Simulasi Kebijakan Ketujuh Simulasi Kebijakan

untuk kabupaten yang berbasis pertanian, dan 0.09 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Selanjutnya total penyerapan tenaga kerja naik 0.03 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.04 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Akibatnya pengangguran turun 0.36 untuk kabupaten kota yang berbasis pertanian dan 0.28 persen pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Sementara apabila dilihat dari jumlah penduduk miskin, maka terjadi penurunan jumlah penduduk miskin kurang dari 0.01 persen baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Oleh karena PDRB naik, maka pendapatan perkapita juga ikut naik masing- masing sebesar 1.27 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 1.09 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Di samping pendapatan perkapita, pendapatan petani juga naik, disebabkan karena naiknya PDRB sektor pertanian dan turunnya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun kabupaten kota yang berbasis non pertanian masing-masing sebesar 0.07 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.17 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Uraian tersebut menunjukkan bahwa realokasi belanja pemerintah daerah dengan menurunkan belanja barang dan jasa serta belanja lain-lain masing- masing sebesar 20 persen yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan belanja modal sektor pertanian dan sektor lainnya masing-masing sebesar 25 persen, berdampak lebih baik pada kinerja perekonomian kabupaten kota yang berbasis pertanian dibanding kabupaten kota yang berbasis non pertanian.

