BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan alasan pasien memilih terapi pijat dalam perawatan stroke di Kecamatan Gunungsitoli yaitu faktor psikologis
mean=4,75, faktor manfaat dan kebehasilan terapi mean=4,53, faktor sosial budaya mean=4,5, persepsi tentang penyakit yang diderita mean=4,38 dan
faktor ekonomi mean=4,13. Jadi, dapat disimpulkan bahwa alasan pasien memilih terapi pijat dalam
perawatan stroke di Kecamatan Gunungsitoli adalah faktor psikologis, faktor manfaat dan keberhasilan terapi, faktor sosial budaya, persepsi tentang penyakit
yang diderita serta faktor ekonomi.
2. SARAN
2.1. Bagi praktek keperawatan
Perawat diharapkan dapat memberi pendidikan kesehatan tentang penyakit stroke dan perawatannya pada pasien dan keluarga. Efektifitas penggunaan terapi
pijat dalam perawatan stroke masih belum terbukti secara medis, sehingga penggunaan terapi pijat tetap beresiko bagi kesehatan pasien. Oleh sebab itu,
perawat diharapkan dapat berkomunikasi dan memberi pelayanan asuhan keperawatan dengan baik terhadap pasien dan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Bagi pendidikan keperawatan
Pendidikan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perawat melakukan komunikasi terapeutik dan bersikap caring dalam pelaksanaan
pelayanan asuhan keperawatan di masyarakat. Sehingga nantinya diharapkan, masyarakat akan lebih memilih menggunakan pelayanan kesehatan di puskesmas
dan rumah sakit untuk perawatan kesehatannya.
2.3. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini memberi gambaran alasan pasien memilih terapi pijat dalam perawatan stroke di Kecamatan Gunungsitoli. Oleh karena itu, diharapkan ada
penelitian selanjutnya tentang hubungan antar tiap faktor dan faktor yang paling dominan mempengaruhi pasien memilih terapi pijat dalam perawatan stroke.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Stroke
1.1. Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda danatau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat dalam
hitungan detik atau menit. Gejala-gejala ini dapat berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian Ginsberg, 2008.
WHO mendefenisikan stroke sebagai sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau
lebih yang dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak Tarwoto,
2007.
1.2. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan patologis serta perjalanan penyakitnya. Berdasarkan keadaan patologis, stroke dapat dibagi dua,
yaitu stroke iskemia dan stroke hemoragik. Stroke iskemia terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang yang
disebabkan karena adanya obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak. Penyebab stroke iskemia adalah karena trombosis, emboli dan hypoperfusi global.
Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering, biasanya berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat ateroslerosis. Stroke karena emboli biasanya berasal dari suatu trombosis dalam jantung, dapat juga
berasal dari plak ateroslerosis sinus karotikus atau arteri karotis interna. Pada stroke akibat hypoperfusi global biasanya disebabkan karena cardiac arrest dan
embolis pulmonal Tarwoto, 2007. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena adanya perdarahan
intrakranial non traumatik. Perdarahan intrakranial diklasifikasikan menjadi perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid Harsono, 2007.
Perdarahan intraserebral merupakan perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan intraserebral sering diakibatkan oleh cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke
dalam jaringan otak. Perdarahan di bagian dalam jaringan otak biasanya menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif
dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam Price Wilson, 2005. Perdarahan subarakhnoid memiliki dua kausa utama, yaitu ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Perdarahan subarakhnoid merupakan keadaan akut karena darah di rongga subarakhnoid dapat merangsang selaput otak
dan menimbulkan meningitis kimiawi chemical meningitis. Darah yang sampai di ventrikel dapat menggumpal dan mengakibatkan hidrosefalus akut. Pada
pemeriksaaan fisik dijumpai gejala terangsangnya selapu otak serta gejala peningkatan tekanan intrakranial Lumbantobing, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan berdasarkan mekanisme perjalanan penyakitnya, stroke terbagi atas empat, yaitu Transient Ischemic Attack TIA, Reversible Ischemic
Neurologycal Defisit RIND, stroke progresif Stroke in Evolution, dan stroke lengkap Complete Stroke.
Transient Ischemic Attack TIA merupakan gangguan neurologi fokal yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang dalam beberapa menit sampai
beberapa jam. Gejala yang muncul akan hilang secara spontan dalam waktu kurang dari 24 jam Tarwoto, 2007. Gangguan neurologi ini menimbulkan
beragam gejala, bergantung pada lokasi jaringan otak yang terkena. TIA merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat menjadi peringatan dini
akan kemungkinan infark serebrum di masa mendatang Price Wilson, 2003. Pada Reversible Ischemic Neurologycal Defisit RIND, gejala neurologik
yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu Harsono, 2007.
Stroke Progresif Stroke in Evolution merupakan perkembangan stroke yang terjadi secara perlahan-lahan sampai akut, munculnya gejala semakin
memburuk. Proses progresif ini terjadi beberapa jam sampai beberapa hari Tarwoto, 2007.
Stroke lengkap Complete Stroke merupakan gangguan neurologi yang sudah menetap atau permanen, maksimal sejak awal serangan dan sedikit
memperlihatkan perbaikan Tarwoto, 2007.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Penyebab Stroke
Stroke yang terjadi pada pasien dapat disebabkan oleh beberapa kejadian, yaitu trombosis, emboli serebral, dan perdarahan serebral.
Trombosis adalah bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher, yang kemudian menyumbat aliran darah ke otak. Oklusi vaskular hampir selalu
disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan leukosit. Jejas pada sel endotelium dapat mempresipitasi pembentukan trombus di
pembuluh darah Lumbantobing, 2001. Emboli otak merupakan 5-15 dari penyebab stroke. Emboli dapat terdiri
dari debris kolesterol, gumpalan trombosit dan fibrin Lumbantobing, 2001. Perdarahan serebral dapat mengganggu fungsi otak melalui mekanisme
yang berbeda-beda, meliputi adanya kerusakan atau tekanan pada jaringan otak, serta tekanan pada pembuluh darah otak Simon, 2009.
1.4. Faktor Resiko Stroke
Stroke merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor resiko. Tarwoto 2007 menjelaskan faktor resiko stroke yang meliputi usia, jenis
kelamin, ras dan keturunan, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, polisitemia, merokok, dislipidemia, serta obesitas.
Usia merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Dengan semakin bertambahnya usia, seseorang semakin beresiko menderita stroke.. Hal ini
berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menderita stroke dibanding perempuan. Hal ini dapat disebabkan gaya
hidup seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol yang lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding perempuan Weng dkk, 2010.
Ras dan keturunan juga mempengaruhi resiko seseorang menderita stroke. Riwayat penyakit stroke dalam keluarga atau penyakit yang berkaitan dengan
stroke menjadi faktor resiko seseorang dapat terserang stroke. Hipertensi merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam kejadian stroke.
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya ateroslerosis pembuluh darah serebral sehingga nantinya akan pecah dan menimbulkan perdarahan pada jaringan otak.
Pada pasien dengan penyakit jantung, fibrilasi atrium dapat menyebabkan penurunan cardiac output, sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi
serebral. Pada pasien dengan penyakit diabetes mellitus terjadi gangguan vaskuler
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hambatan aliran darah ke otak. Meningkatnya kadar gula darah secara berkepanjangan berkaitan erat dengan
disfungsi sel endotel yang dapat memicu terbentuknya aterosklerosis. Kecenderungan membentuk bekuan abnormal semakin dipercepat oleh resistensi
insulin, sehingga kecenderungan mengalami koagulasi intravaskular juga semakin meningkat Price Wilson, 2005.
Kadar Hb yang tinggi lebih dari 16 mgdl juga dapat menjadi salah satu faktor resiko stroke. Hal ini terjadi karena kadar Hb yang tinggi dapat
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan darah menjadi lebih kental sehingga aliran darah ke otak menjadi lebih lambat.
Orang yang memiliki kebiasaan merokok dua kali lebih beresiko untuk menderita stroke dibanding orang yang tidak merokok Stroke Association, 2013.
Rokok menimbulkan plak pada pembuluh darah akibat nikotin dan karbon monosida, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya aterosklerosis.
Dislipidemia dapat menjadi salah satu pemicu stroke. Semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah, maka semakin besar kemungkinan kolesterol tersebut
tertimbun pada dinding pembuluh darah. Kadar kolesterol yang tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis dan lemak sehingga dapat
menghambat aliran darah. Seseorang dengan berat badan berlebih juga beresiko tinggi menderita stroke. Pada pasien obesitas, kadar kolesterol darah tinggi yang
dapat memicu terjadinya hipertensi.
1.5. Patofisiologi Stroke
Stroke merupakan jejas otak yang disebabkan oleh dua jenis gangguan vaskular, yaitu iskemia dan hemoragik Lumbantobing, 2001. Terjadinya stroke
sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran darah otak, baik karena adanya sumbatanoklusi pembuluh darah ataupun karena adanya perdarahan pada otak,
menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida dapat merangsang pembuluh darah
untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak. Sebaliknya keadaan vasodilatasi memberi efek pada peningkatan tekanan intrakranial Tarwoto, 2007.
The National Stroke Assoiation 2001 dalam Price Wilson, 2005 meringkas mekanisme cedera sel akibat stroke sebagai berikut. Tanpa obat-obat
neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80 atau lebih akan mengalami kerusakan irreversibe dalam beberapa menit. Pusat iskemik dikelilingi
oleh daerah jaringan lain yang disebut penumbra iskemik atau “zona transisi” dengan CBF antara 20 dan 50 normal 10 sampai 25 ml100 g jaringan
otakmenit. Sel-sel neuron yang berada di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel.
Secara cepat di dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra iskemik, cedera dan kematian sel otak berkembang karena tanpa
pasokan darah yang memadai sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan energi, terutama ATP. Apabila kekurangan energi terjadi, maka
akan mengakibatkan pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi sehingga neuron membengkak. Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan
energi ini adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalium intrasel. Sel-sel otak kemudian melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat dalam jumlah
berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini kemudian merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron
lain, reseptor N-metil-D-aspartat NMDA. Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida sintase NOS, yang menyebabkan terbentuknya
molekul gas, nitrat oksida NO. NO terdapat secara alami di dalam tubuh dan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan banyak fungsi fisiologis yang bergantung pada vasodilatasi, namun dalam jumlah berlebihan, NO dapat menyebabkan kerusakan dan kematian
neuron. Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease yang diaktifkan oleh kalsium, lipase, dan radikal bebas yang terbentuk akibat jenjang iskemik.
Akhirnya, jaringan otak yang mengalami infark membengkak dan dapat menimbulkan tekanan dan distorsi serta merusak batang otak.
Stroke hemoragik terjadi sesuai dengan perdarahan otak dan lokasi perdarahannya. Perdarahan intraserebral di dalam jaringan otak sering terjadi
akibat cedera vaskuler yang dipicu hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam otak Price Wilson, 2005.
Perdarahan subaraknoid menyebabkan disfungsi serebral akibat peningkatan tekanan intrakranial. Penyebabnya yaitu ruptur suatu aneurisma vaskular dan
trauma kepala Price Wilson, 2005. Daerah yang tertekan tersebut selanjutnya akan mengalami edema sekunder akibat iskemia dan menambah tekanan
intrakranial semakin berat. Keadaan hemoragik dan iskemik dapat terjadi bersamaan. Hemoragik dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
menyebabkan iskemia, dan pada daerah yang mengalami iskemia dapat terjadi perdarahan Lumbantobing, 2001.
1.6. Tanda dan Gejala Sroke
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya
Harsono, 2007. Tanda utama stroke atau cerebrovaskular accident CVA adalah
Universitas Sumatera Utara
munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal. Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, atau tungkai terutama
di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata; bingung mendadak; tersandung saat
berjalan, pusing, hilangnya keseimbangan; dan adanya nyeri kepala mendadak tanpa penyebab yang jelas Price Wilson, 2005.
Price dan Wilson 2005 menjelaskan sindrom neurovaskular, yang berlaku pada iskemia dan infark akibat trombosis atau embolus sebagai berikut.
