linearis untuk Mendapatkan Telur

58 Efikasi L. lecanii tergantung dari kerapatan konidia yang diaplikasikan dan kerentanan stadia serangga inang Ashouri et al. 2004; del-Prado et al. 2008; Aiuchi et al. 2008b; Shinya et al. 2008b. Informasi efikasi L. lecanii terhadap beberapa jenis telur pada ordo Homoptera dan telur nematoda parasit tanaman sudah pernah dilaporkan meskipun masih relatif sedikit. Sementara itu, informasi kerentanan umur telur R. linearis terhadap aplikasi L. lecanii belum ada. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kerapatan konidia L. lecanii untuk mengendalikan telur R. linearis dan mempelajari kerentanan berbagai umur telur R. linearis terhadap infeksi L. lecanii. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor IPB yang dimulai dari bulan Juli sampai dengan September 2007. Uji Kerapatan Konidia L. lecanii pada Telur R. linearis Pembiakan Imago

R. linearis untuk Mendapatkan Telur

Telur R. linearis diperoleh dengan cara mengembangbiakkan imago di dalam laboratorium. Imago R. linearis diambil dengan jaring dari lahan pertanaman kedelai di Probolinggo, Jawa Timur pada tahun 2006 kemudian dipelihara di dalam sangkar yang disungkup dengan kain kasa. Serangga diberi pakan kacang panjang yang sudah membentuk biji dan setiap dua hari pakan diganti dengan kacang yang segar. Pada bagian dinding di dalam sangkar diselipkan benang-benang halus berwarna kuning yang berfungsi sebagai penempelan telur yang diletakkan oleh imago betina. Perbanyakan Cendawan L. lecanii Cendawan yang dipakai dalam penelitian ini adalah isolat Ll-JTM11 yang memiliki virulensi tertinggi hasil penelitian tahap I. Isolat cendawan ditumbuhkan 59 pada media PDA potato dextrose agar di dalam cawan Petri yang berdiameter 9 cm. Pada umur 21 hari setelah inokulasi HSI, biakan cendawan ditambah air 10 ml kemudian koloni dikerok dengan kuas halus untuk mengambil konidia yang terbentuk. Suspensi konidia dikocok menggunakan vortex selama 60 detik kemudian kerapatan konidia dihitung menggunakan haemocytometer untuk menentukan kerapatan konidia 10 5 , 10 6 , 10 7 , 10 8 , dan 0 kontrol sebagai perlakuan. Masing- masing perlakuan diulang sebanyak empat kali. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap RAL. Aplikasi L. lecanii pada Telur R. linearis Masing-masing kerapatan konidia sebagai perlakuan diaplikasikan pada telur R. linearis yang berumur satu hari sebanyak 100 butir per perlakuan per ulangan yang diletakkan di dalam cawan Petri dengan diameter 18 cm. Dosis aplikasi L. lecanii adalah 2 ml per 100 butir telur. Perlakuan dilakukan dengan cara disemprotkan pada seluruh permukaan telur. Pada bagian dasar di dalam cawan dilapisi kertas tissue yang dilembabkan dengan air steril dan kelembaban kertas dipertahankan kurang lebih di atas 80 setiap hari. Kacang panjang segar yang sudah membentuk polong dipotong-potong berukuran 5 cm kemudian dimasukan ke dalam cawan Petri sebagai sumber makanan yang disediakan bagi telur yang mampu menetas. Setiap cawan diisi dua potong kacang panjang kemudian diganti setiap dua hari sekali dengan ukuran yang sama. Variabel yang diamati adalah jumlah telur yang tidak menetas setelah terinfeksi L. lecanii. Uji Kerentanan Berbagai Umur Telur R. linearis terhadap Infeksi L. lecanii Sebagai perlakuan adalah perbedaan umur telur R. linearis yang sudah diletakkan oleh imago, yaitu; 1 kurang satu hari, 2 satu hari, 3 dua hari, 4 tiga hari, 5 empat hari, 6 lima hari, dan 7 enam hari. Setiap kelompok telur yang berumur sama dari hasil pembiakkan serangga uji kemudian dimasukkan ke dalam cawan Petri berdiameter 18 cm. Pada bagian dasar cawan Petri dilapisi dengan kertas 60 tissue yang dilembabkan dengan air steril dan kelembaban dipertahankan setiap hari kurang lebih di atas 80. Setiap cawan Petri diisi telur R. linearis sebanyak 100 butir sebagai perlakuan. Isolat cendawan L. lecanii yang digunakan adalah Ll-JTM11 hasil penelitian tahap pertama. Cendawan diperbanyak pada media PDA di dalam cawan Petri. Pada umur 21 HSI, biakan cendawan ditambah air steril 10 ml kemudian diambil konidianya dengan cara dikerok menggunakan kuas halus. Suspensi konidia dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok menggunakan vortex selama 60 detik. Suspensi konidia dihitung menggunakan haemocytometer hingga diperoleh kerapatan konidia yang optimal sesuai hasil uji pada penelitian kerapatan konidia. Suspensi konidia kemudian diaplikasikan pada kelompok telur R. linearis yang ada di dalam cawan Petri sesuai dengan perlakuan. Dosis aplikasi adalah 2 ml per 100 butir telur. Perlakuan dilakukan dengan cara disemprotkan pada seluruh bagian permukaan telur. Variabel yang diamati adalah; 1 jumlah telur yang tidak menetas setelah terinfeksi L. lecanii yang dihitung mulai dari waktu aplikasi sampai dengan umur 6 hari setelah aplikasi HSA, 2 periode waktu penetasan telur yang dihitung sejak waktu aplikasi L. lecanii sampai dengan telur menetas, 3 jumlah konidia yang diproduksi pada setiap telur yang tidak menetas. Jumlah konidia dihitung dengan cara tiap telur yang terkolonisasi L. lecanii dan tidak menetas dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Telur tersebut ditambah air 10 ml dan dikocok menggunakan vortex selama 60 detik kemudian suspensi konidia pada masing-masing perlakuan dihitung menggunakan haemocytometer. 4 jumlah nimfa II yang mampu bertahan hidup dihitung sejak dari stadia telur. Jumlah konidia L. lecanii dihitung menggunakan haemocytometer dan mikroskup optik merk Olypmus, model CX21FSI. Pengamatan perkecambahan konidia dan proses infeksi L. lecanii pada struktur telur R. linearis dilakukan dengan mikroskup elektron, merk JEOL JAPAN tipe JSM-5310LV. 61 Analisis Data Semua data yang diperoleh dianalisis menggunakan program MINITAB 14. Apabila terdapat perbedaan di antara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan’s Multiple Range Test pada taraf nyata α = 0.05. Hasil dan Pembahasan Uji Berbagai Kerapatan Konidia L. lecanii pada Telur R. linearis Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tingkat kerapatan konidia L. lecanii yang diaplikasikan berpengaruh nyata terhadap tingkat infeksi pada telur R. linearis sehingga mempengaruhi jumlah telur yang menetas. Semakin tinggi kerapatan konidia yang diaplikasikan semakin banyak jumlah telur yang terinfeksi cendawan dan akhirnya telur yang akan menetas menjadi terbatas Gambar 7. Aplikasi pada kerapatan konidia terendah, yaitu 2.25 x 10 5 ml mengakibatkan jumlah telur R. linearis yang menetas hingga mencapai 91. Pada kerapatan konidia tersebut hanya 9 telur R. linearis yang tidak menetas dan persentase tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol air. Pada kerapatan konidia tersebut dapat dikatakan tidak efektif karena jumlah telur yang menetas hampir sama dengan kontrol. Peningkatan kerapatan konidia dari 2.25 x 10 5 menjadi 2.25 x 10 6 ml mengakibatkan jumlah telur yang mampu menetas menjadi berkurang sebanyak 32, yaitu dari 91 menjadi 59. Walaupun jumlah telur yang menetas sudah mengalami penurunan, namun peluang telur yang mampu berkembang menjadi nimfa II masih mencapai 41. Keberadaan populasi serangga tersebut di lapangan diduga masih akan membahayakan tanaman. Jika kerapatan konidia ditingkatkan lagi menjadi 2.25 x 10 7 ml maka jumlah telur yang menetas menjadi lebih rendah, yaitu 31.5. Peningkatan kerapatan konidia hingga 2.25 x 10 8 ml mengakibatkan penetasan telur R. linearis hanya 9. 62 Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mengendalikan telur R. linearis disarankan menggunakan kerapatan konidia minimum 2.25 x 10 8 ml. Dengan demikian, peluang nimfa yang mampu hidup lebih lanjut hanya sedikit sehingga diduga peledakan hama menjadi sangat rendah. Menurut Loureiro et al. 2004 untuk mengendalikan stadia nimfa kutu daun Cinara atlantica Homoptera: Aphididae maka kerapatan konidia V. lecanii yang digunakan harus 10 8 ml. Ashouri et al. 2004 juga melaporkan bahwa kerapatan 10 7 - 10 8 ml mampu membunuh nimfa instar III Myzus persicae Homoptera: Aphididae hingga 100. Kim et al. 2001 mengindikasikan bahwa pengendalian Aphis gosypii Homoptera: Aphididae pada stadia nimfa dengan V. lecanii harus menggunakan kerapatan konidia di atas 10 8 ml agar mampu menyebabkan mortalitas hingga 100. Gambar 7 Rata-rata jumlah telur R. linearis yang menetas setelah terinfeksi L. lecanii pada berbagai tingkat kerapatan konidia. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 Kerapatan konidia L. lecanii ml P er se n ta se te lu r R . lin ea ris ya n g m ene ta s Kontrol air 2.25 x 10 5 2.25 x 10 6 2.25 x 10 7 2.25 x 10 8 a a b c d 63 Menurut Wang et al. 2004, tingkat mortalitas serangga yang akan dikendalikan dipengaruhi oleh virulensi isolat yang digunakan, selain pengaruh dari faktor kerapatan konidia maupun stadia serangga. Lee et al. 2002 untuk mengendalikan Trialeurodes vaporariorum Homoptera: Aleyrodidae harus menggunakan kerapatan konidia 10 8 ml supaya mampu membunuh serangga di atas 80 jika menggunakan isolat L. lecanii yang kurang virulen. Sedangkan untuk isolat yang virulen hanya membutuhkan kerapatan konidia 10 6 ml. Aiuchi et al. 2008b melaporkan bahwa virulensi L. lecanii berkaitan erat dengan karakter fisiologi cendawan yang meliputi ukuran dan daya kecambah konidia selain kerapatan konidia yang diaplikasikan. Hal ini disebabkan isolat yang memiliki daya kecambah konidia dalam waktu lebih singkat maka isolat tersebut memiliki aktivitas enzim amilase, protease, dan kitinase dalam jumlah yang berlebih. Isaka et al. 2005 juga mengindikasikan pernyataan yang sama bahwa tingkat virulensi isolat L. lecanii tergantung adanya kandungan senyawa bioaktif bioactive substances. Senyawa yang terkandung pada L. lecanii bersifat toksik terhadap telur dan stadia juvenil nematoda Heterodera glycines Shinya et al. 2008a 2008b dan terhadap telur nematoda Globodera pallida Stone sehingga telur tidak mampu menetas Goettel et al. 2008. Vey et al. 2001 dan Murakoshi et al. 2005 mengemukakan bahwa V. lecanii memproduksi beberapa jenis toksin, yaitu dipicolinic acid, hydroxycarboxylic acid, dan cyclosporin dengan kadar yang berbeda. Uji Kerentanan Berbagai Umur Telur R. linearis terhadap Infeksi L. lecanii Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan umur telur R. linearis setelah diletakkan imago mempunyai kerentanan yang berbeda terhadap infeksi L. lecanii. Semakin tua umur telur semakin toleran terhadap infeksi L. lecanii. Telur R. linearis yang terinfeksi L. lecanii pada umur empat, lima, dan enam hari setelah diletakkan imago mempunyai peluang menetas hingga mencapai 100 Gambar 8. Kejadian ini menginformasikan bahwa telur R. linearis pada umur tersebut kurang efisien apabila 64 dilakukan pengendalian dengan aplikasi L. lecanii jika dibandingkan dengan umur kurang satu hari maupun satu hari. Hal ini disebabkan pada umur tersebut struktur jaringan kulit telur chorion sudah mengalami melanisasi, sehingga konidia yang sudah menempel pada lapisan tersebut sulit untuk berkecambah. Menurut Wilson et al. 2008, melanisasi merupakan faktor yang sangat berperan dalam meningkatkan ketahanan serangga terhadap serangan patogen. Lebih lanjut dilaporkan Wilson et al. 2008, pengaruh melanisasi pada struktur telur Spodoptera exempta F. Lepidoptera: Noctuidae lebih besar perannya terhadap pertahanan diri dari infeksi Beauveria bassiana Bals. Vuill. Deuteromycotina: Hyphomycetes dibandingkan dengan melanisasi pada stadia larva. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 Umur telur R. linearis setelah diletakkan imago hari P er se n ta se te lu r R . l ine ar is ya ng m en et as Gambar 8 Rata-rata jumlah telur R. linearis pada berbagai umur yang menetas setelah terinfeksi L. lecanii. Di permukaan korion telur yang berumur enam hari, belum tampak adanya konidia yang berkecambah hingga 24 jam setelah inokulasi JSI Gambar 9. Walaupun telur R. linearis yang terinfeksi L. lecanii pada umur empat, lima, dan enam hari masih ada konidia yang mampu berkecambah, tetapi karena struktur korion sudah keras maka tabung kecambah yang terbentuk sulit melakukan penetrasi masuk a a a ab b c d 1 1 2 3 4 5 6 65 ke dalam. Dengan demikian, tabung kecambah yang berkembang membentuk apresorium akhirnya tidak mampu bertahan untuk berkembang lebih lanjut. Pada kondisi demikian apabila suspensi konidia ditambah dengan bahan pembawa sebelum aplikasi maka cendawan masih mampu bertahan untuk melangsungkan hidupnya Shi et al. 2006; Sahayaraj Namasivayam 2008. Gambar 9 Konidia L. lecanii yang tidak berkecambah setelah 24 jam inokulasi pada permukaan korion telur R. linearis yang berumur 6 hari. Telur yang berumur enam hari kurang rentan terhadap aplikasi cendawan, hal ini disebabkan telur sudah mendekati waktu penetasan, bahkan struktur ujung telur sudah pecah Gambar 10. Meskipun demikian, cendawan masih berpeluang besar untuk menginfeksi nimfa yang sudah terbentuk. Hal ini disebabkan L. lecanii mampu menginfeksi stadia nimfa maupun imago selain stadia telur Prayogo 2004; Prayogo et al. 2005. Akan tetapi jika kondisi lingkungan kurang mendukung maka konidia yang sudah berkecambah dan berkembang membentuk apresorium akan mengalami plasmolisis kemudian mengering dan akhirnya mati sebelum menginfeksi inang. Oleh karena itu, untuk mendukung keberhasilan pemanfaatan cendawan entomopatogen dalam pengendalian hayati maka sangat diperlukan bahan pelindung apalagi SEM MERK JEOL JAPAN TYPE JSM-5000 MAG X10.000 66 diaplikasikan di daerah kering Williams et al. 2000; Verhaar et al. 2004; Lee et al. 2006. Gambar 10 Struktur telur R. linearis yang akan menetas pada umur 6 hari setelah diletakkan imago tanpa aplikasi L. lecanii. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan del-Prado et al. 2008, yang mendapatkan telur kutu kapuk kelapa Aleurodicus cocois Curtis, 1846 Homoptera: Aleyrodidae yang berumur tujuh hari lebih rentan terhadap infeksi L. lecanii. Hal ini ditandai dengan nimfa I yang mati hingga mencapai 82, sedangkan telur yang berumur kurang satu hari sampai dengan dua hari lebih toleran karena jumlah telur yang menetas dan berkembang menjadi nimfa II di atas 90. Struktur telur A. cocois pada umur tujuh hari mulai pecah meskipun belum sepenuhnya dan konidia yang diaplikasikan pada waktu tersebut tidak hanya menempel pada bagian korion terluar akan tetapi ada yang menempel pada embrio di dalam telur. Oleh SEM MERK JEOL JAPAN TYPE JSM-5000 MAG X50 SEM MERK JEOL JAPAN TYPE JSM-5000 MAG X50 67 karena itu, proses penetrasi dan infeksi dari cendawan lebih mudah terjadi karena embrio pada saat itu dalam kondisi yang masih sangat rentan del-Prado et al. 2008. Persentase telur yang menetas terendah terjadi pada perlakuan telur yang berumur kurang satu hari baru diletakkan imago, yaitu hanya 15. Dengan kata lain bahwa efikasi L. lecanii dalam mengendalikan telur R. linearis hingga mencapai 85. Persentase telur yang tidak menetas pada umur kurang satu hari lebih rendah dibandingkan dengan hasil uji kerapatan konidia meskipun kerapatan yang digunakan sama. Hal ini diduga isolat L. lecanii yang digunakan sudah mengalami perbanyakan berulangkali sehingga virulensi isolat menurun. Menurut Nahar et al. 2008, perbanyakan cendawan Metarhizium anisopliae Sorokin Deuteromycotina: Hyphomycetes secara berulang-ulang sebanyak 20 kali akan mengakibatkan penurunan virulensi hingga 20. Pada kondisi tersebut apresorium dan produksi enzim pendegradasi kutikula, yaitu chitinase, chitin deacetylase, amylase, chitosanase, dan protease akan menurun drastis. Oleh karena itu, Bradley et al. 1992 menganjurkan infeksi ulang ke serangga inang untuk meningkatkan kembali virulensi cendawan sebelum agens hayati tersebut diproduksi secara masal. Aplikasi L. lecanii pada telur R. linearis yang berumur satu hari mengakibatkan telur yang menetas hanya 31.2 Gambar 8. Tingginya persentase telur yang tidak menetas pada perlakuan telur umur kurang dari satu hari hingga satu hari disebabkan struktur lapisan korion masih sangat lentur sehingga tabung kecambah yang terbentuk lebih mudah penetrasi ke dalam telur. Pada umur tersebut telur berwarna hijau dengan struktur korion yang sangat lentur Gambar 11a 11b. Dengan pertambahan umur maka kondisi struktur kulit telur mulai mengeras dan mengalami perubahan warna menjadi hijau gelap