55
stabilisasi harga juga dimaksudkan untuk  menjaga stabilitas harga produk  pangan  di  tingkat  konsumen.  Sementara  bagi  kelompok
masyarakat  miskin,  pemerintah  menyediakan  program  Raskin melalui Perum Bulog agar komoditi pangan khususnya beras dapat
dijangkau oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Secara  umum  kesimpulan  dari  penelitian  ini  menyatakan  bahwa
petani  sebagai    pangan  dan  sekaligus  merupakan  kelompok konsumen  terbesar,  sebagian  masih  hidup  dalam  kemiskinan
karena  berbagai  keterbatasan  yang  dimilikinya.  pemerintah  perlu menyusun  strategi  dan  kebijakan  dalam  penguatan  ketahanan
pangan  yang  sekaligus  mampu  mensejahterakan  petani.  Hal  ini dapat  diupayakan  melalui  peningkatan  program  pemberdayaan
petani  agar  memiliki  kemampuan  memproduksi  pangan  sekaligus memiliki  pendapatan  yang  cukup  untuk  memenuhi  kebutuhan
pangan  mereka  sendiri.  Selain  itu  pemerintah  perlu  untuk melanjutkankan  kebijakan  stabilisasi  harga  yang  efektif    dengan
dukungan kapasitas institusi dan good governance.
Kata  Kunci:  Ketahanan  Pangan,  Kemiskinan,  Stabilisasi  Harga,
Kesejahteraan Petani
3.3 Penelitian
Insentif  Riset  untuk  Peneliti  dan  Perekayasa tahun 2009
DIKTI-LIPI :
1.
Link  and  match  Dunia  Pendidikan  dan  Industri  dalam Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja dan Industri
56
Tim Peneliti : Dra. Endang
S. Soesilowati,
MA, PhD
Koordinator,  Inne  Dwiastuti,  SE,  M.PP,  Drs. Darwin, M.Sc, Dr. Zamroni, dan  Bachtiar Rifai, SE.
Abstrak :
Program  link  and  match  telah  dicanangkan  sejak  tahun  1989, dirancang  untuk  menjembatani  kompetensi  tenaga  kerja  dengan
kebutuhan pasar kerja. Namun demikian, berdasarkan data statistik angka  pengangguran,  tingginya  lowongan  kerja  tak  terisi,
rendahnya  kualitas  pekerja,  maupun  hasil  analisis  data  sakernas menunjukkkan  bahwa  mismatch  pendidikan  dan  tuntutan  dunia
industri masih tinggi. Studi ini  bertujuan mengukur implementasi link  and  match  dunia  pendidikan  dan  industri.  Selain  mengkaji
berbagai  kebijakan  bidang  pendidikan,  industri,  dan  tenaga  kerja, studi  ini  juga  menggunakan  metode  survey  terhadap  para  pekerja
di beberapa industri terpilih di propinsi Kepri Batam dan Banten yang  merupakan  daerah  dengan  pangsa  industri  tertinggi,  dan
tingkat  pengangguran  yang juga  tinggi.  Dengan  melakukan  kajian tentang  implementasi  link  and  match  dunia  pendidikan  dan
industri,  diharapkan  akan  diperoleh  pemahaman  terhadap  inti permasalahan,  sehingga  dihasilkan  rumusan  strategi  untuk
menyelaraskan  sistem  pendidikan  menengah  ke  atas  yang  sesuai dengan  kebutuhan  dan  permintaan  pasar  kerja.  Kesesusaian
kompetensi dengan jenis pekerjaan, akan meningkatkan daya saing tenaga  kerja  dan  juga  industri  usaha,  yang  pada  gilirannya  akan
memperkuat perekonomian nasional.
