ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA TURUNAN TERPENOID DARI KULIT BATANG SLATRI

(1)

commit to user

ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA

TURUNAN TERPENOID DARI KULIT BATANG SLATRI

(Calophyllum soulattri Burm.f)

Disusun oleh :

ISNAINI DIAN N

M0306040

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2


(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA TURUNAN TERPENOID DARI KULIT BATANG SLATRI (Calophyllum soulattri Burm.f)” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juni 2011

ISNAINI DIAN N


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA TURUNAN TERPENOID DARI KULIT BATANG SLATRI

(Calophyllum soulattri Burm.f)

ISNAINI DIAN N

Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengelusidasi struktur senyawa kimia dari kulit batang Slatri (Calophyllum soulattri) yang berasal dari Magelang. Proses isolasi dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut MeOH dan proses fraksinasi dilakukan dengan kromatografi vakum cair (silika gel 60 GF254) menggunakan eluen n-heksan:EtOAc dengan perbandingan v/v untuk menambah kepolaran. Proses pemurnian fraksi dilakukan dengan kromatografi flash (silika gel 60 (0,04-0,063 mm)) dengan eluen n-heksan:EtOAc, diikuti pemurnian lebih lanjut dengan kromatografi flash dengan eluen n -heksan:CHCl3. Dari hasil pemurnian diperoleh 24 mg padatan kuning berminyak. Senyawa hasil isolasi diidentifikasi dengan spektroskopi UV, IR, 1H NMR, 13C NMR, HMQC dan HMBC. Dari hasil analisa data, diketahui bahwa struktur senyawa hasil isolasi yang disarankan adalah turunan terpenoid.

Kata Kunci : Calophyllum soulattri, kulit batang dan turunan terpenoid


(5)

commit to user

ISOLATION AND ELUCIDATION STRUCTURE

OF TERPENOID DERIVATIVES FROM STEM BARK OF SLATRI (Calophyllum soulattri Burm.f)

ISNAINI DIAN N

Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University

ABSTRACT

This study is aimed to isolate and elucidate structure of chemical constituent of stem bark Slatri (Calophyllum soulattri) from Magelang. Isolation was done by maceration method with MeOH as solvent and fractination by vacuum liquid chromatography (silica gel 60 GF254) using the n-hexane:EtOAc as eluent with different v/v composition to increase polarity. The purification of the fraction was carried out by flash chromatography (silica gel 60 (0.04 to 0.063 mm)) with n-hexane:EtOAc as eluent followed with further purification by flash

chromatography with n-hexane:CHCl3 as eluent. Twenty four milligrams of yellow oily solid was obtained from the purification. The isolated compounds were identified by UV, IR, 1H NMR, 13C NMR, HMQC and HMBC. From spectra obtained, the isolated compound is suggested as terpenoid derivatives.

Keywords : Calophyllum soulattri, stem bark and terpenoid derivatives


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

MOTTO

Berpikirlah dulu sebelum berbuat. Banyak-banyak menimbang sebelum bertindak. bagaimana resikonya, apa akibatnya, pikirkan positif dan negatifnya.

Dan diatas semuanya, ingatlah selalu akan adanya Zat Yang Mahatau. Zat yang mengawasi segala gerak-gerik kita, manusia ciptaan-Nya. Bermain api terbakar, bermain air basah. Siksa Allah itu bukan main beratnya, takkan ada

yang sanggup menolak, takkan ada yang sanggup memikul (Ust. Yusuf Mansur)

Ketika kamu merasa orang-orang membencimu tanpa alasan yang jelas, ingatlah, Allah mencintaimu tanpa syarat

(NN)

Untuk mencapai hal-hal besar, kita bukan hanya harus bertindak, tetapi juga bermimpi, bukan hanya rencana, tetapi percaya

(Anatole France)

Waktu memang tak terbatas, tapi waktu kita terbatas (Mario Teguh)

Kita tak dapat mengubah masa lalu. Kita tak dapat mengubah tingkah laku orang. Kita tak dapat mengubah apa yang pasti terjadi. Satu hal yang dapat

kita ubah adalah satu hal yang dapat kita kontrol, dan itu adalah sikap kita. Saya yakin bahwa hidup adalah 10 persen dari apa yang sebenarnya terjadi

pada diri kita, dan 90 persen adalah bagaimana sikap kita menghadapinya (Opie)


(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk, Orangtuaku tersayang “Bapak & Mama”,

maaf kalau tidak bisa menyelesaikan ini semua tepat waktu dan mungkin sudah sangat terlambat.

Terimakasih atas kasih sayang dan do’a yang selalu tercurah untukku.

Kakak dan Adikku tercinta “Mita & Ismi” ,

yang selalu menjadi inspirasi untukku. Teman-teman kimia 2006, terutama untuk “Marseh, Anne, Idul dan Mas Yanu”, atas persahabatan dan

kebersamaannya selama ini. Galih Surya Taruma, thanks for everything you have given to me, you still the best. Untuk semua pembaca, semoga dapat lebih bermanfaat.


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

KATA PENGANTAR

Untaian syukur terlantun kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Elusidasi Struktur Senyawa Turunan Terpenoid dari Kulit Batang Slatri

(Calophyllum soulattri Burm.f)” ini banyak pihak yang telah membantu. Untuk

itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Eddy Heraldy, M.Si selaku ketua jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

2. M. Widyo Wartono, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menyelesaikan skripsi.

3. Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si selaku pembimbing akademik dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama skripsi.

4. I.F. Nurcahyo, M.Si selaku Ketua Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. 5. Seluruh Dosen di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas ilmu yang berguna dalam menyusun skripsi ini.

6. Para Laboran di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas bantuan dan kerjasama yang baik.

7. Untuk Bapak dan Mama, Mbak Mita dan Ismi dirumah, terimakasih atas dukungan dan motivasi yang diberikan untuk segera menyelesaikan karya ini. Untuk mas Galih, terimakasih telah menjadi tempat berkeluh kesah serta memberikan motivasi kepada saya. Untuk saudara-saudara saya tersayang (Uti, Bu Tatik, Bu Ninik, De Li, Tante Nina, Tante Uci, Nessy,

Kembar “Rafi & Dafa”, Aisyha, Astin dan yg tidak bisa disebutkan satu

persatu) terimaksih atas segala bantuan dan dukungannya.


(9)

commit to user

8. Untuk teman seperjuangan saya “Sum-sum”, terimakasih atas segala

bantuan dan kebersamaanya. Untuk para penghuni “Kos Orange” (Anne, Koko, Mbak Esmi, Eva) serta “Idul, mas Yanu, Ester” terimakasih atas

tumpangan berteduh, nasehat, persahabatan kita selama ini dan menjadi penghibur saat duka. Semangat, kita pasti bisa.

9. Teman-teman Kimia’06 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, kakak dan adik tingkat atas semua dukungan dan persahabatannya selama ini.

10.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca.

Surakarta, Juni 2011

Isnaini Dian N


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN ABSTRAK... HALAMAN ABSTRACT... HALAMAN MOTTO... PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Masalah... B. Perumusan Masalah... 1. Identifikasi masalah... 2. Batasan masalah... 3. Rumusan masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian... BAB II. LANDASAN TEORI... A. Tinjauan Pustaka... 1. Tumbuhan genus Calophyllum... 2. Tumbuhan Calophyllum soulattri...

a. Diskripsi tumbuhan Calophyllum soulattri... b.Manfaat Calophyllum soulattri... c. Kandungan tumbuhan Calophyllum soulattri... 3. Metode Isolasi dan Pemurnian Tumbuhan...

i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii xv 1 1 3 3 3 4 4 4 5 5 5 10 10 11 12 13 x


(11)

commit to user

a. Ekstraksi... b. Kromaografi lapis tipis... c. Kromatografi vakum cair... d. Kromatografi flash... 3. Spektroskopi... a. Spektrofotometer Ultra Violet (UV)... b. Spektrofotometer Inframerah (IR)... c. NMR... 1). 13C NMR... 2). 1H NMR... 3). HMQC... 4). HMBC... B. Kerangka Pemikiran... C. Hipotesis... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... A. Metodologi Penelitian... B. Tempat dan Waktu Penelitian... C. Alat dan Bahan... 1. Alat yang digunakan... 2. Bahan yang digunakan... D. Prosedur Penelitian... 1. Determinasi sampel... 2. Persiapan sampel... 3. Isolasi dan pemurniaan senyawa dari kulit batang Calophyllum soulattri...

F. Teknik Analisis Data……….. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………... DAFTAR PUSTAKA……… 13 14 16 17 17 18 18 19 20 21 22 22 23 23 24 24 24 24 24 25 25 25 25 26 27 29 45 46 xi


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Serapan khas beberapa gugus fungsi pada spektroskopi IR. . . 19 Tabel 2. Pergeseran kimia beberapa jenis inti 13C. . . 20 Tabel 3. Pergeseran kimia beberapa jenis inti 1H. . . 21 Tabel 4. Tetapan kopling untuk beberapa jenis inti 1H. . . 22 Tabel 5. Jenis proton pada data 1H NMR senyawa hasil isolasi fraksi

C1d. . . 35 Tabel 6. Korelasi proton dan karbon dari data HMQC dan jenis atom

karbon senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . 36 Tabel 7. Korelasi proton dan karbon pada jarak 2-3 ikatan dari data

HMBC senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . 37


(13)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka dasar senyawa. . . 6

Gambar 2. Struktur senyawa santon yang diisolasi dari bagian kulit batang C. apetalum, C. caledonicum, dan C. brasiliensis. . . 7

Gambar 3. Struktur senyawa kumarin yang diisolasi dari bagian kulit batang spesies C. lanigerum, C. teysmanni, C. brasiliensis dan. . . 8

Gambar 4. Struktur senyawa kromanon dari kulit batang C. panciflorum. . . . . 8

Gambar 5. Struktur senyawa flavonoid dari kulit akar dan bunga C. inophyllum. . . 9

Gambar 6. Struktur senyawa triterpenoid dari C. brasiliense, C. gracilipes, C. apetalum, C. lankaensis dan C. inophyllum. . 9

Gambar 7. Struktur senyawa steroid dari C. inophyllum. . . . 10

Gambar 8. Struktur senyawa asilploroglusinol dari C. sundaicum dan C. enervosum. . . 10

Gambar 9. Gambar pohon dan kulit batang C. soulattri. . . 11

Gambar 10 Struktur senyawa terpenoid yang diisolasi dari tumbuhan C. soulattri. . . 13

Gambar 11. Hasil KLT penggabungan fraksi dari KVC I, II dan III dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:0,5). . . 29

Gambar 12. Hasil KLT penggabungan kromatografi flash fraksi C dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:0,5). . . 30

Gambar 13. Hasil KLT penggabungan kromatografi flash fraksi C1 dengan eluen n-heksan : CHCl3 (9,5:0,5). . . 30

Gambar 14. Kromatogram uji kemurnian senyawa fraksi C1. . . 31

Gambar 15. Spektrum UV senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . 32

Gambar 16. Spektrum IR senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . 32

Gambar 17. Spektra 13C NMR dari senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . . 34


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Gambar 18. Spektra 1H NMR dari senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . 34 Gambar 19. Spektra HMBC pada senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . 37 Gambar 20. Korelasi proton metil dengan karbon pada δH 0,86 dan 0,89

ppm. . . 38 Gambar 21a. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,1-0,8 ppm dan δC

225-199 ppm. . . 38 Gambar 21b. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,2-0,8 ppm dan δC 50-36

ppm. . . 39 Gambar 21c. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,3-0,8 ppm dan δC 33-15

ppm. . . . . . 39 Gambar 22. Korelasi proton metil dengan karbon pada δH 1,22 dan 0,92

ppm. . . 40 Gambar 23a. Korelasi proton metil isoprenil dengan karbon pada δH 1,63

dan 1,66 ppm serta proton metilen dengan karbon pada δH 2,48 dan 2,78 ppm. . . 41 Gambar 23b. Korelasi proton metil isoprenil dengan karbon pada δH 1,68

dan 1,53 ppm serta proton metilen dengan karbon δH 2,38 ppm. . . 41 Gambar 24a. Hubungan HMBC perbesaran δH 2,7-1,3 ppm dan δC

140-120 ppm. . . 41 Gambar 24b. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,7-1,5 ppm dan δC

140-110 ppm. . . 42 Gambar 24c. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,8-1,4 ppm dan δC 30-15

ppm. . . 42 Gambar 25. Kemungkinan posisi karbon pada kerangka (a dan b). . . 43 Gambar 26. Dua kemungkinan struktur senyawa isolat fraksi C1d pada

posisi geseran kimia karbon dan proton (a dan b). . . 46


(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Calophyllum soulattri. . . 50

Lampiran 2. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 217,59-133,53 ppm. . . 51

Lampiran 3. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 122,32-70,5 ppm. . . 51

Lampiran 4. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 54.92-29,54 ppm. . . 51

Lampiran 5. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 27,85-19,01 ppm. . . 52

Lampiran 6. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 18,26-11,79 ppm. . . 52

Lampiran 7. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 5,26-3,65 ppm. . . 52

Lampiran 8. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 3,2-2,04 ppm. . . 53

Lampiran 9. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 2,17-1,43 ppm. . . 53

Lampiran 10. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 1,45-1,04 ppm. . . 53

Lampiran 11. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 0,93-0,77 ppm. . . 54

Lampiran 12. Spektra HMQC pada senyawa hasil isolasi fraksi C1d. . . 54

Lampiran 13. Perbesaran spektra HMQC pada δH 7,3-4,8 ppm dan δC 120-80 ppm. . . 54

Lampiran 14. Perbesaran spektra HMQC pada δH 3,6-2,3 ppm dan δC 50-20 ppm. . . 55

Lampiran 15. Perbesaran spektra HMQC pada δH 1,8-1,1 ppm dan δC 32-22 ppm. . . 55

Lampiran 16. Perbesaran spektra HMQC pada δH 1,7-0,8 ppm dan δC 21-10 ppm. . . 55


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa dan terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beraneka ragam jenis tumbuhan. Tumbuhan tersebut secara turun-temurun telah dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional baik untuk tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional pada umumnya hanya didasarkan atas pengalaman/warisan tanpa mengetahui kandungan kimianya secara pasti. Tumbuhan tersebut jika ditelaah lebih lanjut mempunyai kandungan kimia aktif biologis. Penelusuran senyawa-senyawa bioaktif dari tumbuhan dapat dilakukan dengan pendekatan fitofarmakologi. Salah satunya dapat bersumber dari etnobotani, yaitu penelusuran senyawa aktif tumbuhan yang didasarkan pada penggunaannya sebagai obat tradisional oleh masyarakat. Salah satu tumbuhan tersebut berasal dari famili Clusiaceae dari genus Calophyllum. Genus Calophyllum terdiri dari 180-200 spesies (Stevens, 1980), dimana sebagian besar tumbuh di Indonesia. Beberapa diantaranya telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Hal ini tidak terlepas dari senyawa kimia yang terkandung di dalamnya.

Kelompok senyawa bahan alam yang telah diisolasi dari genus

Calophyllum cukup beragam. Berdasarkan kerangka dasarnya, senyawa yang

diisolasi dari golongan aromatis meliputi turunan santon, kumarin, kromanon, sedangkan dari golongan senyawa non aromatis yang diisolasi meliputi senyawa turunan asilploroglusinol, terpenoid dan steroid (Su, et al., 2008). Dari hasil penelitian mengenai aktivitas biologisnya, beberapa senyawa santon dilaporkan dimanfaatkan sebagai obat antimalaria (Anne, et al., 2004), antikanker (Ito, et al., 2002), antimikroba (Noldin, et al., 2006), antiHIV (Zou, et al., 2005) dan antibakteri (Husni, 1995; Khan, et al., 2002). Senyawa kumarin dilaporkan bermanfaat sebagai penghambat virus HIV (Patil, et al., 1993; McKee, et al., 1996), cancer chemopreventive (Itoigawa, et al., 2002) dan memiliki aktivitas


(17)

commit to user

sitotoksik (Guilet, et al., 2001). Senyawa turunan kromanon dilaporkan mempunyai aktivitas sitotoksik dan antitumor (Ito, et al., 1999). Senyawa turunan terpenoid bermanfaat sebagai antiinflamasi, insektisida, antibakteri dan memiliki aktivitas sitotoksik (Nigam, et al., 1988; Putra, dkk., 2008). Salah satu spesies dari genus Calophyllum tersebut adalah Calophyllum soulattri atau dikenal dengan slatri.

Tumbuhan C. soulattri merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Seduhan daun dan akarnya dapat digunakan sebagai obat oles terhadap nyeri encok. Minyak dari bijinya dapat dimanfaatkan sebagai minyak rambut, penumbuh rambut, minyak urut untuk obat urut dan rematik (Heyne, 1987). Belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap kandungan senyawa kimia dari

C. soulattri. Isolasi senyawa kimia dari ekstrak metanol bagian daun tumbuhan C.

soulattri yang berasal dari daerah Sumatera Barat diperoleh senyawa turunan

triterpenoid yaitu friedelin, dimana senyawa ini memiliki aktivitas sitotoksik (Putra, dkk., 2008). Penelitian lain yang pernah dilaporkan adalah isolasi dari ekstrak benzen bagian kulit C. soulattri yang berasal dari daerah Andaman, India diperoleh senyawa turunan terpenoid yaitu soulattron A yang bermanfaat sebagai antiinflamasi (Nigam, et al., 1988). Uji aktifitas biologis ekstrak metanol dari bagian kulit batang C. soulattri terhadap larva Crocidolomia pavonana

menunjukkan bahwa fraksi aktif dari tumbuhan ini bermanfaat sebagai insektisida dan dilaporkan bahwa fraksi aktif tersebut berasal dari kelompok terpenoid (Syahputra, dkk., 2006). Selain bermanfaat sebagai insektisida, memiliki aktivitas sitotoksik dan antiinflamasi, ekstrak metanol dari tumbuhan C. soulattri juga dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri (Khan, et al., 2002).

Perbedaan asal sampel, kondisi geografis, iklim dan metode isolasi diduga mempengaruhi senyawa kimia yang berhasil diisolasi dari suatu tumbuhan, sehingga senyawa yang diperoleh dapat berbeda walaupun tidak menutup kemungkinan akan sama dengan senyawa yang pernah dilaporkan sebelumnya. Untuk itu, berdasarkan pendekatan ilmu kemotaksonomi akan dilakukan penelitian mengenai isolasi senyawa kimia dari kulit batang C. soulattri yang


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

berasal dari daerah Magelang, Jawa Tengah kemudian dilanjutkan dengan elusidasi strukturnya untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut.

B.Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Tumbuhan C. soulattri merupakan salah satu spesies dari genus

Calophyllum yang termasuk ke dalam famili Clusiaceae yang memiliki spesies

yang beragam dan jumlahnya sangat banyak. Sebagian besar tumbuhan C.

soulattri tumbuh subur di Indonesia, dengan sebaran di daerah Sumatera Barat,

Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua. Penelitian yang pernah dilaporkan mengenai isolasi dari tumbuhan C. soulattri, sampel yang berasal dari Sumatera Barat dan Andaman telah berhasil diisolasi senyawa kimia dari golongan non aromatik yaitu turunan terpenoid. Berdasarkan penelitian tersebut, masih sedikit sekali informasi yang diperoleh mengenai kandungan senyawa kimia dari C. soulattri mengingat bahwa senyawa kimia yang berhasil diisolasi dari spesies lain pada genus Calophyllum cukup beragam.

Setiap bagian dari tumbuhan C. soulattri seperti akar, batang, kulit, buah dan daun memiliki khasiat yang berbeda-beda, hal ini tidak terlepas dari senyawa yang terkandung dalam tumbuhan tersebut. Bagian tumbuhan yang berbeda dari

C. soulattri memungkinkan perbedaan hasil senyawa yang akan diperoleh.

Senyawa soulatron A berhasil diisolasi dari bagian kulit dan friedelin diisolasi dari bagian daun tumbuhan C. soulattri.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi oleh:

a. Tumbuhan C. soulattri yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Magelang.


(19)

commit to user

b. Bagian tumbuhan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang C. soulattri.

3. Rumusan Masalah

Senyawa kimia apakah yang dapat diisolasi dari bagian kulit batang C.

soulattri yang berasal dari daerah Magelang?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia pada kulit batang C. soulattri yang berasal dari daerah Magelang.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Membuka wawasan baru mengenai kandungan senyawa kimia dari C. soulattri.

