Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma Domestica) Sebagai Bahan Pengawet Mie Basah

(1)

SKRIPSI

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MIE BASAH

Oleh :

PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F24102120

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Pretty Arinigora Sihombing. F24102120. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Sebagai Bahan Pengawet Mie Basah. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

RINGKASAN

Mie basah merupakan salah satu makanan populer di Indonesia yang memiliki umur simpan pendek yaitu 24-36 jam pada suhu ruang. Penggunaan formalin dan boraks untuk memperpanjang umur simpan mie basah dapat membahayakan kesehatan manusia. Pengawet yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan seharusnya memenuhi standar food grade. Formalin dan boraks adalah bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan bahan pengawet lain yang memenuhi standar food grade untuk mengawetkan mie basah. Kunyit adalah salah satu rempah-rempah yang banyak digunakan dalam makanan dan dilaporkan memiliki sifat antimikroba. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui metode ekstraksi kunyit dan konsentrasi yang ditambahkan untuk memperpanjang umur simpan mie basah.

Tahap pertama pada penelitian ini adalah persiapan kunyit yang dilakukan dengan pencucian air dan klorinasi dengan dosis 2000 ppm, dilanjutkan ekstraksi kunyit dengan cara ekstraksi segar dan ekstraksi rebus. Ekstrak segar diaplikasikan pada mie basah dengan perbandingan 50%, 40%, 30%, 20%, dan 10% sementara ekstrak rebus dengan perbandingan 100%, 50%, dan 33.33. Mie basah tanpa penambahan ekstrak kunyit juga dibuat sebagai kontrol. Selanjutnya mie basah dikemas dengan menggunakan plastik LDPE pada suhu ruang. Pada aplikasi awal dilakukan uji sensori secara subyektif dengan memperhatikan bau asam dan lendir yang terbentuk. Pada setiap tahap dilakukan analisis, baik fisik, kimia, dan mikrobiologi. Analisis yang akan dilakukan adalah kadar air, pengukuran pH, Aw, uji kekerasan dan kelengketan, pengukuran warna, total mikroba, total kapang khamir, total koliform, dan analisis sensori.

Ekstraksi kunyit dengan dua cara yaitu ekstraksi segar dan rebus menghasilkan rendemen tertinggi yaitu ekstrak segar (1 : 1) dengan rendemen 69.4%,

sedangkan terendah ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) dengan rendemen 39.8%. Ekstrak

kunyit memiliki pH yang tergolong asam dengan kisaran pH 6, dimana ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) memiliki pH tertinggi yaitu 6.78 dan ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) memiliki pH terendah yaitu 6.34. Ekstrak segar tanpa klorinasi memiliki total mikroba tertinggi yaitu 6.3 x 104 CFU/g dan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) memiliki total mikroba terendah 1.69 CFU/g.

Aplikasi ekstrak kunyit pada mie basah mentah maupun matang tidak mempengaruhi rendemen mie basah. Rendemen mie basah mentah yaitu 124.5% dan rendemen mie basah matang yaitu 132.5%. Mie basah kunyit memiliki kisaran pH 8.5-9.5, baik mie basah mentah maupun mie basah matang. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit yang memiliki pH tertinggi adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit 33.33% ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) yaitu 9.57 dan pH terendah adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus 33.33% (1 : 5, 10 menit) yaitu 8.82. Mie basah memiliki warna merah kecoklatan, sedangkan mie basah kontrol berwarna kuning.


(3)

Warna merah kecoklatan ini disebabkan pigmen warna kunyit yaitu kurkumin yang berwarna merah kecoklatan pada pH alkali dan kuning jingga pada pH asam. Mie basah dengan umur simpan terpanjang adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% (57 jam) dan penambahan ekstrak segar 20% (56 jam), mie basah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% (52 jam) dan penambahan ekstrak segar 20% (51 jam).

Umur simpan mie basah mentah dengan penambahan ekstrak segar dan rebus menurut SNI dengan memperhatikan jumlah total mikroba adalah 36 jam. Total mikroba mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% pada jam ke-36 mencapai 9.5 x 105 CFU/g, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% pada jam ke-36 mencapai 5.2 x 105 CFU/g. Total mikroba mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit terbaik dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% pada jam ke-36 mencapai 1.2 x 106 CFU/g, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% pada jam ke-36 mencapai 5.6 x 105 CFU/g. Untuk total kapang-khamir pada mie basah, baik mentah maupun matang, dengan penambahan ekstrak kunyit tidak melewati batas maksimum menurut SNI yaitu 104 CFU/g. Begitu juga halnya dengan total koliform. Pada mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit tidak terdapat mikroba koliform. Nilai pH akhir dari mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit masih tergolong basa. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.919, sedangkan mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.942.

Mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak kunyit diuji kesukaannya melalui uji hedonik. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah hampir seluruhnya netral. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap warna mie basah diperoleh mie basah mentah pasar yang dimatangkan dengan skor 4.21 (suka). Tingkat kesukaan terendah terhadap warna mie basah diperoleh mie basah matang dengan penambahan ekstrak segar 20% dengan skor 2.40 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah hampir selurunya netral. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma mie basah diperoleh mie basah mentah kontrol Lab dengan skor 3.87 (netral). Tingkat kesukaan terendah terhadap aroma mie basah diperoleh mie basah matang di pasaran dengan skor 1.98 (sangat tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap tekstur mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 4.07 (suka), sedangkan yang terendah diperoleh mie basah matang di pasaran dengan skor 2.53 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap rasa mie basah diperoleh mie basah mentah di pasaran yang dimatangkan dengan skor 3.83 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.18 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap keseluruhan mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 3.94 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.15 (tidak suka).

Kontribusi kunyit pada mie basah mentah untuk mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% adalah Rp.158.2 per kg mie atau sebesar 3.16%, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% adalah Rp. 117.6 per kg mie atau sebesar 2.35%. Kontribusi kunyit pada mie basah matang lebih besar daripada mie basah mentah. Untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% kontribusi kunyit adalah Rp.


(4)

228.2 per kg mie atau sebesar 9.12%, sedangkan untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak segar 20% sebesar Rp.113.0 per kg atau 4.52%.


(5)

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Pretty Arinigora Sihombing F24102120

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Pretty Arinigora Sihombing F24102120

Tanggal ujian :

Menyetujui : Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, Putera-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus atas penyertaan, perlindungan dan kasih setia-Nya yang selalu ada sejak penulis lahir hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tiada kata yang dapat terucap untuk memuji kebesaranMu. Sungguh tiada yang sepertiMu.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang mendukung penulis selama penyusunan skripsi, antara lain :

1. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, MSc., selaku pembimbing akademik dan pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas saran, masukan, nasehat yang diberikan kepada penulis selama ini. Penulis bersyukur berkesempatan menjadi salah satu anak bimbing beliau.

2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc, selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas saran, masukan, ide-ide yang diberikan kepada penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi, selaku penguji. Terimakasih atas kritik dan saran yang membangun sehingga penulis tahu letak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

4. Keluarga tercinta, Papa, Mama, Christian dan Opung Boru yang selama ini setia mendengar keluh kesah, mendukung dalam hal materiil dan moril, kesediaan untuk saling mengerti, terbuka, dan jujur. Penulis bahagia berkesempatan lahir dalam keluarga ini. Semua yang penulis lakukan untuk kebahagiaan kalian semua. Love u all.

5. Sahabat-sahabat tercinta : Angelina, Ulina. Terimakasih untuk persahabatan yang terjalin selama 4 tahun dan kesetiaan untuk mendengar keluh kesah dan tawa canda penulis selama ini. Terimakasih atas kesediaannya mewarnai kehidupan penulis. Kalian sangat berarti bagi penulis.

6. Sahabat-sahabat terhebat yang pernah ada : Shinta ”Armatias”, Ribka Juliana, dan Nanda Mehuli. Penulis berharap persahabatan ini tidak pernah berakhir dengan alasan apapun. Terimakasih untuk kesempatan belajar jujur dengan diri sendiri dan orang lain dalam persahabatan ini.


(8)

7. Teman-teman selama penelitian : Inggrid, Karen, Elvina, Meilina, dan Dhenok. Terimakasih buat Inggrid (Tantequ...), Karen (Mamiqu..), dan Elvina (Nenekqu...) atas pikiran-pikiran positif yang tertular kepada penulis sehingga bisa menjalani hidup dengan tenang dan semangat!!! Terimakasih buat Meilina (Miss perfeksionis) atas pelajaran ”bagaimana memberikan yang terpilih” dan Dhenok atas pelajaran ”bagaimana tenang dan berserah dalam segala hal”.

8. Teman-teman spesial : ITP 39 ¼ Steisianasari Mileiva Sembiring, Mohung, Fenni Rusli, Hanna Sibarani, Dian Kresnawati, Rizky Nurul, Yessica, Arvi, Dora, Nui, Fany, Ina, Tissa, Ratry, Farah, Herold, Randy, Prasna Ruseno, Adjeng, Dadik, Didin, Ulik, Ijal, Kiki, Aponk, Woro, Stut, Putra, Hana, Risna, Julia, Manto dan teman-teman lainnya.

9. Grethyqu...Terimakasih buat dukungan dan tumpangan kamarnya selama penyusunan skripsi dan sidang... Berkat melimpah atasmu.