57
Hasil studi menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengangguran di dua daerah penelitian, diakui oleh dinas tenaga kerja setempat lebih
disebabkan  tingginya  pencari  kerja  pendatang,  bukan  semata karena ketidak cocokan antara kualifikasi pendidikan pencari kerja
dengan  tuntutan  pasar  kerja.  Program  link  and  match  masih terkonsentrasi  pada  tenaga  kerja  berpendidikan  menengah  dengan
target  komposisi  SMK  yang  lebih  tinggi  daripada  SMU.  Hal  ini masih  perlu  dikaji  ulang,  oleh  karena  para  pemberi  kerja  masih
lebih  suka  mempekerjakan  lullusan  SMU  daripada  SMK,  dengan alasan  fleksibilitas  pelatihan.  Istilah  link  and  match  sendiri  tidak
terlalu  dipahami  oleh  beberapa  narasumber  dari  industri  terpilih. Keahlian  yang  dibutuhkan  oleh  pasar  kerja  tidak  mengacu  pada
keahlian  berdasarkan  ijazah  yang  dimiliki.  Tahap  seleksi  pekerja yang  paling  ditakuti  oleh  para  pencari  kerja  adalah  test
ketrampilankeahlian.  Hal  ini  mengindikasikan  ketidak  yakinan baik  si  pencari  kerja  maupun  pemberi  kerja  terhadap  kualifikasi
yang  diperoleh  dari  pendidikan.  Atas  dasar  itu  pula,  perusahaan industri  seringkali  enggan  memberikan  pelatihan  pada  pekerja
baru  tanpa  pengalaman  kerja.  Mengacu  pada  beberapa  temuan tersebut,  peneliti  selanjutnya  mengukur  implementasi  link  and
match  berdasarkan  pendapat  responden  atas  pertanyaan  tentang kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan jenis pekerjaan
yang sedang digelutinya, ketimbang mencocokkan data kesesuaian bidang  studi  dengan  jenis  pekerjaan.  Atas  200  kuesioner  yang
disebarkan, hanya 164 kuesioner yang dapat diolah. Dari beberapa temuan  penting,  menunjukkan  bahwa  pekerja  yang  memiliki
58
kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan pekerjaannya, cenderung  memiliki  prestasi  kerja  yang  lebih  bagus  dibandingkan
dengan yang tidak sesuai. 2.
Pengembangan  Energi  Alternatif  dalam  Meningkatkan  Kinerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM
Tim Peneliti :    Dr. Latif Adam Koordinator, Dr. Siwage Dharma Negara,  Esta  Lestari,  SE.,  M.  Econ.  St.,  dan  Putri
Irma Yuniarti, SE
Abstrak :
SMEs  spend  more  than  50  of  their  production  cost  to  consume energy oil and electricity. This suggests that the development of
alternative energy could help SMEs to improve their performance. Thus,  this  study  is  aimed  to  examine  to  what  extent  have
alternative  energy  developed  and  harnessed  by  SMEs  to  improve their  productivity  and  efficiency.  Unfortunately,  there  is  no
information  available  which  indicates  that  alternative  energy  has been used by SMEs in the two research location. Alternatively, the
study paid more focus on household rather than on SMEs. The  study  indicates  that  the  development  of  alternative  energy  in
West  Java  and  Lampung  remained  stagnant  owing  to  lack  of commitment  from  the  government,  including  local  government.
Local governments in both West Java and Lampung have not had applicable  strategy  of  how  to  accelerate  the  promotion  of
alternative energy. Similarly, coordination either between local and
59
central  government  or  among  different  localregional  government agencies  is  relatively  weak.  Accordingly,  community  only  used
alternative  energy  in  a  very  limited  amount,  and  moreover  they could not enjoy economic benefits from the alternative energy that
they have developed. The  study  suggest  that  the  government  should  take  several  action
to promote alternative energy successfully Building a comprehensive energy policy, covers many sectors and
users  based  on  the  energy  type  to  avoid  similarities  of implementatioon  of  energy  for  each  community.  This  policy
should lead to efforts of achievieng energy security. Creating    market  for  new  energy,  especially  renewable  energy.
Identification  is  required  to  build  precise  and  strategic  steps. Moreover,  development  of  renewable  energy  should  consider  its
intersection  with  conventional  energy  to  make  the  market competitive for each type of energy. Competitiveness will be built
not only based on the price but also considering other aspects, such as location, resources or endowment. On the other side, to a create
market for renewable energy supporting elements need to develop, such  as  technology  for  renewable  energy  and  also  policies
supporting  it  like  technical  assistence  for  maintaining  renewable technologies, or impor for spareparts.
60
Increasing  awareness  for  clean  energy.  This  effrot  could  be maintain  through  continous  campaign  to  change  community
behaviour and paradigm towards clean energy. 3.
Peran  Value  chain Rantai  Nilai  dalam meningkatkan  Kinerja UKM
Tim Peneliti : M.  Soekarni,  S.E,  M.Si  Koordinator,  Joko Suryanto, S.E, M.Si., Purwanto, M. Econ. St., Teddy
Lesmana,  M.  Mngt.,  dan  Cahyo  Pamungkas,  S.E, M.Si.
Abstrak :
Rantai  nilai  value chain adalah  rangkaian  kegiatan  -    mulai  dari penyediaan  input,  proses  produksi,  proses  akhir  merk,  kemasan,
penyimpanan, pemasaran, dan layanan purna jual bagi konsumen –  yang  membutuhkan  berbagai  kegiatan  pendukung  dari  sisi
infrastruktur  perusahaan,  manajemen  sumberdaya  manusia, pengembangan  teknologi  dan  ketersediaan  bahan  baku  dalam
lingkup  aktivitas  yang  luas  untuk  menghasilkan  produk  yang memiliki nilai pasar tinggi dan berdaya saing kuat. Pada umumnya
UKM  di  Indonesia  belum  berjalan  dalam  suatu  lingkungan  bisnis yang  bai  dan  alur  rantai  nilai  yang  stabil,  sehingga
perkembangannya  masih  relatif  lambat  dan  daya  saingnya  juga relatif  lemah.  Tujuan  umum  dari  penelitian  ini  adalah  untuk
menemukan  hubungan  antara  rantai  nilai  dengan  peningkatan kinerja  UKM  dalam  perekonomian  dan  lingkungan  bisnis  di
61
Indonesia.  Penelitian  ini  dilakukan  dengan  metode  survei  di  tiga provinsi  yaitu  Jawa  Barat,  Jawa  Timur  dan  DKI  Jakarta.  UKM
yang  dijadikan  sampel  adalah  UKM  yang  memproduksi  alas  kaki di  Bandung,  barang-barang  logam  di  Sidoarjo,  dan  mebel  di
Klender, Jakarta Timur. Temuan penting dari penelitian ini adalah UKM  yang  dijalankan  dalam  alur  rantai  nilai  yang  baik  memiliki
kinerja  yang  lebih  baik  dibandingkan  dengan  UKM  yang dijalankan secara individu.
Kata Kunci: UKM, rantai nilai, lingkungan bisnis, kinerja UKM 4.
Analisis Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Tim Peneliti :  Jiwo  Sarana,  SE,  MM  Koordinator,  Dr. Wijaya  Adi,  Tuti  Ermawati,  SE,  M.  Si,  dan
Prof. Dr. Carunia Mulya Firdausy, MA.
Abstrak :
Transportasi  publik  khususnya  bus  merupakan  salah  satu  jenis pelayanan  masyarakat  yang  sangat  penting.  Keberhasilan
transportasi publik tergantung bagaimana pemerintah pusatdaerah menangani  manajemen  transportasi  publiknya  baik  dari  sisi
penawaran  maupun  permintaan.  Dengan  manajemen  transportasi publik
yang baik
yang meliputi
dari perencanaan,
pengaorgansasian,  pelaksanaan  dan  pengendalian  maka  kondisi transportasi  publik  juga  akan  tertata  dengan  baik.  DKI  Jakarta
sebagai  ibukota  negara  saat  ini  mengalami  masalah  dengan
62
transportasi  publiknya.  Berbagai  kebijakan  dikeluarkan  dengan harapan  agar  masalah  trasnportasi  publik  dapat  diminimalisir
khususnya  masalah  kemacetan.  Tapi  bagaimanapun  kebijakan tersebut  dikeluarkan,  tidak  akan  berhasil  dengan  baik  selama
manajemen transportasi publiknya dibenahi, disisi lain juga faktor daerah  kondisi  daerah  penyangga  Bogor,  Depok,  Tangerang  dan
Bekasi  juga  harus  menjadi  perhatian  dalam  merencanakan transportasi  di  Jakarta  .  Pada  Penelitian  ini  akan  mengkaji
bagaimana  manajemen  transportasi  publik  DKI  Jakarta  saat  ini, bagaimana  peersepsi  masyarakat  mengenai  transportasi  publik,
bagaimana  rekomendasi  kebijakannya.    Diharapkan  kajian  ini dapat  memberikan  masukan  bagi  Pemerintah  Indonesia  dan
Pemerintah  DKI  Jakarta  pada  khususnya  dalam  membuat kebijakan mengenai manajemen transportasi publik di DKI Jakarta.
Kata  kunci  :    Manajemen,  Transportasi  Publik,  Kebijakan, Penawaran, Permintaan
5.
Optimalisasi  Peran  Jasa  Transportasi  Kereta  Api:  Pendekatan Model Diamond’s Porter
Tim Peneliti :    Agus  Syarip  Hidayat,  SE,  MA.  Koordinator, Maxensius  Tri  Sambodo,SE,  MIDEC,  Drs.  Sairi
Erfanie, Dhani Agung Darmawan, SE., dan Nurlia Listiani, SE, M. Ec.
63
Abstrak :
Studi  ini  diarahkan  pada  upaya  untuk  memformulasikan  sebuah model untuk optimalisasi peran kereta api commuter dalam sistem
transportasi  Jabodetabek.  Studi  ini  akan  dilakukan  selama  dua tahun dengan model dasar yang digunakan sebagai rujukan adalah
Diamond’s  Porter  Model. Pada  tahun pertama,  tujuan  antara  yang akan
dicapai adalah
membuat pemetaan
atas berbagai
permasalahan  umum  dan  pemetaan  kesenjangan  penawaran  dan permintaan  kereta  api  commuter.  Ada  tiga  target  untuk  mencapai
tujuan  ini,  ayitu  a  mengidentifikasi  sisi  penawaran  atau  faktor input;
b mengidentifikasi
sisi permintaan
dan c
mengidentifikasi  berbagai  peraturan  seputar  transportasi  yang terkait langsung dengan perkeretaapian.
Data  yang  digunakan  dalam  studi  ini  adalah  data  primer  dan  data sekunder.  Data  primer  dikumpulkan  melalui  kuesioner  dan
wawancara  mendalam  dengan  beragam  pemangku  kepentingan. Sementara  data  sekunder  dikumpulkan  dari  berbagai  sumber
terpercaya seperti BPS, PT. KAI, PT. KAI Commuter Jabodetabek dll.
Secara  umum  studi  ini  menyimpulkan  bahwa  peran  kereta  api commuter  dalam  sistem  transportasi  Jabodetabek  masih  jauh  dari
optimal. Kesenjangan antara penawaran dan permintaan kereta api commuter  sangat  jelas  terjadi  di  beberapa  wilayah.  Hal  ini  terjadi
karena  adanya  berbagai  masalah  di  sisi  faktor  input,  masalah umum  yang  mendasar  dan  masalah  regulasi.  Di  sisi  faktor  input,
64
identifikasi akan kondisi prasarana dan sarana menunjukkan bahwa banyak  dari  mereka  memiliki  usia  yang  terbilang  tua,  sehingga
kinerjanya  kurang  maksimal.  Pemeliharaan  akan  faktor  input  pun masih  jauh  dari  memadai.  Survey  akan  kepuasan  konsumen
terhadap  faktor  input  tersebut  menunjukkan  bahwa  secara  umum konsumen merasa tidak puas akan kondisi faktor input, khususnya
yang terkait langsung dengan konsumen seperti gerbong kereta api commuter.  Sementara  itu,  tiga  masalah  umum  yang  dianggap
signifikan  mempengaruhi  belum  optimalnya  peran  kereta  api commuter  adalah:  Pertama,  manajemen  pengelolaan  kereta  api
commuter masih
belum memadai;
Kedua ,
harmonisasi kelembagaan  diantara  para  pemangku  kepentingan  masih  sangat
lemah;  Ketiga,  integrasi  kereta  api  commuter  dan  moda transportasi publik lainnya belum terjalin secara sistematis. Hal ini
diperparah dengan belum lengkapnya berbagai regulasi pendukung bidang  perkeretaapian  sebagai  penjabaran  dari  UU  Nomor  23
Tahun 2007.
Kata Kunci: Kereta api commuter Jabodetabek, Diamond’s Porter
Model, Faktor Input dan Faktor Permintaan 6.
Pilkada  dan  Pergeseran  Sistem  Perencanaan  Pembangunan Daerah Studi Kasus Kabupaten Bandung dan Kota Bogor
Tim Peneliti :  Dr. Syarif Hidayat Koordinator, Drs. Sairi Erfanie, Dr. Erwiza Erman, Prof. Drs. Hari
Susanto, MA, Dra. R. Siti Zuhro, MA.
65
Abstrak :
Praktik  pemilihan  kepala  Daerah  Pilkada  secara  langsung  telah menorehkan  catatan  sejarah  penting  dalam  rentang  perjalanan
sejarah  reformasi  sistem  pemerintahan  daerah  di  Indonesia.  Bagi kalangan  yang  optimistik,  pilkada  telah  diartikulasikan  sebagai
bagian  dari  langkah  penting  satu  diantara  issu  penting  yang menarik  untuk  disimak  seiring  dengan  dilaksanakannya  Pilkada
secara  langsung  tersebut  adalah,  adanya  pergeseran  sistem perencanaan pembangunan daerah.
Bila pada periode sebelumnya, “landas-pijak” dalam menyusun perencanaan pembangunan adalah
Pola  Dasar  Pembangunan  Daerah,  maka  dengan  diterapkannya sistem  Pilkada,  konsep  perencanaan  pembangunan  daerah  tidak
lagi  merujuk  pada  Pola  Dasar  Pembangunan  Daerah,  tetapi diturunkannya  dari  VisiMisi  Kepala  dan  Wakil  Kepala  Daerah
terpilih dalam Pilkada. Peratanyaan  sekarang  adalah  sejauh  mana  VisiMisi  itu  sendiri
telah  mencerminkan  Potensi  dan  Kemampuan  rril  yang  dimiliki daerah,
serta telah
melibatkan masyarakat
dalam penyusunannya?,
mengingat  visimisi  Kepala  dan  Wakil  Kepala Daerah  lebih  banyak  merupakan  hasil  kerja  dari  “Tim  Sukses”
ketika Pilkada berlangsung. Pertanyaan inilah, selanjutnya menjadi fokus  uta  dalam  penelitian  dengan  tema  PILKADA  DAN
PERGESERAN  SISTEM  PERENCANAAN  PEMBANGUNAN DAERAH ini.
66
Hasil  penelitian  di  Provinsi  Jawa  Barat,  mengindikasikan,  bahwa visimisi  yang  diusung  oleh  pasangan  Kepala  dan  Wakil  Kepala
Daerah  ketika  Pilkada  berlangsung  telah  banyak  merujuk  pada potensi  yang  dimiliki  oleh daerah  utamnya  potensi  Sumber  Daya
ManusiaSDM.  Bahkan  pada  tingkat  tertentu,  issu  SDM, khusunya terkait dengan persoalan “penyerapan ternaga kerja” dan
:kemiskinan”, telah dijadikan sebagai “iklan politik” yang dikemas dalam  “janji  politik”  untuk  menarik  dukungan  suara  pada
kampanye Pilkada. Namun demikian, sangat menarik untuk dicatat, bahwa  terdapat  beberapa  potensi  ekonomi  penting  lainnya  yang
nyaris terlupakan. Kesimpulan  umum  berikutnya  yang  menarik  untuk  digarisbawahi
adalah,  kenyataan  tentang  adanya  beberapa  inkonsistensi  dalam proses  penurunan  “misi”  yang  diusung  oleh  pasangan  Kepala  dan
Wakil  Kepala  Daerah  ketika  Pilkada  berlangsung  kedalam  “misi pemerintah  daerah”  pada  periode  pasca  Pilkada.  Hal  ini,  antara
lain, ditunjukkan oleh “tidak kentaranya” atau bahkan “hilangnya” beberapa butir misi yang diusung oleh pasangan Kepala dan Wakil
Kepala Daerah pada saat Pilkada, tatkala diturunkan kedalam misi pemerintah  daerah  sebagaimana  tertuang  didalam  Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD. Dengan  mempertimbangkan  dua  kesimpulan  umum  di  atas,  maka
cukup beralasan bila kemudian penelitian ini mengajukan proposisi umum  yang  menyebutkan:  bahwa  implementasi  sistem  Pilkada
langsung  di  lokasi  penelitian,  baru  berhasil  dalam  mendorong
67
lahirnya  para  pasangan  kandidat  Kepala  dan  Wakil  Kepala Daerah untuk memiliki Visi dan Misi. Namun demikian, mengingat
proses penyusunan Visi dan Misi itu sendiri lebih didominasi oleh pertimbangan-pertimbangan
politik praktis
daripada pertimbangan  potensi  daerah,  maka  secara  substansial,  masih
terlalu dini untuk mengartikulasi Visi dan Misi pasangan Kepala- Wakil  Kepala  Daerah  terpilih  sebagai  sesuatu  yang  dimiliki
legitimasi kuat untuk dikonversikan menjadi VisiMisi Pemerintah Daerah  pada  Periode  pasca  Pilkada,  dan  selanjutnya  berperan
sebagai rujukan utama dalam penyusunan Rencana pembangunan Daerah.
7.
Penilaian  Biaya-Manfaat  Perubahan  Fungsi  Kawasan  Bogor, Puncak, Cianjur Sebuah Studi Kasus
Tim Peneliti :  Prof.  Drs.  Hari  Susanto,  MA.  Koordinator,  Ir. Endang Tjitroresmi, dan Prof. Drs. Sukarna Wiranta,
MA.
Abstrak :
Perubahan  fungsi  kawasan  Bogor,  Puncak  dan  Cianjur  telah  pula mempengaruhi  perubahan  pada  berbagai  aktivitas  sosial  dan
ekonomi.  Kawasan  yang  dahulunya  ditumbuhi  oleh  komoditas pertanian  bahan  makanan,  perkebunan  maupun  kehutanan  dan
berfungsi  sebagai  daerah  resapan  danatau  penyangga  air  serta koleksi keragaman hayati, kini telah mengalami perubahan menjadi
kawasan  pemukiman,  baik  dalam  bentuk  perhotelan  maupun perumahan mewah.
68
Perubahan fungsi tersebut tentunya juga mempengaruhi perubahan nilai  dari  kawasan  tersebut.  Dilihat  secara  sesaat,  pemanfaatan
lahan  menjadi  pemukiman  telah  menimbulkan  nilai  positif  bagi kegiatan  wisata  dan  kegiatan  ekonomi  non-pertanian,  off-farm.
Namun  secara  jangka  panjang,  hilangnya  lahan  pertanian  bahan makanan,
perkebunan dan
kehutanan, pada
gilirannya menyebabkan  banjir  di  beberapa  lokasi  yang  berada  di  bawah
kawasan tersebut, seperti Jakarta lihat Lampiran 3 : Peta Tematik 1  dan  2.  Tentu  perubahan  fungsi  itu  tidak  hanya  merugikan
kawasan tersebut saja, akan tetapi juga merugikan kawasan lainnya yang berada di bawah kawasan tersebut.
Melihat  kenyataan  tersebut,  perlu  dilakukan  suatu  kajian  terhadap seberapa  besar  manfaat  maupun  biaya  yang  diperoleh  dengan
terjadinya  perubahan  fungsi  kawasan  tersebut  dari  sebelumnya yang  masih  digunakan  sebagai  lahan  pertanian  dengan  setelah
dijadikan sebagai daerah pemukiman. Hasil kajian memperlihatkan perlunya  kebijakan  yang  komprehensif  agar  fungsi  ekologi
kawasan  tersebut  tetap  dipertahankan  dengan  tidak  mengabaikan fungsi produksi dan fungsi sosial, tentunya.
Kata Kunci: perubahan fungsi peruntukan, aktivitas ekonomi.
69
8.
Efektivitas  Model  Pembiayaan  Syariah  dalam  Meningkatkan Sektor Pertanian
Tim Peneliti :    Drs.  Mahmud  Thoha,  MA,  APU  koordinator, Drs.  M.  Nadjib,  Drs.  Firmansyah,  dan  Dr.
Masyhuri
Abstrak :
Saat  ini  alokasi  kredit  pada  sektor  pertanian  masih  minim  karena masih  terdapat  anggapan  bahwa  usaha  pertanian  beresiko  tinggi.
Padahal,  secara  empirik  sektor  pertanian  adalah  sektor  yang mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif di saat kondisi
krisis  ekonomi  melanda  perekonomian  nasional  beberapa  tahun lalu. Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat
dipecahkan,    maka  diperlukan  adanya  alternatif  pembiayaan  di sektor pertanian dengan mengembangkan pola pembiayaan syariah
dengan prinsip bagi hasil. Penelitian  ini  bertujuan  untuk  1mengkaji  proses  penyaluran
pembiayaan  terhadap  sektor  pertanian  dengan  menggunakan  skim syariah; 2 menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses
penyaluran  pembiayaan  syariah  pada  sektor  pertanian,  3 menganalisis  efektivitas  pembiayaan  syariah  dalam  meningkatkan
usahapendapatan  petani;  4  mengkaji  bagaimana  prospek pembiayaan  syariah  dalam  mengembangkan  sektor  pertanian;  5
menganalisis  kebijakan  pemerintah  dalam  mengembangkan pembiayaan syariah pada sektor pertanian.
