BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mengukur seberapa sukses perusahaan tersebut, biasanya didasarkan pada seberapa banyak laba yang didapatkan perusahaan dan bagaimana
perusahaan mempertahankan laba tersebut. Menurut Samsul 2006 : 129 bahwa tujuan jangka panjang perusahaan adalah memperoleh laba yang terus menerus
dan selalu meningkat. Berdasarkan Financial Accounting Standards Board FASB, Statement of Financial Accounting Concept No.1, menyatakan bahwa
fokus utama laporan keuangan adalah laba, jadi informasi yang terdapat dalam laporan keuangan seharusnya mempuyai kemampuan untuk memprediksi laba di
masa depan. Menurut Meythi 2005 dalam Hapsari 2007 bahwa salah satu cara untuk
memprediksi laba perusahaan adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Laba adalah “Ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu
yang dinyatakan dalam islitah keuangan” Subramanyam 2012 : 100. Banyaknya keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dalam suatu periode operasional
dapat dilihat dari nilai laba kotor perusahaan gross profit margin. Menurut penelitian Bashar dan Islam 2014 : 63 bahwa gross profit margin
merupakan pengukuran langsung dalam profitabilitas dan gross profit margin mencerminkan kesehatan keuangan dari sebuah perusahaan. Demikian juga
Kasmir 2008 : 309 menyatakan bahwa “Analisis laba kotor merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi manajemen guna mengambil keputusan
Universitas Sumatera Utara
sekarang dan yang akan datang”. Perhitungan ini adalah nilai yang merupakan perbandingan antara laba kotor perusahaan penjualan dikurangi dengan harga
pokok penjualan dengan penjualan perusahaan. Dalam memprediksi dan menghitung gross profit margin perusahaan
terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gross profit margin. Faktor- faktor tersebut seperti; persediaan, hutang, net working capital, dan struktur
modal perusahaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi gross profit margin adalah net
working capital. Dalam mengukur seberapa besar net working capital maka dapat menggunakan rasio Net Working Capital to Total Asset NWCTA. Modal Kerja
Net Working Capital digunakan untuk menilai bagaimana kemampuan perusahaan dalam menghadapi liabilitas jangka pendek. NWCTA rasio yang
menunjukkan hubungan antara modal kerja aset lancar – liabilitas lancar terhadap total aktiva. Perusahaan yang memiliki modal kerja yang besar akan
menyebabkan rasio NWCTA besar pula, dan juga berarti kegiatan operasional perusahaan menjadi lancar sehingga pendapatan perusahaan meningkat dan juga
akan meningkatkan laba perusahaan. Menurut Kasmir 2008 : 252 bahwa perusahaan berusaha untuk meningkatkan likuiditasnya, kemudian dengan
terpenuhi modal kerja, secara tidak langsung akan meningkatnya likuiditas perusahaan tersebut dan juga dapat memaksimalkan perolehan labanya. Walaupun
ada juga penelitian yang dilakukan Hapsari 2007 bahwa NWCTA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap gross profit margin adalah struktur modal, apakah perusahaan mendanai kegiatan usahanya lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
menggunakan utang atau ekuitas. Rasio yang digunakan untuk menghitung struktur modal perusahaan adalah rasio leverage. Salah satu rasio leverage yang
digunakan adalah Debt Ratio. Menurut Arowoshegbe dan Idialu 2013 : 99 bahwa Debt Ratio mempengaruhi secara simultan terhadap Operating Profit
Margin dan Net Profit Margin. Debt Ratio yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus, dikarenakan total liabilitas yang
rendah. Jika kinerja perusahaan bagus berarti laba perusahaan juga meningkat. Dua faktor terakhir adalah persediaan dan hutang, dalam mengukur hutang
dan persediaan tersebut dapat dilihat di rasio aktivitas. Rasio yang digunakan untuk mengukur persediaan perusahaan adalah dengan meggunakan inventory
turnover ratio. Perusahaan harus memiliki persediaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, tetapi persediaan yang berlebihan dan tidak laku
terjual maka akan menambah biaya dan beban oleh karena itu membuat laba perusahaan semakin berkurang. Dengan inventory turnover dapat menunjukkan
hubungan antara barang yang dijual dan persediaan. Sehingga penting bagi perusahaan untuk menghitung dan memperhatikan perputaran persediaan yang
dimiliki agar dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan berapa banyak persediaan yang harus dimilikinya. Dari hasil perhitungan rasio perputaran
persediaan yang tinggi tersebut mengartikan keadaan yang baik . Perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan perusahaan tidak memerlukan waktu yang
terlalu lama untuk menjual persediaannya dan mengubahnya menjadi penjualan yang menguntungkan, sehingga perusahaan dapat kembali menyediakan
persediaan yang baru dan perusahaan tidak menumpuk banyak persediaan yang tidak terjual di gudangnya. Pada perusahaan manufaktur, waktu perputaran
Universitas Sumatera Utara
persediaan merupakaan hal yang penting, terutama pada perusahaan manufaktur yang memproduksi produk-produk yang memiliki batas waktu penggunaan atau
kadaluwarsanya. Rasio aktivitas yang lain yang digunakan untuk mengukur utang adalah
Account Payable Turnover atau juga bisa disebut dengan Creditor’s Velocity. Menurut penelitian Leahy : 2012 bahwa Account Payable to Cost of Goods Sold
Ratio atau Account Payable Turnover dirancang untuk menujukkan efek pinjaman terhadap profitabilitas perusahaan. Rasio ini juga menunjukkan seberapa cepat
perusahaan dalam membayar hutangnya kepada pemasok dan dengan rasio ini juga perusahaan dapat mengatur pengeluaran uang yang dilakukan selama satu
periode. Rasio ini rendah menunjukkan bahwa perusahaan tidak menggunakan diskon pembelian yang ada dan meningkatkan beban pokok penjualan sehingga
menyebabkan laba perusahaan berkurang. Sedangkan, jika rasio tinggi menunjukkan perusahaan tidak membayar hutangnya sehingga menyebabkan
beban bunga dan hutang yang bertambah menyebabkan laba perusahaan berkurang.
Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan salah satu sektor dari perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Peneliti
memilih salah satu sektor dari perusahaan indutsri manufaktur dikarenakan kenaikan indeks sebesar 9 sejak awal tahun hingga Juli 2013. Perusahaan
industri manufaktur terdiri dari tiga sektor yaitu; sektor indutsri dasar dan kimia, sektor aneka industri, dan sektor industri barang konsumsi. Penelitian ini
menggunakan perusahaan yang terdapat di sektor industri barang konsumsi dikarenakan perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 31 emiten memiliki bobot 44 dari pembentukan indeks manufaktur, sementara aneka industri 40 emiten dan industri dasar 44 emiten masing-
masing 27. Perusahaan di sektor industri barang konsumsi dibagi atas beberapa sub sektor yaitu; sub sektor makanan dan minuman, sub sektor rokok, sub sektor
farmasi, sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, dan sub sektor peralatan rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan Bashar et.al 2014 yang berjudul “Determinants of Profitability in the Pharmaceutical Industry of Bangladesh” yang dimuat
dalam jurnal internasional dan penelitian tersebut menjadi acuan replikasi untuk penelitian ini. Penelitian tersebut menguji hubungan antara Selling and General
Administrative Expenses Net Sales Ratio, Average Inventory Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable Net Sales Ratio, Average Account
Payable Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation Net Sales terhadap Gross Profit Margin. Hasil ini menunjukkan hanya Inventory Cost of Goods Sold Ratio
dan Account Payable Cost of Goods Sold yang determinan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Leahy 2012 yang dimuat dalam American Journal of Health Science dengan judul “The Determinants of
Profitability in the Pharmaceutical Industry”. Penelitian dilakukan untuk menguji hubungan Selling and General Administrative Expenses Net Sales Ratio,
Average Inventory Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable Net Sales Ratio, Average Account Payable Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation
Net Sales terhadap Gross Margin, Operating Margin, Berry Ratio. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada Gross Margin tidak terdapat
Universitas Sumatera Utara
variabel yang mempengaruhi secara determinant terhadap profitabilitas perusahaan. Terhadap variabel dependen Operating Margin hanya Depreciation
Net Sales yang mempengaruhi secara mempengaruhi secara determinant terhadap profitabilitas perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya Average
Inventory Cost of Goods Sold Ratio yang mempengaruhi secara determinant terhadap profitabilitas perusahaan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wijaya 2014 yang berjudul “Pengaruh Inventory Turnover Ratio dan Debtors’ Turnover Ratio terhadap Gross Profit
Margin: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian tersebut menguji apakah terdapat hubungan antara
inventory turnover ratio, dan debtors’ turnover ratio terhadap gross profit margin. Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa variabel inventory turnover ratio
dan debtors’ turnover ratio secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap gross profit margin pada tingkat signifikansi 95. Namun secara parsial,
hanya variabel debtors’ turnover ratio yang berpengaruh terhadap gross profit margin. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Bashar 2014 dan Leahy
2012 terdapat hasil yang berbeda dimana peneltian yang dilakukan oleh Leahy 2012 tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel independen yang
mempengaruhi secara determinant terhadap gross profit margin. Sedangkan peneletian dilakukan oleh Bashar 2014 menunjukkan bahwa Inventory Cost of
Goods Sold Ratio dan Account Payable Cost of Goods Sold yang determinan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh.
Berdasarkan perbedaan antara penelitian terdahulu dan fenomena yang ada, maka penelitian ini dilakukan untuk menelaah kembali pengaruh rasio – rasio
Universitas Sumatera Utara
keuangan invetory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio, net working capital to total asset ratio dan debt ratio terhadap gross profit
margin pada perusahaan yang bergerak di sektor industri batang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah