24 seksual dan paraseksual, seleksi, heterokariosis, dan migrasi gen dari suatu tempat ke
tempat lain McDonald McDermott 1993; Dalzoto et al. 2003. Isolat yang diperoleh dari serangga inang yang sama tetapi dari geografi yang
berbeda atau isolat yang diperoleh dari serangga yang berbeda namun dari geografi yang sama kemungkinan memiliki virulensi yang berbeda Fatiha et al. 2007. Hasil
penelitian Mor et al. 1996 menunjukkan bahwa virulensi V. lecanii yang diuji berkisar dari 0-83 dan variasi ini dipengaruhi oleh serangga inang maupun geografi
isolat. Ekesi 2001 menyatakan bahwa perbedaan virulensi pada cendawan M. anisopliae dan B. bassiana Deuteromycotina: Hyphomycetes juga dipengaruhi oleh
faktor intraspesies. Jumlah Konidia pada Telur
R. linearis yang Tidak Menetas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal isolat berpengaruh terhadap jumlah konidia yang terbentuk pada tiap telur R. linearis yang tidak menetas Tabel 2.
Jumlah konidia L. lecanii yang terbanyak diperoleh pada isolat Ll-TB2, yaitu hingga 7.825 x 10
6
per telur. Jumlah konidia terbanyak diikuti oleh isolat Ll-JTM15, Ll- JTM12, dan Ll-JTM11 masing-masing 7.373 x 10
6
, 7.250 x 10
6
, dan 7.150 x 10
6
per telur. Isolat Ll-JTM13 juga mampu memproduksi konidia cukup tinggi hingga
mencapai 6.45 x 10
6
per telur dan isolat tersebut tidak berbeda nyata dengan isolat Ll- JTM11 dan Ll-JTM12. Namun, jumlah konidia pada isolat Ll-JTM13 tidak
berkorelasi dengan tingkat virulensi jika dilihat dari jumlah telur yang tidak menetas hanya di bawah 50. Produksi konidia pada isolat yang kurang virulen sangat
rendah. yaitu hanya berkisar 1–5.1 x 10
6
per telur. Dari 37 isolat yang diuji, Ll-TB2 mampu memproduksi konidia terbanyak meskipun tidak berbeda nyata dengan
jumlah konidia yang terbentuk pada isolat Ll-JTM11, Ll-JTM12, maupun Ll-JTM15.
25 Tabel 2 Rata-rata persentase telur R. linearis yang tidak menetas setelah terinfeksi L.
lecanii
No. Isolat
Telur tidak menetas
Jumlah konidia tiap telur x10
6
Persentase nimfa II hidup
1 Ll-JTM1
25 ± 11.0 efghi
2.675 ± 1.342 hijk
53 ± 5.5 defgh
2 Ll-JTM2
23 ± 10.6 fghi
3.125 ± 1.142 ghijk
61 ± 12.6 cdef
3 Ll-JTM3
20 ± 13.0 hi
1.775 ± 0.231 lmn
71 ± 14.0 bc
4 Ll-JTM4
21 ± 7.4 hi
2.050 ± 0.410 jklmn
63 ± 7.1 bcdef
5 Ll-JTM5
35 ± 5.5 def
1.500 ± 0.392 n
46 ± 9.3 gh
6 Ll-JTM6
32 ± 5.2 defg
2.800 ± 0.744 hijklm
58 ± 3.7 cdefg
7 Ll-JTM7
27 ± 7.6 efgh
4.225 ± 0.673 cdefg
60 ± 7.4 cdefg
8 Ll-JTM8
37 ± 13.3 cd
3.925 ± 0.945 cdefgh 59 ± 10.6 cdefg
9 Ll-JTM9
24 ± 5.2 efghi
2.250 ± 0.547 jklmn
57 ± 7.6 cdefgh
10 Ll-JTM10
26 ± 3.7 efgh
2.150 ± 0.652 jklmn
52 ± 5.2 efgh
11 Ll-JTM11
75 ± 9.7 a
7.150 ± 1.125 ab
18 ± 6.4 i
12 Ll-JTM12
72 ± 11.7 a
7.250 ± 0.358 ab
21 ± 5.5 i
13 Ll-JTM13
44 ± 10.9 c
6.450 ± 0.469 b
53 ± 9.7 defgh
14 Ll-JTM14
44 ± 8.0 c
4.950 ± 1.157 cd
50 ± 7.7 fgh
15 Ll-JTM15
69 ± 12.2 a
7.375 ± 0.929 ab
21 ± 4.6 i
16 Ll-JTM16
32 ± 9.1 defg
4.425 ± 1.028 cdef
62 ± 8.8 bcdef
17 Ll-JTM17
30 ± 4.8 efgh
1.625 ± 0.819 mn
53 ± 6.3 defgh
18 Ll-ME1
49 ± 4.6 b
3.000 ± 0.818 ghijkl
43 ± 8.7 h
19 Ll-ME2
44 ± 6.0 c
4.550 ± 0.727 cdef
43 ± 1.8 h
20 Ll-ME3
37 ± 14.3 cd
1.775 ± 0.977 lmn
53 ± 8.0 efgh
21 Ll-OK1
35 ± 7.6 def
2.700 ± 0.855 hijklm
46 ± 13.7 gh
22 Ll-OK2
30 ± 7.7 efgh
4.550 ± 0.746 cdef
57 ± 10.6 cdefgh
23 Ll-LT1
22 ± 4.8 ghi
4.400 ± 0.495 cdef
69 ± 8.2 bc
24 Ll-LT2
21 ± 7.0 hi
3.600 ± 0.941 efghi
66 ± 6.4 bcde
25 Ll-LT3
26 ± 7.7 efgh
2.550 ± 0.410 ijklmn 66 ± 15.6 bcde
26 Ll-TB1
19 ± 6.7 hi
2.025 ± 0.681 klmn
71 ± 19.7 bc
27 Ll-TB2
73 ± 10.6 a
7.825 ± 0.681 a
22 ± 12.3 i
28 Ll-TB3
27 ± 3.5 efgh
3.775 ± 0.706 defghi
61 ± 7.1 cdef
29 Ll-TB4
28 ± 10.9 efgh 3.025
± 0.086 ghijkl 65
± 14.0 bcde 30
Ll-TB5 36
± 4.3 cde 5.100
± 2.338 c 50
± 6.4 fgh 31
Ll-TB6 32
± 11.7 defg 4.575
± 0.706 cde 63
± 6.3 bcdef 32
Ll-NTB1 26
± 8.8 efgh 1.900
± 0.627 klmn 57
± 4.6 cdefgh 33
Ll-NTB2 29
± 9.6 efgh 2.600
± 0.434 ijklmn 57 ± 8.2 cdefgh 34
Ll-NTB3 25
± 8.2 efghi 3.300
± 1.302 fghij 60
± 3.0 cdefg 35
Ll-NTB4 12
± 5.2 j 1.400
± 0.839 cdef 76
± 10.0 b 36
Ll-NTB5 23
± 6.4 fghi 2.525
± 0.886 ijklmn 67 ± 9.2 bcd 37
Ll-NTB6 17
± 6.3 i 2.175
± 0.416 jklmn 59
± 12.2 cdefg LSD 0.05
13.4 1.268
14.1
Data ditransformasi ke arc sin √x sebelum sidik ragam. Rata-rata selajur yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata uji BNT,
α = 0.05.
26 Tabel 2 menunjukkan bahwa isolat yang mampu memproduksi konidia
terbanyak mempunyai korelasi positif dengan virulensi cendawan. Pengamatan secara mikroskopis mengindikasikan bahwa karakter isolat yang virulen ditandai dengan
tingkat pertumbuhan dan kolonisasi miselium pada telur lebih cepat dan lebih tebal Gambar 1a dibandingkan dengan isolat yang kurang virulen Gambar 1b. Geden et
al. 1995 mengindikasikan bahwa isolat B. bassiana yang virulen terhadap Musca domestica memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, struktur miselium lebih padat,
dan konidia yang dihasilkan lebih banyak. Sementara itu, isolat yang kurang virulen tumbuh lebih lambat, miselium lebih tipis, dan jumlah konidia yang dihasilkan lebih
sedikit.
