commit to user 24
O
OH HO
OH OH
OH O
OH OH
OH OH
OH O
HO
19 20
Gambar 5. Struktur senyawa flavonoid dari kulit akar dan bunga
C. inophyllum
Senyawa golongan triterpenoid yang telah berhasil diisolasi antara lain dari
C. brasiliense
diperoleh senyawa friedelin 21 Pretto,
et al
., 2004, dari
C. gracilipes
diperoleh oleanan 22 Cao,
et al.,
1997. Senyawa canophillal 23 dan canophillol 24 berhasil disolasi dari
C. lankaensis
Dharmaratne,
et al.,
1986. Senyawa friedelin 21 dan canophillol 24 juga diisolasi dari dari daun
spesies
C. inophyllum
Ali,
et al
., 1999; Govindanchari,
et al
., 1967. Friedelin
21 juga diisolasi dari kulit akar
C. inophyllum
Yimdjo,
et al
., 2004.
HO H
H H
O O
H R
H H
21 22
Gambar 6. Struktur senyawa triterpenoid dari
C. brasiliense, C. gracilipes
,
C. lankaensis
dan
C. Inophyllum
Dari
C. inophyllum
jenis sterol yang telah diisolasi adalah sitosterol 25.
Sitosterol ini diisolasi dari bagian kayu Kumar,
et al
., 1976; Goh,
et al
., 1991.
Sedangkan kolesterol 26 diisolasi dari bagian daun
C. inophyllum
Ali,
et al
.,
1999. Sitosterol 25 juga pernah diisolasi dari bagian kulit batang
C. macrocarpum
, bagian kulit
C. apetalum
, dari bagian daun
C. gracilipes
, dari bagian daun dan kulit akar
C. mooni
Su,
et al
., 2008. R
23 CHO 24 CH
2
OH 9
commit to user 25
HO H
H H
HO H
H H
25 26
Gambar 7. Struktur senyawa steroid dari
C. Inophyllum
Dari spesies
C. enervosum
telah berhasil diisolasi senyawa turunan asilploroglusinol yaitu dari bagian daun
C. sundaicum
berhasil diisolasi senyawa
sundaicumone A 27 dan sundaicumone B 28 Cao,
et al.,
2005.
O COOH
O O
O HO
HO O
COOH
O O
O HO
OH
27 28
Gambar 8. Struktur senyawa asilploroglusinol dari
C. sundaicum
dan
C. enervosum
2. Tumbuhan
Calophyllum soulattri
a. Deskripsi
C. soulattri
Salah satu spesies dari genus
Calophyllum
adalah
C. soulattri
. Tumbuhan ini memiliki nama khas masing-masing untuk setiap daerah. Didaerah Bangka
dikenal dengan sebutan bintangur bunut atau malang-malang, didaerah Belitung terkenal dengan sebutan membalung, didaerah Sunda terkenal dengan nama
sulatri dan didaerah Jawa sering disebut dengan bintangur, slatri atau sletri. Tumbuhan ini tumbuh liar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat dibawah
ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Pohon
C. soulattri
menjulang tinggi 10
commit to user 26
hingga 28 m dan berdiameter sampai 50 cm. Bentuk batang bundar lurus tanpa banir. Bunganya sangat harum dan buahnya terasa masam gambar pohon dan
kulit batang tumbuhan
C. soulattri
ditunjukkan pada gambar 9 Heyne,1987. Klasifikasi dari tumbuhan
C. soulattri
: Kingdom
: Plantae tumbuhan Subkingdom
: Tracheobionta berpembuluh Superdivisio
: Spermatophyta menghasilkan biji Divisio
: Magnoliophyta berbunga Kelas
: Magnoliopsida berkeping duadikotil Sub-kelas
: Dilleniidae Ordo
: Theales Familia
: ClusiaceaeGutiferae Genus
:
Calophyllum
Spesies :
Calophyllum soulattri
a b
Gambar 9. Gambar pohon a dan kulit batang b
C. soulattri
b. Manfaat
C. soulattri
Tumbuhan
C. soulattri
merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat terutama dimanfaatkan sebagai pengobatan
11
commit to user 27
tradisional. Getah kayunya dapat dimanfaatkan sebagai jamu untuk kuda dan dapat digunakan untuk meracuni anjing. Seduhan daun dan akar-akarnya
digunakan sebagai obat oles terhadap nyeri encok. Minyak dari bijinya dapat dimanfaatkan untuk plitur, minyak rambut, minyak urut, berkhasiat juga untuk
obat urus-urus dan rematik Heyne, 1987. Bagian bunga dari tumbuhan ini berbau harum sehingga sering dipergunakan sebagai pengharum lemari pakaian.
Di daerah Jawa Tengah bagian benang sari yang berwarna kuning dipergunakan sebagai jamu bagi wanita habis melahirkan Syahputra, dkk., 2004. Senyawa
soulatron A 29 dari turunan terpenoid digunakan sebagai antiinflamasi Nigam,
et al.,
1988.
c. Kandungan
Calophyllum soulattri
Dari penelitian yang pernah dilaporkan, belum banyak penelitian yang melaporkan tentang kandungan senyawa kimia didalam
C. soulattri
. Dari hasil penelitian yang pernah dilaporkan, telah berhasil diisolasi turunan terpenoid
Nigam,
et. al
., 1988; Putra, dkk., 2008. Triterpenoid adalah golongan terpenoid yang terdiri dari 30 atom karbon
atau 6 unit isopren. Dalam jaringan tumbuhan dapat dijumpai dalam bentuk bebasnya, tetapi juga banyak dijumpai dalam bentuk glikosidanya. Triterpenoid
asiklik yang penting hanya skualen yang dianggap sebagai senyawa antara dalam biosintesis steroid. Terpenoid tidak ditemukan dalam bentuk struktur monosiklik
atau bisiklik, juga jarang ditemukan dalam bentuk trisiklik, tetapi yang tetrasiklik cukup dikenal Kristanti, dkk., 2008. Senyawa triterpenoid yang diisolasi dari
genus
Calophyllum
dijumpai dalam bentuk pentasiklik. Kerangka dasar
triterpenoid ditunjukkan pada gambar 1 no 4.
Senyawa turunan terpenoid yang berhasil diisolasi dari kulit tumbuhan
C. soulattri
adalah soulattrone A 29 Nigam,
et. al
., 1988 dan dari daunnya adalah
friedelin 21 Putra, dkk., 2008. Friedelin 21 juga pernah diisolasi dari bagian
daun
C. cordato-oblongum, C. mooni, C. brasiliense, C. inophyllum, C. walkeri, C. thwaitesii, C. calaba, C. lankaensis, C. gracilipes
; dari bagian kulit batang
C. walkeri, C. verticillatum, C. tomentosum
; dari bagian kulit akar
C. inophyllum, C.
commit to user 28
mooni, C. thwaitesii
Su,
et. al
., 2008. Struktur senyawa soulattrone A 29
ditunjukkan pada gambar 10.
O O
O O
29 Gambar 10. Struktur senyawa turunan terpenoid yang diisolasi dari
C. soulattri
3. Metode Isolasi dan Pemurnian Tumbuhan a. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan kimia berdasarkan atas kelarutan komponen dengan pelarut yang digunakan. Metode ekstraksi
tergantung dari tekstur, kandungan air dari bahan tumbuhan yang akan diekstraksi dan jenis senyawa yang akan diisolasi Padmawinata, 1996. Ekstraksi biasanya
dimulai dengan menggunakan pelarut organik secara berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Pelarut heksan, eter, petroleum eter dan kloroform
digunakan untuk mengambil senyawa dengan kepolaran rendah. Pelarut yang lebih polar seperti alkohol dan etil asetat dapat digunakan untuk mengambil
senyawa yang lebih polar Rusdi, 1990. Pemilihan pelarut berdasarkan
like dissolved like
yang berarti suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut non polar Sastrohamidjojo, 1991.
Maserasi merupakan contoh metode ekstraksi padat-cair bertahap yang dilakukan dengan jalan membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses
perendaman dalam usaha mengekstraksi dari bahan alam bisa dilakukan tanpa pemanasan temperatur kamar, dengan pemanasan atau bahkan pada suhu
pendidihan. Salah satu keuntungan metode maserasi adalah cepat, waktu rendam bahan bervariasi antara 15-30 menit tetapi terkadang bisa sampai 24 jam, jumlah
commit to user 29
pelarut yang digunakan cukup besar, berkisar antara 10-20 kali jumlah sampel Kristanti dkk, 2008. Pada maserasi perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan
diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga tetap terjaga konsentrasi antara larutan didalam sel dengan larutan diluar
sel. Pada proses maserasi, jika dilakukan dengan pelarut air, maka diperlukan proses ekstraksi lebih lanjut, yaitu ekstraksi fasa air yang diperoleh dengan pelarut
organik Padmawinata, 1987. Jika maserasi dilakukan dengan pelarut organik, maka filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan menjadi satu, kemudian dievaporasi atau
didestilasi. Selanjutnya, dapat langsung dilakukan proses pemisahan dengan kromatografi atau rekristalisasi Kristanti dkk, 2008.
Metode maserasi lebih banyak digunakan untuk isolasi bahan alam. Penelitian yang pernah dilakukan dengan metode maserasi, diantaranya isolasi
dari
C. soulattri
yaitu senyawa friedelin dengan menggunakan pelarut MeOH dari bagian daun Putra, dkk., 2008 dan isolasi senyawa soulattron A dengan
menggunakan pelarut C
6
H
6
dari bagian kulit
C. soulattri
Nigam,
et. al.,
1988.
b. Kromatografi Lapis Tipis KLT Kromatografi lapis tipis didasarkan pada distribusi fase cair-padat.
Sebagai fase diam atau adsorbennya berupa lapisan tipis alumina atau silika gel yang menempel pada permukaan lempengan kaca atau plastik, sedang sebagai
fase gerak adalah eluen yang digunakan untuk membawa zat yang dianalisa bergerak melalui fase diam padat. Fase diam harus mempunyai sifat tidak larut
dalam fase gerak maupun dalam komponen sampel. Fase diam dalam KLT berupa padatan penyerap yang dihasilkan pada sebuah plat datar dari gelas, plastik atau
alumina sehingga membentuk lapisan tipis dengan ketebalan tertentu. Fase diam atau penyerap yang bisa digunakan sebagai pelapis plat adalah silika gel SiO
2
, selulosa, alumina Al
2
O
3
dan kieselgur tanah diatome. Kebanyakan penyerap yang digunakan adalah silika gel, dimana telah tersedia plat yang siap pakai
Gritter, 1991. Salah satu jenis silika gel yang banyak digunakan untuk KLT adalah silika gel 60 GF
254
. Identifikasi senyawa pada hasil analisis KLT dengan fasa diam silika gel 60 GF
254
dapat dilkakukan dengan melihat warna noda di 14
commit to user 30
bawah sinar UV. Senyawa akan tampak berupa spot gelap tidak berfluoresence dengan
background
yang berpendar saat disinari dengan lampu UV
254
. Identifikasi senyawa juga dapat dilakukan dengan menyemprotkan pereaksi warna
yang bersifat universal seperti CeSO
4 2
Kristanti dkk, 2008. Kromatografi jenis ini sering dilakukan secara preparatif dengan berbagai tujuan, antara lain untuk
mencari sistem eluen saat dilakukan kromatografi kolom, mengatahui pola pemisahan dari hasil kromatografi kolom atau untuk mengecek apakah senyawa
tersebut telah murni atau belum. Prinsip dari KLT adalah adanya adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh
fase diam adsorben dan fase gerak eluen, komponen kimia akan bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen
kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya pemisahan Rohman, 2007. Setelah sampel ditotolkan diatas fase diam, senyawa-senyawa dalam sampel akan terelusi dengan kecepatan yang
sangat bergantung pada sifat senyawa-senyawa tersebut kemampuan terikat pada fasa diam dan kemampuan larut dalam fasa gerak, sifat fasa diam kekuatan yang
menarik senyawa di atas fasa diam, dan sifat fasa gerak kemampuan melarutkan senyawa. Pada KLT, secara umum senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran
rendah akan terelusi lebih cepat dari pada senyawa-senyawa yang lebih polar Padmawinata, 1986.
Pelarut sebagai fasa gerak atau eluen merupakan faktor yang menentukan gerakan komponen-komponen dalam campuran. Pemilihan pelarut tergantung
pada sifat kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Trappe dalam Sastrohamidjojo 1991 mengatakan bahwa kekuatan elusi dari deret-deret
pelarut untuk senyawa-senyawa dalam KLT dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai berikut : air murni metanol etanol propanol
aseton etilasetat kloroform metilklorida benzen toluen trikloroetilen tetraklorida sikloheksan heksan. Fasa gerak yang bersifat lebih polar
digunakan untuk mengelusi senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fasa gerak yang kurang polar digunakan untuk mengelusi senyawa yang
commit to user 31
adsorbsinya lemah Sastrohamidjojo, 1992. Analisis suatu senyawa dalam KLT biasanya dilakukan dengan
dibandingkan terhadap senyawa standarnya, yaitu berdasar pada kedudukan noda relatif terhadap batas pelarut yang dikenal sebagai Rf
Retardation factor
yang didefinisikan sebagai berikut :
Rf = Jarak komponen yang bergerak Jarak pelarut yang bergerak
c. Kromatografi Vakum Cair KVC Kromatografi vakum cair merupakan salah satu kromatografi kolom
khusus yang biasanya menggunakan silika gel sebagai adsorben biasanya silika gel 60 G dan pompa vakum. Teknik kromatografi vakum cair menggunakan
sistem pengisapan
suction
untuk mempercepat proses elusi menggantikan sistem penekanan dengan gas. Alat yang digunakan adalah corong Buchner berkaca
masir atau kolom pendek dengan diameter yang cukup besar. Tahap pemisahan menggunakan KVC biasanya dilakukan pada awal
pemisahan pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi. Berbeda halnya dengan kromatografi kolom yang menggunakan
tekanan pada bagian atas kolom untuk meningkatkan laju alir, pada kromatografi vakum cair, bagian atasnya terbuka sehingga untuk optimasi kolom atau untuk
penggantian pelarut mudah dilakukan. Cara pemisahan kolom adalah sebagai berikut: pada kromatografi vakum cair, kolom dikemas kering dalam keadaan
vakum agar diperoleh kerapatan adsorben maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang paling non polar yang akan dipakai dituang ke permukaan adsorben
kemudian divakum lagi. Kolom dihisap sampai kering dan siap dipakai jika kolom tidak retak atau turunnya eluen sudah rata dengan kolom. Sampel
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau sampel dibuat serbuk bersama adsorben impregnasi dan dimasukkan ke dalam bagian atas kolom, kemudian dihisap
perlahan-lahan. Selanjutnya, kolom dielusi dengan pelarut yang sesuai, dimulai dengan derajat polaritas yang paling rendah. Kolom dihisap sampai kering pada
setiap pengumpulan fraksi. Pada kromatografi vakum cair, fraksi-fraksi yang 16
commit to user 32
ditampung biasanya bervolume jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi- fraksi yang diperoleh dengan kolom biasa Kristanti, dkk., 2008.
d. Kromatografi
Flash
Kromatografi
flash
merupakan kromatografi dengan tekanan rendah pada umumnya 20 psi yang digunakan sebagai kekuatan bagi elusi bahan
pelarut melalui suatu kolom yang lebih cepat. Kualitas pemisahan sedang, tetapi dapat berlangsung cepat 10-15 menit. Pemilihan kolom disesuaikan dengan
jumlah cuplikan yang akan dipisahkan. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel 60 ukuran 63-200
m dan silika gel G
60
ukuran 40-43 m
Kristanti dkk, 2008. Pelarut yang digunakan pada umumnya merupakan variasi dua pelarut dimana salah satu pelarut memiliki kepolaran yang lebih tinggi dari
pelarut lainnya. Pemilihan sistem eluen untuk kromatografi
flash
disesuaikan dengan Rf senyawa yang akan dipisahkan. Rf dari senyawa dianjurkan berada pada daerah
0,15-0,2. Sistem pelarut biner dengan salah satu pelarut menpunyai kepolaran yang lebih tinggi, sering digunakan dalam kromatografi ini. Sistem pelarut biner
yang sering
digunakan diantaranya
n
-heksanaEtOAc, eter
n
-heksana, CH
2
Cl
2
EtOAc dan CH
2
Cl
2
MeOH. Jika Rf senyawa 0,2, jumlah eluen yang akan digunakan 5x dari berat silika gel dalam kolom Still, 1978.
4. Spektroskopi Setelah diperoleh hasil dari isolasi dan pemurnian senyawa, selanjutnya
dilakukan analisa dengan spektroskopi. Metode spektroskopi mempunyai banyak keuntungan. Biasanya hanya diperlukan sejumlah kecil untuk analisis, dan
kadang-kadang jumlah itu pun dapat diperoleh kembali tidak musnah atau rusak. Proses identifikasi untuk menentukan jenis senyawa kimia hasil isolasi dan
pemurnian dilakukan dengan elusidasi struktur menggunakan spektroskopi UV- Vis, IR maupun NMR.
commit to user 33
a. Spektroskopi UV-Vis Spektroskopi UV-Vis adalah pengukuran absorpi radiasi elektromagnetik
suatu senyawa di daerah ultraviolet yang terentang dari panjang gelombang 100- 400 nm dan sinar tampak yang terentang dari 400 nm ungu sampai 750 nm
merah. Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron
– elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi yang berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya
UV bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih pendek, sedangkan molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang
Fessenden and Fessenden, 1986. Prinsip dari spektroskopi UV-Vis adalah adanya transisi elektronik suatu
molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorpsi penyerapan energi berupa radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai oleh molekul tersebut
Rohman, 2007. Absorbansi radiasi oleh sampel diukur oleh detektor pada berbagai
dan diinformasikan ke perekam untuk menghasilkan spektrum. Spektrum ini akan memberikan informasi penting untuk identifikasi adanya gugus
kromofor Hendayana, 2004.
b. Spektroskopi Inframerah IR Spektroskopi inframerah adalah teknik yang didasarkan adanya vibrasi
dari atom pada suatu molekul. Spektrumnya diperoleh dari sinar radiasi inframerah yang diserap oleh sampel pada energi tertentu. Frekuensi inframerah
biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang
wave number
, yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang persentimeter. Daerah IR mempunyai
jarak pengukuran dari 4000 cm
-1
- 625 cm
-1
. Spektrum IR yang berada pada daerah di atas 1600-4000 cm
-1
menunjukkan pita spektrum yang disebabkan adanya vibrasi yang khas dari ikatan kimia gugus fungsi molekul yang ditentukan,
sedangkan spektrum IR yang berada pada daerah 1300-625 cm
-1
menunjukkan pita spektrum yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul dan dikenal dengan
commit to user 34
nama sidik jari
finger print
Carey, 2000. Kisaran frekuensi pada bilangan gelombang ini sama dengan energi sekitar 2 sampai 12 kkalmol. Jumlah energi
ini cukup mempengaruhi vibrasi ikatan gerakan uluran atau pembengkokan ikatan tetapi sangat kurang untuk memutus ikatan. Jenis ikatan tertentu biasanya
meregang pada kisaran sempit dengan frekuensi tertentu. Spektroskopi infra merah terutama bermanfaat untuk menetapkan jenis ikatan yang ada dalam
molekul dengan menggunakan daerah gugus fungsi Hart, 1983.
Tabel 1. Serapan khas beberapa gugus fungsi pada IR
Smith, 2006
Gugus Daerah Serapan cm
-1
Intensitas
O-H 3600 - 3200
kuat, lebar N-H
3500 - 3200 medium
Csp
3
-H 3000 - 2850
kuat Csp
2
-H 3150 -3000
medium Csp-H
3300 medium
C=O 1800 - 1650
kuat C C
2250 medium
C=C 1650
medium 1600 - 1500
medium
Dari penelitian yang pernah dilaporkan, daerah serapan IR dari senyawa yang berhasil diisolasi dari tumbuhan
C. soulattri
antaralain :
Senyawa IR v cm
-1
Soulattrone A 29 2930 C-H alkana, 1670 C=O keton,1130 C-O eter
Friedelin 21 1777 C=O keton, 2927 C-H alkana
c. Spektroskopi NMR Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti NMR merupakan salah satu
metode spekoskopi yang bermanfaat dalam penentuan struktur senyawa organik. Dasar dari metode spektroskopi ini adalah kajian terhadap momen magnet dari inti
atom. Inti atom dalam molekul yang timbul akibat perputaran inti tersebut. Momen magnet dari suatu inti atom dipengaruhi oleh atom-atom yang ada di
dekatnya, sehingga atom yang sama dapat mempunyai momen magnet yang 19
commit to user 35
berbeda bergantung pada lingkungannya. Bila inti atom diletakkan diantara kutub –kutub magnet yang sangat kuat, inti akan mensejajarkan medan magnetiknya
sejajar pararel atau mmelawan antipararel dengan medan magnet Achmadi, 2003. Sifat inilah yang digunakan untuk menentukan struktur suatu molekul. Inti
yang paling penting dalam penetapan struktur senyawa organik yaitu
1
H dan
13
C. 1
13
C NMR Spektroskopi
13
C NMR memberikan informasi tentang jumlah atom karbon dari suatu struktur molekul. Pergeseran kimia
13
C terjadi pada daerah yang lebih lebar dibandingkan daerah pergeseran kimia inti
1
H. Keduanya diukur terhadap senyawa standar yang sama, yaitu tetrametilsilen TMS, yang semua
karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam. Pergeseran kimia untuk
13
C dinyatakan dalam satuan δ, tetapi pada umumnya dituliskan dengan kisaran sekitar 0 sampai 200 ppm di bawah medan TMS bukan kisaran yang
lebih kecil, yaitu dari 0 sampai 10 ppm untuk
1
H. Kisaran kimia yang lebar cenderung menyederhanakan spektrum
13
C relatif terhadap spektrum
1
H Achmadi, 2003. Daerah pergeseran kimia untuk
13
C ditunjukkan dari pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Pergeseran kimia beberapa jenis inti
13
C Smith, 2006
Jenis Karbon δ ppm
R─CH
3
0 - 35 R
2
─CH
2
15 - 20 R
3
─CH 25 - 50
R
4
─C 30 - 40
RC CR 65-90
R
2
C CR
2
100-150 110-175
C R
O OH
C R
O OR
160-185
C R
O H
C R
O R
190-220 20
commit to user 36
2
1
H NMR Spektroskopi
1
H NMR memberikan informasi mengenai banyaknya sinyal dan pergeseran kimianya dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis inti
1
H yang secara kimia berbeda di dalam molekul, luas puncak menginformasikan banyaknya inti
1
H dari setiap jenis yang ada, pola pembelahan spin-spin menginformasikan tentang jumlah
1
H tetangga terdekat yang dimiliki oleh inti
1
H tertentu. Pergeseran kimianya dapat dilihat dari tabel 2 berikut:
Tabel 3. Pergeseran kimia beberapa jenis inti
1
H Achmadi, 2003.