Gambar 11c 11d bahkan cenderung berwarna coklat setelah empat hari Gambar 11e, 11f, dan 11g. 68 Gambar 11 Perbedaan struktur korion telur R. linearis berdasarkan umur setelah diletakkan imago. a kurang satu hari, b satu hari, c dua hari, d tiga hari, e empat hari, f lima hari, dan g enam hari. Telur yang baru diletakkan hingga berumur satu hari memperlihatkan struktur kulit telur yang masih lentur sehingga akan mempermudah konidia L. lecanii yang menempel pada korion. Konidia yang menempel kemudian berkecambah dan berkembang membentuk apresorium Gambar 12 untuk melakukan penetrasi secara aktif mendegradasi korion dengan perangkat enzim yang dimiliki oleh cendawan atau melalui lubang mikropil. Bagian di sekitar mikropil dilengkapi oleh lapisan gel yang diproduksi dari kelenjar asesori imago betina yang berfungsi sebagai sarana untuk melekatkan telur pada subtrat. Pada kondisi di lapangan, gel tersebut berfungsi untuk melekatkan telur pada organ tanaman yang umumnya pada permukaan daun di sekitar sumber makanan yang tersedia, yaitu polong kedelai. Gel tersebut diduga sangat menguntungkan bagi proses pertumbuhan tabung kecambah karena kondisi di sekitar mikropil menjadi lebih lembab sehingga sangat kondusif bagi cendawan dalam proses penetrasi ke dalam telur, meskipun fenomena a b c d e f g 69 tersebut belum banyak dilaporkan. Menurut Sahlen 2000 dan Gaino et al. 2008, telur yang baru diletakkan dibekali senyawa berbentuk gel yang dihasilkan dari kelenjar asesori imago betina yang berfungsi untuk melekatkan telur pada suatu tempat di dekat sumber makanan yang tersedia bagi turunan yang akan terbentuk. Gel tersusun dari gliserol yang mengandung gula sehingga merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh perkembangan cendawan. Telur serangga terdiri dari tiga lapisan, yaitu 1 eksokorion yang mengandung karbohidrat, 2 endokorion tersusun dari protein, dan 3 lapisan kristalin paling dalam mengandung protein dos-Santos Gregorio 2003. Beberapa senyawa yang terkandung pada lapisan korion tersebut merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh konidia meskipun harus melalui perombakan terlebih dahulu. Cendawan L. lecanii menghasilkan beberapa jenis enzim meliputi protease, lipase, amilase, dan kitinase yang berfungsi sebagai perombak struktur dinding sel yang tersusun dari protein, lemak, karbohidrat, dan kitin Fenice et al. 1998; Liu et al. 2003; Lu et al. 2005 ; Wang et al. 2005. Gambar 12 Apresorium L. lecanii yang terbentuk sebelum penetrasi ke dalam telur R. linearis pada 13 jam setelah aplikasi. SEM MERK JEOL JAPAN TYPE JSM-5000 MAG X7.500 70 Karbohidrat dan protein merupakan sumber nutrisi utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan cendawan entomopatogen Barbosa et al. 2002; Gao et al. 2006. Setelah miselium terbentuk, cendawan dapat mengeksploitasi sumber nutrisi yang ada di dalam telur. Pada kondisi tersebut telur sudah tidak normal atau embrio yang terbentuk di dalam telur sudah mati sehingga cendawan dalam fase saprogenesa. Fase selanjutnya, miselium tumbuh keluar menembus korion telur Gambar 13, kemudian miselium mengkolonisasi seluruh permukaan telur dan bersporulasi Gambar 14 yang berfungsi untuk transmisi patogen ke inang yang sehat. Hasil penelitian Behnke dan Yendol 2006 mengindikasikan bahwa semua telur Galleria mellonella yang ada baik telur sehat maupun yang sudah rusak dapat diinfeksi oleh cendawan Aspergillus flavus. Keadaan tersebut menginformasikan bahwa telur merupakan sumber inang yang potensial bagi perkembangan cendawan di lapangan. Oleh karena itu, jika stadia telur dapat dikendalikan dengan cendawan entomopatogen maka peluang perkembangan hama dapat ditekan lebih awal sehingga peledakan hama dapat ditekan. Gambar 13 Miselium L. lecanii yang menembus keluar struktur korion telur R. linearis pada empat hari setelah aplikasi HSA. SEM MERK JEOL JAPAN TYPE JSM-500 MAG X7.500 71 Gambar 14 Telur R. linearis yang tidak menetas setelah terkolonisasi miselium L. lecanii isolat Ll-JTM11 pada tujuh HSA a dan 10 HSA b. Periode Waktu Penetasan Telur

