Teknik Pengumpulan Data Teknik dan Analis Data

Narno 2002 Perlindungan Hukum dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Jurnal Narno 2003 Praktek ADR Pertanahan Narno 2004 Model Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Alam tesis Narno 2012 Incorporating Good govevernance Principles in Land Administration System Disertasion Narno 2004 Pergesean ideology kebijakan pengelolaan hutan Jurnal Mimbar Hukum UGM Narno, Jurnal 2008 Pengembangan Kebijakan Ketahanan Pangan berbasis Kearifan LokalJurnal Narno 2012 , Pelembagaan good land governance dalam system administrasi pertanahan PHD Narno 2013 Water Management based on Local Wisdom Jurnal PHD: Penelitian Hibah Doktor Dikti Jurnal: Jurnal Mimbar Hukum UGM, Jurnal Konstitusi Univ. Muhammadiyah Malang, Jurnal Media Hukum UMY, Jurnal Yurisprudensi UMS Narno 2014 Buku “Reformasi Kebijakan Agraria dan Pengelolaan SDA ” Evalusasi Satu Dekade

F. Tahapan Penelitian Tahapan

Kegiatan Indikator Capaian Lokasi Penelitian Luaran Penelitian Tahun Pertama 1.Penelitian Kepustakaan Yogya dan Lampung 2.Analisis Kasus dan Model Penyelesaian Konflik Pertanahan Yogya dan Lampung 3.Pemetaan Masalah- Masalah Laporan Penelitian Tahap I Yogya Model Kebijakan Tahun Kedua 1.Penelitian Lapangan Wawancara Responden Yogya dan lampung Publikasi di Jurnal International IIUM Law Journal 2.Wawancara dengan Ahli Yogya dan Lampung 3.Menganalis data dan Merumuskan Kesimpulan dan Rekomendasi Laporan Akhir Penelitian Yogya Modul Penyelesaian Konflik Pertanahan Berbasis Good Land Governance BAB V TINJAUAN UMUM HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Latar Belakang Umum Pengembangan Model Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Daerah Istimewa Yogyakarta Evolusi sejarah model-model penyelesaian sengketa secara umum dan sengketa tanah secara khusus, menunjukkan upaya secara serius suatu generasi negara masyarakat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Setelah model penyelesaian sengketa melalui pengadilan mencapai puncak otoritasnya sampai akhir abad 20, maka model penyelesaian sengketa alternative mulai dikembangkan di semua negara, daerah maupun satuan masyarakat yang lebih bawah. Walaupun mengalami fluktuasi, namun latar belakang hadirnya penyelesaian sengketa alternative dapat diambil alasan sebagai berikut: a. Untuk mengurangi penumpukan perkaradi pengadilan court congestion b. Untukmeningkatkan keterlibatan dan otonomi masyarakat dalam proses penyelesain sengketa c. Untuk memperlancar serta memperluas kepada keadilan access to justice d. Untuk mengembangkan istem putusan yang high level acceptance 1.

B. Sebaran Pengaturan dan Dasar Hukum Model Penyelesaian Sengketa Pertanahan

1. HIR , Inilah peraturan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang mengatur mengenai proses beracara di Pengadilan. Salah satu klausul mengatur hakim untuk menyelesaikan sengketa secara damai oleh para pihak. 2. UU No 14 tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman. Undang-undang ini yang pertama menginisiasi munculnya model penyelesaian sengketa alternative. Berdasarkan UU ini keluar Kepres 34 tahun 1984 tentang Ratifikasi New York Convention tentang Model-Model Penyelesaian Sengketa Alternatif dan Arbitrasi 3. UU no 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelessaian Sengketa Alternatif, undang-undang ini tindak lebih lanjut dari ratifikasi dari New York Convention yang secara lebih rinci ditungkan dalam pasal-pasal undang-undang tersebut. Model-model penyelesaian sengketa alternative terdiri dari: konsultasi, pendapat ahli, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. 4. UU No 4 tahun 2004, tentang kekuasaan kehakiman, merupakan uu yang berupaya melakuka perubahan tentang prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman sesuai dengan asppirasi reformasi peradilan. 5. UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, undang-undang yang saat ini berlaku mencabut undang-undang sebelumnya. Undang-undang ini lebih menekankan prinsip triap politika yang lebih tegas. Model-model penyelesaian sengketa melalui model penyelesaian sengketa alternative dan arbitrase ditegaskan kembali dalam undang-undang ini. Disamping diatur dalam berbagai undang-undang, juga diatur dalam peraturan yang oleh peraturan-peraturan yang bersifat departementalis.