70
Untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang isu-isu tersebut, maka  penelitian  ini  dilakukan  pada  kelima  sub-sektor  pertanian
yaitu  :  subsektor  tanaman  pangan,  hortikultura,  perikanan, peternakan  dan  perkebunan  di  daerah  penelitian  Kabupaten
Sukabumi  Propinsi  Jawa  Barat  dan  Kabupaten  Sleman  serta Kabupaten  Kulomprogo  Propinsi  Daerah  Istimewa  Yogyakarta.
Pembiayaan syariah
cukup efektif
dalam meningkatkan
produktivitas sektor pertanian, meskipun masih dijumpai beberapa kendala  yang  dihadapi  terutama  jumlah  pembiayaan  masih  sangat
terbatas dan beberapa kendala operasional lainnya. Kata Kunci : Pertanian, Pembiayaan, Skim Syariah, Bagi Hasil
9.
Kebijakan  Anti  Kemiskinan:  Analisis  Komparatif  terhadap Conditional dan Unconditional Cash Transfer
Tim Peneliti :  Prof. Dra. Jusmaliani, ME Koordinator, DR. Agus Eko    Nugroho,  SE,  MApl.Econ,  Drs.  Toerdin  S.
Usman, MA, Umi Karomah Yaumidin, SE, M.Econ. St., dan Diah Setiari Suhodo, SE, M.Econ. St.
Abstrak :
Kemiskinan  merupakan  masalah  kritis  yang  terus  dihadapi Indonesia dari waktu ke waktu.  Begitu kronisnya permasalahan ini
dalam  pembangunan  ekonomi  Indonesia  hampir-hampir  nada pesimis  muncul  dalam  setiap  kebijakan  baru  yang  dikeluarkan
pemerintah.  Kebijakan  anti  kemiskinan  dapat  diberikan  berupa bantuan  uang  maupun  dalam  bentuk  bahan  kebutuhan  pokok.
71
Kebijakan  pemberian  pancing  maupun  stimulus  seperti  Operasi Pasar Tebuka,  Inpres  Desa  Tertinggal,  P2KP  dan sebagainya  bagi
penduduk  miskin  merupakan  kebijakan  yang  paling  populer  dan dianggap  sesuai  dengan  karakteristik  penduduk  miskin  Indonesia.
Tetapi,  ketika  pemerintah  dihadapkan  pada  sebuah  gejolak ekonomi yang temporer, kebijakan yang diambil justeru pemberian
uang  tunai  langsung  Bantuan  Langsung  TunaiBLT.  Cash transfer
,  sebenarnya  bukan  strategi  baru  bagi  Indonesia  untuk pengentasan kemiskinan.  Namun, dalam tiga kali pelaksanaannya
strategi ini terus menuai kritik dan kecaman. Oleh  karena  itu,  untuk  mendesain  sebuah  strategi  pengentasan
kemiskinan  dengan  pendekatan  transfer  pendapatan  melalui pemberian uang tunai, perlu menjadi perhatian penting. Penelitian
ini  akan  mencoba  mengevaluasi  dan  membandingkan  kebijakan anti kemiskinan dengan pendekatan transfer pendapatan baik yang
bersyarat  maupun  tanpa  syarat,  melalui  telaah  efektifitas  program tersebut  terhadap  kondisi  masyarakat  Indonesia.  Disamping  itu
penelitian  ini  juga  mencoba  menyusun  sebuah  model  yang mendesain  sebuah  program  anti  kemiskinan  yang  menggunakan
transfer  pendapatan  dan  transfer  sosial,  mulai    dari  penyusunan hingga  bagaimana  mengakhirinya  dan  menggantikannya  dengan
strategi  yang  baru,  sehingga  tumpang  tindih  kebijakan  dapat dihindari.
Kata Kunci: kebijakan anti kemiskinan, transfer pendapatan
72
10.