2. Memberikan informasi dan menambah referensi mengenai senyawa kimia yang terdapat pada kulit batang C. soulattri.


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1.Tumbuhan dari Genus Calophyllum

Genus Calophyllum terdiri dari 180-200 spesies dari familia Clusiaceae

(Su, et al., 2008). Kata Calophyllum berasal dari bahasa yunani, yaitu kalos yang

artinya cantik, dan phullon yang artinya daun. Tumbuhan dari genus Calophyllum

ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dalam pengobatan tradisional untuk berbagai macam penyakit. Tumbuhan yang termasuk dalam genus ini cukup beragam, antara lain C. apetalum, C. caledonicum, C. brasiliensis, C. lanigerum,

C. dispar, C. venulosum, C. panciflorum, C. austroindicum, C. inophyllum, C.

gracilipes, C. lankaensis, C. lanigerum, C. cerasiferum, C. polyanthum, C.

recedens, C. blancoi, C. ramiflorum, C. scriblitifolium, C. tomentosum, C.

bracteatum, C. walkeri, C. zeylanicum, C. macrocarpum, C. mooni, C. sundaicum,

C. soulattri dan sebagainya. Dari berbagai macam spesies tersebut, C. inophyllum

merupakan spesies yang paling banyak dikenal, di masyarakat terkenal dengan nama nyamplung. Manfaat dari tumbuhan ini juga cukup beragam, antara lain biji buahnya dimanfaatkan untuk obat gatal, koreng, penumbuh rambut, dan setelah diolah menjadi minyak, berkhasiat untuk minyak urut, urus-urus dan rematik. Getahnya dapat disadap untuk mendapatkan minyak yang berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HIV. Daunnya berkhasiat sebagai obat oles untuk sakit encok, bahan kosmetik untuk perawatan kulit, penyembuhan luka, seperti luka bakar dan luka potong. Bunganya dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Selain C. inophyllum, terdapat pula tumbuhan C.

soulattri yang dikenal dengan nama slatri. Manfaat tumbuhan dari spesies ini juga

cukup beragam, antara lain minyak dari biji, seduhan daun dan akarnya dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit kulit, menumbuhkan rambut, dan sebagai obat oles untuk penyakit encok. Bagian bunga dari tumbuhan berbau harum sehingga sering dipergunakan sebagai pengharum lemari pakaian (Heyne, 1987). Di daerah Jawa Tengah, bagian benang sari yang berwarna kuning


(21)

commit to user

dipergunakan sebagai jamu bagi wanita setelah melahirkan (Syahputra, dkk., 2004).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilaporkan, senyawa yang terkandung dalam genus Calophyllum cukup beragam. Dilihat dari kerangka dasarnya, senyawa yang pernah berhasil diisolasi adalah golongan senyawa aromatis dan non aromatis. Senyawa aromatis yang berhasil diisolasi antara lain dari turunan santon (1), turunan kumarin (2), kromanon (3), sedangkan dari golongan non aromatis antara lain triterpenoid (4), steroid (5) dan asilploroglusinol (6) (Su, et al., 2008).

O R R R R R R R R O O R R R R R O O R R R R R O

1 2 3

O R O R R O R R R R R R R R R R

4 5 6

Gambar 1. Kerangka dasar senyawa

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilaporkan, senyawa santon yang telah diisolasi dari tumbuhan Calophyllum cukup banyak. Senyawa santon yang diisolasi dari kulit batang C. caledonicum yaitu 5-hidroksi-8-metoksisanton (7); 3,5-dihidroksi-1,2 dimetoksisanton (8) (Morel et al., 2002), dari kulit batang


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

(Iinuma, et al., 1994) dan senyawa brasisanton E (11) dan F (12) berhasil diisolasi dari kulit batang C. brasiliensis (Ito, et al., 2003).

O OCH3 H H OH H H H H O O H H H OH H OH OCH3 OCH3 O

7 8

O O O OH OH R

O O O O

H3CO

HO

OH

HO H3CO

OH O

O

11 12

Gambar 2. Struktur senyawa santon yang diisolasi dari bagian kulit batang C.

apetalum, C. caledonicum, dan C. brasiliensis

Golongan kumarin juga banyak diisolasi dari tumbuhan genus

Calophyllum, antara lain dari kulit batang C. lanigerum berhasil diisolasi

calanolide A (13) (McKee, et al., 1996), dari kulit batang C. teysmannii berhasil diisolasi teysmanon A (14) (Cao, et al., 1997) dan senyawa brasimarin A (15) diisolasi dari C. brasiliensis (Ito, et al., 2003).

R

9 isoprenil

10 H


(23)

commit to user O

O O

O

OH

O O

O

O

OH O

O

HO O

O

13 14 15

Gambar 3. Struktur senyawa kumarin yang diisolasi dari bagian kulit batang

spesies C. lanigerum, C. teysmanni dan C. brasiliensis

Senyawa yang termasuk kedalam golongan turunan kromanon adalah flavonoid, biflavonoid, dan turunan kromanon itu sendiri. Dari kulit batang C.

panciflorum berhasil diisolasi senyawa garcinianin (16), pancibiflavonol (17),

talbotaflavon (18) (Ito, et al., 1999).

O

O OH

HO

OH

R1

OH OH

HO

O

O

R2

Gambar 4. Struktur senyawa kromanon dari kulit batang C. panciflorum

Senyawa flavonoid yang berhasil diisolasi dari kulit akar spesies C.

inophyllum adalah senyawa flavanol (katechin) yaitu (-)-epicatechin (19) (Iinuma,

et al., 1994). Senyawa flavonoid lain telah diisolasi dari bagian bunga C.

inophyllum adalah myricetin (20) (Subramanian, et al., 1971). Senyawa

epicatechin (19) juga pernah diisolasi dari tumbuhan C. enervosum dan C.

austroindicum (Su, et al., 2008).

R1 R2

16 OH H

17 OH OH


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24 O OH HO OH OH OH O OH OH OH OH OH O HO

19 20

Gambar 5. Struktur senyawa flavonoid dari kulit akar dan bunga C. inophyllum

Senyawa golongan triterpenoid yang telah berhasil diisolasi antara lain dari C. brasiliense diperoleh senyawa friedelin (21) (Pretto, et al., 2004), dari C.

gracilipes diperoleh oleanan (22) (Cao, et al., 1997). Senyawa canophillal (23)

dan canophillol (24) berhasil disolasi dari C. lankaensis (Dharmaratne, et al.,

1986). Senyawa friedelin (21) dan canophillol (24) juga diisolasi dari dari daun spesies C. inophyllum (Ali, et al., 1999; Govindanchari, et al., 1967). Friedelin (21) juga diisolasi dari kulit akar C. inophyllum (Yimdjo, et al., 2004).

HO H H H O O H R H H

21 22

Gambar 6. Struktur senyawa triterpenoid dari C. brasiliense, C. gracilipes, C.

lankaensis dan C. Inophyllum

Dari C. inophyllum jenis sterol yang telah diisolasi adalah sitosterol (25). Sitosterol ini diisolasi dari bagian kayu (Kumar, et al., 1976; Goh, et al., 1991). Sedangkan kolesterol (26) diisolasi dari bagian daun C. inophyllum (Ali, et al., 1999). Sitosterol (25) juga pernah diisolasi dari bagian kulit batang C.

macrocarpum, bagian kulit C. apetalum, dari bagian daun C. gracilipes, dari

bagian daun dan kulit akar C. mooni (Su, et al., 2008).

R

23 CHO 24 CH2OH


(25)

commit to user HO

H H

H

HO

H H

H

25 26

Gambar 7. Struktur senyawa steroid dari C. Inophyllum

Dari spesies C. enervosum telah berhasil diisolasi senyawa turunan asilploroglusinol yaitu dari bagian daun C. sundaicum berhasil diisolasi senyawa sundaicumone A (27) dan sundaicumone B (28) (Cao, et al., 2005).

O

COOH

O O

O HO

HO

O

COOH

O O

O HO

OH

27 28

Gambar 8. Struktur senyawa asilploroglusinol dari C. sundaicum dan C. enervosum

2. Tumbuhan Calophyllum soulattri

a. Deskripsi C. soulattri

Salah satu spesies dari genus Calophyllum adalah C. soulattri. Tumbuhan ini memiliki nama khas masing-masing untuk setiap daerah. Didaerah Bangka dikenal dengan sebutan bintangur bunut atau malang-malang, didaerah Belitung terkenal dengan sebutan membalung, didaerah Sunda terkenal dengan nama sulatri dan didaerah Jawa sering disebut dengan bintangur, slatri atau sletri. Tumbuhan ini tumbuh liar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat dibawah ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Pohon C. soulattri menjulang tinggi


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

hingga 28 m dan berdiameter sampai 50 cm. Bentuk batang bundar lurus tanpa banir. Bunganya sangat harum dan buahnya terasa masam (gambar pohon dan kulit batang tumbuhan C. soulattri ditunjukkan pada gambar 9) (Heyne,1987). Klasifikasi dari tumbuhan C. soulattri :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub-kelas : Dilleniidae

Ordo : Theales

Familia : Clusiaceae/Gutiferae

Genus : Calophyllum

Spesies : Calophyllum soulattri

a b

Gambar 9. Gambar pohon (a) dan kulit batang (b) C. soulattri b. Manfaat C. soulattri

Tumbuhan C. soulattri merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat terutama dimanfaatkan sebagai pengobatan 11


(27)

commit to user

tradisional. Getah kayunya dapat dimanfaatkan sebagai jamu untuk kuda dan dapat digunakan untuk meracuni anjing. Seduhan daun dan akar-akarnya digunakan sebagai obat oles terhadap nyeri encok. Minyak dari bijinya dapat dimanfaatkan untuk plitur, minyak rambut, minyak urut, berkhasiat juga untuk obat urus-urus dan rematik (Heyne, 1987). Bagian bunga dari tumbuhan ini berbau harum sehingga sering dipergunakan sebagai pengharum lemari pakaian. Di daerah Jawa Tengah bagian benang sari yang berwarna kuning dipergunakan sebagai jamu bagi wanita habis melahirkan (Syahputra, dkk., 2004). Senyawa soulatron A (29) dari turunan terpenoid digunakan sebagai antiinflamasi (Nigam,

et al., 1988).

c. Kandungan Calophyllum soulattri

Dari penelitian yang pernah dilaporkan, belum banyak penelitian yang melaporkan tentang kandungan senyawa kimia didalam C. soulattri. Dari hasil penelitian yang pernah dilaporkan, telah berhasil diisolasi turunan terpenoid (Nigam, et. al., 1988; Putra, dkk., 2008).

Triterpenoid adalah golongan terpenoid yang terdiri dari 30 atom karbon atau 6 unit isopren. Dalam jaringan tumbuhan dapat dijumpai dalam bentuk bebasnya, tetapi juga banyak dijumpai dalam bentuk glikosidanya. Triterpenoid asiklik yang penting hanya skualen yang dianggap sebagai senyawa antara dalam biosintesis steroid. Terpenoid tidak ditemukan dalam bentuk struktur monosiklik atau bisiklik, juga jarang ditemukan dalam bentuk trisiklik, tetapi yang tetrasiklik cukup dikenal (Kristanti, dkk., 2008). Senyawa triterpenoid yang diisolasi dari genus Calophyllum dijumpai dalam bentuk pentasiklik. Kerangka dasar triterpenoid ditunjukkan pada gambar 1 no (4).

Senyawa turunan terpenoid yang berhasil diisolasi dari kulit tumbuhan C.

soulattri adalah soulattrone A (29) (Nigam, et. al., 1988) dan dari daunnya adalah

friedelin (21) (Putra, dkk., 2008). Friedelin (21) juga pernah diisolasi dari bagian daun C. cordato-oblongum, C. mooni, C. brasiliense, C. inophyllum, C. walkeri,

C. thwaitesii, C. calaba, C. lankaensis, C. gracilipes; dari bagian kulit batang C.


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

mooni, C. thwaitesii (Su, et. al., 2008). Struktur senyawa soulattrone A (29)

ditunjukkan pada gambar 10.

O O

O

O

29

Gambar 10. Struktur senyawa turunan terpenoid yang diisolasi dari C. soulattri

3. Metode Isolasi dan Pemurnian Tumbuhan a. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan kimia berdasarkan atas kelarutan komponen dengan pelarut yang digunakan. Metode ekstraksi tergantung dari tekstur, kandungan air dari bahan tumbuhan yang akan diekstraksi dan jenis senyawa yang akan diisolasi (Padmawinata, 1996). Ekstraksi biasanya dimulai dengan menggunakan pelarut organik secara berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Pelarut heksan, eter, petroleum eter dan kloroform digunakan untuk mengambil senyawa dengan kepolaran rendah. Pelarut yang lebih polar seperti alkohol dan etil asetat dapat digunakan untuk mengambil senyawa yang lebih polar (Rusdi, 1990). Pemilihan pelarut berdasarkan like

dissolved like yang berarti suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan

senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut non polar (Sastrohamidjojo, 1991). Maserasi merupakan contoh metode ekstraksi padat-cair bertahap yang dilakukan dengan jalan membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman dalam usaha mengekstraksi dari bahan alam bisa dilakukan tanpa pemanasan (temperatur kamar), dengan pemanasan atau bahkan pada suhu pendidihan. Salah satu keuntungan metode maserasi adalah cepat, waktu rendam bahan bervariasi antara 15-30 menit tetapi terkadang bisa sampai 24 jam, jumlah


(29)

commit to user

pelarut yang digunakan cukup besar, berkisar antara 10-20 kali jumlah sampel (Kristanti dkk, 2008). Pada maserasi perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga tetap terjaga konsentrasi antara larutan didalam sel dengan larutan diluar sel. Pada proses maserasi, jika dilakukan dengan pelarut air, maka diperlukan proses ekstraksi lebih lanjut, yaitu ekstraksi fasa air yang diperoleh dengan pelarut organik (Padmawinata, 1987). Jika maserasi dilakukan dengan pelarut organik, maka filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan menjadi satu, kemudian dievaporasi atau didestilasi. Selanjutnya, dapat langsung dilakukan proses pemisahan dengan kromatografi atau rekristalisasi (Kristanti dkk, 2008).

Metode maserasi lebih banyak digunakan untuk isolasi bahan alam. Penelitian yang pernah dilakukan dengan metode maserasi, diantaranya isolasi dari C. soulattri yaitu senyawa friedelin dengan menggunakan pelarut MeOH dari bagian daun (Putra, dkk., 2008) dan isolasi senyawa soulattron A dengan menggunakan pelarut C6H6 dari bagian kulit C. soulattri (Nigam, et. al., 1988).

b. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis didasarkan pada distribusi fase cair-padat. Sebagai fase diam atau adsorbennya berupa lapisan tipis alumina atau silika gel yang menempel pada permukaan lempengan kaca atau plastik, sedang sebagai fase gerak adalah eluen yang digunakan untuk membawa zat yang dianalisa bergerak melalui fase diam padat. Fase diam harus mempunyai sifat tidak larut dalam fase gerak maupun dalam komponen sampel. Fase diam dalam KLT berupa padatan penyerap yang dihasilkan pada sebuah plat datar dari gelas, plastik atau alumina sehingga membentuk lapisan tipis dengan ketebalan tertentu. Fase diam atau penyerap yang bisa digunakan sebagai pelapis plat adalah silika gel (SiO2), selulosa, alumina (Al2O3) dan kieselgur (tanah diatome). Kebanyakan penyerap yang digunakan adalah silika gel, dimana telah tersedia plat yang siap pakai (Gritter, 1991). Salah satu jenis silika gel yang banyak digunakan untuk KLT adalah silika gel 60 GF254. Identifikasi senyawa pada hasil analisis KLT dengan fasa diam silika gel 60 GF254 dapat dilkakukan dengan melihat warna noda di


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

bawah sinar UV. Senyawa akan tampak berupa spot gelap (tidak berfluoresence) dengan background yang berpendar saat disinari dengan lampu UV 254. Identifikasi senyawa juga dapat dilakukan dengan menyemprotkan pereaksi warna yang bersifat universal seperti Ce(SO4)2 (Kristanti dkk, 2008). Kromatografi jenis ini sering dilakukan secara preparatif dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mencari sistem eluen saat dilakukan kromatografi kolom, mengatahui pola pemisahan dari hasil kromatografi kolom atau untuk mengecek apakah senyawa tersebut telah murni atau belum.

Prinsip dari KLT adalah adanya adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia akan bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Rohman, 2007). Setelah sampel ditotolkan diatas fase diam, senyawa-senyawa dalam sampel akan terelusi dengan kecepatan yang sangat bergantung pada sifat senyawa-senyawa tersebut (kemampuan terikat pada fasa diam dan kemampuan larut dalam fasa gerak), sifat fasa diam (kekuatan yang menarik senyawa di atas fasa diam), dan sifat fasa gerak (kemampuan melarutkan senyawa). Pada KLT, secara umum senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan terelusi lebih cepat dari pada senyawa-senyawa yang lebih polar (Padmawinata, 1986).

Pelarut sebagai fasa gerak atau eluen merupakan faktor yang menentukan gerakan komponen-komponen dalam campuran. Pemilihan pelarut tergantung pada sifat kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Trappe dalam Sastrohamidjojo (1991) mengatakan bahwa kekuatan elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa dalam KLT dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai berikut : air murni > metanol > etanol > propanol > aseton > etilasetat > kloroform > metilklorida > benzen > toluen > trikloroetilen > tetraklorida > sikloheksan > heksan. Fasa gerak yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fasa gerak yang kurang polar digunakan untuk mengelusi senyawa yang


(31)

commit to user adsorbsinya lemah (Sastrohamidjojo, 1992).

Analisis suatu senyawa dalam KLT biasanya dilakukan dengan dibandingkan terhadap senyawa standarnya, yaitu berdasar pada kedudukan noda relatif terhadap batas pelarut yang dikenal sebagai Rf (Retardation factor) yang didefinisikan sebagai berikut :

Rf = Jarak komponen yang bergerak Jarak pelarut yang bergerak

c. Kromatografi Vakum Cair (KVC)

Kromatografi vakum cair merupakan salah satu kromatografi kolom khusus yang biasanya menggunakan silika gel sebagai adsorben (biasanya silika gel 60 G) dan pompa vakum. Teknik kromatografi vakum cair menggunakan sistem pengisapan (suction) untuk mempercepat proses elusi menggantikan sistem penekanan dengan gas. Alat yang digunakan adalah corong Buchner berkaca masir atau kolom pendek dengan diameter yang cukup besar.

Tahap pemisahan menggunakan KVC biasanya dilakukan pada awal pemisahan (pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi). Berbeda halnya dengan kromatografi kolom yang menggunakan tekanan pada bagian atas kolom untuk meningkatkan laju alir, pada kromatografi vakum cair, bagian atasnya terbuka sehingga untuk optimasi kolom atau untuk penggantian pelarut mudah dilakukan. Cara pemisahan kolom adalah sebagai berikut: pada kromatografi vakum cair, kolom dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan adsorben maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang paling non polar yang akan dipakai dituang ke permukaan adsorben kemudian divakum lagi. Kolom dihisap sampai kering dan siap dipakai jika kolom tidak retak atau turunnya eluen sudah rata dengan kolom. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau sampel dibuat serbuk bersama adsorben (impregnasi) dan dimasukkan ke dalam bagian atas kolom, kemudian dihisap perlahan-lahan. Selanjutnya, kolom dielusi dengan pelarut yang sesuai, dimulai dengan derajat polaritas yang paling rendah. Kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi. Pada kromatografi vakum cair, fraksi-fraksi yang


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

ditampung biasanya bervolume jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang diperoleh dengan kolom biasa (Kristanti, dkk., 2008).

d. Kromatografi Flash

Kromatografi flash merupakan kromatografi dengan tekanan rendah (pada umumnya <20 psi) yang digunakan sebagai kekuatan bagi elusi bahan pelarut melalui suatu kolom yang lebih cepat. Kualitas pemisahan sedang, tetapi dapat berlangsung cepat (10-15 menit). Pemilihan kolom disesuaikan dengan jumlah cuplikan yang akan dipisahkan. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel 60 ukuran 63-200 m dan silika gel G60 ukuran 40-43 m (Kristanti dkk, 2008). Pelarut yang digunakan pada umumnya merupakan variasi dua pelarut dimana salah satu pelarut memiliki kepolaran yang lebih tinggi dari pelarut lainnya.

Pemilihan sistem eluen untuk kromatografi flash disesuaikan dengan Rf senyawa yang akan dipisahkan. Rf dari senyawa dianjurkan berada pada daerah 0,15-0,2. Sistem pelarut biner dengan salah satu pelarut menpunyai kepolaran yang lebih tinggi, sering digunakan dalam kromatografi ini. Sistem pelarut biner yang sering digunakan diantaranya n-heksana/EtOAc, eter/n-heksana, CH2Cl2/EtOAc dan CH2Cl2/MeOH. Jika Rf senyawa 0,2, jumlah eluen yang akan digunakan 5x dari berat silika gel dalam kolom (Still, 1978).

4. Spektroskopi

Setelah diperoleh hasil dari isolasi dan pemurnian senyawa, selanjutnya dilakukan analisa dengan spektroskopi. Metode spektroskopi mempunyai banyak keuntungan. Biasanya hanya diperlukan sejumlah kecil untuk analisis, dan kadang-kadang jumlah itu pun dapat diperoleh kembali (tidak musnah atau rusak). Proses identifikasi untuk menentukan jenis senyawa kimia hasil isolasi dan pemurnian dilakukan dengan elusidasi struktur menggunakan spektroskopi UV-Vis, IR maupun NMR.


(33)

commit to user a. Spektroskopi UV-Vis

Spektroskopi UV-Vis adalah pengukuran absorpi radiasi elektromagnetik suatu senyawa di daerah ultraviolet yang terentang dari panjang gelombang 100-400 nm dan sinar tampak yang terentang dari 100-400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah). Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron – elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi yang berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya UV bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek, sedangkan molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden and Fessenden, 1986).

