50
penanganan abrasi untuk pantai di wilayah Desa Adat Kuta. Penyelesaian dilakukan melalui serangkaian pertemuan-pertemuan informal dan formal.
1. Pendekatan Kepada Pihak Masyarakat Kuta
Sebelum para pihak yang berkonflik sampai pada pertemuan untuk membahas kesepakatan desain penanganan Pantai Kuta, diperlukan upaya
pendekatan khususnya kepada masyarakat Kuta. Pendekatan kepada masyarakat ditujukan untuk membangun hubungan baik. Hal ini juga merupakan langkah
awal untuk memperkenalkan diri dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat serta untuk membuka pintu komunikasi.
Sebagai langkah awal, Pratista melakukan pertemuan dengan para tokoh masyarakat yaitu Bendesa Adat dan beberapa Kelian Banjar Adat serta kelompok
masyarakat yang beraktivitas di pantai. Pertemuan dengan elemen dan tokoh masyarakat tersebut dilakukan secara terpisah selama bulan September 2002.
Pertemuan dengan tokoh masyarakat ini juga sebagai bahan pengumpulan data dan informasi yang ditujukan untuk menggali aspirasi masyarakat berkaitan
dengan masalah penanganan pantai. Berdasarkan pertemuan dan diskusi dengan tokoh-tokoh masyarakat Kuta, didapatkan hasil-hasil sebagai berikut:
1. Masyarakat menolak penanganan pantai dengan struktur yang menjorok ke
laut, seperti groinkrib-krib yang dapat mengubah arus dan gelombang serta menggangu surfing. Setelah pembongkaran krib-krib yang ada di depan hotel,
abrasi nampak berkurang dan pantai bertambah baik. 2.
Masyarakat beranggapan abrasi terjadi sejak dibangunnya landasan pacurunway Bandara Ngurah Rai yang mengakibatkan perubahan arus dan
tidak dibuatkan gorong-gorong yang memungkinkan air untuk lewat. 3.
Masyarakat menginginkan penanganan dengan prinsip-prinsip alami seperti penghijauan, ramah lingkungan dan tidak mengubah kondisi pantai.
4. Pantai kuta berfungsi sebagai tempat upacara, aktivitas nelayan, dan
wisatawan. 5.
Berdasarkan peparuman, masyarakat mengijinkan pembangunan seawall selama pantai tetap alami.
51
6. Penanganan dan penataan pantai di wilayah Kuta, Legian dan Seminyak
sebaiknya dilakukan secara holistik dan terpadu tidak sepotong-sepotong. 7.
Masalah pantai selain abrasi adalah sampah, kerusakan karang dan ditutupnya loloan.
Pendekatan dengan bandara sudah dilakukan sejak akhir September 2002. Pendekatan dengan pihak bandara dikarenakan adanya wacana masyarakat
mengenai pengaruh runway landasan pacu terhadap abrasi, dan pihak masyarakat mengusulkan agar runway dipotong. Pertemuan dengan pihak
pengelola Bandara Ngurah Rai baru dapat direalisasikan pada tanggal 21 Januari 2003, tertunda karena adanya tragedi bom Bali. Pihak bandara beranggapan
berdasarkan pendapat ahli bahwa pembangunan runway hanya salah satu penyebab abrasi dan masih banyak faktor lain seperti rusaknya karang. Pihak
Bandara Ngurah Rai juga menanggapi wacana masyarakat mengenai pembuatan gorong-gorong yang dipandangnya tidak menyelesaikan masalah. Jika
menginginkan landasan pacu dipotong atau dipendekkan hal yang perlu dipertimbangkan adalah dampak positip keberadaan Bandara Ngurah Rai sebagai
bandara international terhadap pariwisata di Bali. Berdasarkan hasil pendekatan dan pertemuan dengan masyarakat, Pratista
menilai masyarakat akan bersedia melakukan pertemuan untuk membahas masalah penanganan pantai asal tidak membicarakan apa yang telah ditolak
masyarakat. Pratista membuat usulan ke PU agar proyek tidak selalu berbentuk fisik tetapi lebih ke arah non fisik berupa proses penyadaran dan pembelajaran
melalui penyusunan data based yang dilakukan bersama masyarakat. Selain itu karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan teknis, Pratista mengusulkan agar
Dinas Pekerjaan Umum menyiapkan beberapa alternatif penanganan pantai sesuai dengan prinsip-prinsip yang diinginkan masyarakat. Masyarakat menginginkan
sebuah penanganan pantai yang menjadikan Pantai Kuta tetap lestari dan alami, serta kelihatan indah. Pratista merencanakan akan menggulirkan alternatif yang
disiapkan PU pada awal Desember dan pada akhir Desember dilakukan workshop.
52
2. Pertemuan Pihak Hotel di Kuta