Pada arteri karotis interna, lokasi tersering terjadinya lesi adalah bifurkasio arteria karotis komunis ke dalam arteria karotis interna dan eksterna. Hal ini dapat
mengakibatkan timbulnya berbagai sindrom dan polanya bergantung pada jumlah sirkulasi kolateral di antaranya dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria
karotis yang terkena akibat insufisiensi arteria retinalis serta timbulnya gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteri serebri
media. Lesi juga dapat terjadi di daerah antara arteria serebria anterior dan media atau arteria serebri media dengan gejala awal timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila lesi terjadi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara-motorik Broca.
Jika lesi yangb terjadi pada arteri serebri media mengakibatkan pasien mengalami hemiparesis atau monoparesis kontralateral, juga dapat terjadi
hemianopsia kebutaan kontralateral, afasia global, serta disfasia. Lesi pada arteri serebri anterior dapat mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai dan lengan yang
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan gerakan volunter tungkai yang bersangkutan terganggu, defisit sensorik kontralateral, demensia, gerakan menggenggam dan refleks patologis
disfungsi lobus frontalis. Lesi pada sistem vertebrobasilar dapat mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan di salah satu atau keempat ekstermitas, terjadi peningkatan refleks tendon, ataksia, tanda Babinski bilateral, gejala-gejala serebelum seperti tremor
intention dan vertigo, disfagia, disatria, sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi, gangguan penglihatan diplopia, nistagmus, ptosis,
paralisis satu gerakan mata, hemianopsia homonim, adanya tinitus, serta rasa baal di wajah, mulut dan lidah.
Lesi pada arteri serebri posterior, dapat mengakibatkan pasien mengalami koma, hemiparesi kontralateral, afasia visual atau buta kata aleksia, serta
kelumpuhan saraf kranial ketiga.
1.7. Penatalaksanaan Stoke
Harsono 2007 membagi penatalaksanaan stroke ke dalam dua tahap, yaitu tahap akut dan paska akut. Fase akut terjadi pada hari ke 0 sampai hari ke 14
sesudah onset penyakit. Pada tahap akut, sasaran pengobatan ditujukan untuk menyelamatkan neuron yang cedera agar tidak sampai mati, dan agar proses
patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu atau mengancam fungsi otak. Tidakan dan obat yang diberikan harus menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup. Jalan napas pasien harus bersih dan longgar. Jantung juga harus berfungsi dengan baik, bila perlu dipantau dengan EKG. Tekanan darah dipertahankan pada
Universitas Sumatera Utara
tingkat optimal, serta dipantau agar jangan terjadi penurunan perfusi otak. Kadar gula darah yang tinggi pada fase akut tidak diturunkan dengan drastis, terutama
pada penderita diabetes melitus. Bila klien dalam keadaan gawat atau koma, keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau.
Obat-obatan yang digunakan untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak antara lain anti edema otak berupa gliserol 10 per infus, 1
grkg BBhari dalam 6 jam, kortikosteroid dan deksametason dengan bolus 10-20 mg i.v., diikuti 4-5 jam6 jam selama beberapa hari, lalu diturunkan pelan-pelan
dan dihentikan setelah fase akut. Anti agresasi trombosit asam asetil salisilat ASA, seperti aspirin, aspilet dengan dosis rendah : 80-300 mghari serta
antikoagulan misalnya heparin. Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya
stroke. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting adalah upaya membatasi semaksimal mungkin kecacatan penderita, baik fisik dan mental. Lingkungan sangat penting untuk
mengontrol variabel-variabel penting yang dapat mempengaruhi keadaan pasien, seperti hidrasi, temperatur,dan glukosa darah, dan tata laksana lainnya yang
sesuai. Fisioterapi yang berkesinambungan, terapi komplementer dan terapi wicara, serta keterlibatan keluarga dan perawat dapat membantu pasien agar
semaksimal mungkin dapat mandiri dalam aktivitas dan fungsinya sehari-hari Ginsberg, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Terapi preventif bertujuan untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke dengan cara mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke, seperti hipertensi, diabetes melitus, rokok, obesitas, dan stres.
2. Konsep Pijat