Prinsip dari spektroskopi UV-Vis adalah adanya transisi elektronik suatu molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorpsi (penyerapan) energi berupa radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai oleh molekul tersebut (Rohman, 2007). Absorbansi radiasi oleh sampel diukur oleh detektor pada berbagai dan diinformasikan ke perekam untuk menghasilkan spektrum. Spektrum ini akan memberikan informasi penting untuk identifikasi adanya gugus kromofor (Hendayana, 2004).

b. Spektroskopi Inframerah (IR)

Spektroskopi inframerah adalah teknik yang didasarkan adanya vibrasi dari atom pada suatu molekul. Spektrumnya diperoleh dari sinar radiasi inframerah yang diserap oleh sampel pada energi tertentu. Frekuensi inframerah biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wave number), yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang persentimeter. Daerah IR mempunyai jarak pengukuran dari 4000 cm-1- 625 cm-1. Spektrum IR yang berada pada daerah di atas 1600-4000 cm-1 menunjukkan pita spektrum yang disebabkan adanya vibrasi yang khas dari ikatan kimia gugus fungsi molekul yang ditentukan, sedangkan spektrum IR yang berada pada daerah 1300-625 cm-1 menunjukkan pita spektrum yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul dan dikenal dengan


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

nama sidik jari (finger print) (Carey, 2000). Kisaran frekuensi pada bilangan gelombang ini sama dengan energi sekitar 2 sampai 12 kkal/mol. Jumlah energi ini cukup mempengaruhi vibrasi ikatan (gerakan uluran atau pembengkokan ikatan) tetapi sangat kurang untuk memutus ikatan. Jenis ikatan tertentu biasanya meregang pada kisaran sempit dengan frekuensi tertentu. Spektroskopi infra merah terutama bermanfaat untuk menetapkan jenis ikatan yang ada dalam molekul (dengan menggunakan daerah gugus fungsi) (Hart, 1983).

Tabel 1. Serapan khas beberapa gugus fungsi pada IR (Smith, 2006)

Gugus Daerah Serapan (cm-1) Intensitas

O-H 3600 - 3200 kuat, lebar

N-H 3500 - 3200 medium

Csp3-H 3000 - 2850 kuat

Csp2-H 3150 -3000 medium

Csp-H 3300 medium

C=O 1800 - 1650 kuat

C C 2250 medium

C=C 1650 medium

1600 - 1500 medium

Dari penelitian yang pernah dilaporkan, daerah serapan IR dari senyawa yang berhasil diisolasi dari tumbuhan C. soulattri antaralain :

Senyawa IR v (cm-1)

Soulattrone A (29) 2930 (C-H alkana), 1670 (C=O keton),1130 (C-O eter) Friedelin (21) 1777 (C=O keton), 2927 (C-H alkana)

c. Spektroskopi NMR

Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (NMR) merupakan salah satu metode spekoskopi yang bermanfaat dalam penentuan struktur senyawa organik. Dasar dari metode spektroskopi ini adalah kajian terhadap momen magnet dari inti atom. Inti atom dalam molekul yang timbul akibat perputaran inti tersebut. Momen magnet dari suatu inti atom dipengaruhi oleh atom-atom yang ada di dekatnya, sehingga atom yang sama dapat mempunyai momen magnet yang 19


(35)

commit to user

berbeda bergantung pada lingkungannya. Bila inti atom diletakkan diantara kutub

–kutub magnet yang sangat kuat, inti akan mensejajarkan medan magnetiknya sejajar (pararel) atau mmelawan (antipararel) dengan medan magnet (Achmadi, 2003). Sifat inilah yang digunakan untuk menentukan struktur suatu molekul. Inti yang paling penting dalam penetapan struktur senyawa organik yaitu 1H dan 13C. 1) 13C NMR

Spektroskopi 13C NMR memberikan informasi tentang jumlah atom karbon dari suatu struktur molekul. Pergeseran kimia 13C terjadi pada daerah yang lebih lebar dibandingkan daerah pergeseran kimia inti 1H. Keduanya diukur terhadap senyawa standar yang sama, yaitu tetrametilsilen (TMS), yang semua karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam. Pergeseran kimia untuk 13C dinyatakan dalam satuan δ, tetapi pada umumnya dituliskan dengan kisaran sekitar 0 sampai 200 ppm di bawah medan TMS (bukan kisaran yang lebih kecil, yaitu dari 0 sampai 10 ppm untuk 1H). Kisaran kimia yang lebar cenderung menyederhanakan spektrum 13C relatif terhadap spektrum 1H (Achmadi, 2003). Daerah pergeseran kimia untuk 13C ditunjukkan dari pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Pergeseran kimia beberapa jenis inti 13C (Smith, 2006)

Jenis Karbon δ (ppm)

R─CH3 0 - 35

R2─CH2 15 - 20

R3─CH 25 - 50

R4─C 30 - 40

RC CR 65-90

R2C CR2 100-150

110-175

C R

O

OH R C

O

OR 160-185

C R

O

H R C

O


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

2)1H NMR

Spektroskopi 1H NMR memberikan informasi mengenai banyaknya sinyal dan pergeseran kimianya dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis inti 1

H yang secara kimia berbeda di dalam molekul, luas puncak menginformasikan banyaknya inti 1H dari setiap jenis yang ada, pola pembelahan spin-spin menginformasikan tentang jumlah 1H tetangga terdekat yang dimiliki oleh inti 1H tertentu. Pergeseran kimianya dapat dilihat dari tabel 2 berikut:

Tabel 3. Pergeseran kimia beberapa jenis inti 1H (Achmadi, 2003).

Jenis 1H δ (ppm) Jenis 1H δ (ppm)

C ─CH3 0,85-0,95 CH2 C 4,6-5,0

C─CH2─C 1,20-1,35 ─CH C 5,2-5,7

HC C

C C

1,40-1,65 Ar─H 6,6-8,0

CH3─CH C 1,6-1,9 ─C C─H 2,4-2,7

CH3─Ar 2,2-2,5

C

O

H

9,5-9,7

C O

CH3 2,1-2,6 C

O

OH 10-13

O─CH3 3,5-3,8 R─OH 0,5-5,5

Spektrum NMR 1H biasanya diperoleh dengan cara melarutkan sampel senyawa yang sedang dikaji (biasanya hanya beberapa miligram) dalam sejenis pelarut yang tidak memiliki inti 1H. Contoh pelarut seperti ini adalah CCl4 atau pelarut dengan hidrogen yang digantikan oleh deuterium, seperti CDCl3 (deuteriokloroform) dan CD3COCD3 (heksadeutioaseton). Salah satu cara untuk untuk menetapkan puncak dari spektra 1H NMR adalah dengan mengintegrasikan luas di bawah setiap puncak. Luas puncak (peak area) berbanding lurus dengan jumlah inti 1H yang menyebabkan terjadinya puncak tersebut. Cara yang lebih umum untuk menetapkan puncak adalah dengan membandingkan pergeseran kimia dengan proton yang serupa dengan senyawa rujukan yang diketahui.

Inti 1H yang membelah sinyal lain dikatakan terkopling (coupled). Besarnya kopling atau hertz yang membelah sinyal disebut tetapan kopling 21


(37)

commit to user

(coupling constant), disingkat dengan J. Sementara proton pada karbon yang

bersebelahan dapat menunjukkan pembelahan yang cukup besar (J=6-8 Hz), proton yang berjauhan dapat dikatakan tidak merasakan adanya proton satu sama lain (J=0-1 Hz). Tetapan kopling dapat digunakan untuk membedakan antara posisi substituen pada cincin benzen. Inti 1H yang ekuivalen secara kimia tidak saling membelah. Tabel 3 berikut memuat tetapan kopling untuk beberapa jenis inti 1H yang lazim (Achmadi, 2003).

Tabel 4. Tetapan kopling untuk beberapa jenis inti 1H

Gugus J(Hz) Gugus J(Hz)

C C

H H

6-8 H

H

Orto : 6-10 Meta: 1-3 Para : 0-1

C C C

H H 0-1 C C R1 R2 H H 0-3 C C R2 H H R1 12-18 C C H R2 H R1 6-12

3) HMQC (Heteronuclear multiple quantum coherence)

HMQC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis proton dalam satu ikatan, sehingga dari data ini dapat ditentukan pula karbon yang mengikat proton dan mana karbon yang kuartener. Dari data ini juga diketahui nilai geseran kimia dari karbon yang memiliki proton (Breitmaier, 2002).

4) HMBC (Heteronuclear multiple bond correlation)

HMBC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara proton dengan karbon yang berjarak 2 sampai 3 ikatan sehingga dapat diketahui atom karbon tetangga (Breitmaier, 2002).


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

B. Kerangka Pemikiran

Tumbuhan C. soulattri merupakan salah satu spesies dari genus

Calophyllum yang dapat dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat terhadap beberapa

penyakit. Manfaat ini tidak terlepas dari kandungan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Penelitian mengenai kandungan senyawa kimia dari tumbuhan C. soulattri masih sangat sedikit dilakukan, namun penelitian tentang senyawa kimia dari genus Calophyllum sendiri sudah banyak dilakukan dan diketahui bahwa senyawa kimia yang berhasil diisolasi cukup beragam. Berdasarkan literatur, penelitian mengenai komponen kimia dari genus

Calophyllum telah berhasil diisolasi senyawa turunan santon (Morel et al., 2002;

Iinuma, et al., 1994; Ito, et al., 2003), kumarin (McKee, et al., 1996; Ito, et al., 2003; Cao, et al., 1997), kromanon (Ito, et al., 1999; Iinuma, et al., 1994; Subramanian, et al., 1971), asilploroglusinol (Cao, et al., 2005), terpenoid (Pretto,

et al., 2004; Cao, et al., 1997; Yimdjo, et al., 2004; Ali, et al., 1999;

Govindanchari, et al., 1967) dan steroid (Kumar, et al., 1976; Goh, et al., 1991;

Ali, et al., 1999). Sedangkan senyawa kimia yang pernah diisolasi dari C. soulattri

adalah dari turunan terpenoid yaitu senyawa soulatron A dan friedelin (Nigam, et al., 1988; Putra, dkk., 2008). Berdasarkan pendekatan ilmu kemotaksonomi, tumbuhan yang memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat akan memiliki senyawa yang hampir sama atau bahkan sama dengan yang lainnya, sehingga senyawa yang diperoleh tidak akan jauh berbeda. Perbedaan penelitian tersebut meliputi asal sampel yang digunakan, bagian tumbuhan, metode isolasi dan purifikasi serta jenis pelarut.

C. Hipotesis

Senyawa kimia yang diisolasi dari kulit batang C. soulattri adalah dari turunan golongan terpenoid, steroid, asilploroglusinol, santon, kumarin dan atau kromanon.


(39)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium. Sampel kulit batang tumbuhan C. soulattri dikumpulkan dari daerah Magelang, Jawa Tengah. Isolasi senyawa bahan alam menggunakan metode ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dengan menggunakan MeOH untuk mengambil senyawa dari kulit batang tumbuhan C. soulattri. Pemisahan dan pemurnian senyawa dilakukan dengan menggunakan teknik kromatografi yaitu vakum cair (KVC) dan flash yang dipandu dengan kromatografi lapis tipis (KLT), lampu UV254 dan reagen penampak noda Ce(SO4)2. Struktur senyawa yang diperoleh dikarakterisasi dengan metode spektroskopi UV, IR, 1H NMR, 13C NMR dan NMR dua dimensi meliputi HMQC dan HMBC.