Gambar 1 Kolonisasi miselium isolat L. lecanii yang virulen a dan isolat yang
kurang virulen b pada telur R. linearis tujuh hari setelah aplikasi HSA.
Pada tiap konidiofor isolat yang virulen mampu memproduksi konidia lebih banyak dibandingkan dengan isolat yang kurang virulen Gambar 2a 2b. Hasil
penelitian Kamp dan Bidochka 2002 menunjukkan bahwa isolat yang virulen memiliki karakter kolonisasi lebih cepat, miselium yang terbentuk lebih tebal dan
a Ll-TB2 b Ll-ME1
27 padat. Karakter fisiologi isolat yang virulen berbeda dengan isolat yang kurang
virulen, yaitu ditandai dengan jumlah konidia lebih banyak. Namun, hasil penelitian Drummond et al. 1987 tidak menampakkan adanya korelasi yang jelas antara
ukuran konidia terhadap virulensi V. lecanii pada Trialeurodes vaporariorum Homoptera: Aleyrodidae. Hal ini disebabkan karena jumlah isolat yang diuji lebih
sedikit sehingga akan mempengaruhi tingkat keragaman isolat.
Gambar 2 Perbedaan jumlah konidia L. lecanii yang diproduksi oleh setiap tangkai
konidiofor pada isolat yang virulen a dan isolat yang kurang virulen b.
Monteiro et al. 2004 melaporkan bahwa setiap isolat V. lecanii akan memproduksi konidia yang berbeda meskipun ditumbuhkan pada media yang sama.
Hasil serupa juga terjadi pada cendawan entomopatogen yang lain, yaitu B. bassiana yang menginfeksi Lygus lineolaris Hemiptera: Miridae Liu et al. 2003. Hassani et
al. 2001 juga melaporkan bahwa jumlah konidia Nomuraea rileyi
Deuteromycotina: Hyphomycetes yang terbentuk berbeda antar isolat. Kemampuan cendawan entomopatogen untuk memproduksi konidia mempunyai arti yang sangat
penting karena konidia merupakan propagul infektif bagi cendawan tersebut yang berperan utama sebagai organ untuk pemencaran dan proses infeksi untuk
a
Ll-TB2
b
Ll-ME1
28 menimbulkan epizooti Chun Mingguang 2004; Lerche et al. 2004. Isolat yang
mampu memproduksi konidia lebih banyak akan lebih cepat pemencarannya Lerche et al. 2004. Dengan demikian, akan lebih menguntungkan karena isolat tersebut
mampu menimbulkan epizooti dalam waktu yang lebih pendek sehingga lebih efektif sebagai bioinsektisida dalam pengendalian hama Ganga-Visalakshy et al. 2004.
Jumlah Nimfa II Hidup Infeksi
telur R. linearis oleh L. lecanii secara tidak langsung berpengaruh juga
terhadap kelangsungan hidup nimfa II yang akan berkembang menjadi dewasa. Jumlah nimfa II yang mampu hidup terendah terjadi pada aplikasi L. lecanii isolat Ll-
JTM11, yaitu hanya 18 kemudian diikuti oleh isolat Ll-JTM12 dan Ll-JTM15 masing-masing 21, serta isolat Ll-TB2 sebesar 22 Tabel 2. Ada tiga isolat yang
mampu menekan jumlah nimfa II yang hidup di bawah 50, yaitu isolat Ll-ME1, Ll- ME2, dan Ll-JTM5 masing-masing jumlah nimfa hidup 43, 43, dan 46. Selain
isolat-isolat yang disebut di atas. persentase nimfa II yang hidup masih relatif tinggi hingga di atas 50. Jumlah nimfa II yang hidup terbanyak mencapai di atas 70
yang terjadi pada isolat Ll-JTM3 dan Ll-TB1 masing-masing 71, serta Ll-NTB4 yaitu hingga 76. Nimfa II yang mampu bertahan memiliki peluang hidup yang
tinggi untuk berkembang menjadi serangga dewasa. Keberadaan serangga yang bertahan hingga dewasa sangat merugikan
terhadap keselamatan polong dan biji kedelai di lapangan. Hal ini disebabkan baik nimfa maupun imago mempunyai peluang yang sama besarnya dalam merusak
polong dan biji. Isolat L. lecanii yang kurang mampu menekan perkembangan nimfa II maka isolat-isolat tersebut kurang efektif dalam mengendalikan R. linearis. Hasil
penelitian Prayogo et al. 2005 menunjukkan bahwa nimfa II yang terbentuk mempunyai peluang hidup menjadi imago hingga 100. Oleh karena itu, pengamatan
kelangsungan hidup pada penelitian ini hanya dibatasi setelah serangga berkembang menjadi nimfa II.