10. Para Laboran : Pak Koko, Teh Ida, Bu Rubiyah, Pak Sobirin, Mas Edi, Pak Mul, dan Pak Rojak.

11. Pak Daniel dan teman-teman sepelayanan yang selama ini mendoakan, mendukung, dan memberi semangat kepada penulis. Terimakasih untuk kesempatan bertumbuh bersama dalam kasih-Nya. 12. Pihak-pihak lain yang sangat membantu dan mendukung penulis

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, 8 Februari 2007


(9)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MIE 1. Definisi dan Penggolongan Mie ... 3

2. Pembuatan Mie Basah ... 5

3. Kerusakan Mie Basah ... 7

B. KUNYIT 1. Botani Kunyit ... 9

2. Komposisi Kunyit ... 11

3. Kegunaan Kunyit ... 15

4. Sifat Antimikroba Kunyit ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 19

B. METODE PENELITIAN ... 20

1. Persiapan Kunyit ... 21

2. Ekstraksi Kunyit ... 21

a. Ekstraksi Segar ... 21


(10)

c. Ekstrak Kunyit ... 23

3. Pembuatan Mie Basah ... 23

4. Aplikasi Ekstrak Kunyit pada Pembuatan Mie Basah a. Mie Basah ... 25

b. Pengemasan dan Penyimpanan ... 26

c. Pengamatan ... 26

d. Aplikasi Ekstrak Terpilih ... 27

5. Metode Analisis a. Perhitungan Rendemen ... 27

b. Kadar Air ... ... 27

c. Uji Kekerasan dan Kelengketan ... 28

d. Pengukuran Warna ... 28

e. Nilai pH ... 29

f. Total Asam Tertitrasi ... 29

g. Aw ... 29

h. Analisis Mikrobiologi ... 30

i. Analisis Sensori ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI KUNYIT 1. Kadar Air ... 32

2. Rendemen ... 32

3. Nilai pH ... 34

4. Total Mikroba ... 35

B. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT PADA PEMBUATAN MIE BASAH 1. Rendemen ... 36

2. Nilai pH ... 38

3. Warna ... 39

4. Tekstur ... 42

5. Umur Simpan ... 46 C. MIE BASAH DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KUNYIT TERPILIH


(11)

SKRIPSI

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MIE BASAH

Oleh :

PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F24102120

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

Pretty Arinigora Sihombing. F24102120. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Sebagai Bahan Pengawet Mie Basah. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

RINGKASAN

Mie basah merupakan salah satu makanan populer di Indonesia yang memiliki umur simpan pendek yaitu 24-36 jam pada suhu ruang. Penggunaan formalin dan boraks untuk memperpanjang umur simpan mie basah dapat membahayakan kesehatan manusia. Pengawet yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan seharusnya memenuhi standar food grade. Formalin dan boraks adalah bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan bahan pengawet lain yang memenuhi standar food grade untuk mengawetkan mie basah. Kunyit adalah salah satu rempah-rempah yang banyak digunakan dalam makanan dan dilaporkan memiliki sifat antimikroba. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui metode ekstraksi kunyit dan konsentrasi yang ditambahkan untuk memperpanjang umur simpan mie basah.

Tahap pertama pada penelitian ini adalah persiapan kunyit yang dilakukan dengan pencucian air dan klorinasi dengan dosis 2000 ppm, dilanjutkan ekstraksi kunyit dengan cara ekstraksi segar dan ekstraksi rebus. Ekstrak segar diaplikasikan pada mie basah dengan perbandingan 50%, 40%, 30%, 20%, dan 10% sementara ekstrak rebus dengan perbandingan 100%, 50%, dan 33.33. Mie basah tanpa penambahan ekstrak kunyit juga dibuat sebagai kontrol. Selanjutnya mie basah dikemas dengan menggunakan plastik LDPE pada suhu ruang. Pada aplikasi awal dilakukan uji sensori secara subyektif dengan memperhatikan bau asam dan lendir yang terbentuk. Pada setiap tahap dilakukan analisis, baik fisik, kimia, dan mikrobiologi. Analisis yang akan dilakukan adalah kadar air, pengukuran pH, Aw, uji kekerasan dan kelengketan, pengukuran warna, total mikroba, total kapang khamir, total koliform, dan analisis sensori.

Ekstraksi kunyit dengan dua cara yaitu ekstraksi segar dan rebus menghasilkan rendemen tertinggi yaitu ekstrak segar (1 : 1) dengan rendemen 69.4%,

sedangkan terendah ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) dengan rendemen 39.8%. Ekstrak

kunyit memiliki pH yang tergolong asam dengan kisaran pH 6, dimana ekstrak rebus (1 : 5, 15 menit) memiliki pH tertinggi yaitu 6.78 dan ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) memiliki pH terendah yaitu 6.34. Ekstrak segar tanpa klorinasi memiliki total mikroba tertinggi yaitu 6.3 x 104 CFU/g dan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) memiliki total mikroba terendah 1.69 CFU/g.

Aplikasi ekstrak kunyit pada mie basah mentah maupun matang tidak mempengaruhi rendemen mie basah. Rendemen mie basah mentah yaitu 124.5% dan rendemen mie basah matang yaitu 132.5%. Mie basah kunyit memiliki kisaran pH 8.5-9.5, baik mie basah mentah maupun mie basah matang. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit yang memiliki pH tertinggi adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit 33.33% ekstrak rebus (1 : 3, 10 menit) yaitu 9.57 dan pH terendah adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus 33.33% (1 : 5, 10 menit) yaitu 8.82. Mie basah memiliki warna merah kecoklatan, sedangkan mie basah kontrol berwarna kuning.


(13)

Warna merah kecoklatan ini disebabkan pigmen warna kunyit yaitu kurkumin yang berwarna merah kecoklatan pada pH alkali dan kuning jingga pada pH asam. Mie basah dengan umur simpan terpanjang adalah mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% (57 jam) dan penambahan ekstrak segar 20% (56 jam), mie basah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% (52 jam) dan penambahan ekstrak segar 20% (51 jam).

Umur simpan mie basah mentah dengan penambahan ekstrak segar dan rebus menurut SNI dengan memperhatikan jumlah total mikroba adalah 36 jam. Total mikroba mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% pada jam ke-36 mencapai 9.5 x 105 CFU/g, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% pada jam ke-36 mencapai 5.2 x 105 CFU/g. Total mikroba mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit terbaik dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% pada jam ke-36 mencapai 1.2 x 106 CFU/g, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% pada jam ke-36 mencapai 5.6 x 105 CFU/g. Untuk total kapang-khamir pada mie basah, baik mentah maupun matang, dengan penambahan ekstrak kunyit tidak melewati batas maksimum menurut SNI yaitu 104 CFU/g. Begitu juga halnya dengan total koliform. Pada mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit tidak terdapat mikroba koliform. Nilai pH akhir dari mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit masih tergolong basa. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.919, sedangkan mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit memiliki Aw 0.942.

Mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak kunyit diuji kesukaannya melalui uji hedonik. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah hampir seluruhnya netral. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap warna mie basah diperoleh mie basah mentah pasar yang dimatangkan dengan skor 4.21 (suka). Tingkat kesukaan terendah terhadap warna mie basah diperoleh mie basah matang dengan penambahan ekstrak segar 20% dengan skor 2.40 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah hampir selurunya netral. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma mie basah diperoleh mie basah mentah kontrol Lab dengan skor 3.87 (netral). Tingkat kesukaan terendah terhadap aroma mie basah diperoleh mie basah matang di pasaran dengan skor 1.98 (sangat tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap tekstur mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 4.07 (suka), sedangkan yang terendah diperoleh mie basah matang di pasaran dengan skor 2.53 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap rasa mie basah diperoleh mie basah mentah di pasaran yang dimatangkan dengan skor 3.83 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.18 (tidak suka). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap keseluruhan mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 3.94 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.15 (tidak suka).

Kontribusi kunyit pada mie basah mentah untuk mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 33.33% adalah Rp.158.2 per kg mie atau sebesar 3.16%, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% adalah Rp. 117.6 per kg mie atau sebesar 2.35%. Kontribusi kunyit pada mie basah matang lebih besar daripada mie basah mentah. Untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% kontribusi kunyit adalah Rp.


(14)

228.2 per kg mie atau sebesar 9.12%, sedangkan untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak segar 20% sebesar Rp.113.0 per kg atau 4.52%.


(15)

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Pretty Arinigora Sihombing F24102120

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MIE BASAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Pretty Arinigora Sihombing F24102120

Tanggal ujian :

Menyetujui : Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP


(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Bapa, Putera-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus atas penyertaan, perlindungan dan kasih setia-Nya yang selalu ada sejak penulis lahir hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tiada kata yang dapat terucap untuk memuji kebesaranMu. Sungguh tiada yang sepertiMu.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang mendukung penulis selama penyusunan skripsi, antara lain :

1. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, MSc., selaku pembimbing akademik dan pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas saran, masukan, nasehat yang diberikan kepada penulis selama ini. Penulis bersyukur berkesempatan menjadi salah satu anak bimbing beliau.

2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc, selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas saran, masukan, ide-ide yang diberikan kepada penulis selama ini.

3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi, selaku penguji. Terimakasih atas kritik dan saran yang membangun sehingga penulis tahu letak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

4. Keluarga tercinta, Papa, Mama, Christian dan Opung Boru yang selama ini setia mendengar keluh kesah, mendukung dalam hal materiil dan moril, kesediaan untuk saling mengerti, terbuka, dan jujur. Penulis bahagia berkesempatan lahir dalam keluarga ini. Semua yang penulis lakukan untuk kebahagiaan kalian semua. Love u all.

5. Sahabat-sahabat tercinta : Angelina, Ulina. Terimakasih untuk persahabatan yang terjalin selama 4 tahun dan kesetiaan untuk mendengar keluh kesah dan tawa canda penulis selama ini. Terimakasih atas kesediaannya mewarnai kehidupan penulis. Kalian sangat berarti bagi penulis.

6. Sahabat-sahabat terhebat yang pernah ada : Shinta ”Armatias”, Ribka Juliana, dan Nanda Mehuli. Penulis berharap persahabatan ini tidak pernah berakhir dengan alasan apapun. Terimakasih untuk kesempatan belajar jujur dengan diri sendiri dan orang lain dalam persahabatan ini.


(18)

7. Teman-teman selama penelitian : Inggrid, Karen, Elvina, Meilina, dan Dhenok. Terimakasih buat Inggrid (Tantequ...), Karen (Mamiqu..), dan Elvina (Nenekqu...) atas pikiran-pikiran positif yang tertular kepada penulis sehingga bisa menjalani hidup dengan tenang dan semangat!!! Terimakasih buat Meilina (Miss perfeksionis) atas pelajaran ”bagaimana memberikan yang terpilih” dan Dhenok atas pelajaran ”bagaimana tenang dan berserah dalam segala hal”.

8. Teman-teman spesial : ITP 39 ¼ Steisianasari Mileiva Sembiring, Mohung, Fenni Rusli, Hanna Sibarani, Dian Kresnawati, Rizky Nurul, Yessica, Arvi, Dora, Nui, Fany, Ina, Tissa, Ratry, Farah, Herold, Randy, Prasna Ruseno, Adjeng, Dadik, Didin, Ulik, Ijal, Kiki, Aponk, Woro, Stut, Putra, Hana, Risna, Julia, Manto dan teman-teman lainnya.

9. Grethyqu...Terimakasih buat dukungan dan tumpangan kamarnya selama penyusunan skripsi dan sidang... Berkat melimpah atasmu.