B.Tempat dan Waktu Penelitian

Pada penelitian ini, isolasi dan pemurnian senyawa dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Fakultas MIPA UNS dan Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS. Determinasi sampel tumbuhan dilakukan di Laboratorium Bagian Biologi Fakultas Farmasi UGM. Analisis spektoskopi UV dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Fakultas MIPA UNS, analisis IR di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA UGM, analisis 1H NMR, 13C NMR, dan NMR dua dimensi di LIPI Serpong. Penelitian dilakukan pada bulan September 2010 – Januari 2011.

C.Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Ekstrak kering kulit batang C. soulattri disaring menggunakan penyaring Buchner kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator vacum (IKA-WERKE HB4 basic). Isolasi dan pemurnian senyawa dari kulit batang C. soulattri

menggunakan kolom KVC berdiameter 9 cm dan kolom kromatografi flash


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

berdiameter 2 cm dan 1 cm. Analisis KLT dipandu dengan lampu UV 254 serta penyemprot penampak noda Ce(SO4)2. Senyawa yang diperoleh dianalisis dengan metode spektroskopi UV (spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UV mini 1240), spektroskopi infra merah (spektrofotometer Shimadzu PRESTIGE 21) dengan metode tetes dan metode spektroskopi 1H NMR, 13C NMR, HMQC dan HMBC (spektrofotometer Jeol AS 500).

2. Bahan yang digunakan

Kulit batang C. soluattri diperoleh dari daerah Magelang, Jawa Tengah. Pelarut yang digunakan untuk maserasi adalah MeOH. Sedangkan untuk kromatografi adalah n-heksan, EtOAc dan CHCl3. MeOH, n-heksan, EtOAc yang digunakan adalah pelarut teknis yang diredestilasi. Pelarut CHCl3 dan aseton yang digunakan adalah grade pro analisis. Fasa diam pada KVC digunakan silika gel Merck Si-gel 60 GF254, untuk kromatografi flash digunakan silika gel Merck Kieselgel 60 (0,04-0,063 mm) 230-400 mesh. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan plat alumunium berlapis silika (Merck Kieselgel 60 GF254 0,25 mm). Silika gel Merck Kiesel Gel 60 (0,2-0,5mm) digunakan sebagai silika adsorb untuk impregnasi sampel pada saat KVC dan kromatografi flash. Untuk pereaksi penampak noda digunakan Ce(SO4)2.

D.Prosedur Penelitian

1. Determinasi Sampel

Determinasi sampel dilakukan di laboratorium Bagian Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Determinasi dilakukan berdasarkan pengamatan ciri fisiologis tumbuhan. Dari hasil determinasi, diketahui bahwa sampel tumbuhan yang diteliti merupakan Calophyllum soulattri Burm.f.

2. Persiapan Sampel

Kulit batang C. soluattri dipotong kecil-kecil, diangin-anginkan sampai kering. Selanjutnya C. soluattri kering dibuat dalam bentuk serbuk.


(41)

commit to user

3. Isolasi dan Purifikasi Senyawa dari Kulit Batang C. soluattri

a. Ekstraksi

Serbuk kering kulit batang C. Soluattri sebanyak 3 kg dimaserasi dalam 12 liter metanol pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian disaring dengan menggunakan penyaring Buchner untuk memisahkan ekstrak metanol dari residunya. Filtrat yang diperoleh dievaporasi dan didesikator sehingga dihasilkan ekstrak kering metanol.

b. Kromatografi Vakum Cair (KVC)

Sebanyak 60 g ekstrak metanol difraksinasi menggunakan KVC dengan diameter kolom 9 cm yang dilakukan 3 kali fraksinasi masing-masing fraksinasi sebanyak 20 g sampel. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 GF254. Silika gel di masukkan ke dalam kolom KVC kemudian dimampatkan dengan bantuan pompa vakum sampai benar-benar mampat dan tidak terdapat rongga pada silika tersebut. Setelah mampat, sampel diletakkan diatas fase diam dan dielusi dengan eluen yang kepolarannya meningkat dengan perbandingan dari n -heksana:EtOAc sebanyak 150ml. Sebelumnya, sampel diimpregnasi terlebih dahulu dengan 20 g silika adsorb Merck Kieselgel 60 (0,2-0,5 mm).

Fraksi yang diperoleh dari hasil fraksinasi pada 3 kali KVC tersebut kemudian diuapkan dengan rotary evaporator dan ditimbang sehingga diketahui berat masing-masing fraksi. Fraksi tersebut kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan fasa diam silika gel Merck Kieselgel 60 GF254 (0,2 mm) menggunakan eluen n-heksana:EtOAc dengan perbandingan tertentu. Hasil KLT

dilihat dengan lampu UV pada 254 kemudian disemprot dengan penampak noda Ce(SO4)2. Fraksi yang memiliki pola pemisahan spot yang sama kemudian digabung. Fraksi yang memiliki berat yang mencukupi dan pola pemisahan yang baik dimurnikan lebih lanjut dengan kromatografi flash.

c.Kromatografi flash

Pembuatan kolom dilakukan dengan cara basah menggunakan fasa diam silika gel Merck Kieselgel 60 (0,04-0,063 mm). Silika gel dimasukkan ke dalam


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

gelas beker yang telah berisi eluen yang akan digunakan, kemudian di masukkan kedalam kolom sambil diaduk sampai semua silika masuk ke dalam kolom. Proses pembuatan kolom dibantu dengan air pump untuk memampatkan silika. Kemudian sampel yang sudah dilarutkan dengan eluen yang digunakan, dimasukkan kedalam kolom dengan bantuan pipet. Perbandingan sampel dan silika gel yang digunakan adalah 30 sampai 100 kali berat sampel. Kemudian sampel dielusi dengan eluen dan eluat yang diperoleh di KLT untuk mengetahui pola pemisahannya.

d. Karakterisasi Hasil Isolasi

Fraksi yang menunjukkan satu spot kemudian diuji kemurniannya menggunakan KLT dengan empat eluen yang berbeda, jika semua hasil KLT menunjukkan satu spot maka senyawa hasil isolasi diduga sudah murni. Kemudian dilakukan analisis menggunakan UV, IR, 1H NMR, 13C NMR, HMQC dan HMBC.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dilakukan analisis untuk mengelusidasi struktur senyawa murni yang telah diisolasi. Senyawa murni yang diperoleh dari hasil isolasi menggunakan metode ekstraksi dengan maserasi, dan proses pemisahan serta pemurnian dengan menggunakan teknik KVC dan kromatografi flash, dianalisis dengan KLT sehingga diperoleh noda yang berwarna. Proses KLT sendiri dipandu dengan lampu UV254 serta disemprot dengan reagen spesifik Ce(SO4)2. Kemudian, senyawa hasil isolasi tersebut dianalisa dengan spektroskopi UV, IR, 1H NMR, 13C NMR, dan NMR dua dimensi HMQC dan HMBC untuk mendapatkan data yang akan digunakan untuk elusidasi struktur senyawanya. Data UV yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui gugus kromofor yang ada pada senyawa, sedangkan data IR dapat diketahui jenis gugus fungsi yang terdapat pada senyawa tersebut. Dari data 13C NMR dapat diketahui jumlah atom karbon yang terdapat pada senyawa serta geseran kimia atom karbon. Untuk identifikasi struktur dengan data 1H NMR 27


(43)

commit to user

dapat digunakan untuk mengetahui geseran kimia proton, pola pemisahan spin-spin, luas puncak dan konstanta kopling (J). Banyaknya proton dari setiap jenis proton dapat diketahui dari luas puncak masing-masing sinyal proton, sedangkan posisi proton-proton yang berdekatan dapat diketahui dari kopling (J), sehingga proton yang menyusun suatu senyawa dapat ditentukan. Untuk data HMQC dapat ditentukan hubungan proton dengan karbon yang berjarak satu ikatan sehingga dapat diketahui jenis atom karbon. Untuk data HMBC dapat ditentukan hubungan proton dengan karbon yang berjarak 2 sampai 3 ikatan sehingga dapat diketahui atom karbon tetangga. Data-data yang diperoleh dari analisa tersebut digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang disarankan.


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Isolasi dan Pemurnian Senyawa dari Kulit Batang C. soulattri

Dari hasil penyaringan dan evaporasi serbuk kulit batang C. soulattri

diperoleh ekstrak MeOH kering sebanyak 98 g. Ekstrak kering hasil maserasi ini kemudian dipartisi dengan menggunakan KVC sebanyak 3 kali menggunakan pelarut yang sama yaitu n-heksana:EtOAc (10:0); (9:1) (2x); (8,5:1,5) (4x); (8:2) (4x); (7:3) (2x); (0:10) (2x). Masing-masing dari hasil KVC I, II dan III di KLT, kemudian spot noda yang sama digabung sehingga diperoleh 7 fraksi utama dengan berat : fraksi A (0,168 g), fraksi B (0,548 g), fraksi C (1,075 g), fraksi D (0,798 g), fraksi E (0,64 g), fraki F (1,258 g) dan fraksi G (0,548 g). Kromatogram hasil penggabungan KVC fraksi-fraksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Hasil KLT penggabungan fraksi dari KVC I, II dan III dengan

eluen n-heksan : EtOAc (8,5:0,5)

Dari hasil KLT pada Gambar 11, diketahui bahwa fraksi C memiliki pola pemisahan spot yang lebih jelas dari fraksi yang lainnya dan beratnya pun mencukupi untuk dimurnikan kembali sehingga dipilih fraksi C untuk dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi flash berdiameter 2 cm. Fraksi C di KLT terlebih dahulu untuk menentukan eluen yang akan digunakan. Dari hasil KLT, eluen yang digunakan untuk kromatografi flash adalah n-heksan:EtOAc (9,5:0,5) dalam 200 ml, (9:1) dalam 200 ml dan (7:3) dalam 100 ml dan diperoleh 26 fraksi. Kemudian fraksi–fraksi ini di KLT kembali dengan eluen n-heksan:EtOAc (8,5:1,5) sehingga diperoleh pola pemisahan. Pola pemisahan yang sama digabung kembali dan


(45)

commit to user

diperoleh 10 fraksi utama dengan berat : fraksi C1 (141 mg), C2 (60 mg), C3 (31 mg), C4 (50 mg), C5 (70 mg), C6 (84 mg), C7 (78 mg), C8 (205 mg), C9 (137 mg), C10 (184 mg). Kromatogram hasil kromatografi flash fraksi C dan hasil penggabungan fraksi C ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Hasil KLT penggabungan kromatografi flash fraksi C dengan eluen

n-heksan : EtOAc (8,5:0,5)