R. linearis setelah Terinfeksi L. lecanii

Dokumen yang terkait

RAGAM KARAKTER MORFOLOGI POLONG KEDELAI (Glycine max L. Merrill) DAN HUBUNGANNYA DENGAN KETAHANAN TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG Riptortus linearis F.

0 19 1

UJI PATOGENISITAS JAMUR Aspergillus sp. TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM

6 38 47

Keefektifan lima jenis cendawan Entomopatogen terhadap hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis (L.) {Hemiptera: Alydidae) dan dampaknya terhadap Predator Oxyopes javanus Thorell (Araneida: Oxyopidae)

0 25 73

Infektivitas cendawan entomopatogen lecanicillium lecanii terhadap parasitoid telur trichogrammatoidea bactrae bactrae (Hymenoptera:Trichogrammatidae)

0 2 51

Keefektifan lima jenis cendawan Entomopatogen terhadap hama pengisap polong kedelai Riptortus linearis dan dampaknya terhadap Predator Oxyopes javanus Thorell

0 3 63

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

3 10 50

PENGARUH EKSTRAK DAUN Agalia odorata TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI Nezara viridula DAN Riptortus linearis.

0 0 4

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 12

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 2

Pengaruh Pemberian Berbagai Jenis Pakan Terhadap Bioekologi Hama Pengisap Polong Kedelai Riptortus linearis Di Laboratorium - UWKS - Library

0 0 14