10. Para Laboran : Pak Koko, Teh Ida, Bu Rubiyah, Pak Sobirin, Mas Edi, Pak Mul, dan Pak Rojak.

11. Pak Daniel dan teman-teman sepelayanan yang selama ini mendoakan, mendukung, dan memberi semangat kepada penulis. Terimakasih untuk kesempatan bertumbuh bersama dalam kasih-Nya. 12. Pihak-pihak lain yang sangat membantu dan mendukung penulis

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, 8 Februari 2007


(19)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MIE 1. Definisi dan Penggolongan Mie ... 3

2. Pembuatan Mie Basah ... 5

3. Kerusakan Mie Basah ... 7

B. KUNYIT 1. Botani Kunyit ... 9

2. Komposisi Kunyit ... 11

3. Kegunaan Kunyit ... 15

4. Sifat Antimikroba Kunyit ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT ... 19

B. METODE PENELITIAN ... 20

1. Persiapan Kunyit ... 21

2. Ekstraksi Kunyit ... 21

a. Ekstraksi Segar ... 21


(20)

c. Ekstrak Kunyit ... 23

3. Pembuatan Mie Basah ... 23

4. Aplikasi Ekstrak Kunyit pada Pembuatan Mie Basah a. Mie Basah ... 25

b. Pengemasan dan Penyimpanan ... 26

c. Pengamatan ... 26

d. Aplikasi Ekstrak Terpilih ... 27

5. Metode Analisis a. Perhitungan Rendemen ... 27

b. Kadar Air ... ... 27

c. Uji Kekerasan dan Kelengketan ... 28

d. Pengukuran Warna ... 28

e. Nilai pH ... 29

f. Total Asam Tertitrasi ... 29

g. Aw ... 29

h. Analisis Mikrobiologi ... 30

i. Analisis Sensori ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAKSI KUNYIT 1. Kadar Air ... 32

2. Rendemen ... 32

3. Nilai pH ... 34

4. Total Mikroba ... 35

B. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT PADA PEMBUATAN MIE BASAH 1. Rendemen ... 36

2. Nilai pH ... 38

3. Warna ... 39

4. Tekstur ... 42

5. Umur Simpan ... 46 C. MIE BASAH DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KUNYIT TERPILIH


(21)

1. Total Mikroba ... 49

2. Total Kapang Khamir ... 54

3. Total Koliform ... 56

4. Nilai pH ... 56

5. Aw ... 59

6. Warna ... 60

7. Uji Organoleptik ... 64

8. Analisis Biaya ... 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(22)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Syarat mutu mie basah (SNI 01-2987-1992) ... 4 Tabel 2. Komposisi kimia rimpang kunyit, kunyit kering, dan bubuk

kunyit per 100 gram bahan yang dapat dimakan ... 12 Tabel 3. Total warna dan identitas komponen pigmen pada rimpang kunyit ... 13 Tabel 4. Sifat-sifat minyak atsiri kunyit ... 15 Tabel 5. Jenis ekstrak kunyit ... 23 Tabel 6. Konsentrasi penambahan ekstrak kunyit pada pembuatan mie basah .. 25 ... Tabel 7. Jenis mie basah matang ... 25 Tabel 8. Jenis mie basah mentah ... 26 Tabel 9. Rendemen ekstrak kunyit ... 32 Tabel 10. Nilai pH masing-masing ekstrak kunyit ... 34 Tabel 11. Total mikroba masing-masing ekstrak kunyit ... 35 Tabel 12. Rendemen mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit

dan kontrol ... 37 Tabel 13. Umur simpan mie basah mentah dan matang secara subyektif

dan mikrobiologi menurut standar SNI selama penyimpanan ... 52 Tabel 14. Aw rata-rata mie basah ... 59


(23)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah ... 6 Gambar 2. Tanaman kunyit (Curcuma domestica) ... 10 Gambar 3. Rimpang kunyit (Curcuma domestica) ... 11 Gambar 4. Struktur pigmen kurkuminoid ... 13 Gambar 5. Diagram alir garis besar penelitian ... 20 Gambar 6. Diagram alir pembuatan ekstrak segar ... 22 Gambar 7. Diagram alir pembuatan ekstrak rebus ... 22 Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan mie basah ... 24 Gambar 9. Penampakan ekstrak kunyit ... 33

Gambar 10. Nilai pH mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit pada berbagai konsentrasi ... 38 Gambar 11. Nilai pH mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit pada berbagai konsentrasi ... 39 Gambar 12. Umur simpan rata-rata mie basah mentah yang diamati

secara subyektif ... 46 Gambar 13. Umur simpan rata-rata mie basah matang yang diamati

secara subyektif ... 47 Gambar 14. Total mikroba pada mie basah mentah dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 50 Gambar 15. Total mikroba pada mie basah matang dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 51 Gambar 16. Total kapang-khamir mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 54 Gambar 17. Total kapang-khamir mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 55 Gambar 18. Perubahan nilai pH mie basah mentah dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 57 Gambar 19. Perubahan nilai pH mie basah matang dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... ... 57 Gambar 20. Perubahan nilai L mie basah mentah dengan penambahan


(24)

Gambar 21. Perubahan nilai L mie basah matang dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 62 Gambar 22. Perubahan nilai oH mie basah mentah dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 63 Gambar 23. Perubahan nilai oH mie basah matang dengan penambahan

ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 63 Gambar 24. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 65 Gambar 25. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 65 Gambar 26. Skor tingkat kesukaan terhadap warna mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 65 Gambar 27. Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 67 Gambar 28. Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 67 Gambar 29. Skor tingkat kesukaan terhadap aroma mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 67 Gambar 30. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 69 Gambar 31. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 69 Gambar 32. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 69 Gambar 33. Skor tingkat kesukaan terhadap rasa mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 71 Gambar 34. Skor tingkat kesukaan terhadap rasa mie basah matang

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 71 Gambar 35. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit ... 72 Gambar 36. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah mentah

dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan ... 72 Gambar 37. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah matang


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengukuran kadar air kunyit segar ... 82 Lampiran 2. Hasil pengukuran rendemen ekstrak kunyit ... 82 Lampiran 3. Hasil pengukuran pH ekstrak kunyit ... 83 Lampiran 4. Total mikroba ekstrak kunyit ulangan I ... 83 Lampiran 5. Total mikroba ekstrak kunyit ulangan II ... 84 Lampiran 6. Total mikroba rata-rata ekstrak kunyit ... 85 Lampiran 7. Hasil pengukuran rendemen mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 85 Lampiran 8. Hasil pengukuran pH mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 86 Lampiran 9. Hasil pengukuran warna mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 87 Lampiran 10. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap warna mie basah kunyit dan kontrol ... 93 Lampiran 11. Hasil pengukuran tekstur mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 96 Lampiran 12. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap tekstur mie basah kunyit dan kontrol ... 102 Lampiran 13. Umur simpan mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 106 Lampiran 14. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap umur simpan mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol ... 107 Lampiran 15. Total mikroba mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih ... 108 Lampiran 16. Total mikroba mie basah kontrol ... 111 Lampiran 17. Total mikroba rata-rata mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 114 Lampiran 18. Total kapang khamir mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih ... 115 Lampiran 19. Total kapang khamir mie basah kontrol ... 118 Lampiran 20. Total kapang khamir rata-rata mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 120 Lampiran 21. Total koliform rata-rata mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 121


(26)

Lampiran 22. Hasil pengukuran pH mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 121 Lampiran 23. Hasil pengukuran warna mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 122 Lampiran 24. Hasil sidik ragam dan uji Tukey terhadap warna mie

basah kunyit terpilih dan kontrol ... 124 Lampiran 25. Hasil pengukuran aw mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 128 Lampiran 26. Bentuk formulir pengujian organoleptik mie basah dengan

penambahan ekstrak kunyit terpilih dan kontrol ... 128 Lampiran 27. Hasil uji hedonik mie basah mentah 33.33% ER ... 130 Lampiran 28. Hasil uji hedonik mie basah mentah 20%ES ... 131 Lampiran 29. Hasil uji hedonik mie basah mentah 33.33% ER

yang dimatangkan ... 132 Lampiran 30. Hasil uji hedonik mie basah mentah 20% ES

yang dimatangkan ... 133 Lampiran 31. Hasil uji hedonik mie basah matang 50% ER ... 134 Lampiran 32. Hasil uji hedonik mie basah matang 20% ES ... 135 Lampiran 33. Hasil uji hedonik mie basah mentah kontrol Lab ... 136 Lampiran 34. Hasil uji hedonik mie basah mentah kontrol Lab

yang dimatangkan ... 137 Lampiran 35. Hasil uji hedonik mie basah matang kontrol Lab ... 138 Lampiran 36. Hasil uji hedonik mie basah mentah Pasar ... 139 Lampiran 37. Hasil uji hedonik mie basah mentah Pasar yang dimatangkan .. 140 Lampiran 38. Hasil uji hedonik mie basah matang Pasar ... 141 Lampiran 39. Hasil sidik ragam dan uji Duncan terhadap uji hedonik

mie basah mentah kunyit terpilih dan kontrol ... 142 Lampiran 40. Hasil sidik ragam dan uji Duncan terhadap uji hedonik mie

basah mentah kunyit terpilih dan kontrol yang dimatangkan ... 143 Lampiran 41. Hasil sidik ragam dan uji Duncan terhadap uji hedonik

mie basah matang kunyit terpilih dan kontrol ... 145

Lampiran 42. Analisis biaya mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih ... 147

Lampiran 43. Persamaan regresi linier nilai total mikroba mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 148 Lampiran 44. Persamaan regresi linier nilai total mikroba mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit selama penyimpanan ... 149


(27)

(28)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keamanan pangan akhir-akhir ini menjadi sorotan besar sebagian masyarakat. Selain bergizi dan enak, pangan juga dituntut untuk aman dikonsumsi. Isu formalin dan boraks pada beberapa makanan mendapat perhatian yang cukup besar sekarang. Upaya penyelidikan makanan mengandung formalin, boraks dan pewarna tekstil sudah dilakukan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sejak lama, tetapi baru marak diperbincangkan sekarang. Makanan yang diisukan mengandung formalin antara lain mie basah, tahu, dan ikan.