Berdasarkan hasil KLT pada Gambar 12, fraksi C1 memiliki spot yang lebih bersih dari spot yang lainnya dan beratnya pun memungkinkan untuk dipisahkan lebih lanjut sehingga akan dimurnikan lebih lanjut menggunakan kromatografi flash berdiameter 1 cm dan dielusi menggunakan eluen n -heksan:CHCl3 (98:2) dalam 200 ml, (95:5) dalam 100 ml dan (90:10) dalam 50 ml. Hasil dari fraksinasi ini kemudian di KLT dengan menggunakan pelarut n -heksan:CHCl3 (9,5:0,5) sehingga diperoleh pola pemisahan. Spot yang sama digabung sehingga diperoleh 7 fraksi utama yaitu : C1a (2 mg), C1b (3 mg), C1c (29 mg), C1d (24 mg), C1e (7 mg), C1f ( 19 mg) dan C1g ( 15 mg). Hasil penggabungan dari fraksinasi fraksi C1 ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Hasil KLT penggabungan kromatografi flash fraksi C1 dengan eluen


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Dari hasil KLT pada Gambar 13, diketahui bahwa fraksi C1d menunjukkan noda yang lebih bersih dibandingkan dengan yang lain. Selanjutnya fraksi C1d di KLT untuk mengetahui kemurnian senyawa dengan berbagai macam eluen, yaitu

n-heksan : CHCl3 (9,5:0,5), n-heksan : CHCl3 : EtOAc (8,5:1:0,5), n-heksan : EtOAc (8,5:1,5) dan n-heksan : Aseton (9:1). Noda yang dihasilkan dari KLT dengan berbagai macam eluen menunjukkan satu spot yang ditunjukkan pada Gambar 14, sehingga senyawa hasil isolasi diduga sudah murni. Untuk itu, fraksi C1d dilakukan analisis UV, IR, 1H NMR, 13 C NMR serta HMQC dan HMBC.

Gambar 14. Kromatogram uji kemurnian senyawa fraksi C1d 1. n-heksan : EtOAc (8,5:1,5)

2. n-heksan : CHCl3 : EtOAc (8,5:1:0,5) 3. n-heksan : Aseton (9:1)

4. n-heksan : CHCl3 (9,5:0,5)

B. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi Fraksi C1d 1. Analisis Data UV

Data yang diperoleh dengan metode spektroskopi UV terhadap senyawa isolat fraksi C1d dalam pelarut metanol tidak menunjukkan adanya serapan maksimum dari suatu cincin aromatik, dimana serapan pada cincin aromatik biasanya muncul pada 270-300 nm. Serapan maksimum pada 221 nm menunjukkan adanya gugus kromofor yang khas untuk suatu sistem ikatan rangkap dari cincin alifatik. Berdasarkan data UV, maka senyawa hasil isolasi tersebut berasal dari golongan non aromatik yaitu terpenoid atau steroid yang memiliki ikatan rangkap pada cincin alifatiknya. Spektrum UV senyawa isolat

1 2 3 4


(47)

commit to user fraksi C1d ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Spektrum UV senyawa fraksi C1d dalam pelarut metanol 2. Analisis Data IR

Spektrum IR yang muncul dari serapan senyawa hasil isolasi fraksi C1d menunjukkan adanya serapan dari gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3448,72 dan 3332,99 cm-1. Munculnya vibrasi ulur C-H alifatik pada daerah 2924,09 cm-1 mengindikasikan adanya gugus prenil dan atau metoksi. Serapan pada panjang gelombang 1774,51 dan 1735,93 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil. Munculnya serapan 1674,21 dan 1635,64 mengindikasikan adanya vibrasi ulur C=C alkena. Gambar spektrum IR dari senyawa isolat fraksi C1d ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Spektrum IR senyawa hasil isolasi fraksi C1d

C-H alifatik

C=O

keto C=C alkena

OH


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Berdasarkan literatur mengenai senyawa kimia yang pernah diisolasi dari genus Calophyllum, senyawa golongan steroid tidak mengandung gugus karbonil pada kerangkanya (Su, et al., 2008), sehingga senyawa yang diisolasi merupakan turunan dari golongan terpenoid. Berdasarkan hasil analisis dari data IR dan UV, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi fraksi C1d merupakan turunan dari golongan terpenoid yang tersubtitusi gugus hidroksil, C-H alifatik yang menyusun gugus prenil, gugus karbonil serta gugus alkena.

3. Analisis Data NMR

Hasil analisis senyawa isolat fraksi C1d dalam pelarut CHCl3 dengan menggunakan spektroskopi NMR meliputi 13C NMR, 1H NMR, HMQC dan HMBC. Dari data 13C NMR ini akan diketahui jumlah karbon yang terdapat pada senyawa isolat fraksi C1d. Dari data 1H NMR akan diketahui geseran kimia proton, pola pemisahan spin-spin, luas puncak dan konstanta kopling (J). Banyaknya proton dari setiap jenis proton dapat diketahui dari luas puncak masing-masing sinyal proton, sedangkan posisi proton-proton yang berdekatan dapat diketahui dari kopling (J), sehingga proton yang menyusun suatu senyawa dapat ditentukan. Dari data hasil analisa HMQC dapat ditentukan hubungan antara proton dan karbon satu ikatan sehingga dapat diketahui jenis karbonnya. Kemudian untuk data hasil analisa HMBC akan dapat ditentukan hubungan proton dan karbon yang berjarah dua sampai tiga ikatan sehingga dapat ditentukan karbon-karbon tetangga.

Spektrum 13C NMR senyawa fraksi C1d yang ditunjukkan pada Gambar 17, memperlihatkan adanya dua sinyal karbonil pada δC 217,59 dan 209,29 ppm, sinyal karbon-karbon alkena ditunjukkan pada δC 135,95-116, 08 ppm, sedangkan

pada δC 45,92-11,78 ppm muncul dari karbon-karbon alkana. Sinyal pada δC 206,99 dan 32,1 ppm merupakan serapan karbon-karbon dari sisa pelarut yaitu aseton. Serapan karbon yang muncul pada sebelah kiri pelarut, merupakan serapan dari karbon pengotor yang masih tersisa pada senyawa isolat.


(49)

commit to user

Gambar 17. Spektra 13C NMR dari senyawa hasil isolasi fraksi C1d

Data spektrum 1H NMR menunjukkan adanya sinyal proton alkena pada

δH 5,2588-4,9278 ppm serta sinyal proton alkana ditunjukkan pada δH 3,7140-0,8601 ppm. Spektrum 1H NMR ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Spektra 1H NMR dari senyawa hasil isolasi fraksi C1d

Dari spektrum 1H NMR pada Gambar 18 mengindikasikan adanya tiga buah sinyal proton berasal dari proton metin (CH) yaitu pada δH 5,25; 5,00 serta

H alkana

H alkena C karbonil

C alkena C kuartener


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

4,86 yang biasanya terdapat pada proton isoprenil. Hal ini didukung dengan adanya enam buah metil (CH3) pada δH 1,68; 1,63; 1,61 dan 1,53 ppm, sehingga diketahui bahwa terdapat tiga buah gugus isoprenil. Proton metin lain ditunjukkan pada δH 2,93 ppm. Empat buah sinyal proton metil (CH3) lain ditunjukkan pada δH 0,86; 0,89; 0,92 dan 1,22 ppm yang. Untuk proton metilen sendiri ditunjukkan pada δH 2,39; 2,48; 2,74 dan 1,28 ppm.

Tabel 5. Jenis proton pada data 1H NMR senyawa hasil isolasi fraksi C1d

δH (ppm) Multiplisitas (J) ∑ H Jenis Proton

5,25 t (J=6,8) 1H

Metin (CH)

5,00 t 1H

4,86 t 1H

2,93 m 1H

2,74 dd (J=6,3) 1H

Metilen (CH2)

2,48 dd (J=7,2) 1H

2,38 dd (J=7,4) 2H

1,68 s 6H

Metil (CH3)

1,63 s 3H

1,61 s 3H

1,53 s 6H

1,28 m 2H Metilen (CH2)

1,22 s 3H

Metil (CH3)

0,92 s 3H

0,89 d (J=2,3) 3H

0,86 t 3H

H = 40

Hubungan antara data proton dengan atom karbon yang berjarak satu ikatan dapat dijelaskan melalui data HMQC sehingga dapat diketahui jenis atom karbonnya. Data ini dapat dilihat pada Tabel 6 (Gambar spektrum HMQC terlampir).

Tabel 6. Korelasi proton dan karbon dari data HMQC dan jenis atom karbon

senyawa hasil isolasi fraksi C1d


(51)

commit to user

δC (ppm) δH HMQC (ppm) Jenis atom karbon

217,59 - C=O

209,30 - C=O

135,95 - = C

133,89 - = C

133,53 - = C

122,32 4,86 (t, IH) = CH

119,05 5,25 (t, 1H, J=6,8) = CH

116,08 5,00 (t, IH) = CH

98,37 - C kuartener

70,51 - C kuartener

54,94 - C kuartener

45,91 2,93 (m, 1H) = CH

44,22 - C kuartener

40,99 - C kuartener

31,08 2,39 (dd, 2H, J=7,4) CH2

25,98 1,68 (s, 6H) 2x CH3

1,63 (s, 3H) CH3

24,75 1,28 (m, 2H) CH2

23,9 2,48 (dd, 1H, J=7,2) CH2

2,74 (dd, 1H, J=6,3)

22,87 1,22 (s, 3H) CH3

17,81 1,61 (s, 3H) CH3

1,53 (s, 6H) 2x CH3

0,92 (s, 3H) CH3

16,17 0,86 (t, 3H) CH3

11,78 0,89 (d, 3H, J=2,3) CH3

Adanya proton metin pada δH 4,86 (t, IH); 5,00 (t, IH); 5,25 (t, 1H, J=6,8) yang berkorelasi satu ikatan dengan karbon pada δC 122,32; 119,05; 116,08 ppm serta proton metil pada δH 1,68 (s, 6H); 1,63 (s, 3H); 1,53 (s, 6H); 1,61 (s, 3H) yang berkorelasi satu ikatan dengan karbon pada δC 25,98 dan 17,81 ppm menunjukkan adanya 3 buah gugus isoprenil yang tersubtisusi pada kerangka dasar senyawa.


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Hubungan antara proton dan karbon yang berjarak 2-3 ikatan dapat dilihat dari data HMBC di bawah ini.