Pengembangan  Kewirausahaan  Sektor  Informal:  Studi  Kasus Pedagang Kaki Lima
Tim Peneliti :    Ir.  Zarmawis  Imail,  M.  Si.  Koordinator,  Ir. Ernany Dwi Astuty, M. Si, Dra. Zarida, MA, Yani
Mulyaningsih,  SE,  M.  Si,  dan  Chitra  Indah Yuliana, SE
Abstrak :
Secara umum penelitian bertujuan untuk menemukan konsep yang tepat  bagi  pengembangan  kewirausahaan  PKL  sehingga  menjadi
sektor  formal  dalam  upaya  peningkatan  kesejahteraan  mereka. Sedangkan  secara  khusus,  tujuan  penelitian  adalah  1  mengkaji
karakteristik  PKL  di  suatu    daerah,  2  mengkaji    perkiraan kontribusi    PKL  terhadap  perekonomian  daerah,  3  mengkaji
peranan  stakeholderspemerintah,  swasta,  dan  asosiasiorganisasi dalam  membina  dan  mengembangkan  PKL,  dan  4  mengkaji
faktor-faktor    yang  mempengaruhi  jiwa  kewirausahaan  bagi keberhasilan  PKL.
Dengan  pendekatan  ekonomi  dan  pendekatan  sosial,  serta datainformasi  yang  diperoleh  dari  Kota  Bandung  dan  Kota
Yogyakarta sebagai
lokasi penelitian,
dianalisis dengan
menggunakan  metode  kuantitatif  dan  metode  kualitatif.  Dari analisis dengan menggunakan kedua metode ini, dihasilkan temuan
berikut:  1  PKL  memiliki  karakteristik  beragam,  selain  daerah asal,  pendidikan,  jenis  usaha  dll,  namun  satu  hal  yang  menarik
adalah  alasan  menjadi  PKL  karena  modal  terbatas  dan  ingin
73
mandiri;  2  PKL  telah  berkontribusi  dalam  penyerapanan  tenaga kerja, sewa lokasitempat usaha, retribusi kebersihan, dan retribusi
keamanan yang  merupakan penerimaan pemerintah kota; 3 PKL sudah  dibina  oleh  pemerintah,  swasta,  dan  asosiasiorganisasi,
namun  belum  optimal.  Karena  sampai  saat  ini  PKL  belum memperoleh  bantuan  pinjaman  modal  dari  institusi  keuangan,
seperti  BRI  dan  koperasi;  4  Penanganan  PKL  terutama  oleh pemerintah kota, mulai dari pendataan, perizinan usaha, pengadaan
lokasitempat  usaha,  dan  promosi  penjualan  dagangan  PKL kecendrungannya  lebih  baik  di  Kota  Yogyakarta  dibanding    Kota
Bandung; dan 5 Kewirausahaan PKL dilihat aspek-aspek percaya diri,  berorientasikan  tugas  dan  hasil,  pengambil  risiko,
kepemimpinan,  dan    berorientasi  ke  masa  depan,  melalui  uji validitas  menunjukkan  bahwa  PKl  secara  minimal  telah  memiliki
kadar kewirausahaan
dan tinggal
lagi bagaimana
mengembangkannya. Sementara kewirausahaan PKL hubungannya dengan  faktor-faktor  pendidikan,  pengalaman  berusaha,  umur,
gender,  dan  pelatihan,  hasil  analisis  korelasi  menunjukkan  ada pengaruh  yang  signifikan  antara  variabel  gender  dengan  kadar
kewirausahaan PKL,dengan nilai koefisien sebesar -0.245. Artinya faktor gender laki-laki sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
usaha dibanding perempuan. Mengingat peran PKL begitu nyata dalam pembangunan ekonomi
di  suatu  kota,  maka  pembenahannya  selain  dilakukan  dengan penyediaan  tempat,  infrastruktur,  promosi  dan  menerapkan
74
kebijakan dengan tegaskonsisten, juga dalam meningkatkan kadar kewirausahaan
PKL, perlu
ada intervensi
dalam pendidikanpelatihan  pembelajaran  yang  terstruktur,  di  samping
penyediaan  kredit  ringan  pada  PKL,  sehingga  dengan  cara  ini usaha mereka menjadi lebih maju untuk menjadi usaha formal.
Kata Kunci: Sektor informal, PKL, kontribusi, kewirausahaan,  dan stakeholders
.
3.4 Seminar  Dan Kegiatan Ilmiah Lainnya