Beberapa makanan yang ditemukan mengandung formalin adalah sebagai berikut : 8 merek mie dan tahu mengandung formalin (Jakarta), 6 pabrik mie basah positif menggunakan formalin (Yogyakarta), dan ikan segar hasil tangkapan nelayan di sejumlah pasar tradisional juga mengandung formalin (Surabaya) (Indarini, 2005 dan Astuti, 2005). Persentase penemuan makanan yang mengandung formalin pada masing-masing daerah berbeda-beda. Badan POM di Yogyakarta dan Bandung tidak menemukan tahu yang mengandung formalin, sedangkan di Jakarta 77.85% tahu mengandung formalin. Untuk ikan, Badan POM menemukan 52.63% ikan mengandung formalin, demikian juga di Bandar Lampung sebanyak 36.56%. Untuk mie basah, persentase ditemukannya sampel yang mengandung formalin cukup tinggi yaitu diatas 60%, kecuali di Makassar 6.45% (Sampurno, 2006).

Mie basah mendapat sorotan terbesar dalam isu formalin. Hal ini disebabkan mie basah merupakan salah satu makanan populer dan merupakan bagian yang penting dalam diet di Indonesia. Mie basah memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu 35-60% sehingga memiliki umur simpan yang pendek yaitu berkisar 24-36 jam pada suhu ruang. Penyebab kerusakan mie basah antara lain proses produksi yang memiliki kondisi sanitasi buruk, distribusi, dan kondisi penyimpanan mie basah yang tidak baik. Penggunaan formalin dan


(29)

boraks pada mie basah yang beredar di pasaran adalah untuk memperpanjang umur simpan dan menghasilkan tekstur mie yang lebih baik.

Dengan mencuatnya masalah formalin dan boraks, mengakibatkan timbulnya keinginan untuk beralih ke bahan pengawet makanan yang lebih ramah sebagai alternatif. Bahan alami yaitu rempah-rempah dapat menjadi salah satu alternatif. Beberapa jenis rempah dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba yaitu suatu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga makanan menjadi awet. Kunyit merupakan rempah yang juga memiliki aktivitas antimikroba. Kunyit dilaporkan memiliki sifat antimikroba dalam bentuk ekstrak maupun bubuk. Ekstrak kunyit dalam etanol dapat menghambat Clostridium botulinum dengan Minimum Inhibitory Concentrations (MIC) sebesar 500 μg/ml (Huhtanen, 1980). Bubuk kunyit (2 g/l) bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif batang, yaitu Bacillus subtilis dan Lactobacillus acidophilus (Suwanto, 1983). Selain itu, kunyit juga memiliki potensi lain yaitu dapat dijadikan zat pewarna alami kuning pada bahan pangan. Oleh karena kedua jenis sifat ini, maka kunyit dapat dijadikan bahan pengawet alami sekaligus bahan pewarna alami pada mie basah.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode ekstraksi kunyit dan konsentrasi yang ditambahkan untuk memperpanjang umur simpan mie basah.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MIE

1. Definisi dan Penggolongan Mie

Definisi mie menurut Badan Standarisasi Nasional (1992) adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Mie dapat digolongkan menjadi beberapa bagian antara lain berdasarkan bahan baku, ukuran diameter produk, pembuatannya, serta kadar air dan tahap pengolahannya.

Berdasarkan bahan bakunya, mie terbagi atas dua macam, yaitu mie yang terbuat dari tepung terigu dan pati. Mie yang bahan bakunya berasal dari tepung terigu sudah lazim ditemukan dan biasa dikonsumsi. Mie yang bahan bakunya berasal dari pati, biasa disebut mie transparan (transparance noodle), contohnya soun dan bihun. Berbeda lagi dari segi ukuran diameter produk, mie dibedakan menjadi tiga, yaitu spaghetti (0.11-0.27 inchi), mie (0.07-0.125 inchi), dan vermicelli (<0.04 inchi).

Berdasarkan pembuatannya, mie dibedakan menjadi mie basah mentah dan mie basah matang. Menurut Winarno dan Rahayu (1994) mie berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya, dibagi menjadi lima golongan, yaitu : (1) mie basah mentah/segar, yang dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35%, (2) mie basah matang, yaitu mie basah mentah yang telah mengalami perebusan dalam air mendidih sebelum dipasarkan dengan kadar air 52%, (3) mie kering, yaitu mie basah mentah yang langsung dikering dengan kadar air 10%, (4) mie goreng, yaitu mie basah mentah yang lebih dahulu digoreng sebelum dipasarkan, dan (5) mie instan (mie siap hidang), yaitu mie basah mentah yang telah mengalami pengukusan dan pengeringan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng sehingga menjadi mie instan goreng (instant fried noodle).


(31)

Jenis mie yang banyak diproduksi dan digunakan dalam rumah tangga adalah mie basah. Jenis ini juga banyak ditemukan di pasar, tukang bakso, penjual soto, dan lainnya. Mie basah terbagi atas dua yaitu mie basah mentah dan matang. Perbedaan kedua jenis mie basah tersebut adalah adanya tahapan perebusan atau pengukusan pada proses pembuatan mie basah matang yang menyebabkan kadar airnya meningkat menjadi 52%, sedangkan pada mie basah mentah tidak melewati tahapan tersebut sehingga kadar airnya berkisar 35%. Badan Standarisasi Nasional telah menetapkan syarat mutu mie basah yang tercantum dalam SNI 01-2987-1992. Tabel 1 menunjukkan syarat mutu tersebut.

Tabel 1. Syarat mutu mie basah (SNI 01-2987-1992)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan : 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna - Normal Normal Normal

2. Air % b/b 20-35

3. Abu (dihitung atas dasar bahan

kering) % b/b Maks. 3

4. Protein (N x 6.25) dihitung

atas dasar bahan kering) % b/b Min. 3

5.

Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam sorbat 5.2 Pewarna

5.3 Formalin

-

Tidak boleh ada Sesuai SNI-0222-M dan Peraturan MenKes. No.722/MenKes/Per/I X/88 6. Cemaran Mikroba

6.1 Angka Lempeng Total 6.2 E. coli

6.3 Kapang

Koloni/g APM/g Koloni/g

Maks. 1.0 x 106 Maks. 10 Maks. 1.0 x 104

7.

Cemaran Logam: 6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg)

mg/kg

Maks. 1.0 Maks.10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05

8. Arsen (As) mg/kg Maks. 0.05


(32)

2. Pembuatan Mie Basah

Mie basah mentah umumnya terbuat dari tepung gandum (tepung terigu), air, dan garam dengan/tanpa penambahan garam alkali. Terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan mie basah mentah. Fungsi terigu adalah sebagai bahan pembentuk struktur, sumber karbohidrat, sumber protein, dan pembentuk sifat kenyal gluten. Garam berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur, dan mengikat air. Garam alkali berfungsi untuk meningkatkan pH, menyebabkan warna sedikit kuning dengan flavor yang lebih baik (Astawan, 1999).

Bobot bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan mie basah adalah 100% tepung terigu, 35% air, 10% garam, dan 0,6% Na2CO3 dari bobot terigu yang akan dibuat (Pahrudin, 2005). Tepung terigu yang biasanya digunakan adalah tepung terigu dengan kandungan protein yang tinggi (hard flour). Tepung terigu jenis ini akan menghasilkan adonan yang kuat.

Pada pembuatan mie basah, jumlah air yang ditambahkan memegang peranan yang sangat penting. Menurut Badrudin (1994), jumlah air yang ditambahkan adalah sekitar 34-40%. Jika air yang ditambahkan kurang dari 34%, akan menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Sedangkan bila air yang ditambahkan lebih dari 40%, maka adonan menjadi basah dan lengket.

Proses pembuatan mie basah terdiri atas beberapa tahap, yaitu penimbangan bahan, pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran, pengistirahatan, dan pemotongan. Untuk pembuatan mie basah mentah, dilanjutkan dengan pemupuran dengan tapioka, sedangkan mie basah matang, dilanjutkan dengan perebusan atau pengukusan dan pelumuran dengan minyak kelapa. Gambar 1 menunjukkan diagram alir pembuatan mie basah.


(33)

Penimbangan bahan

È

Pencampuran

È

Pengadukan

È

Pembentukan lembaran

È

Pengistirahatan

È

Pemotongan

Pemupuran dengan tapioka Perebusan/pengukusan

È È

Mie basah mentah Pelumuran minyak kelapa È

Mie basah matang

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah

Penimbangan bahan merupakan tahap yang pertama kali dilakukan. Penimbangan bahan sebaiknya dilakukan secara teliti dan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Pencampuran bahan dilakukan secara bertahap. Pencampuran air, garam, dan Na2CO3 dilakukan terlebih dahulu. Setelah menjadi larutan, lalu dicampurkan sedikit-sedikit dengan tepung terigu. Tahap pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air, dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi elastis dan halus.

Setelah dicampur, semua bahan mengalami pengadukan. Menurut Badrudin (1994), waktu pengadukan yang terpilih adalah sekitar 15-20 menit. Jika waktu pengadukan kurang dari 15 menit, maka adonan menjadi lunak dan lengket. Dan bila waktu pengadukan lebih dari 20 menit, maka adonan menjadi keras, rapuh, dan kering. Adonan yang diharapkan bersifat


(34)

lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal.

Tahap selanjutnya adalah pembentukan lembaran. Proses ini bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membentuk adonan menjadi lembaran (Badrudin, 1994). Lembaran yang diharapkan berupa lembaran yang halus dengan arah serat searah. Lembaran selanjutnya diistirahatkan selama 15 menit dan sebaiknya dalam keadaan digulung dan dibungkus. Tujuan pengistirahatan adalah untuk menyempurnakan pembentukan gluten. Setelah diistirahatkan, pemotongan lembaran dilakukan dengan memotong mie menjadi untaian benang-benang mie yang memiliki tebal 1-3 mm.

Untuk mie basah mentah, proses selanjutnya adalah pemupuran dengan menggunakan tapioka. Tujuan pemupuran adalah agar mie tidak lengket satu sama lain. Sedangkan untuk mie basah matang, mie langsung direbus/dikukus. Tujuan dari perebusan/pengukusan adalah agar terjadi proses gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal (Badrudin, 1994). Mie yang telah direbus/dikukus selanjutnya dilumuri dengan minyak kelapa dengan tujuan untaian mie tidak lengket satu sama lain, memberikan citarasa, serta meningkatkan warna dan penampakan mie agar tampak lebih mengkilap (Mugiarti, 2001).

