bahan Kimia lain yang berfungsi sebagai pemercepat antara lain adalah senyawa-senyawa garam seperti klorida, bromida, karbonat, dan silikat. Dosis maksimum adalah 2% dari berat semen yang digunakan.

4. Tipe D “Water Reducing and Retarding Admixtures”

Water Reducing and Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk


(54)

menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan

awal. Water Reducing and Retarding Admixtures yaitu pengurang air dan

pengontrol pengeringan. Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan beton. Bahan ini juga akan mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan air. Bahan ini hampir semuanya berwujud cair. Air yang terkandung dalam bahan ini akan menjadi bagian dari air campuran beton maka air ini harus ditambahkan sebagai berat air total dalam campuran beton.

5. Tipe E “Water Reducing and Accelerating Admixtures”

Water Reducing and Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan awal. Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan beton. Bahan ini juga akan mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan air artinya FAS yang digunakan tetap dengan mengurangi kadar air. Bahan ini hampir semuanya berwujud cair. Air yang terkandung dalam bahan ini akan menjadi bagian dari air campuran beton maka air ini harus ditambahkan sebagai berat air total dalam campuran beton.

6. Tipe F “Water Reducing, High Range Admixtures”

Water Reducing, High Range Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih. Kadar


(55)

41

yang dihasilkan lebih tinggi dengan air yang sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan juga lebih tinggi. Jenis bahan tambah ini dapat berupa superplasticizer. Bahan jenis ini pun termasuk dalam bahan kimia tambahan yang baru yang disebut sebagai bahan tambahan kimia pengurang air. Dosis yang disarankan adalah 1% - 2% dari berat semen. Dosis yang berlebihan akan menyebabkan menurunnya kekuatan tekan beton.

7. Tipe G “Water Reducing, High Range Retarding Admixtures”

Water Reducing, High Range Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Biasanya digunakan untuk kondisi pekerjaan yang sempit karena sedikitnya sumber daya yang mengelola beton yang disebabkan oleh keterbatasan ruang kerja.

2.4.4.4 Jenis Bahan Tambah Mineral

1. Kerak Tanur Tinggi (Ground Granulated Blast Furnace)

Blast furnace slag adalah kerak (slag), bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron), dimana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari

udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah kapur, silika dan

alumina yang bereaksi pada temperatur 1600°C dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun

membentuk granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan


(56)

semen slag. Bijih dari blast furnace tersebut kemudian digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton.

2. Uap Silika (Silica Fume)

Silica Fume adalah material pozzollan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau alloy besi silikon (dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silika fume). Juga disebut siliks fume (SF), microsilika, silica fume dust, amorphous silica, dan

sebagainya. Namun silica fume yang dipakai untuk beton adalah yang

mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, silica fume mengandung SiO2 86-96%, ukuran butir rata-rata 0,1-0,2 micrometer, dan strukturnya amorphous (bersifat reaktif dan tidak terkristalisasi). Ukuran silica fume ini lebih halus dari

pada asap rokok. Silica fume berbentuk seperti fly ash tetapi ukuran nya lebih

kecil sekitar seratus kali lipatnya. silica fume bisa didapat dalam bentuk bubuk ,

dipadatkan atau cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar

2,20 tetapi bulk density hanya 200-300 kg/m³. Specific suface area sangat besar,

yaitu 15-25 m²/g.

silica fume bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak ekonimis. Kedua sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun beton keras. Untuk beton normal dengan kadar semen di atas 250 kg/m³, kebutuhan air bertambah dengan ditambahnya silica fume. Campuran

lebih kohesif. Pada slump yang sama, lebih banyak energi dibutuhkan untuk


(57)

43

mencegah retak susut plastis, khususnya pada cuaca panas dan berangin. silica

fume biasanya dipakai bersama super plasticizer.

Beton dari silica fume memperlihatkan kekuatan awal yang rendah.

Namun perawatan temperatur tinggi memberi pengaruh percepatan yang besar. Potensi kekuatan adalah 3 sampai 5 kali dari semen portland per unit massa sehingga untuk kekuatan yang sama, umur 28 hari memberikan faktor air semen yang lebih besar. Panas hidrasi juga 2 kali lebih besar, namun karena potensi kekuatan tinggi, evolusi panas total bisa lebih rendah bila kadar semen dikurangi. Jadi beton dengan kekuatan tinggi (diatas 100 Mpa) dapat dihasilkan. Sifat mekanis lainnya seperti kuat tarik dan lentur dan modulus elastisitas berkaitan dengan kuat tekan seperti halnya beton dari semen portland.

3. Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran

batu bara atau bubuk batu bara. Fly ash atau abu terbang di kenal di Inggris

sebagai serbuk abu pembakaran. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. Di

karenakan fly ash merupakan bahan pozzolanic yang mampu bereaksi secara

kimia dengan kapur bebas.


(58)

2.4.4.5 Jenis Bahan Tambah Lainnya

Saat ini mulai dilakukan pengujian penambahan maupun pengganti material-material tertentu guna mencapai hasil ataupun mengetahui pengaruh dari penggunaan material tersebut. Bahan tersebut ditambahkan ke dalam campuran beton dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen, agregat halus maupun agregat kasar. Cara pemakaiannya pun berbeda-beda, sebagai bahan pengganti sebagian agregat atau sebagai tambahan pada campuran untuk mengurangi pemakaian agregat.

1. Abu Kulit Gabah (Rice Husk Ash)

Kulit gabah dari penggilingan padi dapat digunakan sebagi bahan bakar dalam proses produksi. Kulit gabah terdiri dari 75% bahan mudah terbakar dan 25% berat akan berubah menjadi abu. Abu ini dikenal dengan dengan Rice Husk Ash (RHA) yang mempunyai kandungan silika reaktif sekitar 85 – 90%.

Untuk membuat abu kulit gabah menjadi silika reaktif yang dapat digunakan sebagai material pozzolan dalam beton maka diperlukan kontrol pembakaran yang baik. Temperatur pembakaran tidak boleh melebihi 800°C sehingga dapat dihasilkan RHA yang terdiri dari silika yang tidak terkristalisasi. Jika kulit gabah ini terbakar hingga suhu lebih dari 850°C maka akan menghasilkan abu yang sudah terkristalisasi menjadi arang dan tidak reaktif lagi sehingga tidak mempunyai sifat pozzolan. RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran yang halus. RHA sebagai bahan tambahan dapat digunakan dengan mencampurkannya pada semen atau hanya memakai air kapur


(59)

45

2. Limbah Karet

Cacahan karet ban merupakan salah satu bahan tambah ataupun pengganti pada agregat yang akhir-akhir ini mulai diteliti dampak penggunaannya terhadap campuran beton. Penggunaan cacahan karet ban ini dapat diperlakukan sebagai pengganti agregat kasar ataupun halus tergantung pada besar butiran cacahan karet yang digunakan.

Dampak tahap awal yang diharapkan dari penggunaan cacahan karet ban ini adalah didapatnya nilai perilaku mekanik beton yang setara ataupun mendekati dengan beton normal sehingga didapat penghematan agregat dalam campuran beton tersebut

3. Bahan serat

Selain limbah dan industri metal, bahan serat (fiber) dapat pula meningkatkan kinerja beton yang dikenal dengan beton berserat. Disini serat berfungsi sebagai tulangan mikro yang melindungi beton dari keretakan, meningkatkan kuat tarik dan lentur secara tak langsung. Serat juga meningkatkan kekuatan tekan dan daktilitas beton, meningkatkan kekedapan beton, serta meningkatkan daya tahan beton terhadap beban bertulang dan beban kejut. Sistem tulangan mikro yang terbuat dari serat-serat ini bekerja berdasarkan prinsip-prinsip mekanis, yaitu berdasarkan pada ikatan antara serat dan beton, bukan secara kimiawi. Oleh karenanya, material komposit beton berserat akan menjadi bahan yang tak mudah retak.

Proses kimiawi dalam beton tidak akan terpengaruh dengan adanya serat dan tidak akan merugikan proses pengerasan beton dalam jangka pendek maupun


(60)

panjang. Beberapa jenis bahan serat yang dapat dipergunakan dalam beton, antara lain serat alami, serat sintesis (polyproplene, polyester), nylon, serat baja, dan fiber glass.

Beberapa keunggulan beton berserat adalah meningkatkan kuat tarik dan lentur, meningkatkan daktilitas dan kemampuan menyerap energi saat berdeformasi, mengurangi retak akibat susut beton, meningkatkan ketahanan fatigue (beban berulang) dan meningkatkan ketahanan impact (beban tumbukan).

4. Abu Serabut Kelapa

Seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian bahan-bahan tambah

(additive) untuk beton, maka teknologi sederhana ini dapat dijadikan sebagai

alternatif yang murah dan tepat guna. Pemanfaatan limbah untuk bahan konstruksi

disamping akan memberikan penyelesaian permasalahan terhadap lingkungan

juga akan meningkatkan mutu bahan konstruksi. Satu hal yang merupakan nilai

tambah, nilai guna limbah, serta menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi dampak negatif. Pengolahan abu sabut kelapa sangat mudah. Cukup dibakar dengan panas tertentu hingga membantuk abu–abu lalu disaring hingga mendapatkan abu yang benar benar halus.

Hasil pemeriksaan komposisi kimia yang telah dilakukan disajikan dalam tabel 2.7. Penggunaan abu serabut kelapa ini dalam campuran beton didasarkan

atas sifat pozolanik yang terkandung dalam abu serabut kelapa, yaitu mampu

bereaksi dengan kalsium hidroksida dan air untuk membentuk suatu bahan yang


(61)

47

lainnya, abu terbang dapat digunakan sebagai bahan campuran semen untuk menghasilkan beton.

Tabel 2.7 Kandungan senyawa abu serabut kelapa (Alexander, 2003) dan semen

Unsur Persentase

ASK Semen

SiO2 42,98 21,03

Al2O3 2,26 6,16

Fe2O3 1,66 2,58

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, abu serabut kelapa memiliki beberapa senyawa yang sama dengan yang terdapat pada semen.

Gambar 2.11 Abu serabut kelapa

5. Limbah Pabrik Pengecoran Logam

Limbah pabrik pengecoran logam berasal dari cetakan logam yang dibongkar setelah logam siap diproduksi. Cetakan logam ini dibuat dengan

campuran pasir silica dan pasir lingga yang diberikan phenolic resin dan bahan

kimia lainnya sehingga mengeras. Setelah mengeras cetakan tersebut dimanfaatkan sebagai cetakan pada cairan logam yang panasnya mencapai

1300°C. Kemudian cairan logam dituang kedalam cetakan itu sehingga terjadi


(62)

pemanasan hingga 1300°C. Setelah itu cetakan didinginkan selama kurang lebih 2 hari pada suhu standar. Kemudian cetakan tersebut dibongkar dengan sebuah sistem pengolahan yang disebut sand reclaimer. Dimana pasir dipisah dari logam (barang jadi). Ketika cetakan pasir dibongkar dengan getaran (shake out). Abu yang timbul dari proses pembongkaran akan dihisap oleh dust collector. Limbah pabrik pengecoran logam ini memiliki kandungan silica (SiO2), ferrit (Fe2O3), magnesia (MgO) dan kapur (CaO). Beberapa kandungan dalam limbah pabrik pengecoran logam membuatnya dapat dimanfaatkan dalam campuran beton. Selain itu limbah pabrik pengecoran logam ini mengandung fenol sehingga

termasuk limbah B3. Fenol itu berasal dari penggunaan phenolic resin untuk

proses pengerasan pada cetakan logam. Phenolic resin merupakan perekat khusus (lem) yang dibutuhkan oleh industri berat seperti industri ban mobil, industri elektronik, dan industri baja. Produk phenolic resin ini dibagi 3 jenis, yaitu flake

(berupa kepingan), powder dan liquid. Mengingat phenolic resin merupakan

bahan baku yang paling penting dan memiliki sifat higroskopis dan beracun, maka phenolic resin diklasifikasikan sebagai Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 disebutkan bahwa phenol termasuk limbah dari sumber yang spesifik (kode limbah D204) dan limbah yang bersifat kronis (kode limbah D5362). Kita dapat memanfaatkan limbah B3 tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2008 tentang pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun pada pasal 1 ayat 7 (Recycle adalah mendaur ulang komponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan kimia, fisika,


(63)

49

produk yang berbeda). Jadi selain dapat menghasilkan beton dengan mutu lebih tinggi, kita juga dapat menjaga lingkungan kita dari limbah B3 tersebut dengan cara memanfaatkannya.