29 Nimfa yang berkembang dari telur yang sudah terinfeksi L. lecanii, tidak
dapat melangsungkan hidupnya menjadi nimfa II karena serangga tidak berhasil berganti kulit dan akhirnya serangga mati Gambar 3a 3b. Dengan demikian,
pengendalian R. linearis pada stadia telur lebih menguntungkan karena perkembangan serangga tertekan lebih awal sehingga peluang serangga yang akan
hidup menjadi terbatas. Hoddle 1999 melaporkan bahwa L. lecanii mampu menginfeksi semua stadia Bemisia argentifolii Bellows Perring Homoptera:
Aleyrodidae yaitu stadia telur, nimfa, maupun imago. Peluang telur untuk menetas dan berkembang menjadi nimfa I sangat kecil jika sudah terinfeksi V. lecanii. Bahkan
nimfa I yang mampu terbentuk akhirnya tidak dapat melangsungkan hidupnya menjadi nimfa instar II.
Gambar 3 Nimfa I R. linearis yang gagal berganti kulit menjadi nimfa II a dan
nimfa I mati setelah terinfeksi L. lecanii pada isolat Ll-JTM11 b. Gindin et al. 2000 juga melaporkan bahwa V. lecanii yang mengkolonisasi
telur B. tabaci sebenarnya sudah menginfeksi jaringan embrio yang ada di dalam telur sehingga nimfa yang terbentuk akan mati. Hasil penelitian del-Prado et al.
2008 mengindikasikan bahwa telur kutu kapuk kelapa Aleurodicus cocois Curtis. 1864 Homoptera: Aleyrodidae yang terinfeksi L. lecanii akhirnya tidak menetas
a b
30 mencapai 83. Meskipun telur berhasil menetas akan tetapi tidak mempunyai
peluang berkembang menjadi serangga dewasa karena nimfa yang terbentuk sudah
terinfeksi cendawan.
Ukuran Konidia L. lecanii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran konidia L. lecanii cukup bervariasi mulai dari 3.5 x 1.2 – 6.5 x 2.5 µm Tabel 3. Isolat L. lecanii yang
memiliki ukuran konidia lebih besar mencapai 6.5 x 2.5 µm adalah Ll-JTM11, Ll- JTM12, Ll-JTM13, Ll-JTM14, Ll-JTM15, Ll-JTM16, Ll-ME2, dan Ll-TB2 Gambar
4a. Delapan isolat yang tersebut di atas, umumnya lebih virulen dibandingkan dengan isolat lainnya. kecuali isolat Ll-JTM16. Rendahnya virulensi isolat Ll-JTM16
diduga disebabkan oleh periode waktu kecambah konidia relatif lebih lambat hingga mencapai 18 jam setelah inkubasi JSI. Selain itu, isolat tersebut juga diperoleh dari
metode isolasi pengumpanan serangga. Hasil uji virulensi mengindikasikan bahwa isolat yang memiliki virulensi tinggi hanya diperoleh dari metode isolasi cadaver.