3. Kerusakan Mie Basah

Masa simpan mie basah mentah berkisar 50-60 jam, sedangkan mie basah matang adalah 40 jam, pada suhu lemari es (Hoseney, 1998). Umur simpan mie basah matang pada suhu ruang adalah 26 jam (Pahrudin, 2005). Menurut Chamdani (2005), mie basah mentah memiliki umur simpan 24 jam pada suhu ruang. Kerusakan pada mie basah, baik mentah maupun matang, biasanya ditandai dengan tumbuhnya kapang. Hal ini disebabkan oleh kadar air mie basah yang cukup tinggi yaitu 35% (mie basah mentah) dan 52% (mie basah matang). Tingginya kadar air pada mie basah matang disebabkan karena mie telah mengalami perebusan atau pengukusan.


(35)

Pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium kapang pada permukaan mie. Miselium kapang pada mie umumnya berwarna putih atau hitam (Hoseney, 1998). Mikroba lain yang tumbuh pada mie adalah bakteri yang ditandai dengan terbentuknya lendir dan diikuti dengan timbulnya bau asam.

Mikroba yang terdapat pada mie diduga berasal dari bahan baku yaitu tepung. Selain dari tepung, mikroba juga dapat berasal dari lingkungan, pekerja dan alat yang digunakan pada pembuatan mie basah. Mikroorganisme yang terdapat pada tepung yaitu kapang, khamir, dan bakteri (Christensen, 1974). Bakteri yang terdapat pada tepung yaitu Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta beberapa spesies Achromobacterium. Kapang yang ditemukan pada tepung antara lain berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium.

Selain pertumbuhan kapang dan bakteri, pada mie basah mentah juga terjadi perubahan warna mie menjadi lebih gelap. Perubahan warna ini diperkirakan karena adanya enzim polifenoloksidase yaitu enzim yang menyebabkan terjadinya browning (Hoseney, 1998). Enzim polifenoloksidase pada mie berasal dari tepung terigu. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi yaitu yang biasa digunakan untuk pembuatan mie memiliki aktivitas enzim polifenoloksidase yang tinggi. Sedangkan pada mie basah matang, tidak terjadi perubahan warna karena enzim polifenoloksidase telah rusak selama proses perebusan/pengukusan (Hoseney, 1998). Perubahan-perubahan yang terjadi lainnya adalah munculnya bau asam, tekstur mie menjadi lengket, hancur, patah-patah, dan lembek (Gracecia, 2005).

Menurut hasil penelitian Gracecia (2005), penyebab utama kerusakan mie basah untuk tiap daerah berbeda-beda. Penyebab kerusakan mie basah mentah untuk daerah Jakarta adalah mie telah kadaluarsa dan kurangnya pengawet/obat, sedangkan untuk daerah Bogor penyebab utamanya adalah jamur dan kurangnya pengawet.

Masa simpan mie basah yang cukup singkat menyebabkan banyak usaha untuk memperpanjang masa simpannya dengan menambahkan


(36)

pengawet. Pengawet menurut Departemen Kesehatan (1988), adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasam, dan penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), teknik pembuatan mie basah yang berhasil dan cukup awet adalah dengan menggunakan CMC atau bahan pengembang mie seperti natrium alginat, natrium kaseinat, gum guar, dan gum cayana serta zat pengawet kalsium propionat sebanyak 0.38%. Campuran bahan kimia ini sering disebut sebagai obat mie atau dough improver.

Chamdani (2005) pada penelitiannya mengaplikasikan pengawet kalsium propionat, metil parabens, natrium asetat, dan monolaurin pada mie basah mentah. Pemilihan keempat jenis pengawet tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan faktor ekonomis, aman, dan spektrum pH yang luas. Dari keempat jenis pengawet yang diperoleh, kombinasi Ca-propionat 0.075% + Parabens 0.025% + Na-asetat 2.5% memberikan daya pengawetan terpilih terhadap umur simpan mie basah mentah yaitu 76 jam. Pahrudin (2005) menerapkan pengawet tersebut pada mie basah matang. Mie basah matang yang diproduksi menggunakan kombinasi Monolaurin 0.25% + Metil-paraben 0.025% + Ca-propionat 0.075% + Na-asetat 2.5% merupakan mie dengan umur simpan terpanjang yaitu 56 jam.

Keefektifan pengawet tergantung pada jumlah pengawet yang ditambahkan dan pH atau keasaman produk pangan. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), aktivitas pengawet meningkat bila pH diturunkan. Pengawet terbagi atas dua jenis yaitu pengawet sintetis dan alami. Jenis pengawet yang digunakan pada penelitian ini adalah pengawet alami yaitu kunyit.

B. KUNYIT

1. Botani Kunyit

Kunyit adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan. Kunyit memiliki nama latin Curcuma domestica yang menggantikan nama sebelumnya yaitu Curcuma


(37)

longa. Nama latin Curcuma domestica untuk kunyit diperkenalkan oleh Valeton pada tahun 1918.

Tanaman kunyit termasuk jenis tanaman herba yaitu tanaman tahunan yang memiliki tinggi hampir mencapai 1 meter, berbatang pendek, dan berdaun jumbai. Gambar 2 menunjukkan penampakan tanaman kunyit.

Gambar 2. Tanaman kunyit (Curcuma domestica) (Anonim b, 2006)

Tanaman kunyit dapat tumbuh dimana saja, baik dataran rendah maupun dataran tinggi. Menurut Sinaga (2006), pada dataran tinggi, tanaman kunyit dapat tumbuh di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Pertumbuhannya didukung oleh tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000-4.000 mm per tahun, dan di tempat yang sedikit terlindung (Sumiati dan Adnyana, 2004). Di Indonesia, tanaman kunyit mudah tumbuh hampir di seluruh wilayah, di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, lrian, dan lain-lain. Selain di Indonesia, kunyit juga banyak ditanam di Malaysia, Thailand, Cina, India, dan Vietnam.

Kunyit biasanya dipanen pada umur berkisar 7-9 bulan setelah penanaman, yang ditandai dengan batang tumbuhan mulai layu atau mengering. Kunyit yang baru dipanen biasanya memiliki kadar air sekitar 90% (Sumangat et al., 1994) atau 81.4-81.5% (Jusuf, 1980).

Kunyit memiliki umbi utama yang terletak di dasar batang, berbentuk elipsoidal, dan berukuran 5 x 2.5 cm. Umbi utama membentuk rimpang


(38)

yang sangat banyak jumlahnya pada sisi-sisinya. Rimpang-rimpang tersebut berbentuk pendek, tebal, dan lurus atau melengkung (Sastrapraja, 1977). Bagian luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, sedangkan di bagian dalamnya berwarna jingga terang atau kuning. Rimpang memiliki rasa yang agak getir dan berbau khas (Sinaga, 2006). Gambar 3 menunjukkan penampakan rimpang kunyit.

Gambar 3. Rimpang kunyit (Curcuma domestica) (Anonim c, 2006)

Tiga bentuk rimpang yang diperdagangkan secara Internasional, antara lain : umbi (bulb), anak rimpang (fingers), dan belahan (splits) (Sumangat et al., 1994). Umbi (bulb) adalah rimpang induk yang berbentuk bulat telur (oval), pendek, tetapi diameternya lebih besar dari anak rimpang. Anak rimpang adalah rimpang sekunder dengan panjang 2.5-7.5 cm dan diameter sekitar 1 cm. Sedangkan belahan (splits) adalah rimpang yang berasal dari umbi yang dibelah dua atau empat.

2. Komposisi Kunyit

Komposisi kimia pada rimpang kunyit berbeda-beda, tergantung daerah pertumbuhan serta kondisi pra panen dan pasca panen (Purseglove et al., 1981). Rimpang kunyit yang tua biasanya mengandung pati, protein, selulosa, beberapa mineral, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Komponen yang paling banyak pada kunyit adalah pati yang berkisar 40-50%


(39)

(Purseglove et al., 1981). Tabel 2 menunjukkan kandungan kimia rimpang kunyit, kunyit kering, dan bubuk kunyit per 100 gram bahan yang dapat dimakan.

Tabel 2. Komposisi kimia rimpang kunyit, kunyit kering, dan bubuk kunyit per 100 gram bahan yang dapat dimakan

Komponen

Komposisi Rimpang

kunyit a

Kunyit

kering b Bubuk kunyit

b

Energi (Kal) 1480 349.0 390.0

Air (gr) 11.4 13.10 5.80

Protein (gr) 7.8 6.30 8.60

Lemak (gr) 9.9 5.10 8.90

Karbohidrat (gr) 64.9 69.40 69.90

Serat (gr) 6.7 2.60 6.90

Abu (gr) 6.0 - 6.80

Kalsium (gr) 182 0.15 0.20

Fosfor (gr) 268 0.28 0.26

Natrium (gr) - 0.03 0.01

Kalium (gr) - 3.30 2.50

Besi (mg) 41 16.60 47.50

Thiamin (mg)

5

0.03 0.09

Riboflavin (mg) - 0.19

Niacin (mg) - 4.80

Asam nikotinat (mg) - 2.30 -

Asam askorbat (mg) 26 50.0 49.80

Vitamin A (IU) - 175.0

Sumber : a Farrell (1990) b

Shankaracharya dan Natarajan (1977)

Faktor-faktor yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan pigmennya (kurkumin), nilai organoleptik dan penampakan umum, ukuran, dan bentuk fisik rimpangnya. Mutu tersebut dipengaruhi oleh faktor intrinsik kultivar yang ditanam, umur rimpang waktu dipanen, penanganan, pengolahan dan teknik sortasinya (Purseglove et al., 1981). Kurkuminoid dan minyak atsiri merupakan komponen utama yang menentukan mutu kunyit.


(40)

HO R1

O O

N

OH R

R1 R2 OMe OMe : Kurkumin

OMe H : Monodesmetoksikurkumin H H : Bisdesmetoksikurkumin a. Kurkuminoid

Kurkuminoid adalah senyawa yang berpartisipasi dalam pembentukan warna pada kunyit. Menurut Srinivasan (1953), kurkuminoid merupakan campuran analog antara kurkumin, desmetoksi kurkumin, dan bis-desmetoksi kurkumin pada kunyit, dimana kurkumin merupakan komponen yang paling dominan. Gambar 4 menunjukkan struktur komponen kurkuminoid pada kunyit.

Gambar 4. Struktur pigmen kurkuminoid (Purseglove, 1981)

Kurkumin merupakan zat warna alami yang diperbolehkan sebagai pewarna makanan dengan nomor indeks 75300 (Anonim a, 1976). Tabel 3 menunjukkan total warna dan identitas komponen warna pada kunyit.