.

Gambar 2.12 Limbah Pabrik Pengecoran Logam Tabel 2.8 Kandungan limbah pabrik pengecoran logam

Parameter Hasil Satuan Metode

SiO2 96 % Gravimetri

CaO 0,0813 % Titrimetri

MgO 0,0463 % Titrimetri

Fe2O3 0,0369 % Spektrofotometri

(Sumber : Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU)


(64)

Gambar 2.13 Pasir silica Gambar 2.14 Bahan tambah lainnya

Gambar 2.15 Cetakan kayu

Gambar 2.16 Cetakan pasir setelah dilepas dari cetakan kayu dan di coating


(65)

51

Gambar 2.19 Diagram alir limbah pabrik pengecoran logam Pasir silica + Phenolic Resin + bahan tambah lainnya

Pasir mengeras (Cetakan)

Cairan logam 1300°C dituang ke dalam cetakan

Didinginkan selama 2 hari pada suhu standar

Cetakan dibongkar dengan getaran

Abu yang timbul dihisap oleh dust collector


(66)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi :

a. Penyediaan bahan penyusun beton. b. Pemeriksaan bahan penyusun beton.

c. Perencanaan campuran beton (Mix Design). d. Pembuatan benda uji.

e. Pemeriksaan nilai slump.

f. Perawatan benda uji dengan cara perendaman dalam air. g. Pengujian kuat tekan beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari. h. Pengujian kuat tarik belah beton pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari. i. Analisa hasil percobaan.


(67)

53

Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan beton dengan pasir biasa dan beton dengan substitusi limbah pabrik pengecoran logam terhadap agregat halus

Pemeriksaan Bahan

Pembuatan benda uji Silinder

Perawatan Benda Uji di dalam air Pengujian Nilai Slump

Analisa hasil percobaan

Pengujian Kekuatan Tekan dan Tarik Belah Mulai

A. Kasar A. Halus Semen

1. Analisa Ayakan Kerikil 2. BJ & Absorbsi Kerikil 3. P. Kadar Lumpur Kerikil 4. Berat Isi Kerikil

1. Analisa Ayakan pasir 2. Clay Lump Pasir 3. P Kadar Lumpur Pasir 4. BJ& Absorbsi Pasir 5. Colorimetric Test 6. Berat isi Pasir

Perencanaan Campuran / Mix Design (Silinder) F’c = 50 Mpa Uji Pendahuluan

Persiapan Bahan dan Alat

1. 24 buah beton variasi 1 2. 24 buah beton variasi 2 3. 24 buah beton variasi 3 4. 24 buah beton variasi 4


(1)

79 Gambar 4.4 Grafik kuat tarik belah beton dengan substitusi limbah pabrik

pengecoran logam terhadap umur beton

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa hasil pengujian kuat tarik belah silinder beton mengalami kenaikan kuat tarik beton seiring dengan peningkatan persentase substitusi limbah pabrik pengecoran logam. Kuat tarik belah tertinggi terdapat pada substitusi limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 30% yaitu sebesar 6,86 Mpa pada umur 3 hari; 7,22 Mpa pada umur 7 hari; 7,67 Mpa pada umur 14 hari dan 7,88 Mpa pada umur 28 hari.

6.02 6.31 6.68 7.02 6.53 6.7 7.08 7.43 6.7 6.98 7.33 7.71 6.86 7.22 7.67 7.88 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9

3 hari 7 Hari 14 Hari 28 Hari

Ku at Ta rik B ela h B eto n (M Pa ) Umur Beton

Kuat Tarik Belah Beton

0% 10% 20% 30%


(2)

80 Gambar 4.5 Grafik kuat tarik belah beton dengan subtitusi limbah pabrik

pengecoran logam terhadap terhadap persentase substitusi limbah pabrik pengecoran logam

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa hasil pengujian kuat tarik belah silinder beton pada umur 28 hari. Kuat tarik belah silinder beton mengalami kenaikan kuat tekan beton seiring dengan peningkatan persentase substitusi limbah pabrik pengecoran logam. Kuat tarik belah tertinggi terdapat pada substitusi limbah pabrik pengecoran logam sebanyak 30%, yaitu sebesar 7,88 Mpa pada umur 28 hari.