Isolat yang memiliki ukuran konidia lebih kecil, yaitu Ll-NTB6 Gambar 4b, Ll-NTB5, Ll-NTB4, Ll-NTB3, Ll-NTB2, Ll-NTB1, Ll-TB6, Ll-TB5, Ll-TB4. Ll-
TB3, Ll-TB1, Ll-LT1, Ll-LT2, Ll-LT3, Ll-JTM1, Ll-JTM2, Ll-JTM3, Ll-JTM4, dan Ll-JTM7 bersifat kurang virulen. Sedangkan isolat Ll-JTM5, Ll-JTM6, Ll-JTM8, Ll-
JTM9, Ll-JTM10, Ll-JTM17, Ll-JTM18, Ll-ME3, Ll-OK1, Ll-OK2, dan Ll-TB1 meskipun ukuran konidianya lebih besar dari 3.5 x 1.3 µm, namun virulensinya relatif
rendah hanya di bawah 50. Hal ini disebabkan sebagian besar isolat tersebut mempunyai periode waktu kecambah lebih lambat hingga mencapai 20 JSI. Menurut
Humber 1998 ukuran konidia L. lecanii cukup bervariasi mulai 2.5-10 x 1-2.5 µm, sedangkan Olivares-Bernabeu Lopez Llorca 2002 menyatakan bahwa ukuran
konidia L. lecanii adalah 1.6 x 4.8 µm. Hasil penelitian Vu et al. 2007 mengindikasikan bahwa ukuran konidia L. lecanii berhubungan dengan tingkat
perkecambahan dan virulensi cendawan. Tingkat virulensi L. lecanii berkaitan dengan kandungan dan aktivitas enzim amilase dan kitinase yang tinggi. Diduga semakin
31 besar ukuran konidia semakin banyak kandungan enzim yang terdapat pada konidia
tersebut. Tabung kecambah yang terbentuk pada isolat-isolat yang virulen juga lebih
besar dan lebih panjang dibandingkan dengan isolat yang berindikasi kurang virulen Gambar 4c 4d. Tabung kecambah yang terbentuk akan berkembang membentuk
apresorium yang berfungsi untuk menempelkan organ infektif pada permukaan inang. Semakin cepat tabung kecambah terbentuk dan semakin besar ukurannya diduga akan
semakin besar pula peluang inang dapat dipenetrasi oleh cendawan karena permukaan inang lebih cepat dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh cendawan.
Gambar 4 Ukuran konidia dan tabung kecambah L. lecanii yang terbentuk pada
isolat yang virulen Ll-TB2 a b, serta isolat yang kurang virulen Ll- NTB6 c d.
a b
d c
6 µm
32
Daya Kecambah dan Periode Waktu Kecambah Konidia L. lecanii
Daya kecambah konidia semua isolat di atas 80 setelah diinkubasi di dalam air selama 10 jam dan diantara 37 isolat yang diuji tidak berbeda Tabel 3. Daya
kecambah tertinggi dicapai oleh isolat Ll-JTM11 86 kemudian diikuti oleh Ll- JTM12 85.5, Ll-JTM15 84.8, dan Ll-TB2 84.6. Daya kecambah terendah
terjadi pada isolat Ll-JTM8, yaitu hanya 80.1. Daya kecambah mengekspresikan kemampuan konidia yang dapat tumbuh dan berkembang apabila faktor lingkungan
mendukung. Daya kecambah konidia mempunyai peran yang cukup besar bagi keberhasilan konidia dalam proses penetrasi dan infeksi ke serangga inang Sitch
Jackson 1997; Alavo et al. 2002. Semakin tinggi daya kecambah konidia maka semakin besar pula peluang agens hayati tersebut dapat menginfeksi serangga inang
sehingga kolonisasi dan proses epizooti di lapangan cepat terjadi Wagner Lewis 2000; Lewis et al. 2000. Oleh karena itu, daya kecambah konidia sebagai karakter
fisiologi cendawan perlu diprioritaskan sebagai salah satu kriteria dalam pemilihan agens hayati Fatiha et al. 2007.
Menurut Kassa 2003, Luz dan Fargues 2004 daya kecambah konidia cendawan entomopatogen yang digunakan sebagai agens hayati minimal harus 80.