8.2.7. Simulasi Kebijakan Ketujuh

Simulasi ketujuh adalah simulasi kebijakan non fiskal, yaitu simulasi kebijakan menaikkan investasi swasta sebesar 10 persen. Simulasi ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran investasi swasta terhadap perekonomian kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan, seperti terlihat pada Tabel 41. 193 Tabel 41. Dampak Kenaikan Investasi Swasta Sebesar 10 Persen Nama Peubah Nilai Dasar Perubahan Perubahan 1 2 1 2 1 2 Konsumsi 739251 1990330 819 5185 0.11 0.26 Ekspor daerah 292141 2651089 3670 23245 1.26 0.87 Impor daerah 211427 2109499 2866 18156 1.36 0.86 PDRB sektor pertanian 587651 287177 18 -515 0.01 -0.18 PDRB sektor pertambangan 13629.2 682730 106.3 673 0.78 0.10 PDRB sektor industri 130725 617873 4529 28683 3.46 4.58 PDRB sektor listrik gas dan air 7938.6 51367.1 194.1 1229.5 2.45 2.37 PDRB sektor bangunan 53797.7 227866 2829.2 17919 5.26 7.62 PDRB sektor perdagangan 138089 760797 8396 53175 6.08 6.79 PDRB sektor transportasi 58761.7 408447 4603.8 29159 7.83 6.94 PDRB sektor keuangan 62230.3 283110 2857.2 18096 4.59 6.23 PDRB sektor jasa-jasa 152700 386814 972 6160 0.64 1.58 Penyerapan T.Kerja sek. pertanian 82596.2 35579.7 -89.4 -566.6 -0.11 -1.06 Penyerapan T. kerja non pertanian 45600.5 115979 235.1 1488 0.52 1.28 Pengangguran 11262.4 24294.2 -145.6 -922.2 -1.29 -3.86 Jumlah penduduk miskin 47775 46190.2 -11.4 -8.8 -0.02 -0.02 Inflasi 7.676 7.730 -0.005 -0.032 -0.07 -0.42 Ekspor bersih 80713.9 541590 803.3 5087 1.00 0.94 Produk domestik regional bruto Total peng. pemerintah daerah 1205522 198604 3706182 230682 24407 15 154577 92 2.02 0.01 4.10 0.04 Penyerapan tenaga kerja 128197 151559 145 922 0.11 0.61 Pendapatan perkapita 3.6986 8.414 0.1208 0.2842 3.27 3.37 Pendapatan rata-rata petani 7.4011 10.164 0.0107 0.2264 0.14 2.20 Dampak simulasi ini terhadap permintaan agregat adalah konsumsi masyarakat naik 0.11 persen, total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar 0.01 persen, ekspor daerah naik 1.26 persen, dan impor daerah juga naik 1.36 persen, untuk kabupaten yang berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian terjadi kenaikan konsumsi masyarakat 0.26 persen, total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar 0.04 persen, ekspor daerah naik 0.87 persen, dan impor daerah juga naik sebesar 0.86 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kenaikan investasi swasta sebesar 10 persen berdampak lebih besar pada kabupaten yang berbasis pertanian dibanding dengan kabupaten yang berbasis non pertanian jika dilihat dari sisi permintaan agregat. Apabila dilihat dari sisi produk domestik regional bruto berdasarkan sektor, maka terjadi meningkatan PDRB pada semua sektor yaitu sektor; pertanian, pertambangan, industri, listrik-gas-air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta sektor keuangan, dan jasa-jasa berturut-turut sebesar kurang dari 0.01 persen, 0.78 persen, 3.46 persen, 2.45 persen, 5.26 persen, 6.08 persen, 7.83 persen, 4.59 persen, dan 0.64 persen. Jadi dampak secara keseluruhan terhadap PDRB naik sebesar 2.02 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian juga terjadi penurunan PDRB sektor pertanian sebesar 0.18 persen, sementara PDRB sektor pertanian, pertambangan, industri, listrik-gas-air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta sektor keuangan, dan jasa-jasa mengalami kenaikan berturut-turut sebesar 0.10 persen, 4.58 persen, 2.37 persen, 7.62 persen, 6.79 persen, 6.98 persen, 6.23 persen, dan 1.58 persen. Jadi dampak secara keseluruhan terhadap PDRB naik sebesar 4.10 persen. Kondisi pada permintaan agregate berbeda pada pertumbuhan PDRB dimana kenaikan investasi sebesar 10 persen lebih berdampak pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian, dimana total PDRB naik sebesar 4.10 persen dibanding dengan kabupaten yang berbasis pertanian yang hanya naik 2.02 persen. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja sektor pertanian turun 0.11 pesen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 1.60 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Sebaliknya penyerapan tenaga kerja non pertanian naik masing-masing sebesar 0.52 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian, dan 1.28 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Kemudian total penyerapan tenaga kerja naik 0.11 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.61 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Akibatnya pengangguran turun 1.29 untuk kabupaten kota yang berbasis pertanian dan 3.86 persen pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Sementara apabila dilihat dari jumlah penduduk miskin, maka terjadi penurunan jumlah penduduk miskin kurang dari 0.02 persen baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Oleh karena PDRB naik, maka pendapatan perkapita juga ikut naik masing- masing sebesar 3.27 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 3.37 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Di samping pendapatan perkapita, pendapatan petani juga naik, disebabkan karena naiknya PDRB sektor pertanian dan turunnya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun kabupaten kota yang berbasis non pertanian masing-masing sebesar 0.14 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 2.20 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. 195 Uraian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan investasi swasta sebesar 10 persen, berdampak lebih baik pada kinerja perekonomian kabupaten kota yang berbasis non pertanian dibanding kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Memperhatikan hasil simulasi kebijakan fiskal yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa simulasi kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan variabel pendapatan asli daerah pajak dan retribusi daerah baik secara sendiri- sendiri maupun secara bersam-sama, simulasi 1 sampai 3 tidak layak dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan. Hal tersebut disebabkan karena dapat menyebabkan timbulnya ekonomi biaya tinggi high cost economy, yang ditandai dengan turunnya investasi swasta yang berdampak pada turunnya PDRB, meningkatnya pengangguran, dan bertambahnya penduduk miskin baik pada kabupaten kota yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Simulasi kebijakan fiskal dengan harapan bahwa pemerintah pusat dapat menaikkan transfer fiskal berupa dana alokasi umum, atau dana bagi hasil dan dana alokasi khusus yang selajutnya digunakan untuk belanja modal, simulasi 4 dan 5, dapat meningkatkan investasi swasta, PDRB pada semua sektor, menurunkan pengangguran, dan kemiskinan baik pada kabupaten kota yang berbasis pertanian maupun kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Meskipun demikian simulasi ini sangat tergantung pada kebijakan dari pemerintah pusat, dan semakin mengurangi kemandirian fiskal dari pemerintah daerah. Simulasi kebijakan fiskal yang dimaksudkan untuk realokasi belanja pemerintah daerah dengan tujuan untuk meningkatkan belanja modal baik pada sektor pertanian maupun non pertanian, dengan cara mengurangi belanja lain-lain, serta belanja barang dan jasa, simulasi 6 dipandang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran pada kabupaten dan kota yang basis pertanian maupun kabupaten kota yang berbasis non pertanian, dibanding dengan simulasi kebijakan meningkatkan variabel pendapatan asli daerah, maupun kebijakan peningkatan transfer dana dari pemerintah pusat. Simulasi kebijakan non fiskal dengan meningkatkan investasi swasta sebesar 10 persen simulasi 7, memberi dampak yang cukup besar terhadap pertumbuhan PDRB, pengurangan pengangguran, dan kemiskinan baik pada kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa investasi swasta memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, namun belum banyak berperan dalam menurunkan angka kemiskinan pada kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Temuan ini sejalan dengan temuan Erden and Holcombe 2006 pada sembilan belas negara berkembang, dan temuan Haroon and Nasr 2011, serta temuan Fatima 2012 di Pakistan.

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN