55
stabilisasi harga juga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga produk pangan di tingkat konsumen. Sementara bagi kelompok
masyarakat miskin, pemerintah menyediakan program Raskin melalui Perum Bulog agar komoditi pangan khususnya beras dapat
dijangkau oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Secara umum kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa
petani sebagai pangan dan sekaligus merupakan kelompok konsumen terbesar, sebagian masih hidup dalam kemiskinan
karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. pemerintah perlu menyusun strategi dan kebijakan dalam penguatan ketahanan
pangan yang sekaligus mampu mensejahterakan petani. Hal ini dapat diupayakan melalui peningkatan program pemberdayaan
petani agar memiliki kemampuan memproduksi pangan sekaligus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
pangan mereka sendiri. Selain itu pemerintah perlu untuk melanjutkankan kebijakan stabilisasi harga yang efektif dengan
dukungan kapasitas institusi dan good governance.
Kata Kunci: Ketahanan Pangan, Kemiskinan, Stabilisasi Harga,
Kesejahteraan Petani
3.3 Penelitian
Insentif Riset untuk Peneliti dan Perekayasa tahun 2009
DIKTI-LIPI :
1.
Link and match Dunia Pendidikan dan Industri dalam Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja dan Industri
56
Tim Peneliti : Dra. Endang
S. Soesilowati,
MA, PhD
Koordinator, Inne Dwiastuti, SE, M.PP, Drs. Darwin, M.Sc, Dr. Zamroni, dan Bachtiar Rifai, SE.
Abstrak :
Program link and match telah dicanangkan sejak tahun 1989, dirancang untuk menjembatani kompetensi tenaga kerja dengan
kebutuhan pasar kerja. Namun demikian, berdasarkan data statistik angka pengangguran, tingginya lowongan kerja tak terisi,
rendahnya kualitas pekerja, maupun hasil analisis data sakernas menunjukkkan bahwa mismatch pendidikan dan tuntutan dunia
industri masih tinggi. Studi ini bertujuan mengukur implementasi link and match dunia pendidikan dan industri. Selain mengkaji
berbagai kebijakan bidang pendidikan, industri, dan tenaga kerja, studi ini juga menggunakan metode survey terhadap para pekerja
di beberapa industri terpilih di propinsi Kepri Batam dan Banten yang merupakan daerah dengan pangsa industri tertinggi, dan
tingkat pengangguran yang juga tinggi. Dengan melakukan kajian tentang implementasi link and match dunia pendidikan dan
industri, diharapkan akan diperoleh pemahaman terhadap inti permasalahan, sehingga dihasilkan rumusan strategi untuk
menyelaraskan sistem pendidikan menengah ke atas yang sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar kerja. Kesesusaian
kompetensi dengan jenis pekerjaan, akan meningkatkan daya saing tenaga kerja dan juga industri usaha, yang pada gilirannya akan
memperkuat perekonomian nasional.
57
Hasil studi menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengangguran di dua daerah penelitian, diakui oleh dinas tenaga kerja setempat lebih
disebabkan tingginya pencari kerja pendatang, bukan semata karena ketidak cocokan antara kualifikasi pendidikan pencari kerja
dengan tuntutan pasar kerja. Program link and match masih terkonsentrasi pada tenaga kerja berpendidikan menengah dengan
target komposisi SMK yang lebih tinggi daripada SMU. Hal ini masih perlu dikaji ulang, oleh karena para pemberi kerja masih
lebih suka mempekerjakan lullusan SMU daripada SMK, dengan alasan fleksibilitas pelatihan. Istilah link and match sendiri tidak
terlalu dipahami oleh beberapa narasumber dari industri terpilih. Keahlian yang dibutuhkan oleh pasar kerja tidak mengacu pada
keahlian berdasarkan ijazah yang dimiliki. Tahap seleksi pekerja yang paling ditakuti oleh para pencari kerja adalah test
ketrampilankeahlian. Hal ini mengindikasikan ketidak yakinan baik si pencari kerja maupun pemberi kerja terhadap kualifikasi
yang diperoleh dari pendidikan. Atas dasar itu pula, perusahaan industri seringkali enggan memberikan pelatihan pada pekerja
baru tanpa pengalaman kerja. Mengacu pada beberapa temuan tersebut, peneliti selanjutnya mengukur implementasi link and
match berdasarkan pendapat responden atas pertanyaan tentang kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan jenis pekerjaan
yang sedang digelutinya, ketimbang mencocokkan data kesesuaian bidang studi dengan jenis pekerjaan. Atas 200 kuesioner yang
disebarkan, hanya 164 kuesioner yang dapat diolah. Dari beberapa temuan penting, menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki
58
kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan pekerjaannya, cenderung memiliki prestasi kerja yang lebih bagus dibandingkan
dengan yang tidak sesuai. 2.