Tabel 3. Total warna dan identitas komponen pigmen pada rimpang kunyit

Nama senyawa Warna Total

warna (%) Kurkumin :

bis-(feruloil)-metana Kuning kemerahan 49.6 Desmetoksi kurkumin :

p-hidroksi cinnamoil-feruloil metana

Kuning kemerahan 28.7 Bis-desmetoksi kurkumin :

Bis-(p-hidroksi cinnamoil) metana

Kuning jingga 22.3 Sumber : Krisnamurthy et al. (1976)


(41)

Kurkumin merupakan senyawa berbentuk kristal bubuk dan berwarna kuning (Anonim a, 1976). Nama trivial kurkumin adalah 1.7-bis-(hidroksi-3-metoksi-fenil)-1.6-heptadiena-3.5 dione, atau di(4-hidroksi-3-metoksi sinamoil) metana. Kurkumin memiliki rumus dan bobot molekul masing-masing adalah C21H20O6 dan 368.37. Titik lebur kurkumin berkisar 183oC. Kurkumin tidak larut dalam air dan eter, tetapi larut dalam etanol dan asam asetat glasial. Jacob (1944) menyatakan bahwa kurkumin sedikit larut dalam air panas. Kurkumin tidak stabil terhadap cahaya dan kondisi alkali, tetapi tahan terhadap perlakuan panas.

Menurut Krisnamurthy et al. (1976), kunyit mengandung 2.5-6% pigmen kurkumin. Sedangkan berdasarkan penelitian Jusuf (1980), diperoleh gambaran bahwa kandungan kurkumin kunyit dari Jawa adalah 0.63-0.76% (w/w) dengan menggunakan analisa spektrofotometri terhadap ekstrak kasar kunyit.

Selain sebagai sumber zat warna, kurkumin juga memberikan sumbangan terhadap karakter kepedasan yang lembut pada kunyit (Purseglove et al., 1981). Fungsi lain dari kurkumin adalah sebagai antioksidan, anti inflamasi, efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan jantung (Anonim d, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh Chipault et al. (1955), kunyit mempunyai indeks antioksidan sebesar 15.9 (ulangan I) dan 29.6 (ulangan II) pada minyak jagung yang diuji dengan teknik absorbsi oksigen. Sedangkan Cort (1974) yang dikutip Farrell (1990) menyatakan bahwa indeks antioksidan pada kunyit sebesar 5.0.

b. Minyak Atsiri

Selain kurkumin, kunyit juga mengandung minyak atsiri yang menentukan aroma dan cita rasa kunyit. Dalam perdagangan Internasional, minyak ini dikenal sebagai turmeric oil atau turmerol (Purseglove, 1981). Minyak atsiri diperoleh dengan cara ekstraksi atau


(42)

penyulingan dari tumbuh-tumbuhan. Minyak atsiri mempunyai beberapa sifat yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat-sifat minyak atsiri kunyit

Sifat Keterangan

Warna Kuning jingga

Bau Aromatik dan peppery

Indeks refraksi 1.5130 pada 24oC Rotasi optik -14o pada 24oC

Berat jenis 0.9423 oada 24oC

Kelarutan 1 vol. minyak larut di dalam 1.8 volume 90% etanol

Sumber : Krisnamurthy et al. (1976)

Guenther (1952) menyatakan bahwa pada destilasi rimpang kunyit kering dihasilkan 1.3-5.5% minyak atsiri dengan bau aromatis dan berwarna jingga kemerahan. Sedangkan Krisnamurthy et al. (1976) melaporkan bahwa kandungan minyak atsiri rimpang kunyit bervariasi antara 2.5-7.5%, tergantung pada varietas kunyit dan tempat tumbuhnya.

Kandungan lengkap dari minyak atsiri, yaitu (1) monoterpen yang terdiri dari p-simen, 1:8-sineol, α-feladren, sabinen, borneol dan (2) sesquiterpen yang terdiri dari turmeron, ar-turmeron, zingiberen, α -atlanton, --atlanton, dan -sesquifeladren (Purseglove et al., 1981). Kedua komponen di atas terdapat dalam empat bentuk yaitu monoterpen hidrokarbon, monoterpen teroksigenasi, sesquiterpen hidrokarbon, dan sesquiterpen teroksigenasi. Komponen yang paling dominan adalah sesquiterpen teroksigenasi. Komponen utama dari minyak atsiri ini adalah turmerol yaitu suatu alkohol dengan rumus molekul C13H18O atau C14H10O (Purseglove et al., 1981). Turmerol merupakan sesquiterpen teroksigenasi yang terdiri dari turmeron dan ar-turmeron.

3. Kegunaan Kunyit

Diantara semua genus Curcuma, kunyit merupakan jenis yang paling banyak kegunaannya. Menurut Rukmana (1995), manfaat kunyit antara lain


(43)

: sebagai bahan bumbu dalam berbagai masakan, bahan pembuat ramuan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia, bahan baku industri jamu dan kosmetika, bahan penunjang industri teknik dan kerajinan, mencegah serangan penyakit pada hewan contohnya penyakit pencernaan ayam, dan desinfektan untuk mengawetkan benih yang disimpan. Sedangkan menurut Sastroamidjojo (1988), kunyit mempunyai khasiat sebagai penghilang gatal, antipasmodikum, obat gingivatis (radang gusi), obat radang selaput mata, obat sesak nafass, obat sakit perut, astrigentia, dan analgetika.

Kunyit dapat digunakan sebagai obat dalam maupun luar. Kunyit sebagai obat luar berfungsi untuk mengobati eksim, bengkak dan rematik, bengkak karena digigit serangga atau gatal-gatal karena ulat bulu, dan memperlancar air susu ibu. Sedangkan sebagai obat dalam, kunyit digunakan untuk mengobati berbagai gangguan kesehatan, seperti panas dalam, demam, diare, gusi bengkak, kencing manis. kencing batu, hepatitis dan untuk membersihkan rahim baik pada wanita yang baru melahirkan maupun setelah mendapat haid (Sinaga, 2006).

4. Sifat Antimikroba Kunyit

Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroba (Pelczar dan Reid, 1972). Dalam hubungannya dengan bahan makanan, zat antimikroba biasa digunakan sebagai aditif makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak.

Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba antara lain : fenol dan senyawa fenolik, etanol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, deterjen, senyawa amonium kuarterner, asam dan basa, dan gas kemosterilan (Pelczar dan Reid, 1972). Ada beberapa cara aksi zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain : merusak dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan komponen dinding sel pada sel yang sedang


(44)

tumbuh, mengubah permeabilitas memberan sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel misalnya, yang disebabkan oleh senyawa fenolik, deterjen sintetis, sabun dan senyawa kuarterner, menyebabkan denaturasi protein sel, misalnya oleh etanol, dan menghambat kerja enzim di dalam sel (Pelczar dan Reid, 1972).

Dalam hubungannya dengan bahan pangan, zat antimikroba biasa digunakan sebagai aditif makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak. Beberapa aditif makanan yang sering digunakan sebagai antimikroba antara lain : asam-asam organik dan garamnya (propionat, benzoat, sorbat, asetat), senyawa nitrit dan nitrat, sulfur oksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam dan gula, etanol, formaldehida, rempah-rempah dan berbagai senyawa lainnya (Frazier dan Westhoff, 1979).

Pada kunyit, senyawa yang memiliki aktifitas antimikroba adalah kurkumin. Pada penelitian Ramprasad dan Sirsi (1956) menunjukkan bahwa, kurkumin mempunyai sifat antibakteri, terutama terhadap Micrococcus pyrogenes var. aureus. Kurkumin dalam bentuk natrium kurkuminat, bersifat bakteristatik terhadap Micrococcus pyrogenes var. aureus dengan dosis 1 ppm. Hal ini karena kurkumin merupakan senyawa fenolik yang mekanisme kerjanya mirip dengan senyawa fenolik lainnya yang berfungsi sebagai antimikroba.

Fenol dan senyawa turunannya telah terbukti mempunyai sifat bakteristatik dan bakterisidal sehingga sering digunakan sebagai desinfektan. Senyawa fenol berfungsi sebagai antimikroba dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel. Senyawa fenol bersifat aktif terhadap sel vegetatif bakteri, tetapi tidak terhadap spora bakteri. Keaktifannya menurun dengan adanya pengenceran dan reaksi dengan senyawa organik lain. Senyawa fenol sangat aktif pada pH asam (Hugo dan Russel, 1981).

Kurkumin juga diduga memiliki struktur yang mirip dengan senyawa nordihidroguaiaretik (NDGA) yang mempunyai sifat antibakteri yang kuat. Shih dan Harris (1977) melaporkan bahwa NDGA pada konsentrasi 1000


(45)

ppm mempunyai pengaruh letalitas yang kuat terhadap E. coli, dan pada 50 ppm sangat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Menurut Fardiaz et al. (1988), kunyit bersifat menghambat bakteri gram positif berbentuk batang karena kandungan kurkuminnya.

Kunyit memiliki sifat antimikroba dalam bentuk ekstrak maupun bubuk. Menurut Huhtanen (1980), bahwa ekstrak kunyit dalam etanol dapat menghambat Clostridium botulinum dengan Minimum Inhibitory Concentrations (MIC) sebesar 500 μg/ml. Pada penelitian Suwanto (1983) ditunjukkan bahwa pada konsentrasi sebesar 2 g/l, bubuk kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif batang, yaitu Bacillus subtilis dan Lactobacillus acidophilus. Lukman (1984) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa bubuk kunyit utuh bersifat bakterisidal terhadap semua bakteri batang gram positif yaitu Lactobacillus fermentum, Lactobacillus bulgaricus, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Bacillus megaterium dengan waktu kontak 0.5 jam. Bubuk kunyit residu dietil eter dan etanol juga bersifat bakterisidal pada waktu kontak yang cukup lama yaitu 168 jam.


(46)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu bahan ekstraksi kunyit, pembuatan mie basah, dan analisis. Bahan yang digunakan dalam ekstraksi kunyit adalah kunyit (Curcuma domestica) yang diperoleh dari BALITRO (Balai Tanaman Rempah dan Obat-obatan) dengan umur panen 9 bulan dan larutan Na-klorit 10%. Bahan yang digunakan dalam pembuatan mie adalah tepung terigu merk Segitiga Biru dan Cakra Kembar, garam dapur, soda abu (Na2CO3), air mentah yang diperoleh keran Laboratorium, ekstrak kunyit, tepung tapioka, minyak kelapa merk Barco, dan plastik LDPE. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis fisik, kimia, mikrobiologis, dan sensori adalah buffer pH 7 dan 10, NaCl jenuh, aquades, alkohol 70%, larutan pengencer steril NaCl 0.85%, media Plate Count Agar (PCA), Acidified Potato Dextrose Agar (APDA), Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), spiritus, dan tissue.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat ekstraksi kunyit, pembuatan mie dan analisis. Alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi kunyit adalah pisau, talenan, baskom, blender, panci, oven, loyang, korek api, dan kain saring. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan mie adalah noodle machine, mixer, timbangan, gelas ukur, dan gelas piala. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah cawan aluminium, desikator, oven, cawan porselin, stomacher, cawan petri steril, tabung reaksi, tabung Durham, pipet, mikropipet, sudip, inkubator, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur, otoklaf, hot plate, labu takar, refrigerator, sealer, nampan, gelas sampel, sendok, aluminium foil, sudip, aw-meter, pH-meter, Texture analyzer, Chromameter, dan refluks.


