71
Gambar 14 Telur R. linearis yang tidak menetas setelah terkolonisasi miselium L. lecanii isolat Ll-JTM11 pada tujuh HSA a dan 10 HSA b.
Periode Waktu Penetasan Telur
R. linearis setelah Terinfeksi L. lecanii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi cendawan L. lecanii berpengaruh nyata terhadap periode waktu penetasan telur R. linearis. Telur yang
baru diletakkan kurang satu hari apabila terinfeksi L. lecanii akan menetas pada hari ke 11.5 Gambar 15, sedangkan pada telur normal tanpa infeksi akan menetas
tujuh hari setelah diletakkan imago. Dengan kata lain bahwa telur akan terlambat menetas selama 4.5 hari jika dibandingkan dengan telur normal tanpa infeksi.
Keterlambatan periode penetasan telur yang sama juga terjadi pada telur R. linearis yang terinfeksi L. lecanii pada umur satu, dua, dan tiga hari yaitu masing-masing
pada hari ke 11.5. Telur R. linearis yang berumur empat dan lima hari apabila terinfeksi L. lecanii mengakibatkan telur akan menetas pada hari ke 8.7 yang artinya
terlambat berkisar selama 1.7 hari. Walaupun sebenarnya pada umur tersebut telur lebih toleran terhadap infeksi cendawan. Hal ini terlihat dari hasil uji kerentanan telur
yang menunjukkan bahwa telur yang menetas hingga mencapai 100. Telur yang
a b
72 berumur enam hari setelah diletakkan imago apabila diaplikasi dengan L. lecanii
maka telur akan menetas satu hari setelah aplikasi.
Gambar 15 Periode waktu penetasan telur R. linearis setelah terinfeksi L. lecanii.
Menurut Hoddle 1999, aplikasi cendawan V. lecanii pada telur Bemisia tabaci dan Trialeurodes vaporariorum Homoptera: Aleyrodidae menyebabkan
penetasan telur akan terlambat dan peluang telur untuk menetas hanya 1. Wang et al. 2007 juga melaporkan bahwa telur B. tabaci yang terinfeksi V. lecanii akan
terlambat menetas, bahkan dapat menggagalkan penetasan telur hingga 100. Lebih lanjut dilaporkan bahwa telur yang tidak menetas ditandai dengan perubahan warna,
yaitu kusam dan tidak berkilau. Hal ini disebabkan cendawan entomopatogen menghasilkan toksin yang dapat bersifat ovisidal Lacey et al. 1999; Lu et al. 2005;
Watts 2006. Liande et al. 2007 juga menyebutkan bahwa ekstrak kasar miselium V.
1 2
3 4
5 6
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13
1 2
3 4
5 6
7
Umur telur setelah diletakkan oleh imago hari
P eri
o de
w akt
u pe ne
ta sa
n t el
ur h
ari
b b b b a
a a
1 1
2 3
4 5
6
73 lecanii mengandung dua jenis toksin dengan kode V3450 dan VP28 yang bersifat
ovisidal dan larvisidal. Cendawan B. bassiana dan M. anisopliae yang menginfeksi telur Nezara
viridula Hemiptera: Alydidae juga mengakibatkan waktu penetasan telur menjadi terlambat dan jumlah telur yang menetas sangat terbatas Soesanto Darsam 1993.
Hal ini disebabkan telur yang terinfeksi cendawan tersebut akan mengalami penghambatan dalam proses metabolismenya sehingga proses pematangan embrio
menjadi terhambat. Selain itu, serangga yang keluar dari telur akhirnya mati karena secara fisiologis tumbuh tidak normal akibat infeksi cendawan dari fase embrio.
Hoddle 1999 juga mengindikasikan bahwa telur Rhipicephalus appendiculatus dan Amblyoma variegatum Acari: Ixodidae yang terinfeksi cendawan B. bassiana dan
M. anisopliae akan mengalami penghambatan waktu penetasan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa telur R. appendiculatus dan A. variegatum yang terinfeksi
cendawan akhirnya tidak menetas hingga 100. Samuels et al. 2002 menguji cendawan M. anisopliae dan B. bassiana yang diaplikasikan pada telur Blisus antillus
Hemiptera: Lygaeidae, akhirnya telur yang terinfeksi juga tidak menetas hingga 100.
Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa semakin muda umur telur R. linearis terinfeksi cendawan L. lecanii, semakin lama periode penetasan telur
maupun persentase penetasan telur semakin rendah. Keterlambatan periode penetasan telur akan mengakibatkan bergesernya perkembangan stadia R. linearis yang
terbentuk. Di lapangan, kondisi tersebut akan sangat menguntungkan bagi keselamatan polong dan biji kedelai yang terbentuk karena perkembangan stadia
serangga tidak sesuai dengan perkembangan polong kedelai. Hal ini terjadi karena nimfa yang masih bertahan hidup akan kesulitan mendapatkan polong yang masih
muda karena polong yang ada sudah mengalami proses pemasakan biji sehingga struktur polong dalam keadaan keras akhirnya stilet serangga tidak berhasil
mengksploitasi biji di dalam polong.
74
Produksi Konidia L. lecanii pada Telur R. linearis yang Tidak Menetas
Telur R. linearis yang dikolonisasi L. lecanii dan tidak menetas, masing- masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah air 10 ml kemudian
dikocok dengan vortex selama 60 detik. Suspensi konidia kemudian dihitung menggunakan haemocytometer dan mikroskop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata jumlah konidia yang terbanyak terjadi pada telur R. linearis yang terinfeksi L. lecanii pada umur kurang satu hari dan dua hari, kedua perlakuan tersebut
mencapai 7.255 x 10
6
ml Gambar 16. Jumlah konidia terbanyak diikuti dengan perlakuan telur yang terinfeksi L. lecanii pada umur satu hari, yaitu 7.251 x 10
6
ml. Akan tetapi, jumlah konidia pada ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata.
Jumlah konidia L. lecanii terendah terjadi pada telur yang terinfeksi pada umur 3 hari, yaitu hanya 1.650 x 10
6
ml. Telur yang berumur empat, lima, dan enam hari tidak ditemukan adanya kolonisasi oleh cendawan L. lecanii.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11
1 2
3 4
5 6
7
Umur telur R. linearis setelah diletakkan oleh imago hari
Jum la
h ko ni
di a
L . le
c a
n ii
p a
d a
tia p
te lu
r
ya ng t
ida k m
e ne
ta s
x10
6
Gambar 16 Produksi konidia L. lecanii pada tiap telur R. linearis yang tidak menetas. a
a a
b
c c
c
1 1
2 3
4 5
6
75 Jumlah konidia yang diproduksi pada tiap telur yang tidak menetas akan
sangat berperan di lapangan sebagai sumber inokulum sekunder bagi perkembangan patogen di lapangan Samuels Coracini 2004. Semakin banyak jumlah konidia
yang terbentuk pada tiap telur yang tidak menetas mengakibatkan semakin efektif agens hayati tersebut dalam menyebabkan epizooti yang akan terjadi pada hama
inang di lapangan Purlong Pell 2001; Ganga-Visalakshy et al. 2004. Hal ini disebabkan konidia merupakan salah satu organ infektif cendawan entomopatogen
yang berperan utama untuk pemencaran dan proses infeksi Wraight et al. 2001; Lerche et al. 2004. Menurut Fatiha et al. 2007 cendawan entomopatogen yang
mampu bersporulasi dengan baik akan lebih menguntungkan karena isolat tersebut mampu menimbulkan epizooti dalam waktu yang lebih pendek. Selain itu, untuk
perbanyakan dengan tujuan produksi massal maka bioinsektisida tersebut membutuhkan jumlah inokulum yang lebih sedikit sehingga lebih efisien. Di
lapangan, umumnya sistem transmisi cendawan entomopatogen terjadi secara horizontal artinya pindah dari serangga yang mati ke serangga inang sehat dengan
bantuan angin, air, serangga, maupun aktivitas manusia Wagner Lewis 2000; Chun Mingguang 2004.
Jumlah Nimfa II
R. linearis yang Mampu Hidup