Pengembangan Energi Alternatif dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM
Tim Peneliti : Dr. Latif Adam Koordinator, Dr. Siwage Dharma Negara, Esta Lestari, SE., M. Econ. St., dan Putri
Irma Yuniarti, SE
Abstrak :
SMEs spend more than 50 of their production cost to consume energy oil and electricity. This suggests that the development of
alternative energy could help SMEs to improve their performance. Thus, this study is aimed to examine to what extent have
alternative energy developed and harnessed by SMEs to improve their productivity and efficiency. Unfortunately, there is no
information available which indicates that alternative energy has been used by SMEs in the two research location. Alternatively, the
study paid more focus on household rather than on SMEs. The study indicates that the development of alternative energy in
West Java and Lampung remained stagnant owing to lack of commitment from the government, including local government.
Local governments in both West Java and Lampung have not had applicable strategy of how to accelerate the promotion of
alternative energy. Similarly, coordination either between local and
59
central government or among different localregional government agencies is relatively weak. Accordingly, community only used
alternative energy in a very limited amount, and moreover they could not enjoy economic benefits from the alternative energy that
they have developed. The study suggest that the government should take several action
to promote alternative energy successfully Building a comprehensive energy policy, covers many sectors and
users based on the energy type to avoid similarities of implementatioon of energy for each community. This policy
should lead to efforts of achievieng energy security. Creating market for new energy, especially renewable energy.
Identification is required to build precise and strategic steps. Moreover, development of renewable energy should consider its
intersection with conventional energy to make the market competitive for each type of energy. Competitiveness will be built
not only based on the price but also considering other aspects, such as location, resources or endowment. On the other side, to a create
market for renewable energy supporting elements need to develop, such as technology for renewable energy and also policies
supporting it like technical assistence for maintaining renewable technologies, or impor for spareparts.
60
Increasing awareness for clean energy. This effrot could be maintain through continous campaign to change community
behaviour and paradigm towards clean energy. 3.
Peran Value chain Rantai Nilai dalam meningkatkan Kinerja UKM
Tim Peneliti : M. Soekarni, S.E, M.Si Koordinator, Joko Suryanto, S.E, M.Si., Purwanto, M. Econ. St., Teddy
Lesmana, M. Mngt., dan Cahyo Pamungkas, S.E, M.Si.
Abstrak :
Rantai nilai value chain adalah rangkaian kegiatan - mulai dari penyediaan input, proses produksi, proses akhir merk, kemasan,
penyimpanan, pemasaran, dan layanan purna jual bagi konsumen – yang membutuhkan berbagai kegiatan pendukung dari sisi
infrastruktur perusahaan, manajemen sumberdaya manusia, pengembangan teknologi dan ketersediaan bahan baku dalam
lingkup aktivitas yang luas untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai pasar tinggi dan berdaya saing kuat. Pada umumnya
UKM di Indonesia belum berjalan dalam suatu lingkungan bisnis yang bai dan alur rantai nilai yang stabil, sehingga
perkembangannya masih relatif lambat dan daya saingnya juga relatif lemah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
menemukan hubungan antara rantai nilai dengan peningkatan kinerja UKM dalam perekonomian dan lingkungan bisnis di
61
Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei di tiga provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta. UKM
yang dijadikan sampel adalah UKM yang memproduksi alas kaki di Bandung, barang-barang logam di Sidoarjo, dan mebel di
Klender, Jakarta Timur. Temuan penting dari penelitian ini adalah UKM yang dijalankan dalam alur rantai nilai yang baik memiliki
kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan UKM yang dijalankan secara individu.
Kata Kunci: UKM, rantai nilai, lingkungan bisnis, kinerja UKM 4.
Analisis Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Tim Peneliti : Jiwo Sarana, SE, MM Koordinator, Dr. Wijaya Adi, Tuti Ermawati, SE, M. Si, dan
Prof. Dr. Carunia Mulya Firdausy, MA.
Abstrak :
Transportasi publik khususnya bus merupakan salah satu jenis pelayanan masyarakat yang sangat penting. Keberhasilan
transportasi publik tergantung bagaimana pemerintah pusatdaerah menangani manajemen transportasi publiknya baik dari sisi
penawaran maupun permintaan. Dengan manajemen transportasi publik
yang baik
yang meliputi
dari perencanaan,
pengaorgansasian, pelaksanaan dan pengendalian maka kondisi transportasi publik juga akan tertata dengan baik. DKI Jakarta
sebagai ibukota negara saat ini mengalami masalah dengan
62
transportasi publiknya. Berbagai kebijakan dikeluarkan dengan harapan agar masalah trasnportasi publik dapat diminimalisir
khususnya masalah kemacetan. Tapi bagaimanapun kebijakan tersebut dikeluarkan, tidak akan berhasil dengan baik selama
manajemen transportasi publiknya dibenahi, disisi lain juga faktor daerah kondisi daerah penyangga Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi juga harus menjadi perhatian dalam merencanakan transportasi di Jakarta . Pada Penelitian ini akan mengkaji
bagaimana manajemen transportasi publik DKI Jakarta saat ini, bagaimana peersepsi masyarakat mengenai transportasi publik,
bagaimana rekomendasi kebijakannya. Diharapkan kajian ini dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah DKI Jakarta pada khususnya dalam membuat kebijakan mengenai manajemen transportasi publik di DKI Jakarta.
Kata kunci : Manajemen, Transportasi Publik, Kebijakan, Penawaran, Permintaan
5.
Optimalisasi Peran Jasa Transportasi Kereta Api: Pendekatan Model Diamond’s Porter
Tim Peneliti : Agus Syarip Hidayat, SE, MA. Koordinator, Maxensius Tri Sambodo,SE, MIDEC, Drs. Sairi
Erfanie, Dhani Agung Darmawan, SE., dan Nurlia Listiani, SE, M. Ec.
63
Abstrak :
Studi ini diarahkan pada upaya untuk memformulasikan sebuah model untuk optimalisasi peran kereta api commuter dalam sistem
transportasi Jabodetabek. Studi ini akan dilakukan selama dua tahun dengan model dasar yang digunakan sebagai rujukan adalah
Diamond’s Porter Model. Pada tahun pertama, tujuan antara yang akan
dicapai adalah
membuat pemetaan
atas berbagai
permasalahan umum dan pemetaan kesenjangan penawaran dan permintaan kereta api commuter. Ada tiga target untuk mencapai
tujuan ini, ayitu a mengidentifikasi sisi penawaran atau faktor input;
b mengidentifikasi
sisi permintaan
dan c
mengidentifikasi berbagai peraturan seputar transportasi yang terkait langsung dengan perkeretaapian.
Data yang digunakan dalam studi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dan
wawancara mendalam dengan beragam pemangku kepentingan. Sementara data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber
terpercaya seperti BPS, PT. KAI, PT. KAI Commuter Jabodetabek dll.
Secara umum studi ini menyimpulkan bahwa peran kereta api commuter dalam sistem transportasi Jabodetabek masih jauh dari
optimal. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan kereta api commuter sangat jelas terjadi di beberapa wilayah. Hal ini terjadi
karena adanya berbagai masalah di sisi faktor input, masalah umum yang mendasar dan masalah regulasi. Di sisi faktor input,
64
identifikasi akan kondisi prasarana dan sarana menunjukkan bahwa banyak dari mereka memiliki usia yang terbilang tua, sehingga
kinerjanya kurang maksimal. Pemeliharaan akan faktor input pun masih jauh dari memadai. Survey akan kepuasan konsumen
terhadap faktor input tersebut menunjukkan bahwa secara umum konsumen merasa tidak puas akan kondisi faktor input, khususnya
yang terkait langsung dengan konsumen seperti gerbong kereta api commuter. Sementara itu, tiga masalah umum yang dianggap
signifikan mempengaruhi belum optimalnya peran kereta api commuter adalah: Pertama, manajemen pengelolaan kereta api
commuter masih
belum memadai;
Kedua ,
harmonisasi kelembagaan diantara para pemangku kepentingan masih sangat
lemah; Ketiga, integrasi kereta api commuter dan moda transportasi publik lainnya belum terjalin secara sistematis. Hal ini
diperparah dengan belum lengkapnya berbagai regulasi pendukung bidang perkeretaapian sebagai penjabaran dari UU Nomor 23
Tahun 2007.
Kata Kunci: Kereta api commuter Jabodetabek, Diamond’s Porter
Model, Faktor Input dan Faktor Permintaan 6.
Pilkada dan Pergeseran Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Studi Kasus Kabupaten Bandung dan Kota Bogor
Tim Peneliti : Dr. Syarif Hidayat Koordinator, Drs. Sairi Erfanie, Dr. Erwiza Erman, Prof. Drs. Hari
Susanto, MA, Dra. R. Siti Zuhro, MA.
65
Abstrak :
Praktik pemilihan kepala Daerah Pilkada secara langsung telah menorehkan catatan sejarah penting dalam rentang perjalanan
sejarah reformasi sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Bagi kalangan yang optimistik, pilkada telah diartikulasikan sebagai
bagian dari langkah penting satu diantara issu penting yang menarik untuk disimak seiring dengan dilaksanakannya Pilkada
secara langsung tersebut adalah, adanya pergeseran sistem perencanaan pembangunan daerah.
Bila pada periode sebelumnya, “landas-pijak” dalam menyusun perencanaan pembangunan adalah
Pola Dasar Pembangunan Daerah, maka dengan diterapkannya sistem Pilkada, konsep perencanaan pembangunan daerah tidak
lagi merujuk pada Pola Dasar Pembangunan Daerah, tetapi diturunkannya dari VisiMisi Kepala dan Wakil Kepala Daerah
terpilih dalam Pilkada. Peratanyaan sekarang adalah sejauh mana VisiMisi itu sendiri
telah mencerminkan Potensi dan Kemampuan rril yang dimiliki daerah,
serta telah
melibatkan masyarakat
dalam penyusunannya?,
mengingat visimisi Kepala dan Wakil Kepala Daerah lebih banyak merupakan hasil kerja dari “Tim Sukses”
ketika Pilkada berlangsung. Pertanyaan inilah, selanjutnya menjadi fokus uta dalam penelitian dengan tema PILKADA DAN
PERGESERAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ini.