Liu et al. 2003 menyarankan bahwa daya kecambah konidia cendawan yang akan digunakan sebagai agens hayati harus di atas 90. Lebih lanjut, Samuels dan
Coracini 2004 menegaskan bahwa proses infeksi akan mencapai optimal apabila daya kecambah konidia isolat yang digunakan mencapai 99. Namun demikian,
periode waktu yang dibutuhkan konidia untuk berkecambah pada beberapa hasil penelitian tersebut di atas lebih dari 18 jam setelah diinkubasi di dalam air. Bahkan
hasil penelitian Trizelia 2005 menunjukkan bahwa daya kecambah cendawan B. bassiana hingga mencapai 24 jam. Daya kecambah diduga dipengaruhi oleh strain
isolat dan jenis cendawan, hal ini disebabkan setiap isolat memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda. Selain itu, ukuran konidia juga ada pengaruhnya terhadap kecepatan
perkecambahan, semakin besar ukuran konidia semakin cepat waktu yang dibutuhkan konidia untuk berkecambah.
33
Tabel 3 Ukuran dan daya kecambah konidia L. lecanii setelah diinkubasi di dalam air selama 10 jam, serta periode waktu kecambah konidia hingga 95
No. Isolat Ukuran
konidia µm
Konidia yang berkecambah setelah 10
jam diinkubasi Periode waktu kecambah
konidia 95 JSI 1
Ll-JTM1 3.5 x 1.3
82.3 ± 0.1 tn 19.3 ± 0.3 abc
2 Ll-JTM2
3.5 x 1.3 83.5 ± 1.2 tn
19.3 ± 0.5 abc 3
Ll-JTM3 3.5 x 1.3
80.1 ± 0.8 tn 15.3 ± 0.8 l
4 Ll-JTM4
3.5 x 1.3 83.3 ± 0.3 tn
16.3 ± 0.8 ijk 5
Ll-JTM5 5.3 x 2.0
80.5 ± 1.1 tn 18.0 ± 0.3 efg
6 Ll-JTM6
5.3 x 2.0 84.8 ± 1.3 tn
19.0 ± 0.6 bcd 7
Ll-JTM7 3.5 x 1.3
83.8 ± 1.4 tn 19.3 ± 0.5 ab
8 Ll-JTM8
5.3 x 2.0 80.1 ± 2.2 tn
17.3 ± 0.5 ghi 9
Ll-JTM9 5.3 x 2.0
80.3 ± 2.0 tn 19.0 ± 0.3 bcd
10 Ll-JTM10
5.3 x 2.0 80.7 ± 0.9 tn
19.0 ± 0.3 bcd 11
Ll-JTM11 6.5 x 2.5
86.0 ± 1.7 tn 12.3 ± 0.0 m
12 Ll-JTM12
6.5 x 2.5 85.5 ± 0.3 tn
12.3 ± 0.3 m 13
Ll-JTM13 6.5 x 2.5
80.5 ± 2.1 tn 13.3 ± 1.1 m
14 Ll-JTM14
6.5 x 2.5 81.1 ± 1.6 tn
13.3 ± 0.5 m 15
Ll-JTM15 6.5 x 2.5
84.8 ± 0.9 tn 13.0 ± 0.3 m
16 Ll-JTM16
6.5 x 2.5 81.9 ± 0.5 tn
18.0 ± 0.3 efg 17
Ll-JTM17 5.3 x 2.0
81.9 ± 2.0 tn 18.0 ± 0.3 efg
18 Ll-ME1
5.3 x 2.0 80.9 ± 4.3 tn
13.3 ± 0.3 m 19
Ll-ME2 6.5 x 2.5
81.3 ± 1.3 tn 17.0 ± 0.0 hij
20 Ll-ME3
5.3 x 2.0 81.4 ± 3.0 tn
17.3 ± 0.6 fgh 21
Ll-OK1 5.3 x 2.0
82.7 ± 1.6 tn 18.0 ± 0.3 efg
22 Ll-OK2
5.3 x 2.0 81.9 ± 2.2 tn
19.0 ± 0.3 bcd 23
Ll-LT1 3.5 x 1.2
80.9 ± 2.2 tn 18.3 ± 0.9 def
24 Ll-LT2
3.5 x 1.3 81.1 ± 1.9 tn
19.3 ± 0.9 abc 25
Ll-LT3 3.5 x 1.3
80.8 ± 2.8 tn 19.0 ± 0.6 bcd
26 Ll-TB1
5.3 x 2.0 82.3 ± 1.6 tn
20.0 ± 0.3 a 27
Ll-TB2 6.5 x 2.5
84.6 ± 0.4 tn 12.3 ± 0.0 m
28 Ll-TB3
3.5 x 1.3 81.8 ± 1.2 tn