Gambar 19. Spektra HMBC senyawa hasil isolasi fraksi C1d

Dari Gambar 19, terlihat bahwa pada daerah alifatik terjadi banyak overlaping, hal ini berpengaruh pada hubungan proton dan karbon pada jarak 2-3 ikatan sehingga dibutuhkan ketelitian untuk menentukan hubungan tersebut. Data dari HMBC dari proton dan karbon dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Korelasi proton dan karbon pada jarak 2-3 ikatan dari data HMBC

senyawa hasil isolasi fraksi C1d

δH (ppm)

HMBC

Korelasi 1H - 13C NMR 2-3 ikatan (δC ppm)

5,25 25,98; 17,81

5,00 25,98; 17,81

4,86 -

2,93 -

2,74 135,95; 116,08; 98,37

2,48 135,95; 116,08; 98,37; 209,30

2,38 119,05; 54,94

1,68 133,53; 119,05; 122,32; 17,81

1,63 135,95; 116,08; 17,81


(53)

commit to user

1,61 135,95; 116,08; 25,98

1,53 119,05; 122,32; 133,89; 25,98

1,28 -

1,22 70,51; 40,99; 44,22

0,92 70,51; 40,99

0,89 45,91

0,86 45,91; 217,59; 24,75

Berdasarkan data HMBC pada Gambar 21(a-c), nampak bahwa proton metil δH 0,86 ppm berkorelasi dengan karbon pada δC 217,59; 45,91 serta 24,75 ppm yang berjarak 2-3 ikatan. Sedangkan pada karbon δC 45,91 ppm berkorelasi dengan proton metil pada δH 0,89 ppm. Korelasi proton karbon tersebut ditunjukkan pada Gambar 20.

H3C

H3C

O 217,59

45,91 24,75 0,89

0,86 11,78

16,17

Gambar 20. Korelasi proton metil dengan karbon pada δH 0,86 dan 0,89 ppm


(54)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Gambar 21b. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,2-0,8 ppm dan δC 50-36 ppm

Gambar 21c. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,3-0,8 ppm dan δC 33-15 ppm

Berdasarkan data HMBC pada Gambar 21b diketahui bahwa proton metil

δH 1,22 ppm berkorelasi dengan karbon pada δC 40,9; 44,22 dan 70,51 ppm, serta proton metil δH 0,92 ppm berkorelasi dengan karbon pada δC 70,51 dan 40,9 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa proton metil pada δH 1,22 dan 0,92 ppm tersubtitusi pada kerangka senyawa yang terikat pada karbon kuartener dengan δC 40,9 ppm. Korelasi proton karbon tersebut ditunjukkan pada Gambar 22.


(55)

commit to user

H

3

C

H

3

C

44,22

70,51

40,99

1,22 0,92

22,87 17,81

Gambar 22. Korelasi proton metil dengan karbon pada δH 1,22 dan 0,92 ppm

Dari data HMBC pada Gambar 24(a-c) mengindikasikan adanya gugus isoprenil yang tersubtitusi pada kerangka dasar senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi proton metil pada δH 1,68 ppm berkorelasi dengan karbon pada δC 133,53; 122,32; 119,05; 17,81 ppm serta korelasi proton metil pada δH 1,53 ppm berkorelasi dengan karbon pada δC 119,05; 122,32; 133,89; 25,98 ppm. Proton metil pada δH 1,68 ppm dan 1,53 ppm mempunyai luasan 2x dari proton metil lainnya yang menunjukkan bahwa metil-metil ini terikat pada dua isoprenil yang terikat pada satu atom C kuatener (ditunjukkan dari data HMBC pada gambar 24a,b,c). Dan dari korelasi proton metilen pada δH 2,39 ppm berkorelasi satu ikatan dengan karbon pada δC 31,08 serta berkorelasi 2-3 ikatan denggan karbon pada δC 119,05 dan 54,94 ppm. Dari data tersebut masih kurang satu proton metilen yang terikat pada satu isoprenil lainnya, dimungkinkan proton tersebut overlaping dengan proton lainnya atau proton tersebut tidak muncul dari data HMBC. Sedangkan satu gugus isoprenil bebas lainnya ditunjukkan dari korelasi proton metil pada δH 1,63 ppm dan proton metil pada δH 1,61 ppm berkorelasi dengan karbon pada δC 135,95; 116,08 dan 25,98 ppm yang menunjukkan adanya satu isoprenil. Proton metilen pada δH 2,74 dan 2,48 ppm yang berkorelasi satu ikatan dengan karbon pada δC 23,9 ppm dan berkorelasi dengan karbon yang berjarak 2-3 ikatan pada δC 135,95; 116,08; 98,37 dan 135,95; 116,08; 98,37; 209,30 ppm menunjukkan adanya metilen yang terikat pada isoprenil (ditunjukkan dari data HMBC pada gambar 24a,b,c). Korelasi antara proton dengan karbon yang terikat pada gugus isoprenil tersebut ditunjukkan pada Dambar 23.


(56)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

H H 2,48 2,78

23,9 116,08 135,95

H3C CH3 1,63 1,6117,81 25,98

H3C

CH3 H3C

CH3 133,53

122,32

133,89 119,05

1,53 17,81

1,68 25,98

1,53 17,81

1,68 25,98 31,08

54,94

? 2,38

a b

Gambar 23. (a). Korelasi proton metil isoprenil dengan karbon pada δH 1,63 dan 1,66 ppm serta proton metilen dengan karbon pada δH 2,48 dan 2,78 ppm.

(b). Korelasi proton metil isoprenil dengan karbon pada δH 1,68 dan 1,53 ppm serta proton metilen dengan karbon δH 2,38 ppm.

Gambar 24a. Hubungan HMBC perbesaran δH 2,7-1,3 ppm dan δC 140-120 ppm 41


(57)

commit to user

Gambar 24b. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,7-1,5 ppm dan δC 140-110 ppm

Gambar 24c. Hubungan HMBC perbesaran δH 1,8-1,4 ppm dan δC 30-15 ppm

Dari gugus-gugus di atas, kemungkinan semuanya tersubtitusi langsung pada kerangka dasar senyawa yang membentuk siklis. Proton metilen isoprenil pada δH 2,48 ppm berkorelasi juga 2-3 ikatan dengan karbon pada δC 98,37 dan 209,30 ppm serta proton metilen pada δH 2,74 ppm berkorelasi dengan karbon


(58)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

pada δC 98,37 ppm yang kedua proton metilen tersebut berkorelasi satu ikatan dengan karbon pada δC 23,9 ppm. Proton metilen isopren lain pada δH 2,38 ppm yang berkorelasi satu ikatan dengan karbon pada δC 31,08 ppm berkorelasi juga 2-3 ikatan dengan karbon pada δC 54,94 ppm yang berada pada karbon siklis. Kemudian proton lain yang berkorelasi dengan karbon siklis adalah proton metil pada δH 1,22 ppm yang berkorelasi satu ikatan dengan karbon pada δC 22,87 serta berkorelasi 2-3 ikatan dengan karbon pada δC 40,9; 44,22 dan 70,51 ppm, serta proton metil δH 0,92 ppm berkorelasi dengan karbon pada δC 70,51 dan 40,9 ppm. Kemungkinan posisi-posisi karbon pada kerangka siklis ditunjukkan pada Gambar 25.

H3C

HO

H3C

H3C

H3C

HO

O O

CH3

CH3

H3C CH3

CH3

H3C

44,22 40,99 54,94 70,51 209,30 98,37 H H 2,48 2,74 0,92 17,81 1,22 22,87 ? ? H2 2,39 119,05 31,08

H3C

HO

H3C

HO

O O

CH3 CH3

H3C CH3 CH3

H3C

70,51 209,30 98,37 H H 2,48 2,74

? H2,392 119,05 31,08

H3C CH3

40,99 54,94 44,22? 0,92 1,22 17,81 22,87

a b

Gambar 25. Kemungkinan posisi karbon pada kerangka siklis (a dan b)

Dari Gambar 25, dapat diketahui bahwa letak perbedaannya adalah pada kemungkinan posisi karbon pada δC 44,22 dan 40,99 ppm. Dimana pada Gambar 25(a), posisi karbon pada δC 44,22 ppm berada diantara karbon pada δC 40,99 dan 54,95 ppm, sedangkan pada Gambar 25(b) posisi karbon pada δC 44,22 ppm berada diantara karbon pada δC 40,99 dan 70,51 ppm. Serapan proton pada gugus OH tidak muncul pada spektra HNMR. Hal ini mungkin disebabkan karena gugus OH tersebut mengadakan ikatan hidrogen dengan sisa pelarut yaitu aseton, dimana serapan proton dari aseton muncul pada δH 2,16 (s) dan serapan karbon pada δC 206,99 ppm (C=O) dan 32,1 ppm (CH3). Berdasarkan analisis data dari hasil karakterisasi menggunakan spektroskopi UV, IR, 13C NMR, 1H NMR serta NMR 43


(59)

commit to user

dua dimensi (HMQC dan HMBC), struktur senyawa hasil isolasi fraksi C1d yang disarankan adalah merupakan turunan terpenoid yang tersubtiusi oleh gugus-gugus alkil. Dua kemungkinan struktur senyawa yang disarankan dari hasil isolasi fraksi C1d ditunjukkan pada Gambar 26.

17,81 22,87 217,59 45,91 24,75 23,9 116,08 135,95 17,81 25,98 11,78 16,17 0,86 0,89 O 44,22 54,94 70,51 209,30 98,37 ? 119,05 31,08 122,32 133,53 25,98 17,81 17,81 25,98 133,89 OH HO O 1,63 1,61 5,00 4,86 1,53 1,68 1,53 1,68 5,25 2,38 1,28 2,93 2,48,2,74 40,99 1,22 0,92 (a) 217,59 45,91 24,75 23,9 116,08 135,95 17,81 25,98 11,78 16,17 0,86 0,89 O 44,22 40,99 54,94 70,51 209,30 98,37 17,81 22,87 ? 119,05 31,08 122,32 133,53 25,98 17,81 17,81 25,98 133,89 OH HO O 1,63 1,61 5,00 0,92 1,22 4,86 1,53 1,68 1,53 1,68 5,25 2,38 1,28 2,93 2,48,2,74 (b)


(1)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Calophyllum soulattri


(2)

commit to user

Lampiran 2. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 217,59-133,53 ppm

Lampiran 3. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 122,32-70,5 ppm


(3)

commit to user

Lampiran 5. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 27,85-19,01 ppm

Lampiran 6. Perbesaran spektra 13C NMR pada δC 18,26-11,79 ppm


(4)

commit to user

Lampiran 8. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 3,2-2,04 ppm

Lampiran 9. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 2,17-1,43 ppm


(5)

commit to user

Lampiran 11. Perbesaran spektra 1H NMR pada δH 0,93-0,77 ppm

Lampiran 12. Spektra HMQC pada senyawa hasil isolasi fraksi C1d


(6)

commit to user

Lampiran 14. Perbesaran spektra HMQC pada δH 3,6-2,3 ppm dan δC 50-20 ppm

Lampiran 15. Perbesaran spektra HMQC pada δH 1,8-1,1 ppm dan δC 32-22 ppm