66
Hasil penelitian di Provinsi Jawa Barat, mengindikasikan, bahwa visimisi yang diusung oleh pasangan Kepala dan Wakil Kepala
Daerah ketika Pilkada berlangsung telah banyak merujuk pada potensi yang dimiliki oleh daerah utamnya potensi Sumber Daya
ManusiaSDM. Bahkan pada tingkat tertentu, issu SDM, khusunya terkait dengan persoalan “penyerapan ternaga kerja” dan
:kemiskinan”, telah dijadikan sebagai “iklan politik” yang dikemas dalam “janji politik” untuk menarik dukungan suara pada
kampanye Pilkada. Namun demikian, sangat menarik untuk dicatat, bahwa terdapat beberapa potensi ekonomi penting lainnya yang
nyaris terlupakan. Kesimpulan umum berikutnya yang menarik untuk digarisbawahi
adalah, kenyataan tentang adanya beberapa inkonsistensi dalam proses penurunan “misi” yang diusung oleh pasangan Kepala dan
Wakil Kepala Daerah ketika Pilkada berlangsung kedalam “misi pemerintah daerah” pada periode pasca Pilkada. Hal ini, antara
lain, ditunjukkan oleh “tidak kentaranya” atau bahkan “hilangnya” beberapa butir misi yang diusung oleh pasangan Kepala dan Wakil
Kepala Daerah pada saat Pilkada, tatkala diturunkan kedalam misi pemerintah daerah sebagaimana tertuang didalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD. Dengan mempertimbangkan dua kesimpulan umum di atas, maka
cukup beralasan bila kemudian penelitian ini mengajukan proposisi umum yang menyebutkan: bahwa implementasi sistem Pilkada
langsung di lokasi penelitian, baru berhasil dalam mendorong
67
lahirnya para pasangan kandidat Kepala dan Wakil Kepala Daerah untuk memiliki Visi dan Misi. Namun demikian, mengingat
proses penyusunan Visi dan Misi itu sendiri lebih didominasi oleh pertimbangan-pertimbangan
politik praktis
daripada pertimbangan potensi daerah, maka secara substansial, masih
terlalu dini untuk mengartikulasi Visi dan Misi pasangan Kepala- Wakil Kepala Daerah terpilih sebagai sesuatu yang dimiliki
legitimasi kuat untuk dikonversikan menjadi VisiMisi Pemerintah Daerah pada Periode pasca Pilkada, dan selanjutnya berperan
sebagai rujukan utama dalam penyusunan Rencana pembangunan Daerah.
7.
Penilaian Biaya-Manfaat Perubahan Fungsi Kawasan Bogor, Puncak, Cianjur Sebuah Studi Kasus
Tim Peneliti : Prof. Drs. Hari Susanto, MA. Koordinator, Ir. Endang Tjitroresmi, dan Prof. Drs. Sukarna Wiranta,
MA.
Abstrak :
Perubahan fungsi kawasan Bogor, Puncak dan Cianjur telah pula mempengaruhi perubahan pada berbagai aktivitas sosial dan
ekonomi. Kawasan yang dahulunya ditumbuhi oleh komoditas pertanian bahan makanan, perkebunan maupun kehutanan dan
berfungsi sebagai daerah resapan danatau penyangga air serta koleksi keragaman hayati, kini telah mengalami perubahan menjadi
kawasan pemukiman, baik dalam bentuk perhotelan maupun perumahan mewah.
68
Perubahan fungsi tersebut tentunya juga mempengaruhi perubahan nilai dari kawasan tersebut. Dilihat secara sesaat, pemanfaatan
lahan menjadi pemukiman telah menimbulkan nilai positif bagi kegiatan wisata dan kegiatan ekonomi non-pertanian, off-farm.
Namun secara jangka panjang, hilangnya lahan pertanian bahan makanan,
perkebunan dan
kehutanan, pada
gilirannya menyebabkan banjir di beberapa lokasi yang berada di bawah
kawasan tersebut, seperti Jakarta lihat Lampiran 3 : Peta Tematik 1 dan 2. Tentu perubahan fungsi itu tidak hanya merugikan
kawasan tersebut saja, akan tetapi juga merugikan kawasan lainnya yang berada di bawah kawasan tersebut.
Melihat kenyataan tersebut, perlu dilakukan suatu kajian terhadap seberapa besar manfaat maupun biaya yang diperoleh dengan
terjadinya perubahan fungsi kawasan tersebut dari sebelumnya yang masih digunakan sebagai lahan pertanian dengan setelah
dijadikan sebagai daerah pemukiman. Hasil kajian memperlihatkan perlunya kebijakan yang komprehensif agar fungsi ekologi
kawasan tersebut tetap dipertahankan dengan tidak mengabaikan fungsi produksi dan fungsi sosial, tentunya.
Kata Kunci: perubahan fungsi peruntukan, aktivitas ekonomi.
69
8.
Efektivitas Model Pembiayaan Syariah dalam Meningkatkan Sektor Pertanian
Tim Peneliti : Drs. Mahmud Thoha, MA, APU koordinator, Drs. M. Nadjib, Drs. Firmansyah, dan Dr.