(47)

B. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini kunyit diekstrak kemudian diaplikasikan pada pembuatan mie basah untuk mengetahui kemampuan kunyit dalam memperpanjang umur simpan mie basah. Metode penelitian yang akan dilakukan secara garis besar disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir garis besar penelitian Pembuatan ekstrak kunyit

Ekstrak Kunyit

Aplikasi ekstrak kunyit pada pembuatan mie basah

Mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit

Analisis kimia, mikrobiologi dan

perhitungan rendemen Kunyit segar Analisis fisik

Penyimpanan dengan plastik LDPE dan penentuan umur simpan dengan pengamatan secara subyektif : parameter bau asam dan lendir

Analisis fisik, kimia, mikrobiologi

dan perhitungan rendemen

Mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih Pemilihan mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih

Analisis fisik, kimia, mikrobiologi, organoleptik, dan


(48)

NaOCl Mr

HOCl Mr 1. Persiapan Kunyit

Kunyit dicuci bersih terlebih dahulu. Selanjutnya, kunyit disimpan pada lemari pendingin (cool room) untuk mencegah kerusakan kunyit. Kunyit yang akan digunakan dikupas kemudian diklorinasi. Tahap klorinasi dilakukan hanya pada ekstraksi segar. Klorin yang digunakan adalah Na-klorit 10% yang diperoleh dari toko kimia. Penggunaan klorin sebanyak 2000 ppm bertujuan mengurangi jumlah mikroba awal. Perhitungan penggunaan klorin 2000 ppm adalah sebagai berikut :

NaOCl cair 10% (w/v) = 100000 mg/l = 100000 ppm x ppm HOCL (yang aktif) = 100000 ppm x

= 100000 ppm x

= 70469.7987 ppm

Untuk membuat larutan klorin 2000 ppm dlm 2.5 L (500 gr kunyit) : V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 70469.7987 ppm = 2500 ml x 2000 ppm V1 = 70.95 ml = 71 ml

Volume NaOCl yang dibutuhkan = 71 ml

2. Ekstraksi Kunyit

Kunyit diperoleh dari BALITRO dengan tujuan mendapatkan mutu kunyit yang seragam dibandingkan bila diperoleh dari pasar. Sebelum mengalami proses ekstraksi, kadar air kunyit diukur dengan metode oven.

a. Ekstraksi Segar

Ekstraksi kunyit dilakukan dengan 2 cara yaitu ekstraksi segar dan ekstraksi rebus. Ekstraksi segar dilakukan tanpa pemanasan, yaitu dengan cara memblender kunyit. Cara pembuatan ekstrak kunyit segar disajikan pada Gambar 6.

5 . 74

5 . 52


(1)

3.92

2.64

3.43 3.37

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Tekstur

S

k

o

r ra

ta

-r

a

ta

Mie mentah kontrol Lab Mie mentah Pasar Mie mentah ER 33,33% Mie mentah ES 20%

3.89 3.85 3.70 3.43

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Tekstur

S

k

o

r r

a

ta

-r

a

ta

Mie mentah kontrol Lab dimatangkan Mie mentah Pasar dimatangkan Mie mentah ER 33,33% dimatangkan Mie mentah ES 20% dimatangkan

4.07

2.53 4.03

3.73

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Tekstur

Sk

or

r

a

ta

-r

a

ta

Mie matang kontrol Lab Mie matang Pasar Mie matang ER 50% Mie matang ES 20%

3.67 3.83 2.87

3.43

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Rasa

Sk

o

r r

a

ta

-r

a

ta

Mie mentah kontrol Lab dimatangkan Mie mentah Pasar dimatangkan Mie mentah ER 33,33% dimatangkan Mie mentah ES 20% dimatangkan

Gambar 30. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit

Gambar 31. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit yang

dimatangkan

Gambar 32. Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit

Skor tingkat kesukaan terhadap tekstur mie basah umumnya netral kecuali mie basah mentah di pasaran (2.64) dan mie basah matang di pasaran (2.53). Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap tekstur mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 4.07 (suka), sedangkan yang terendah diperoleh mie basah matang di pasaran dengan skor 2.53 (tidak suka). Menurut panelis, tekstur mie basah matang di pasaran agak keras dibandingkan mie basah lain yang diuji. Penggunaan formalin dapat mempengaruhi tekstur mie basah. Tekstur mie basah matang di

pasaran agak keras mungkin disebabkan penggunaan formalin dengan konsentrasi yang cukup tinggi.

Tekstur mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit berbeda nyata (p<0.05) dengan tekstur mie basah mentah kontrol Lab dan pasar, sedangkan tekstur mie basah mentah kontrol Lab berbeda nyata (p<0.05) dengan mie basah mentah di pasaran. Tekstur mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus 33.33% yang dimatangkan tidak berbeda nyata (p<0.05) dengan kedua jenis kontrol yaitu kontrol Lab dan pasar. Tekstur mie basah mentah dengan penambahan ekstrak segar 20% yang dimatangkan berbeda nyata (p<0.05) dengan kontrol Lab tetapi tidak berbeda nyata (p<0.05) dengan mie pasar. Tekstur mie basah matang di pasaran berbeda nyata (p<0.05) dengan tekstur mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit dan mie basah matang kontrol Lab, dimana tekstur mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit tidak berbeda nyata dengan mie basah matang kontrol Lab.

Pengujian rasa mie basah hanya dilakukan pada mie basah mentah yang dimatangkan dan mie basah matang saja. Gambar 33 dan 34 menunjukkan skor tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol.

Gambar 33. Skor tingkat kesukaan terhadap rasa mie basah mentah dengan penambahan


(2)

3.73

2.18 3.77

3.40

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Rasa

Sk

o

r r

a

ta

-r

a

ta

Mie matang kontrol Lab Mie matang Pasar Mie matang ER 50% Mie matang ES 20%

3.91 3.97

2.80 3.33

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Overall

Sk

or

r

a

ta

-r

a

ta

Mie mentah kontrol Lab dimatangkan Mie mentah Pasar dimatangkan Mie mentah ER 33,33% dimatangkan Mie mentah ES 20% dimatangkan

3.94

2.15 3.87

3.37

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Overall

Sk

or

r

a

ta

-r

a

ta

Mie matang kontrol Lab Mie matang Pasar Mie matang ER 50% Mie matang ES 20%

3.87 3.05

3.47

2.50

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Overall

S

k

o

r r

a

ta

-r

a

ta

Mie mentah kontrol Lab Mie mentah Pasar Mie mentah ER 33,33% Mie mentah ES 20%

Gambar 34. Skor tingkat kesukaan terhadap rasa mie basah matang dengan penambahan

ekstrak kunyit

Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap rasa mie basah diperoleh mie basah mentah di pasaran yang dimatangkan dengan skor 3.83 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.18 (tidak suka). Rasa mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus 33.33% yang dimatangkan berbeda nyata (p<0.05) dengan mie basah mentah yang dimatangkan lainnya, dimana ketiga mie basah mentah dimatangkan lainnya saling tidak berbeda nyata (p<0.05). Pada mie basah matang, rasa mie basah matang di pasaran berbeda nyata dengan mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol Lab, dimana rasa ketiganya saling tidak berbeda nyata (p<0.05).

Penilaian overall

(keseluruhan) adalah penilaian yang diberikan panelis terhadap seluruh parameter yang terdapat pada mie basah. Gambar 35, 36, dan 37 menunjukkan skor tingkat kesukaan panelis terhadap overall (keseluruhan) mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit dan kontrol.

Gambar 35. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit

Gambar 36. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah mentah dengan

penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan

Gambar 37. Skor tingkat kesukaan terhadap overall mie basah matang dengan penambahan ekstrak kunyit

Skor tingkat kesukaan tertinggi terhadap keseluruhan mie basah diperoleh mie basah matang kontrol Lab dengan skor 3.94 (netral), sedangkan skor terendah diperoleh mie basah matang pasar dengan skor 2.15 (tidak suka). Berdasarkan parameter overall, mie basah mentah dengan penambahan ekstrak segar 20% berbeda nyata (p<0.05) dengan mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus 33.33%, kontrol Lab dan pasar. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus 33.33% tidak berbeda nyata nyata


(3)

(p<0.05) dengan mie basah mentah kontrol Lab dan pasar. Berbeda dengan mie basah mentah yang dimatangkan. Mie basah mentah dengan penambahan ekstrak kunyit yang dimatangkan berbeda nyata nyata (p<0.05) dengan mie basah mentah kontrol Lab dan pasar yang dimatangkan. Mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus 50% berbeda nyata (p<0.05) dengan kontrol pasar tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol Lab, sedangkan mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus 20% berbeda nyata (p<0.05) dengan kedua jenis kontrol, baik kontrol Lab maupun kontrol pasar. 8.Analisis Biaya

Penggunaan ekstrak kunyit mempengaruhi harga jual mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit. Semakin banyak penggunaan ekstrak kunyit, maka akan mempengaruhi harga jual mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit menjadi semakin mahal. Menurut Indrawan (2005), mie basah mentah di pasaran memiliki harga berkisar Rp. 5.000 - Rp 7.000 per kg, sedangkan mie basah matang memiliki kisara harga Rp. 2200 - Rp. 2.500 per kg untuk daerah Jabodetabek. Menurut Gracecia (2005), kisaran harga mie basah mentah di pasaran adalah Rp. 4.300 - Rp. 8.000 dengan modus harga Rp. 5.000 per kg, sedangkan mie basah matang adalah Rp. 2200-3000 dengan modus harga Rp. 2500 per kg untuk daerah Bogor. Harga mie yang dipakai pada analisis biaya mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit terpilih ini adalah harga yang terdapat pada daerah Bogor yaitu Rp. 5.000 untuk mie basah matang dan Rp. 2.500 untuk mie basah mentah.