7.02

7.43

7.71 7.88

6 6.5 7 7.5 8

0% 10% 20% 30%

K

uat

T

ar

ik

B

el

ah B

eton

(M

Pa)

Persentase Substitusi Limbah Pabrik Pengecoran Logam

Kuat Tarik Belah Beton


(3)

81 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Substitusi limbah pabrik pengecoran logam pada campuran beton dapat menaikkan nilai slump pada setiap penambahan variasi, sehingga nilai workability beton tersebut meningkat.

2. Kuat tekan dan kuat tarik belah optimum rata-rata pada umur 28 hari masing-masing diperoleh sebesar 64,92 Mpa dan 7,88 Mpa pada campuran beton dengan substitusi agregat halus dengan limbah pabrik pengecoran logam sebesar 30%.

3. Pengaruh limbah pengecoran logam dalam campuran beton dapat meningkatkan kekuatan tekan dan tarik belah beton. Karena limbah pengecoran logam ini memiliki modulus kehalusan sebesar 1,267 yang membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh limbah pabrik pengecoran logam sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada. Selain itu limbah pabrik pengecoran logam mengandung silica (SiO2) sebesar 96%; ferrit (Fe2O3) sebesar 0,0369%; magnesia (MgO) sebesar 0,0463% dan kapur (CaO) sebesar 0,0813%.


(4)

82

5.2 Saran

Setelah melihat hasil penelitian dan menyadari kemungkinan adanya kekurangan dalam penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan variasi limbah pabrik pengecoran logam diatas 30 % untuk mengetahui komposisi yang menghasilkan beton dengan mutu terbaik.

2. Untuk penelitian selanjutnya limbah pabrik pengecoran logam dapat dikombinasikan dengan bahan tambahan lain, seperti abu terbang (fly ash) yang memiliki kadar silica yang tinggi.


(5)

83

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, Tri. (2003). Teknologi Beton. Yogyakarta. ANDI

Aji, Pujo & Rahmat Purwono. 2010, Pengendalian Mutu Beton. Itspress. Surabaya.

Anonim. (1991). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SK SNI T-15-1991-03. Bandung. Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan LPBM.

ASTM C33-74a, Standard Specification for Concrete Agregate. (1976). Annual

Books of ASTM Standards. Philadelphia-USA.

ASTM C39, Compresive Strength of Cylindrical Concrete Specimens. (2002).

Annual Books of ASTM Standards. Philadelphia-USA.

Dipohusodo, Istimawan. (1999). Struktur Beton Bertulang, Cetakan Kedua.

Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

As’at Pujianto.(2011).Beton Mutu Tinggi dengan Admixture superplasticizer dan Aditif Silicafume

Lewis, S.W. (1982). Discussion of Admixture for Concrete, ACI.212.IR-81

Concrete International. Design and Construction, Vol. 27, No. 5 Mindness, S., dan young, J.F. (1981).Concrete. Prentice Hall.

Nawy, E.G. (1998). Beton Bertulang (Suatu Pendekatan Dasar). Bandung. Refika Aditama

Nugraha, Paul dan Antoni. (2007). Teknologi Beton. Yogyakarta. ANDI.

Sagel, R., Kole, P., & Kusuma, Gideon. (1993). Pedoman Pengerjaan Beton.

Jakarta. Erlangga.

SNI 03-1972-1990 Metode Pengujian Slump Beton.

SNI 03-2495-1991 Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton

SNI 03-6827-2002 Metode Pengujian Waktu Ikat Awal Semen Portland dengan

Menggunakan Alat Vicat untuk Pekerjaan Sipil SNI 15-2049-2004 Semen Portland

SNI 03-2834-2000 Cara Rencana Pembuatan Campuran Beton Normal Tjokrodimuljo, Kardiyono. (1998). Teknologi Beton. Yogyakarta. Nafiri.


(6)

84 Riky Armadi. 2010. Pemanfaatan Limbah Besi Sebagai Komposisi Penyusun Beton, Skripsi Program Sarjana Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Murdock, L.J., & Brook K.M. (1986). “Bahan dan Praktek Beton”, Penerbit: Erlangga, Jakarta.