19.0 ± 0.6 bcd 29
Ll-TB4 3.5 x 1.3
81.4 ± 2.6 tn 18.3 ± 0.6 cde
30 Ll-TB5
3.5 x 1.3 80.2 ± 1.9 tn
17.3 ± 0.6 fgh 31
Ll-TB6 3.5 x 1.3
81.7 ± 2.3 tn 18.0 ± 0.6 efg
32 Ll-NTB1
3.5 x 1.2 80.9 ± 1.5 tn
19.0 ± 0.3 bcd 33
Ll-NTB2 3.5 x 1.2
83.5 ± 0.7 tn 19.0 ± 0.3 bcd
34 Ll-NTB3
3.5 x 1.2 81.3 ± 2.3 tn
19.0 ± 0.6 bcd 35
Ll-NTB4 3.5 x 1.3
82.2 ± 1.4 tn 20.0 ± 0.3 a
36 Ll-NTB5
3.5 x 1.3 82.2 ± 2.8 tn
18.3 ± 0.6 cde 37
Ll-NTB6 3.5 x 1.2
81.7 ± 3.1 tn 20.0 ± 0.3 a
LSD 0.05 0.2
6.0 Keterangan: JSI jam setelah inkubasi, tn tidak nyata antar perlakuan. Rata-rata selajur
yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata uji BNT, α = 0.05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa periode waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah di atas 95 pada semua isolat yang diuji hanya di bawah 20 jam
Tabel 3. Diperoleh 7 isolat yang memiliki periode waktu terpendek di bawah 15
34 jam. yaitu Ll-JTM11 12.30 jam, Ll-JTM12 12.30 jam, Ll-TB2 12.30 jam, Ll-
JTM15 13 jam, Ll-ME1 13.30 jam, Ll-JTM13 13.30 jam, dan Ll-JTM14 13.30 jam. Akan tetapi tidak semua isolat yang membutuhkan waktu kecambah lebih
pendek memiliki virulensi lebih tinggi. Fenomena tersebut terjadi pada isolat Ll- JTM13, Ll-JTM14, dan Ll-ME1 yang ketiganya hanya membutuhkan waktu 13.30
jam. Jumlah telur yang tidak menetas pada isolat tersebut masing-masing 44-49 Tabel 2. Persentase telur yang tidak menetas pada ketiga isolat tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan keempat isolat Ll-JTM11, Ll-JTM12, Ll-JTM15, dan Ll-TB2. Namun demikian, persentase pada ketiga isolat tersebut masih lebih unggul
dibandingkan dengan isolat lain yang termasuk kurang virulen. Semakin lama periode waktu berkecambah maka semakin rendah peluang
agens hayati tersebut untuk dapat menginfeksi serangga inang. Hal ini disebabkan konidia sebagai inokulum akan terpapar di alam terbuka lebih lama. Sementara itu,
apabila kondisi suhu dan kelembaban kurang mendukung maka konidia akan mengalami kekeringan sehingga akhirnya mati sebelum menemukan inang Barbosa
et al. 2002; Lazzarini et al. 2006. Menurut Helen et al. 2003 dan Devi et al. 2005 perkecambahan konidia sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi, dan jenis
isolat. Hal ini disebabkan setiap jenis isolat cendawan entomopatogen membutuhkan kebutuhan nutrisi yang berbeda-beda Safavi et al. 2007. Dengan demikian.
persentase daya kecambah dan periode waktu berkecambah sangat berperan dalam menentukan virulensi cendawan.
Toleransi Berbagai Isolat L. lecanii terhadap Berbagai Tingkat Suhu