Masyhuri
Abstrak :
Saat ini alokasi kredit pada sektor pertanian masih minim karena masih terdapat anggapan bahwa usaha pertanian beresiko tinggi.
Padahal, secara empirik sektor pertanian adalah sektor yang mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif di saat kondisi
krisis ekonomi melanda perekonomian nasional beberapa tahun lalu. Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat
dipecahkan, maka diperlukan adanya alternatif pembiayaan di sektor pertanian dengan mengembangkan pola pembiayaan syariah
dengan prinsip bagi hasil. Penelitian ini bertujuan untuk 1mengkaji proses penyaluran
pembiayaan terhadap sektor pertanian dengan menggunakan skim syariah; 2 menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses
penyaluran pembiayaan syariah pada sektor pertanian, 3 menganalisis efektivitas pembiayaan syariah dalam meningkatkan
usahapendapatan petani; 4 mengkaji bagaimana prospek pembiayaan syariah dalam mengembangkan sektor pertanian; 5
menganalisis kebijakan pemerintah dalam mengembangkan pembiayaan syariah pada sektor pertanian.
70
Untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang isu-isu tersebut, maka penelitian ini dilakukan pada kelima sub-sektor pertanian
yaitu : subsektor tanaman pangan, hortikultura, perikanan, peternakan dan perkebunan di daerah penelitian Kabupaten
Sukabumi Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Sleman serta Kabupaten Kulomprogo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pembiayaan syariah
cukup efektif
dalam meningkatkan
produktivitas sektor pertanian, meskipun masih dijumpai beberapa kendala yang dihadapi terutama jumlah pembiayaan masih sangat
terbatas dan beberapa kendala operasional lainnya. Kata Kunci : Pertanian, Pembiayaan, Skim Syariah, Bagi Hasil
9.
Kebijakan Anti Kemiskinan: Analisis Komparatif terhadap Conditional dan Unconditional Cash Transfer
Tim Peneliti : Prof. Dra. Jusmaliani, ME Koordinator, DR. Agus Eko Nugroho, SE, MApl.Econ, Drs. Toerdin S.
Usman, MA, Umi Karomah Yaumidin, SE, M.Econ. St., dan Diah Setiari Suhodo, SE, M.Econ. St.
Abstrak :
Kemiskinan merupakan masalah kritis yang terus dihadapi Indonesia dari waktu ke waktu. Begitu kronisnya permasalahan ini
dalam pembangunan ekonomi Indonesia hampir-hampir nada pesimis muncul dalam setiap kebijakan baru yang dikeluarkan
pemerintah. Kebijakan anti kemiskinan dapat diberikan berupa bantuan uang maupun dalam bentuk bahan kebutuhan pokok.
71
Kebijakan pemberian pancing maupun stimulus seperti Operasi Pasar Tebuka, Inpres Desa Tertinggal, P2KP dan sebagainya bagi
penduduk miskin merupakan kebijakan yang paling populer dan dianggap sesuai dengan karakteristik penduduk miskin Indonesia.
Tetapi, ketika pemerintah dihadapkan pada sebuah gejolak ekonomi yang temporer, kebijakan yang diambil justeru pemberian
uang tunai langsung Bantuan Langsung TunaiBLT. Cash transfer
, sebenarnya bukan strategi baru bagi Indonesia untuk pengentasan kemiskinan. Namun, dalam tiga kali pelaksanaannya
strategi ini terus menuai kritik dan kecaman. Oleh karena itu, untuk mendesain sebuah strategi pengentasan
kemiskinan dengan pendekatan transfer pendapatan melalui pemberian uang tunai, perlu menjadi perhatian penting. Penelitian
ini akan mencoba mengevaluasi dan membandingkan kebijakan anti kemiskinan dengan pendekatan transfer pendapatan baik yang
bersyarat maupun tanpa syarat, melalui telaah efektifitas program tersebut terhadap kondisi masyarakat Indonesia. Disamping itu
penelitian ini juga mencoba menyusun sebuah model yang mendesain sebuah program anti kemiskinan yang menggunakan
transfer pendapatan dan transfer sosial, mulai dari penyusunan hingga bagaimana mengakhirinya dan menggantikannya dengan
strategi yang baru, sehingga tumpang tindih kebijakan dapat dihindari.