Jenis
1
H δ ppm
Jenis
1
H δ ppm
C ─CH
3
0,85-0,95 CH
2
C 4,6-5,0
C─CH
2
─C 1,20-1,35
─CH C 5,2-5,7
HC C
C C
1,40-1,65 Ar─H
6,6-8,0 CH
3
─CH C 1,6-1,9
─C C─H 2,4-2,7
CH
3
─Ar 2,2-2,5
C O
H
9,5-9,7
C O
CH
3
2,1-2,6 C
O OH
10-13 O─CH
3
3,5-3,8 R─OH
0,5-5,5 Spektrum NMR
1
H biasanya diperoleh dengan cara melarutkan sampel senyawa yang sedang dikaji biasanya hanya beberapa miligram dalam sejenis
pelarut yang tidak memiliki inti
1
H. Contoh pelarut seperti ini adalah CCl
4
atau pelarut dengan hidrogen yang digantikan oleh deuterium, seperti CDCl
3
deuteriokloroform dan CD
3
COCD
3
heksadeutioaseton. Salah satu cara untuk untuk menetapkan puncak dari spektra
1
H NMR adalah dengan mengintegrasikan luas di bawah setiap puncak. Luas puncak
peak area
berbanding lurus dengan jumlah inti
1
H yang menyebabkan terjadinya puncak tersebut. Cara yang lebih umum untuk menetapkan puncak adalah dengan membandingkan pergeseran
kimia dengan proton yang serupa dengan senyawa rujukan yang diketahui. Inti
1
H yang membelah sinyal lain dikatakan terkopling
coupled
. Besarnya kopling atau hertz yang membelah sinyal disebut tetapan kopling
commit to user 37
coupling constant
, disingkat dengan
J
. Sementara proton pada karbon yang bersebelahan dapat menunjukkan pembelahan yang cukup besar J=6-8 Hz,
proton yang berjauhan dapat dikatakan tidak merasakan adanya proton satu sama lain J=0-1 Hz. Tetapan kopling dapat digunakan untuk membedakan antara
posisi substituen pada cincin benzen. Inti
1
H yang ekuivalen secara kimia tidak saling membelah. Tabel 3 berikut memuat tetapan kopling untuk beberapa jenis
inti
1
H yang lazim Achmadi, 2003.
Tabel 4. Tetapan kopling untuk beberapa jenis inti
1
H
Gugus JHz
Gugus JHz
C C
H H
6-8
H H
Orto : 6-10 Meta: 1-3
Para : 0-1
C C
C H
H
0-1
C C
R
1
R
2
H H
0-3
C C
R
2
H H
R
1
12-18
C C
H R
2
H R
1
6-12
3 HMQC
Heteronuclear multiple quantum coherence
HMQC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis proton dalam satu ikatan, sehingga dari data ini
dapat ditentukan pula karbon yang mengikat proton dan mana karbon yang kuartener. Dari data ini juga diketahui nilai geseran kimia dari karbon yang
memiliki proton Breitmaier, 2002.
4 HMBC
Heteronuclear multiple bond correlation
HMBC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara proton dengan karbon yang
berjarak 2 sampai 3 ikatan sehingga dapat diketahui atom karbon tetangga Breitmaier, 2002.
commit to user 38
B. Kerangka Pemikiran