Perhitungan biaya kunyit berdasarkan penggunaan ekstrak kunyit pada masing-masing mie basah. Kontribusi kunyit pada mie basah mentah untuk mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit)

33.33% adalah Rp.158.2 per kg mie atau sebesar 3.16%, sedangkan dengan penambahan ekstrak segar 20% adalah Rp. 117.6 per kg mie atau sebesar 2.35%. Kontribusi kunyit pada mie basah matang lebih besar daripada mie basah mentah. Untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus (1 : 3, 15 menit) 50% kontribusi kunyit adalah Rp. 228.2 per kg mie atau sebesar 9.12%, sedangkan untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak segar 20% sebesar Rp.113.0 per kg atau 4.52%. Kontribusi kunyit pada mie basah cukup besar. Hal ini mungkin disebabkan kadar air mie basah yang cukup tinggi. Cara perhitungan kontribusi biaya kunyit dapat dilihat pada Lampiran 42.

KESIMPULAN

Ekstrak kunyit dengan menggunakan pelarut air mampu memperpanjang umur simpan mie basah. Ekstrak kunyit terpilih adalah ekstrak kunyit yang mampu memberikan efek umur simpan terpanjang pada mie basah, baik mie basah mentah maupun mie basah matang. Ekstrak kunyit terpilih yaitu ekstrak segar dan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit). Ekstrak kunyit segar memiliki total mikroba 6.3 x 104 CFU/g sedangkan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit) memiliki total mikroba 1.69 CFU/g.

Ekstrak kunyit terpilih mampu memperpanjang umur simpan mie basah hingga 57 jam untuk mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit) 33.33%, 56 jam dengan penambahan ekstrak segar 20%, 52 jam untuk mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit) 50%, dan 51 jam dengan penambahan ekstrak segar 20%. Pengamatan umur simpan mie basah tersebut secara subyektif dengan memperhatikan bau asam dan lendir yang terbentuk.

Berdasarkan batas maksimum total mikroba menurut SNI, mie basah basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit) 33.33% memiliki umur simpan 36 jam dengan total mikroba 9.5 x


(4)

ekstrak segar 20% memiliki umur simpan

36 jam dengan total mikroba 5.2 x 105

CFU/g. Mie basah matang dengan penambahan ekstrak rebus ( 1 : 3, 15 menit) 50% memiliki umur simpan 24 jam

dengan total mikroba 1.6 x 105 CFU/g dan

dengan penambahan ekstrak segar 20% memiliki umur simpan 36 jam dengan

total mikroba 5.6 x 105 CFU/g. Mie basah

kontrol, baik mentah maupun matang, memiliki umur simpan yang sama yaitu 44 jam. Berdasarkan batas maksimum total mikroba menurut SNI, umur simpan keduanya hanya berkisar 24 jam, dimana total mikroba mie basah mentah kontrol

mencapai 2.6 x 105 CFU/g, sedangkan mie

basah matang 1.4 x 104 CFU/g.

Kunyit dapat berfungsi sebagai antikapang pada mie basah. Hal ini terlihat dari pertumbuhan kapang pada mie basah. Total kapang-khamir pada mie basah tidak

melewati batas SNI yaitu 104 CFU/g

hingga penyimpanan 60 jam.

Secara subyektif maupun secara mikrobiologi, mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit secara umum mampu memperpanjang umur simpan mie basah dengan lama penyimpanan yaitu 56-57 jam pada mie basah mentah dan 51-52 jam pada mie basah matang yang berbeda nyata dengan mie basah kontrol yaitu 44 jam, baik pada mie basah mentah maupun matang. Kemampuan kunyit memperpanjang umur simpan mie basah disebabkan adanya zat antimikroba kunyit yaitu kurkumin dan minyak atsiri yang juga berperan dalam pembentukan warna mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit.

Mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit memiliki penampakan yang kurang menarik, karena mie basah dengan penambahan ekstrak kunyit berwarna merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan ini disebabkan komponen warna kunyit yaitu kurkuminoid. Kurkuminoid berwarna merah kecoklatan pada pH alkali dan berwarna merah jingga pada pH asam. Seperti telah diketahui, bahwa mie basah memiliki pH alkali karena terdapat garam-garam alkali yaitu

Na2CO3 yang juga berfungsi dalam

pembentukan warna kuning pada mie basah.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington D.C.

AOAC. 1995. Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington D.C

Anonim a. 1976. The Merck Index of Chemicals and Drugs. Merck and Co., Inc., New York.

Anonim b. 1996. Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Anonim c. 2006. Kunyit. http://www.mardi.my/bdc

/herba/bm/Kunyit.html. [10 Februari 2006].

Anonim d. 2006. Kunyit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kunyit.

[10 Februari 2006].

Apriyantono, A., D. Fardiaz, Puspitasari N. L., Sedarnawati Y., Budijanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Penerbit IPB Press. Bogor. Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun.

Penebar Swadaya. Jakarta

Astuti, R. 2005. enam Pabrik mi

menggunakan Formalin. http://www.suarapembaruan.com/New

s/2005/12/29/Utama/ut01.html. [24 mie 2006]

Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2987-1992. Mie Basah. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) sebagai Bahan Pembuat Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,IPB. Bogor.

Chamdani. 2005. Pemilihan bahan pengawet yang sesuai pada produk mie basah. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Chattopadhyay, I., K. Bisswas, U. Bandyopadhayay, dan R. K. Banerjee.


(5)

2004. Turmeric and curumin : Biological actions and medicinal applications. Departement of Physiology and Biochemistry. Indian Institute of Chemical Biology and Central Drug Research Institute, India. Christensen, C. M. 1974. Storage of Cereal

Grains and Their Products. Minnesota : American Assosiation of Cereal Chemists.

Dalujati, M.Y. 2004. Inaktivasi Salmonella pada tauge segar dengan menggunakan klorin dan asam asetat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. 2005. Perbaikan Mutu dan Umur Simpan Mie Basah di Indonesia. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan).

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka, Utama, Jakarta. Farrell, K.T. 1990. Spices, Condiments, and

Seasonings. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut. Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1979. Food

Microbiology. Tata Mc Graw Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Gracecia D. 2005. Profil mie basah yang diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Guenther, E. 1952. The Essential Oils. D. Van Nostrand Reinhold Co., New York. Hugo, W.B. dan A.D. Russel. 1981.

Pharmaceutical Microbiology. Blackwell Scientific Publication, Oxford.

Huhtanen, C.N. 1980. Inhibition of Clostridium botulinum by spice extracts and aliphatic alcohols. J. of Food Protect. 43(3) : 195.

Hoseney, R. C. 1998. Principles Cereal Science and Technology. Second Edition. American Association of Cereal Chemists, inc. St. Paul, Minnesota.

Indarini, N. 2006. Mie dan tahu yang

mengandung Formalin.

http://www.mail-archive.com/klub-mawar@yahoogroups.com/msg00477. html. [24 Mie 2006].

Indrawan, I. 2005. Survai manufaktur dalam rangka meningkatkan kualitas mie basah di Jabodetabek. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jacob, M.B. 1944. The Chemistry and

Technology of Food and Food Products. Vol I, Interscience Publication, Inc., New York.

Jenie, B.S.L. dan Fardiaz, S. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jusuf, R. 1980. Analisis Kandungan Kurkumin pada Rimpang Beberapa

Jenis Curcuma dari Jawa. Universitas

Nasional, Jakarta.

Krisnamurthy,N., A.G. Matthew, E.S. Nambudiri, S. Shivashankar, Y.S. Lewis dan C.P. Natarajan. 1976. Oil and Oleoresin of Turmeric. Tropical Science 18 (1).

Kruger, James E dan Robert B. Matsuo. 1996. Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc. Minnesota.

Lukman, A.A.S. 1984. Pengaruh bubuk rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dan bubuk residu ekstraknya terhadap pertumbuhan beberapa bakteri basili gram positif. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Maturin, L. dan J.T., Peeler. 2001. Bacteriological Analogical Manual. http://usfda_cfsan.com/bacteriological _analyticalmanual/apc.htm [3 Februari 2006]


(6)

Mugiarti, 2001. Mempelajari pengaruh substitusi tepung kedelai pada pembuatan mie basah (Boiled Noodle). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Pahrudin, 2005. Aplikasi bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan mie basah matang. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pelczar, M.J., R.D. Reid. 1972. Microbiology.

Mc Graw Hill Book Company, New York.

Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green dan S.R.J. Robbins. 1981. Spices. Vol 2. Longman Inc., New York.

Ramprasad, C. dan M. Sirsi. 1956. Indian Medicinal Plants : Curcuma longa - In Vitro Antibacterial Activity of Curcumin and The Essential Oils. Abstract. J. Sci., India.

Rukmana, R. 1995. Kencur. Kanisius, Jakarta. Sampurno, H. 2006. Keterangan pers badan

POM Nomor : KH. 00.01.1.241.002 tentang penyalahgunaan formalin untuk pengawet mie basah, tahu, dan ikan.

http://www.pom.go.id/public/berita_ak tual/detail.asp?id=88&qs_menuid=2 [18 Januari 2007].

Sastrapraja, S. 1977. Ubi-ubian. LBN-LIPI, Bogor.

Sastroamidjojo, S. 1988. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.

Shankaracharya, N.B. dan C.P. Natarajan. 1977. Role of Spices in Health. J. Health Sci. III : 99, India.

Shih, A.L. dan N.D. Harris. 1977. Antimicrobial activity of selected antioxidants. J. Food prot. 40 (8) : 520-522.

Sinaga, E. 2006. Curcuma domestica Val.. http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanam an_obat/unas/Kunyit.pdf. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tumbuhan Obat UNAS/ P3TO UNAS. [10 Februari 2006].

Srinivasan, K.R. 1953. A chromatography study of the curcuminoids in Curcuma longa L. J. Pharm. Pharmacol. 5:448-457.

Standarisasi Nasional Indonesia. 1992. Syarat mutu mie basah. SNI 01-2987-1992 Sumangat, D., Anggraeni, dan M.P.

Laksmanahardja. 1994. Tanaman rempah-rempah. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Edisi Khusus LITTRO. Vol. X No. 2 : 94. Sumiati, T. dan Adnyana, I.K. 2004. Kunyit,

si kuning yang kaya manfaat.

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0704/22

/cakrawala/lainnya02.htm. [10 Februari 2006].

Suwanto, A. 1983. Mempelajari aktifitas antibakteri bubuk rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Winarno, F. G. Dan W. S. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.