LATAR BELAKANG Aplikasi Ekstrak Kecombrang (Nicolaia Sp. Horan) Sebagai Pengawet Mie Basah

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mie basah merupakan salah satu makanan populer di Indonesia yang umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Definisi mie basah menurut Badan Standarisasi Nasional adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan SNI No. 01-2987-1992. Mie basah dengan bahan baku terigu dapat digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan cara pembuatannya, yaitu mie basah mentah dan mie basah matang. Perbedaannya adalah pada tahapan setelah pemotongan. Setelah pemotongan, mie basah mentah hanya ditaburi tapioka untuk menghindari untaian mie lengket satu sama lain. Sedangkan pada mie basah matang, setelah dipotong, mie direbus dan diolesi minyak agar untaian mie matang tidak lengket satu sama lain. Tahap perebusan tersebut menyebabkan kadar air mie basah matang menjadi tinggi yaitu sekitar 52, sedangkan mie basah mentah memiliki kadar air sekitar 35 Astawan, 1999. Pada dasarnya proses pembuatan mie basah terdiri dari proses pencampuran, pembentukan lembaran, pembentukan mie, serta pengukusan. Selain proses pengolahan, tahap penyimpanan dan pengemasan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpan mie basah Badrudin, 1994. Umur simpan mie basah yang pendek membuat produsen harus segera menjualnya karena mie yang tidak terjual akan segera rusak dan menimbulkan kerugian yang besar. Umur simpan mie basah mentah adalah 1-4 hari sedangkan umur simpan mie basah matang adalah 1-14 hari Gracecia, 2005. Usaha yang dilakukan untuk memperpanjang umur mie basah adalah dengan menambahkan bahan pengawet. Pemberian carboxy methyl cellulose CMC atau bahan pengembang mie lain seperti natrium alginat, natrium 2 kaseinat, gum cayana, atau kalsium propionat sebesar 0,38 dapat meningkatkan umur simpan mie Winarno dan Rahayu, 1994. Bahan tambahan lain yang biasa digunakan adalah kalium sorbat dan natrium benzoat. Hasil survey Indrawan 2005 terhadap 12 industri mie basah mentah dan 5 industri mie matang yang tersebar di Jakarta 5, Bogor 3, Tangerang 3, dan Bekasi 6 menunjukkan bahwa natrium benzoat digunakan oleh 91,7 industri mie mentah dan 100 industri mie matang. Kombinasi kalium sorbat dan natrium benzoat digunakan oleh 16,7 industri mie mentah dan 20 industri mie matang. Banyak industri mie yang menggunakan bahan tambahan ilegal seperti formalin dan boraks. Hasil pengujian BPOM dari sampling dan pengujian laboratorium secara serentak di Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, dan Makassar pada Desember 2005 menunjukkan bahwa 64,32 mie basah, 33,45 tahu, dan 26,36 ikan basahkering tidak memenuhi syarat kesehatan karena mengandung formalin. Badan POM juga melaporkan, dari 24 sampel yang diuji, lebih dari 80 mie basah yang dijual di Pasar Bandung mengandung boraks dan formalin Anonim a, 2006. Alasan produsen menggunakan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet adalah karena murah harganya, lebih awet, dan mutu mie basah yang dihasilkan lebih bagus Astawan, 2006. Publikasi mengenai penggunaan bahan berbahaya pada mie basah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih selektif dalam mengkonsumsi makanan dan mendorong pencarian bahan pengawet alami yang bersifat antimikroba dan yang dianggap lebih aman bagi kesehatan. Salah satu jenis bahan alami yang memiliki sifat anti mikroba adalah bunga kecombrang. Potensi bunga kecombrang sebagai antibakteri telah diteliti dengan mengekstrak bunga kecombrang dengan pelarut etanol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol bunga kecombrang memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan B. subtilis Valianty, 2002. 3

B. TUJUAN