Kata Kunci: kebijakan anti kemiskinan, transfer pendapatan
72
10.
Pengembangan Kewirausahaan Sektor Informal: Studi Kasus Pedagang Kaki Lima
Tim Peneliti : Ir. Zarmawis Imail, M. Si. Koordinator, Ir. Ernany Dwi Astuty, M. Si, Dra. Zarida, MA, Yani
Mulyaningsih, SE, M. Si, dan Chitra Indah Yuliana, SE
Abstrak :
Secara umum penelitian bertujuan untuk menemukan konsep yang tepat bagi pengembangan kewirausahaan PKL sehingga menjadi
sektor formal dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian adalah 1 mengkaji
karakteristik PKL di suatu daerah, 2 mengkaji perkiraan kontribusi PKL terhadap perekonomian daerah, 3 mengkaji
peranan stakeholderspemerintah, swasta, dan asosiasiorganisasi dalam membina dan mengembangkan PKL, dan 4 mengkaji
faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa kewirausahaan bagi keberhasilan PKL.
Dengan pendekatan ekonomi dan pendekatan sosial, serta datainformasi yang diperoleh dari Kota Bandung dan Kota
Yogyakarta sebagai
lokasi penelitian,
dianalisis dengan
menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Dari analisis dengan menggunakan kedua metode ini, dihasilkan temuan
berikut: 1 PKL memiliki karakteristik beragam, selain daerah asal, pendidikan, jenis usaha dll, namun satu hal yang menarik
adalah alasan menjadi PKL karena modal terbatas dan ingin
73
mandiri; 2 PKL telah berkontribusi dalam penyerapanan tenaga kerja, sewa lokasitempat usaha, retribusi kebersihan, dan retribusi
keamanan yang merupakan penerimaan pemerintah kota; 3 PKL sudah dibina oleh pemerintah, swasta, dan asosiasiorganisasi,
namun belum optimal. Karena sampai saat ini PKL belum memperoleh bantuan pinjaman modal dari institusi keuangan,
seperti BRI dan koperasi; 4 Penanganan PKL terutama oleh pemerintah kota, mulai dari pendataan, perizinan usaha, pengadaan
lokasitempat usaha, dan promosi penjualan dagangan PKL kecendrungannya lebih baik di Kota Yogyakarta dibanding Kota
Bandung; dan 5 Kewirausahaan PKL dilihat aspek-aspek percaya diri, berorientasikan tugas dan hasil, pengambil risiko,
kepemimpinan, dan berorientasi ke masa depan, melalui uji validitas menunjukkan bahwa PKl secara minimal telah memiliki
kadar kewirausahaan
dan tinggal
lagi bagaimana
mengembangkannya. Sementara kewirausahaan PKL hubungannya dengan faktor-faktor pendidikan, pengalaman berusaha, umur,
gender, dan pelatihan, hasil analisis korelasi menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara variabel gender dengan kadar
kewirausahaan PKL,dengan nilai koefisien sebesar -0.245. Artinya faktor gender laki-laki sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
usaha dibanding perempuan. Mengingat peran PKL begitu nyata dalam pembangunan ekonomi
di suatu kota, maka pembenahannya selain dilakukan dengan penyediaan tempat, infrastruktur, promosi dan menerapkan
74
kebijakan dengan tegaskonsisten, juga dalam meningkatkan kadar kewirausahaan
PKL, perlu
ada intervensi
dalam pendidikanpelatihan pembelajaran yang terstruktur, di samping
penyediaan kredit ringan pada PKL, sehingga dengan cara ini usaha mereka menjadi lebih maju untuk menjadi usaha formal.
Kata Kunci: Sektor informal, PKL, kontribusi, kewirausahaan, dan stakeholders
.
3.4 Seminar Dan Kegiatan Ilmiah Lainnya